Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batuyang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (Batu ginjal ) maupun di dalam kandung kemih ( batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis ( litiasis renalis, nefrolitiasis ). Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien urolitiasis, berbagai faktor harusdipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi danlokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction ,divertikel kaliks, ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas habitustubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal ginjal). Kemajuan dalam bidang endourologi telah secara drastis mengubah tatalaksana pasien dengan batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka untuk pengangkatan batu. Perkembangan terapi invasif minimal mutakhir, yaitu retrograde ureteroscopic intrarenal surgery (RIRS),percutaneus nephrolithotomy (PNL), ureteroskopi (URS) danextracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) telah memicu kontroversi mengenai teknik mana yang paling efektif.

BAB II PEMBAHASAN Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruki saluran kemih, infeksi, dan gangguan faal ginjal. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain : 1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pH urin. Untuk mengetahui fungsi ginjal, diperiksa kreatinin serum. Pada keadaan demam, sebaiknya diperiksa C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin. Pada keadaan muntah, sebaiknya diperiksa natrium dan kalium darah. Untuk mencari faktor risiko metabolik, sebaiknya diperiksa kadar kalsium dan asam urat darah.1 1.1 Darah rutin (Hb,Ht,Leukosit, Trombosit) : Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi rutin meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, dan nilai-nilai MC. Manfaat pemeriksaan untuk mengevaluasi anemia, leukemia, reaksi inflamasi dan infeksi, dan karakteristik sel darah perifer 1.2 Urine rutin (pH, Bj urine, sedimen urine) : PH urin : Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar antar 4,5 -- 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urin bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urin dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat pH urin sebaiknya dipertahankan basa. Bj urine : Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal,

dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'. Berat jenis urin sewaktu pada orang normal antara 1,003 -- 1,030. Berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun. Sedimen urine (kristal) : Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan batu di dalam saluran kemih. Kristal asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang sering ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-kristal itu merupakan hasil metabolisme yang normal. Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urin. Di samping itu mungkin didapatkan kristal lain yang berasal dari obat-obatan atau kristal-kristal lain seperti kristal tirosin, kristal leucin. 1.3 Faal ginjal (Ureum, Creatinin) Bertujuan untuk mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP. 1.4 Kadar elektrolit Untuk mencari faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam darah maupun urine). 2. Pemeriksaan Radiografi imaging Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai mempunyai batu. Hampir semua batu saluran kemih (98%) merupakan batu radioopak. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi. Pemeriksaan rutin meliputi foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (KUB) ditambah USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP). Excretory pyelography tidak boleh dilakukan pada pasien

dengan alergi media kontras, kreatinin serum > 2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.1 2.1 Ultrasonografi (USG)

USG umumnya digunakan untuk evaluasi ginjal, kandung kemih, prostat, testis, dan penis. USG berguna untuk menilai ukuran ginjal dan pertumbuhannya.USG ginjal berguna dalam deteksi dari massa ginjal. Ultrasound memberikan metode yang efektif dalam membedakan kista jinak dari kortikal yang berpotensi ganas dalam bentuk lesi ginjal yang solid. Karena yang paling umum lesi ginjal adalah kista kortikal yang sederhana dan USG adalah metode yang efektif untuk mengkonfirmasi diagnosis ini. Ultrasound juga dapat digunakan untuk melihat kista yang sulit terdeteksi pada CT misalnya kista hyperdenseatau kista dengan septations tipis. Diagnosis banding untuk massa ginjal echogenic termasuk batu ginjal, angiomyolipomas, ginjal korteks neoplasma (termasuk karsinoma), dan yang kurang umum abses dan hematoma. Semua massa ginjal echogenic harus dapat dihubungkan dengan riwayat klinis, dan jika perlu dikonfirmasi dengan modalitas pencitraan yang lain atau follow up USG.2 Indikasi : menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis, dapat membedakan kista dengan massa yang solid Kontraindikasi : tidak ada Kelebihan : - Dapat menunjukkan ukuran , bentuk dan posisi batu

- Pemeriksaan ini diperlukan pada perempuan hamil dan pasien yang alergi kontras radiologi - Dapat diketahui adanya batu radiolusen dan dilatasi sistem ductus kolektikus. Kekurangan : Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukkan batu ureter, dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen.

2.2 Foto polos abdomen

Sebuah film polos abdomen, adalah pemeriksaan uroradiologis sederhana. Hal ini umumnya radiograf awal di pemeriksaan penunjang radiologis, seperti urografi intravena, dan biasanya diambil dengan posisi terlentang . Ini mungkin menunjukkan kelainan, kalsifikasi abnormal, atau besar jaringan lunak massa. Garis Ginjal biasanya bisa dilihat pada film biasa, sehingga ukuran, jumlah, bentuk, dan posisi bisa dinilai. Ukuran ginjal dewasa normal sangat bervariasi. Panjang dari ginjal adalah yang paling banyak digunakan dan paling mudah untuk pengukuran radiografi. Ginjal dewasa rata-rata adalah sekitar 1214 cm. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, panjang normal ginjal kira-kira sama dengan jarak dari atas L1 sampai bagian bawah L4. 3 Indikasi : - curiga batu - gangguan gastrointestinal .

- Tindak lanjut setelah prosedur penempatan perangkat seperti stent ureter dan tabung nasogastrik atau nasointestinal untuk penentuan posisi yang tepat Kontraindikasi : wanita hamil Kelebihan : - Dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu - Dapat membedakan batu radioopak/kalsifikasi. - Keterbatasan pemeriksaan foto sinar tembus abdomen adalah tidak dapat untuk menentukan batu radiolusen, batu kecil dan batu yang tertutup bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu dalam ginjal dan luar ginjal. Urutan Radio-opasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih Jenis Batu Kalsium MAP Urat/sistin Radioopasitas Opak Semiopak Non-opak

2.3 Intra-Venous Pielografi (IVP)

IVP memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas 92%. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu cukup lama dan harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan alergi terhadap kontras. Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semiopak ataupun batu non opak yang tidak dapat

terlihat oleh foto polos abdomen. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.4 Indikasi : - Kecurigaan adanya batu disaluran kencing. - Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius. - Gross hematuria - Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi antibiotik yang adekuat. - Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang bermakna. - Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan shok telah stabil. - Menilai/evaluasi/follow up tindakan urologis sebelumnya. Kontraindikasi : - Pasien yang alergi terhadap komponen kontras (iodine). - Mengkonsumsi metformin. - Kehamilan - Mengkonsumsi metformin ; metformin harus stop minum metformin minimal 48 jam sebelum BNO-IVP dan minum metformin lagi setelah 72 jam. Syarat : Syarat BNO-IVP adalah keatinin kurang dari 2 mg/dl. Jika kadar kreatinin lebih dari 2 mg/dL maka dilakukan BNO, USG dan renogram. Kelebihan : IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat dilakukan. Radiasi relative rendah dan relative aman Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang diperoleh. 7 Kekurangan :

Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.

2.4 Retrograde pyelografi Pemeriksaan ini dilakukan apabila sistem urinary sudah tidak berfungsi. Media kontras dimasukkan berbalik atau melawan jalannya alur sistem urinaria melalui sistem pelviocaliceal dengan memasang kateter. Indikasi : Stricture uretra Batu uretra Renal pelvic neoplasm Renal calculi Ureteric fistule

Kontraindikasi - Urethritis Merupakan kontra indikasi absolute karena dapat menyebarkan infeksi pada tractus urinari distal dan proximal. Peradangan yang terjadi akan sulit untuk diobati. - Stricture urethra Bukan kontra indikasi absolute, namun pemasukan kateter dapat memperparah keadaan.

Persiapan Pasien - Hasil ureum dan creatinin normal - Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang lunak/rendah serat, misalnya bubur kecap. - 12 jam sebelum pemeriksaan pasien minum obat pencahar. - Selanjutnya pasien puasa sehingga pemeriksaan selesai dilakukan

Sama seperti persiapan pada pemeriksaan BNO-IVP, yakni :

- Selama puasa pasien dinjurkan untuk tidak merokok, dan banyak bicara untuk meminimalisasi udara dalam usus - Sebelum pemeriksaan dimulai pasien buang air kecil untuk mengosongkan blass 2.5 CT scan

CT Scan tanpa kontras (unenhanced) merupakan pemeriksaan terbaik untuk diagnosis nyeri pinggang akut, sensitivitasnya mencapai 100% dan spesifisitas 98%. CT Scan tanpa kontras tersedia luas di negara-negara maju dan juga dapat memberikan informasi mengenai abnormalitas di luar saluran kemih. Computed Tomography (CT) Scan telah mengambil kepentingan yang lebih besar dan meningkatkan berkaitan dengan urolitiasis. Dan CT Scan merupakan gold standard dalam mendiagnosa batu saluran kemih. CT Scan memiliki kemampuan untuk mendeteksi kalkuli radiolusen seperti batu asam urat. Tidak seperti ultrasound, CT Scan dapat menggambarkan ureter seluruh dan membedakan antara berbagai penyebab obstruksi saluran kemih. Oleh karena itu, baik batu buram dan non-opak radial di ureter dengan mudah dapat ditunjukkan dan untuk mengidentifikasi penyebab obstruksi saluran kemih oleh CT Scan. CT Scan dapat mendeteksi batu sekecil 3 mm.5

3. Macam Modalitas Terapi Terapi untuk pasien dengan batu saluran kemih dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori secara garis besar :6 1. Observasi (juga disebut expectant management dan watchful waiting) 2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

3. Percutaneus Nephrolithotomy (PNL) 4. Ureterorenoskopi (URS) 5. Pembedahan terbuka (merujuk kepada setiap tindakan yang memerlukan paparan bedah terbuka terhadap pengangkatan batu). Berikut ini akan djelaskan secara singkat satu per satu dari modalitas terapi di atas. 3.1. Manajemen Observasi Seperti telah disebutkan sebelumnya, mayoritas batu yang cukup kecil sehingga dapat lewat spontan tanpa menimbulkan keluhan/gejala klinis yang berarti. Untuk batu- batu seperti ini, observasi merupakan pilihan terapi yang terbaik. Pasien diinstruksikan untuk meningkatkan asupan cairan sedikitnya 3 liter/hari, yang bertujuan untuk mempertahankan produksi urin sebanyak 2500 ml/hari. Pasien harus membatasi asupan oksalat dan natrium, juga restriksi protein hewani.8 Obat obatan yang digunakan untuk mengatasi kolik sementara sebelum batu lewat mencakup analgesik narkotik dan obat anti inflamasi non steroid.7 Dalam pertimbangan awal apakah akan memilih atau menolak intervensi, ukuran dan lokasi batu merupakan faktor utama. Batu dengan lebar 5 mm di ureter proksimal memiliki kemungkinan 70-80% untuk mengalami pengeluaran spontan dan kemungkinan ini akan lebih besar apabila batu tersebut terletak di ureter distal.7 Namun, ukuran mungkin pula bukan merupakan faktor terpenting jika pasien mengalami nyeri yang tak tertahankan. Dalam kasus ini, terapi yang terbaik adalah intervensi, tanpa memperhitungkan ukuran batu. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka ginjal berisiko mengalami pielonefritis dan atau pionefrosis sehingga perlu dilakukan terapi segera, tanpa memperhitungkan ukuran batu.Faktor lain adalah derajat penyumbatan. Sebuah contoh yang ekstrim, pasien dengan batu asimtomatik di ureter distal tanpa obstruksi dapat diobservasi selama satu tahun atau lebih sebelum akhirnya batu lewat atau diambil keputusan untuk terapi aktif. Pasien dengan fungsi renal mendekati ambang batas, ginjal soliter, dan ginjal transplantasi tidak dapat bertahan terhadap obstruksi ringan sekalipun.7 Irving, Calleja, Lee et al. melakukan uji klinis terhadap pasien dengan batu ureter unilateral simtomatik, yang direkrut saat datang ke unit gawat darurat dengan keluhan kolik ureter. Kriteria batu yaitu radioopak, telah dipastikan terletak dalam ureter dan diameter 5mm. Kriteria inklusi untuk pasien adalah fungsi ginjal yang baik (dengan renografi), nyeri

10

terkontrol dengan analgesia oral dan tidak ada tanda sepsis urologik. Posisi batu dikonfirmasi menggunakan urografi kontras. Renogram dengan radioisotop MAG3 dilakukan dalam waktu 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit dan 1 bulan setelah bebas batu. Indikasi untuk intervensi adalah kehilangan fungsi ( 5%) ipsilateral, infeksi, nyeri atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Dari 54 pasien yang direkrut (18 batu ureter sepertiga atas, 12 ureter tengah dan 24 sepertiga bawah), terapi konservatif dilakukan pada 18 pasien, namun pada perjalanan, 4 pasien memerlukan intervensi dikarenakan keluhan nyeri. Pasien lain memerlukan intervensi segera karena nyeri (8 pasien), penurunan fungsi ginjal (15), dan penurunan fungsi ginjal disertai infeksi (13). Hasilnya, tidak ada batu >7mm yang keluar tanpa intervensi. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa manajemen konservatif untuk batu berdiameter 5-7 mm adalah aman, dengan syarat dilakukan renografi radioisotop untuk mengidentifikasi ginjal yang memerlukan intervensi.8 Pekerjaan pasien juga dapat menjadi pertimbangan dalam memilih terapi. Misalnya, bila pasien sering melakukan perjalanan jauh atau menghabiskan banyak waktu di negara asing, terapi aktif dapat dipertimbangkan bahkan untuk batu asimtomatik.7 3.2 ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah dengan gelombang kejut menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Betapapun disebutkan bahwa dengan ESWL batu dapat dipecahkan menjadi bagian yang lebih kecil dari 2 mm, belum tentu pasca tindakan semua batu akan pecah hingga ukuran yang dikehendaki. Walaupun dinyatakan bahwa gelombang kejut yang dipergunakan tidak akan merusak jaringan ginjal secara permanent, kerusakan yang ada perlu diawasi baik dari

11

segi kemungkinan terjadinya infeksi atau kerusakan yang dapat menimbulkan gejala sisa.7, 9 Syarat ESWL Kesuksesan dari ESWL sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Tidak semua jenis batu dapat dihancurkan dengan metode ini, ukuran, lokasi batu, anatomi ginjal dan kondisi kesehatan pasien juga mempengaruhi. Kandidat yang baik untuk ESWL antara lain : Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang mengganggu. Jenis batu yang mengandung kalsium atau asam urat lebih rapuh dan mudah dipecah. Lokasi batu di ginjal atau ureter bagian proksimal dan medial. Tidak adanya obstruksi ginjal

Kontra indikasi absolute untuk dilakukan ESWL antara lain : - Infeksi akut traktus urinarius/ urosepsis - Koagulopati - Pregnancy - Obstruksi traktus urinarius bagian distal oleh batu yang belum dikoreksi Kontra indikasi relative untuk dilakukan ESWL antara lain : - Malformasi ginjal seperti pada ginjal tapal kuda - Complex intrarenal drainage seperti infundibular stenosis - Hipertensi yang tidak terkontrol - Gangguan Gastrointestinal - penurunan fungsi ginjal - Body habitus seperti obesitas, deformitas tulang dan spinal. Kelebihan ESWL Tidak invasif (kulit utuh) Rasa nyeri kalau ada hanya sedikit sekali, sering tak perlu anestesi Lamanya perawatan pendek atau tak perlu dirawat Pada residif dapat diulang lagi tanpa kesukaran Dapat digunakan pada semua usia

Komplikasi postoperatif ESWL berupa : petechie pada pinggang, hematuria, kolik renal

12

yang disebabkan karena gerakan pasase dari fragmen batu, renal atrofi yang dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit renal vascular atau atherosclerotic berat, hipertensi yang diduga sebagai akibat hematom perinephric yang luas. 3.3 PNL

Prosedur ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu akses perkutan dan pengangkatan batu. Untuk mencapai akses perkutan, urolog atau radiolog memasang kabel penuntun fleksibel berukuran kecil di bawah kontrol fluoroskopi melalui pinggang pasien ke dalam ginjal lalu turun ke ureter. Jika akses sudah diperoleh, saluran dilebarkan sampai ukuran 30 F dan dimasukkan selongsong, lalu nefroskop atau ureteroskop rigid / fleksibel dimasukkan melalui selongsong. Dengan tuntunan fluoroskopi dan endokamera, batu diangkat secara utuh atau setelah dipecahkan menggunakan litotripsi intrakorporal. PNL memiliki keuntungan sebagai berikut : (1) Jika batu dapat dilihat, hampir dipastikan batu tersebut dapat dihancurkan. (2) Dengan alat fleksibel, ureter dapat dilihat secara langsung sehingga fragmen kecil dapat diidentifikasi dan diangkat. (3) Proses cepat, dengan hasil yang dapat diketahui saat itu juga. Perawatan di rumah sakit biasanya 3 sampai 5 hari, pasien dapat kembali melakukan aktivitas ringan setelah 1 sampai 2 minggu. Angka transfusi PNL sekitar 2- 6%. Angka perawatan kembali, yaitu angka dimana instrumen harus dimasukkan kembali untuk mengangkat batu yang tersisa bervariasi dari 10% sampai 40-50%. Angka bebas batu adalah 75-90%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi perdarahan, infeksi, dan fistula arteri-vena.7 Indikasi PNL

13

Urinary diversion - obstruksi saluran kemih supravesikal (neoplasma, batu ) - Pengelolaan kebocoran kemih dari fistula. Nephrolithiasis - gejala batu (nyeri, perdarahan, infeksi). - Tambahan terapi untuk ESWL - pengobatan primer pada batu berulang dalam keadaan penyakit metabolik 3.4 URS

yaitu prosedur spesialistik dengan menggunakan alat endoskopi semirigid / fleksibel berukuran kurang dari 30 mm yang dimasukkan melalui saluran kemih ke dalam saluran ginjal (ureter) kemudian batu dipecahkan dengan gelombang udara. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum atau regional dan rawat inap dan memerlukan waktu kirakira 30 menit. Dengan menggunakan laser atau lithoclast, kita dapat melakukan kontak langsung dengan batu untuk dipecahkan menjadi pecahan kecil-kecil . Alat ini dapat mencapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau laser.7 Indikasi Ukuran batu 7 mm. Ukuran ini tidak mutlak karena batu yang kecil kadangkadang tidak bisa keluar spontan. Kolik terus-menerus yang tidak ada respon terhadap obat-obatan (intractable pain) Derajat sumbatan terhadap ginjal (hidronefrosis). Adanya infeksi.

14

Bila secara konservatif 1 bulan tidak berhasil.

Indikasi ini terpenuhi bila salah satu indikasi ada. Keuntungan : Batu yang keras dapat dipecahkan. Ureter dapat dilebarkan perlahan saat memasukkan endoscopy yang nantinya akan dilewati oleh batu untuk keluar. Rasa sakit dan perdarahan biasanya minimal. Darah di urin. Akan hilang setelah beberapa hari. Perforasi di ureter. Jika hal ini terjadi, terjadi kebocoran urin dan ada nyeri. Sehingga dipasang double J-stent selama 2-6 minggu agar batu dapat lewat, jika terjadi luka pada dinding saluran ginjal atau terjadi pembengkakan pada ginjal untuk mencegah kebocoran dan memperkuat proses penyembuhan saluran ginjal. Batu berpindah tempat. Karena menggunakan air yang bertekanan untuk memperjelas melihat saluran ginjal dan batu, terkadang tekanan tersebut mendorong batu lebih jauh dari jangkauan ureteroscope. Jika hal ini terjadi, DJ stent dipasang dan selanjutnya dilakukan ESWL. Komplikasi :

3.5 Bedah Terbuka Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, ESWL, atau cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian, sudah tentu untuk menentukan tindak bedah pada suatu penyakit batu saluran kemih perlu seperangkat indikasi. Batu ginjal yang terletak di kaliks selain oleh indikasi umum, perlu dilakukan tindak bedah bila terdapat hidrokaliks. Batu sering harus dikeluarkan melalui nefrolitotomi yang tidak gampang karena batu biasanya tersembunyi di dalam kaliks. Batu pelvis juga perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis, infeksi, atau menyebabkan nyeri yang hebat. Pada umumnya, batu pelvis terlebih lagi yang berbentuk tanduk rusa amat mungkin menyebabkan kerusakan ginjal.

15

Operasi untuk batu pielum yang sederhana disebut pielolitotomi sedang untuk bentuk tanduk rusa (staghorn) dengan pielolitotomi yang diperluas. Bila batu ureter ukuran 0,4 cm terdapat pada bagian sepertiga proksimal ureter, 80% batu akan keluar secara spontan, sedangkan bila batu terdapat pada bagian sepertiga distal, kemungkina keluar spontan 90%. Patokan ini hanya dipakai bila batu tidak menyebabkan gangguan dan komplikasi. Tidak jarang batu dengan ukuran 0,4 cm dapat juga menyebabkan gangguan yang mengancam fungsi ginjal atau sebaliknya, batu dengan ukuran lebih dari 1 cm tidak menyebabkan gangguan sama sekali dan bahkan keluar secara spontan. 7 Oleh karena itu, ureterolitotomi selalu didasarkan atas gangguan fungsi ginjal, nyeri yang sangat yang tidak tertahankan oleh penderita, dan penanganan medis yang tidak berhasil. Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu dilakukan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan ESWL atau sistolitotomi melalui sayatan Pfannestiel. Tidak jarang batu uretra yang ukurannya < 1 cm dapat keluar sendiri atau dengan bantuan pemasangan kateter uretra selama 3 hari, batu akan terbawa keluar dengan aliran air kemih yang pertama. Batu uretra harus dikeluarkan dengan tindakan uretratomi externa. Komplikasi yang dapat terjadi sebagai akibat operasi ini adalah striktur uretra. Batu prostat pada umumnya tidak memerlukan tindak bedah.

BAB III PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU GINJAL Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar spontan 80%. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm terutama bila disertai :10 a. Nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi yang adekuat b. Obtruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal c. Adanya infeksi traktus urinarius

16

d. Risiko pionefrosis atau urosepsis e. Obstruksi bilateral Faktor penting yang juga menjadi pertimbangan adalah ketersediaan alat, prasarana, sarana dan kemampuan ahli urologi dalam melakukan modalitas terapi yang ada. Apa yang dicantumkan dalam pedoman ini sebagai standar, rekomendasi ataupun opsional adalah jika alat, prasarana, sarana dan kemampuan operator memungkinkan untuk melakukan modalitas terapi yang disarankan. A. PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU GINJAL NONSTAGHORN A.1. Ukuran Batu < 20 mm 1. Latar Belakang Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal < 20 mm, yaitu:10 - Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) - Percutaneus nephrolithotomy (PNL) - Operasi terbuka - Kemolisis oral 2. Analisis keluaran a. Stone free rate Secara umum, yang dimaksud dengan stone free rate adalah persentase pasien tanpa sisa batu pasca prosedur. Khusus untuk ESWL, pengertian stone free rate ini bisa berupa tidak adanya sisa batu ataupun adanya sisa/ fragmen batu yang tidak signifikan secara klinis (clinically insignificant fragment = CIRF). Belum ada keseragaman dalam menentukan CIRF sampai saat ini, secara umum literatur menggunakan pada sisa/ fragmen berukuran kurang 2-5 mm, tidak ada infeksi saluran kemih dan tidak ada keluhan pada pasien yang dievaluasi tiga bulan setelah penembakan.11-13 ESWL merupakan metode yang efektif untuk penanganan batu ginjal < 20 mm.5 Batu dengan ukuran < 10 mm mempunyai stone free rate 84% (64%-92%) dan batu berukuran 10-20 mm mempunyai stone free rate 77% (59%-81%).6 Komposisi batu berpengaruh

17

terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan komposisi asam urat dan kalsium oksalat dihidrat memiliki koefisien fragmentasi yang baik, sementara batu kalsium oksalat monohidrat dan batu sistin lebih sulit mengalami fragmentasi. Stone free rate untuk kalsium oksalat monohidrat 38-81% sedangkan untuk batu sistin 60-63%. Jika berukuran < 15 mm, stone free rate batu sistin masih 71%, sedangkan jika sudah > 20 mm, stone free rate menjadi hanya 40%. Adanya hidronefrosis dan adanya infeksi ginjal juga mempengaruhi hasil ESWL. Persentase keberhasilan ESWL pada ginjal tanpa hidronefrosis 83%, turun menjadi 50% pada hidronefrosis derajat sedang dan sangat rendah pada hidronefrosis yang berat. Karenanya, dianjurkan untuk dilakukan nefrostomi dan pemberian antibiotik selama 3-5 hari sebelum ESWL pada kasus batu ginjal dengan hidronefrosis.14-16 PNL mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan ESWL untuk batu ginjal < 20 mm. Namun, PNL merupakan prosedur yang lebih invasif dibanding ESWL. Karena itu, ESWL lebih direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm, kecuali pada kasus khusus, seperti batu pada kaliks inferior dengan infundibulum yang panjang dan sudut infundibulopelvis yang tajam ataupun pada kaliks yang obstruktif. Stone free rate pada kasus ini dengan ESWL kurang dari 50%. Pada batu berukuran 10-20 mm yang terletak di kaliks inferior, perbandingan stone free rate antara ESWL dan PNL adalah 57% : 73%. Kemolisis oral dianjurkan untuk batu dengan komposisi asam urat. Caranya adalah dengan asupan cairan yang banyak ( lebih dari 2000 ml/ 24 jam), alkalinisasi urin (kalium sitrat 3 x 6-10 mmol, natrium kalium sitrat 3 x 9-18 mmol dan natrium bikarbonat 3 x 500 mg). Jika dijumpai hiperurikosuria (>1000 mg/ hari) dengan hiperurisemia diberikan allopurinol 300 mg/ hari. Penyesuaian dosis dilakukan pada pasien dengan insufisiensi ginjal.17-19 3. Pedoman pilihan terapi Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah pedoman prosedur yang dianjurkan: 1. ESWL monoterapi 2. PNL untuk kaliks inferior ukuran 10 20 mm 3. Operasi terbuka 4. Kemolisis oral untuk batu asam urat murni

18

A.2. Ukuran Batu > 20 mm 1. Latar Belakang Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal > 20 mm, yaitu: - ESWL pemasangan stent - PNL - Terapi kombinasi (PNL + ESWL) - RIRS atau laparoskopi - Operasi terbuka - Kemolisis oral 2. Analisis keluaran a. Stone free rate Secara keseluruhan, stone free rate untuk batu 20-30 mm dengan ESWL lebih rendah dibandingkan pada batu < 20 mm (rentang 33%-65%). Stone free rate PNL pada batu berukuran 20-30 mm mencapai 90%. Beberapa faktor menjadi pertimbangan dalam pemilihan ESWL untuk batu berukuran > 20 mm: 3. Lokasi batu Batu yang terletak di kaliks inferior mempunyai stone free rate yang rendah dibanding batu yang terdapat di lokasi lain, stone free rate paling tinggi dijumpai pada batu di pielum. PNL merupakan pilihan pada batu di kaliks inferior yang berukuran > 15 mm. 3. Total stone burden Tidak ada batasan yang pasti mengenai ukuran batu tetapi ukuran 40 x 30 mm dapat dipakai sebagai pedoman. Monoterapi ESWL (dengan pemasangan stent) mempunyai stone free rate 85% jika batu berukuran < 40 x 30 mm setelah 3 bulan penembakan. Angka ini turun menjadi 43% pada batu berukuran > 40 x 30 mm. Dengan terapi kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate mencapai 71%-96% pada batu > 40 x 30 mm, dengan morbiditas dan komplikasi yang kecil. Keberhasilan lebih tinggi jika ESWL dilakukan setelah PNL.

19

3. Kondisi ginjal kontralateral Jika kondisi ginjal kontralateral yang buruk atau pada ginjal soliter, ESWL monoterapi merupakan alternatif pertama karena efeknya yang lebih ringan dibanding terapi PNL atau kombinasi. 3. Komposisi dan kekerasan batu ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu kalsium atau struvite. Sekitar 1% batu mengandung sistin, tiga perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu sistin besar memerlukan penembakan tambahan hingga 66% kasus. Pada batu sistin, khususnya yang berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL atau kombinasi PNL dan ESWL lebih efektif ketimbang ESWL yang berulang kali. Kemolisis oral merupakan terapi lini pertama untuk batu asam urat. Pada batu yang besar, disolusi dapat dipercepat dengan ESWL. Stone free rate pada batu asam urat besar dengan ESWL dan kemolisis oral dapat mencapai hingga 85%. Peran laparoskopi dalam penanganan batu ginjal > 20 mm masih bersifat eksperimental.

3. Pedoman pilihan terapi Jika alat, prasarana, dan sarana lengkap dan kemampuan operator memungkinkan untuk melaksanakan seluruh modalitas terapi yang ada, maka berikut adalah prioritas pilihan prosedur yang dianjurkan: 1. PNL atau ESWL (dengan atau tanpa pemasangan DJ stent) 2. Operasi terbuka Komplikasi Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.

20

B. PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU CETAK GINJAL/ STAGHORN 1. Latar Belakang Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak/ staghorn ginjal. Definisi yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system.1 Komposisi tersering batu cetak ginjal adalah kombinasi magnesium amonium fosfat (struvit) dan/ atau kalsium karbonat apatit. Komposisi lain dapat berupa sistin dan asam urat, sedangkan kalsium oksalat dan batu fosfat jarang dijumpai. Komposisi struvite/ kalsium karbonat apatit erat berkaitan dengan infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh organisme spesifik yang memproduksi enzim urease yang menghasilkan amonia dan hidroksida dari urea. Akibatnya, lingkungan urin menjadi alkali dan mengandung konsentrasi amonia yang tinggi, menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat (struvit) sehingga menyebabkan batu besar dan bercabang. Faktor-faktor lain turut berperan, termasuk pembentukan biofilm eksopolisakarida dan penggabungan mukoprotein dan senyawa organik menjadi matriks. Kultur dari fragmen di permukaan dan di dalam batu menunjukkan bakteri tinggal di dalam batu, sesuatu yang tidak dijumpai pada jenis batu lainnya. Terjadi infeksi saluran kemih berulang oleh organisme pemecah urea selama batu masih ada.10 Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu, sebagian besar penelitian mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang. Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah:

21

1. PNL monoterapi 2. Kombinasi PNL dan ESWL 3. ESWL monoterapi 4. Operasi terbuka 5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL 2. Analisis Keluaran Jika tidak diterapi, batu cetak ginjal terbukti akan menyebabkan kerusakan ginjal. Pasien dapat mengalami infeksi saluran kemih berulang, sepsis dan nyeri. Selain itu, batu akan mengakibatkan kematian. Terapi nonbedah, seperti terapi antibiotik, inhibitor urease, dan terapi suportif lainnya, bukan merupakan alternatif terapi kecuali pada pasien yang tidak dapat menjalani prosedur tindakan pengangkatan batu. Pada analisis retrospektif 200 pasien dengan batu cetak ginjal yang menjalani terapi konservatif, 28% mengalami gangguan fungsi ginjal. a. Stone Free Rate Secara keseluruhan, stone free rate setelah terapi paling tinggi pada PNL (78%) dan paling rendah pada SWL (54%). Pada terapi kombinasi (PNL dan SWL), stone free rate lebih rendah jika SWL dilakukan terakhir (66%) dan dapat menjadi 81% jika dilakukan PNLESWL-PNL. Pada operasi terbuka, stone free rate berkisar antara 71%-82%. Angka ini lebih rendah jika batunya lebih kompleks. Stone free rate juga dihubungkan dengan klasifikasi batu cetak (parsial atau komplit). Pada batu cetak parsial, angka stone free rate lebih tinggi dibandingkan batu cetak komplit. Pada PNL, stone free rate batu cetak parsial 74% dibandingkan 65% pada batu cetak komplit. c. Komplikasi Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari metaanalisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan

22

komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%. Pedoman AUA menyebutkan adanya kesulitan dalam menarik kesimpulan dari laporan komplikasi akibat ketiadaan keseragaman laporan. Misalnya, pasien dengan demam dikelompokkan sebagai sepsis oleh sejumlah peneliti, namun hanya demam saja oleh peneliti lainnya. Perkiraan komplikasi keseluruhan yang diakibatkan oleh keempat prosedur sama dan berkisar antara 13%-19%. Hanya ada satu penelitian yang melihat komplikasi yang dikaitkan dengan klasifikasi batu cetak (parsial atau komplit). Dari penelitian itu didapatkan, komplikasi berkaitan dengan ukuran batu (stone burden). 10 3. Pedoman pemilihan modalitas terapi Pasien yang didiagnosis batu cetak ginjal dianjurkan untuk diterapi secara aktif. Terapi standar, rekomendasi dan optional pada pasien batu cetak ginjal berlaku untuk pasien dewasa dengan batu cetak ginjal (bukan batu sistin dan bukan batu asam urat) yang kedua ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif sama) atau ginjal soliter dengan fungsi normal dan kondisi kesehatan yang secara umum, habitus, dan anatomi memungkinkan untuk menjalani keempat modalitas terapi, termasuk pemberian anestesi. Pedoman pilihan terapi meliputi : 1. PNL (dengan atau tanpa kombinasi ESWL) 2. Operasi terbuka (dengan atau tanpa kombinasi ESWL)

PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU URETER Latar Belakang Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli.Komposisi batu ureter sama dengan komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari

23

garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian kecil terdiri dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin. Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi ( obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal ) dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang kita putuskan. Misalnya cukup di lakukan observasi, menunggu batu keluar spontan, atau melakukan intervensi aktif.Dahulu sebelum alat-alat minimal invasif berkembang, untuk keperluan penanganan batu ureter, ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter proksimal (dari UPJ sampai bagian atas sakrum), ureter tengah (bagian atas sakrum sampai pelvic brim) dan ureter distal (dari pelvic brim sampai muara ureter). Hal ini berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi). Namun dengan berkembangnya terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini untuk keperluan alternatif terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvic brim) dan distal (di bawah pelvic brim). Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang batu kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah. Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan kita melakukan tindakan aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan kita lakukan.Secara garis besar terdapat beberapa alternatif penanganan batu ureter yaitu observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka. Ada juga alternatif lain yang jarang dilakukan yaitu laparoskopi dan ekstraksi batu ureter tanpa tuntunan (blind basketing).20 Terapi konservatif Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk pilihan terapi konservatif berupa : 1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari 2. blocker

24

3. NSAID Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi. ESWL ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kencing. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar supaya bisa keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan. Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi ESWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya. 23

25

Ureteroskopi Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk terapi batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut. PNL PNL yang berkembang sejak dekade 1980 an secara teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan SWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan SWL dibanding PNL.24 Bedah Terbuka Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

26

Pemasangan Stent Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted). ANALISA KELUARAN Berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui hasil dari berbagai modalitas terapi batu ureter. Beberapa indikator keluaran yang sering dipakai adalah : angka bebas batu, jumlah prosedur dan komplikasi. Angka bebas batu Angka ini dipakai untuk menentukan efikasi dari terapi batu ureter. Ini sangat penting pada batu ureter karena adanya fragmen batu yang tertinggal akan tetap memberikan keluhan klinis. Cara yang dipakai untuk menentukan angka bebas batu melalui evaluasi foto polos abdomen setelah tindakan. Khusus untuk pasien yang dilakukan observasi, penentuan angka bebas batu sedikit berbeda karena harus memperhatikan lamanya waktu tunggu, lokasi batu dan ukuran batu.25-26 Pedoman Pilihan Terapi Pedoman pilihan terapi ini dibagi dalam beberapa kategori. Pencantuman angka berdasarkan konsensus yang dicapau oleh tim penyusun guidelines ini dan diformulasikan dalam berbagai tingkatan sesuai urutan rekomendasi. Berikut ini untuk tiga pedoman pertama digunakan pada batu ureter proksimal dan distal, sedang pedoman selanjutnya dibedakan antara batu ureter proksimal dan distal :27-29 1. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan kecil keluar spontan : Batu ureter yang kemungkinan kecil bisa keluar spontan harus diberitahu kepada pasiennya tentang perlunya tindakan aktif dengan berbagai modalitas terapi yang sesuai, termasuk juga keuntungan dan risiko dari masing-masing modalitas terapi.

27

2. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan besar keluar spontan : Batu ureter yang baru terdiagnosis dan kemungkinan besar keluar spontan, yang keluhan/gejalanya dapat diatasi, direkomendasikan untuk dilakukan terapi konservatif dengan observasi secara periodik sebagai penanganan awal. 3. Penanganan batu ureter dengan ESWL. Stenting rutin untuk meningkatkan efisiensi pemecahan tidak direkomendasi sebagai bagian dari ESWL.

4. Untuk batu <1 cm di ureter proksimal Pilihan terapi : 1. SWL 2. URS + litotripsi 3. Ureterolitotomi 5. Untuk batu > 1 cm di ureter proksimal Pilihan terapi : 1. Ureterolitotomi 2. SWL, PNL dan URS + litotripsi 6. Untuk batu < 1 cm di ureter distal Pilihan terapi : 1. SWL atau URS + litotripsi 2. Ureterolitotomi 7. Untuk batu > 1 cm di ureter distal Pilihan terapi : 1. URS + litotripsi

28

2. Ureterolitotomi 3. SWL

29

PEDOMAN PENATALAKSANAAN BATU KANDUNG KEMIH Latar belakang : Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar 5% dan terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya sekitar 2-3%. Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih : obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung kemih.Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik. Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu infeksi(struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat.Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iritatif saat berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.30-31 Metodologi Analisis keluaran : Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus batu kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik), vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL. Vesikolitolapaksi : Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka. Indikasi kontra untuk tindakan ini adalah kapasitas kandung kemih yang kecil, batu multiple, batu ukuran lebih dari 20mm, batu keras, batu kandung kemih pada anak dan akses uretra yang tidak memungkinkan. Teknik ini dapat dipergunakan bersamaan dengan tindakan TUR-P, dengan tidak menambah risiko seperti halnya sebagai tindakan tunggal. Angka bebas batu : tinggi (angka ?). Penyulit : 9-25%, berupa cedera pada kandung kemih.

30

Vesikolitotripsi : a. Elektrohidrolik (EHL); Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan batu kandung kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P. Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama dan fragmentasinya inkomplit. EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 63-92%. Penyulit : sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%. Waktu yang dibutuhkan : 26 menit. b. Ultrasound ; Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih, dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan biaya tidak tinggi. Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm). Penyulit : minimal (2 kasus di konversi). Waktu yang dibutuhkan : 56 menit. c. Laser ; Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan tidak ada penyulit. Angka bebas batu : 100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 57 menit.

d. Pneumatik;

31

Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 85%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 57 menit. Vesikolitotomi perkutan : Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu mltipel. Tindakan ini indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen. Angka bebas batu : 85-100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit. Vesikolitotomi terbuka : Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi. Angka bebas batu : 100%. ESWL : Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan. Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan menurunkan angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu. Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali untuk terapi batu kandung kemih. Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96% pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang berhasil.32-33

32

Pedoman pilihan terapi : Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia. Penggunaan istilah standar, rekomendasi dan opsional digunakan berdasarkan fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam penanganan penderita. Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm. 1. Litotripsi endoskopik 2. Operasi terbuka Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm. 1. Operasi terbuka 2. Litotripsi endoskopik PEDOMAN PENATALAKSAAN BATU URETRA Latar belakang : Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan stasis urin yang kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra.Insidensi terjadinya batu uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih. Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior. Keluhan bervariasi dari tidak bergejala, disuria, aliran mengecil atau retensi urin.35,37

Analisis keluaran : Beberapa cara yang dikenal untuk menangani batu uretra antara lain; batu uretra posterior didorong ke kandung kemih, operasi terbuka (uretrotomi/meatotomi), Laser holmium,

33

pneumatik litotripsi. Operasi per endoskopik : Dengan berkembangnya teknologi, beberapa alat dapat digunakan untuk batu uretra. Laser Holmium merupakan salah satu modalitas yang paling sering digunakan untuk menangani kasus batu uretra khususnya yang impacted diluar operasi terbuka. Angka bebas batu 100%, tanpa penyulit.36,38,39 Modalitas lain yang digunakan adalah litrotripsi pneumatik, angka bebas batu 100%, penyulit tidak disebutkan. Operasi terbuka : Pada kasus-kasus batu uretra impacted, adanya striktur uretra, divertikel uretra, batu di uretra anterior/fossa navikularis, merupakan indikasi untuk operasi terbuka. Angka bebas batu 100%, penyulit berupa infeksi, fistel uretrokutan. Pedoman pilihan terapi : Pedoman untuk batu uretra posterior Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih. Pedoman untuk batu uretra anterior. 1. Lubrikasi anterior 2. Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih 3. Uretrotomi terbuka Pedoman untuk batu di fossa navikularis/meatus eksterna. Uretrotomi terbuka/meatotomi.

BAB IV KESIMPULAN 1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjangsaluran

34

kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan alirankemih, atau infeksi. 2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguanaliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dankeadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). 3.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis danrencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV),Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultururin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit. 4.Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. 5.Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif. 6.Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, danadanya infeksi serta obstruksi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Tiselius HG, Ackermann D, Alken P, et al. Guidelines on Urolithiasis. European

35

Association of Urology. 2. Tanagho EA, McAninch JW, Editors. Smiths General urology Seventeenth Edition. San Francisco : The McGraw-Hill Companies ; 2008.p.78. 3. Netto NR Jr, Claro JFA, Lemos GC, Cortado PL. Renal calculi in lower pole calices : what is the best method of treatment? J Urol 1991; 146: 721 3. 4. Homer JA, Davies-Paine DL, Peddinti BS. Randomized prospecive comparison of noncontrast enhanced helical computed tomography and intravenous urography in the diagnosis of acute ureteric colic. Australasian Radiology 2001; 45: 285 - 90. 5. Bariol SV, Moussa SA, Tolley DA. Contemporary Imaging for the Management of Urinary Stones. EAU Update Series 2005;3(1):3-9 6. Klee LW, Brito CG, Lingeman JE. The clinical implications of brushite calculi. J Urol 1991; 145: 715 8.7. Segura JW, Preminger GM, Assimos DG, et al. Ureteral Stones Clinical Guidelines Panel Report on the Management of Ureteral Calculi. American Urological Association. 1997 8. Irving SO, Calleja R, Lee F, et al. Is The Conservative Management of Ureteric Calculi of >4mm safe ? BJU Int 2000;85:637-640 9. Grasso M, Giddens J. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy. Available at : www.emedicine.com, Last updated November 14, 2004 10. American Urological Association. AUA Guideline on the Management of Staghorn Calculi:Diagnosis and Treatment Recommendations. 2005 11. Wilbert DM. A comparative review of extracorporeal shock wave generation. BJU Int 2002; 90: 507 11. 12. Renner Ch, Rassweiler J. Treatment of renal stones by extracorporeal shock wave lithotripsy. Nephron 1999; 81 (suppl 1): 71 81. 13. Skolarikos A, Alivizatos G, de la Rossette J. Extracorporeal shock wave lithotripsy 25 years later: complication and their prevention. Eur Urol 2006. (Article in press) 14. Atala A, Steinbock GS. Extracorporeal shock wave lithotripsy of renal calculi. Am J of Surgery 1989; 157: 350 8.

36

15. Drach GW, Dretler S, Fair W, Finlayson B, Gillenwater J, Griffith D, et al. Report of the United States cooperative study of extracorporeal shock wave lithotripsy. J Urol 1986; 135: 1127 37. 16. Logarakis NF, Jewett MAS, Luymes J, Honey JDA. Variation in clinical outcome following shock wave lithotripsy. J Urol 163: 721 5. 17. Pak CYC, Barilla DE, Holt K, Brinkley L, Tolentino R, Zerwekh JE. Effect of oral purine load and allopurinol on the crystallization of calcium salts in urine of patients with hyperuricosuric calcium urolithiasis. Am J of Medicine 1978; 85: 593 9. 18. Shekarriz B, Stoller ML. Uric acid nephrolithiasis : current concepts and controversies. J Urol 2002; 168: 1307 14. 19. Hande KR. Noone RM, Stone WJ. Severe allopurinol toxicity. Am J of Medicine 1984; 76: 47 56. 20. Schwartz BF, Stoller ML.: The vesical calculus. Urol Clin North Am 2000;27(2):333346. 21. Jenkin AD. Childhood urolithiasis. In : Gillenwater JY, Grayhack JT, Howards SS., eds. Adult and pediatric urology. Philadelphia: Lippincott. 2002: 383. 22. Razvi HA, Song TY, Denstedt JD: Management of vesical calculi: Comparison of lithotripsy devices. J Endourol 1996;10:559-563. 23. Bhatia V, Biyani VG: Vesical lithiasis: Open surgery vs. cystolithotripsy vs. extracorporeal shock wave lithotripsy. J Urol 1994;151:660-662. 24. Bulow H, Frohmuller HGW: Electrohydraulic lithotripsy with aspiration of fragments under vision-304 consecutive cases. J Urol 1981;126:454-456. 25. Schulze H, Haupt G, Piergiovanni M, et al: The Swiss lithoclast: A new device for endoscopic stone disintegration. J Urol 1993;149:15-18. 26. Teichman JMH, Rogenes VJ, McIver BJ, et al: Holmium :YAG laser cystolithotripsy of large bladder calculi. Urology 1997b;50:44-48. 27. Badlani GH. In : Walsh PC.,eds. Campbells urology. Saunders.2002:3385. 28. Franbboni R, Santi V, Ronchi M, et al: Echo-guided ESL of vesical stone with the Dornier MPL 9000 lithotriptor in obstructed and unobstructed patients. J Endourol 1998;12:81-86. 29. Kojima Y. In : Walsh PC.,eds. Campbells urology. Saunders.2002:3386.

37

30. Sofer M, Kaver I, Greenstein A, et al: Refinements in treatment of large bladder calculi: simultaneous percutaneous suprapubic and transurethral cystolithotripsy. Urology 2004;64(4):651-654. 31. Gault MH, Chafe L. : Relationship of frequency, age, sex, stone weight and composition in 15,624 stones:comparison of results for 1980 to 1983 and 1995 to 1998. J Urol 2000;164:302-307. 32. Al-Ansari A, Shamsodini A, Younis N, et al: Extracorporeal shock wave lithotripsy monotherapy for treatment of patients with urethral and bladder stone presenting with acute urinary retention. Urology 2005; 66(6):1169-1171. 33. Chtourou M, Younes B, Binous A, et al: Combination of ballistic lithotripsy and transurethral prostatectomy in bladder stone with benign prostatic hyperplasia. J Endourol 2001;15(8):851-853. 34. Menon M, Resnick MI.In : Walsh PC.,eds. Campbells urology. Saunders. 2002:32883289. 35. Jenkin AD. Urethral calculi. In : Gillenwater JY, Grayhack JT, Howards SS., eds. Adult and pediatric urology. Philadelphia: Lippincott. 2002: 383. 36. Maheswari PN, Shah HN : In-situ holmium laser lithotripsy for impacted urethral calculi. J Endourol 2005;19(8):1009-1011. 37. Kamal BA, Anikwe RM, Darawani H, et al: Urethral calculi: presentation and management. BJU International 2004;93(4):549-552. 38. Walker BR, Hamilton BD : Urethral calculi managed with transurethral Holmium laser ablation. J Pediatr Surg 2001; 36(9) : E16. 39. Yinghao S, Linhui W, Songxi Q, et al : Treatment of urinary calculi with uretroscopy and Swiss lithoclast pneumatic lithotripter: report of 150 cases. J Endourol 2000; 14(3): 281-283.

38

39

Anda mungkin juga menyukai