Anda di halaman 1dari 32

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA

PASIEN CKD,BPH, BATU GINJAL

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


Andi Sulistiyo
Banati Mutia Wiyata
Desya Nadya Irawan
Eka Tri Diana
Irma Wiji Astuti
Meity Rulya Sari
Nurazizah
Rusli Marpaung
Sugesta Alfina
Usnadi
PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PASIEN
CKD

1. Laboratorium

A. Kelainan urinalisis ( proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,


isostenuria).
Pemeriksaan analisis urin awal dengan menggunakan tes dipstick
dapat mendeteksi dengan cepat adanya proteinuri, hematuri, dan
piuri. Pemeriksaan mikroskopis urin dengan spesimen urin yang
telah disentrufugasi untuk mencari adanya sel darah merah, sel
darah putih, dan kast. Sebagian besar anak dengan CKD memiliki
banyak hyalin cast. Granular cast yang berwarna keruh kecoklatan
menunjukkan nekrosis tubular akut, sedangkan red cell cast
menunjukkn adanya suatu glomerulonefritis.
B. Kelainan biokimiawi darah ( penurunan Hb, peningkatan
kadar asam urat, hiper/hipokalemia, hiponatremia,
hiper/hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia,asidosis metabolik).
Untuk diagnostik dan pengamatan anak dengan CKD
diperlukan pemeriksaan kimiawi serum, seperti
pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin serum
merupakan tes yang paling penting, sedangkan
pemeriksaan kadar natrium, kalium, kalsium, fosfat,
bikarbonat, alkalin fosfatase, hormon paratiroid (PTH),
kolesterol, fraksi lipid penting untuk terapi dan
pencegahan komplikasi CKD.
Anemia merupakan temuan klinis penting pada CKD dan
dapat menunjukkan perjalanan.
C. Penurunan fungsi ginjal (Peningkatan kadar ureum kreatinin
serum, penurunan LFG).
Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for the Evaluation and Management). Kerusakan ginjal
adalah setiap kelainan patologis atau penanda keruasakan ginjal,
termasuk kelainan darah, urin atau studi pencitraan.
Pada derajat awal, PGK belum menimbulkan gejala dan tanda,
bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih
asimtomatik namun sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru
terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi
glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu
makan berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan
pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda.
 2. Gambaran Radiologis

a. FPA, bisa tampak radio opak


b. Pielografi intravena ( jarang ) karena kontras sering tidak
bisa melewati filter glomerulus, khawatir pengaruh toksik
oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
c. Pielografi antegrad dan retrograd sesuai indikasi
d. USG ginjal, memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, kalsifikasi.
e.Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada
indikasi
3. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal

Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yg masih


mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak
bisa ditegakkan.
Tujuannya mengetahui etiologi, terapi, prognosis, dan
mengevaluasi terapi yg diberikan.
Pemeriksaan penunjang pada pasien
dengan Benigna Hiperplasia Prostat
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisi dapat menunjukan adanya leukosituria dan
hematuria. Apabila ditemukan hematuria, maka perlu dicari penyebabnya
. bila dicurigai adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan
kultur urine.

2. Pemeriksaan fungsi ginjal


Obstruksi infravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan pada
saluran kemih bagian atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-
30% dengan rat-rata 13,6 %. Pemeriksaan faal ginjal berguna sebagai
petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran
kemih bagian atas.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menentukan adakah gangguan
fungsi ginjal akibat obstruksi karena hiperplasi prostat.
3. Pemeriksaan Urodinamik
Digunakan untuk mengukur volume dan tekanan urin di dalam
kandung kemih dan untuk mengevaluasi aliran urin. Pemeriksaaan
ini dilakukan untuk mendiagnosis gangguan sfingter intrinsik dan
menentukan tipe inkontinensia seperti overflow, urgency, atau
inkontinensia total.
Pemeriksaan urodinamik merupakan pemeriksaan opsional pada
evalusai pasien BPH. Indikasi pemeriksaan urodinamik pada
pasien BPH adalah : pasien berusia kurang dari 50 tahun atau lebih
dari 80 tahun, volume residu urine > 300ml, Qmax >10 ml/detik,
setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis , setelah
gagal dengan terapi invasif, atau kecurigaan adanya kelainan buli-
buli neurogenik. Urodinamik saat ini merupakan pemeriksaan
yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi saluran
kemih bawahdan mampu memprediksi hasil tindakan invasif.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan
nilai prediksi positi sebesar 95%.
4. Uroflowmetri
Penurunan kecepatan aliran menunjukan adanya hiperplasia
prostat.
Uroflowmetri adalah pemeriksaan pancaran urin selama proses
berkemih. Pemeriksaan non invasif ini ditujukan untuk
mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah. Dari
uroflowmetri dapat diperoleh informasi mengenai volume
berkemih, laju panacaran maksimum (Qmax), laju pancaran
rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju
pancaran maksimum dan lama pancara. Pemeriksaan ini
dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika, baik
sebelum maupun setelah terapi.
5. Residu urine
Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah
sisa urine dikandung kemih setelah berkemih. Jumlah residu
urine pada pria normal rata-rat 12 ml.
Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan dengan cara USG,
bladder scan atau dengan kateter uretra. Pengukuran dengan
kateter lebih akurat dibandingan dengan USG, tetai tidak
nyaman bagi pasien dan dapat menimbulkan cedera uretra,
imfeksi saluran kemih, hingga bakteremia.
6. Utrasonografi (USG) Rektal
Pemeriksaan USG rektal sering dilakukan untuk menentukan
keganasan maupun kelaian dari kelenjar prostat. Dengan
memasukan langsung probe USG ke dalam rektum dan
melihat gambaran prostat di layar monitor
7. Sistoskopi
Dilakukan untuk melihat keadaan uretra dan
kandng kemih dengan jalan memasukan alat
cystoscope ke dalam uretra dan kandung
kemih. Test ini dapat menentukan ukuran
kelenjar prostat dan dapat mengidentifikasi
lokasi dan tingkatan obstruksinya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PASIEN BATU
SALURAN KEMIH

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi: sedimen urin/tes


dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit),
dan pH urin.
- Untuk mengetahui fungsi ginjal, diperiksa kreatinin serum.
- Pada keadaan demam diperiksa C-reactive protein, hitung
leukosit sel B, dan kultur urin.
- Pada keadaan muntah,diperiksa natrium dan kalium darah.
- Mencari faktor risiko metabolik,diperiksa kadar kalsium dan
asam urat darah.
Pemeriksaan Laboratorium
 Darah Rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)
Hematologi rutin meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit,
trombosit, hematokrit. Manfaat pemeriksaan untuk
mengevaluasi anemia, leukemia, reaksi inflamasi dan infeksi,
dan karakteristik sel darah perifer
 Urine Rutin (pH, Bj Urine, Sedimen Urine)
a. pH urin normal berkisar antar 4,5-8,0.
Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urin
dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya
batu urat atau oksalat pH urin sebaiknya dipertahankan basa.
b. BJ Urine
Berat jenis urin sewaktu pada orang normal antara 1,003 --
1,030. Berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa,
makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan
sebaliknya. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi
berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal.
c. Sedimen Urine (Kristal)
Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan
batu di dalam saluran kemih.
 Faal Ginjal (Ureum, Creatinin)
Bertujuan untuk mencari kemungkinan penurunan fungsi
ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani
pemeriksaan foto IVP.
 Kadar Elektrolit
Untuk mencari faktor penyebab timbulnya batu saluran
kemih (antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun
urat didalam darah maupun urine)
B. Pemeriksaan Radiografi

a. Foto polos abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih.

JENIS BATU RADIO - OPASITAS

KALSIUM OPAK

MAP SEMI OPAK

URAT/SISTIN NON OPAK


Pada saat difoto harus terlihat diafragma dan ramus inferior os pubis.

Gambar 1. foto polos abdomen normal


Pada pasien penderita batu ginjal yang dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen dapat terlihat bentuk dari pelvis renalis yang melebar dengan gambaran
radioopak
Gambar 2. Terlihat gambaran radioopak membentuk
pelvis renalis yang membesar. Menandakan batu pada
kalix minor dan kalix mayor. Pada gambaran radiologis
disebut dengan Batu Staghorn
• Gambar 3. Terlihat gambaran radioopak setinggi
vertebra lumbal 4 menandakan adanya Straintrasse
(Stone Street) yaitu batu di ureter
• Gambar 4. Terlihat radio – opak di daerah vesica
urinaria menandakan adanya batu di vesica urinaria
b. BNO – IVP
BNO – IVP adalah pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria
(ginjal, ureter, dan kandung kemih) dengan menyuntikkan zat kontras
melalui pembuluh darah vena.
Indikasi dari BNO – IVP yaitu nefrolithiasis, nefritis adanya
keganasa, kista dll.
Kontraindikasi dari penggunaan BNO – IVP adalah ureum yang
meningkat, adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus dll.
Sebelumnya pasien harus dilakukan skin test terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah ada alergi pada bahan kontras.

Terdapat beberapa fase pada BNO – IVP:


Fase Ekskresi (3 – 5 Menit)
Melihat apakah ginjal mampu mengekskresikan kontras yang
dimasukkan.
Fase Nefrogram (5 -15 Menit)
Fase dimana kontras menunjukkan nefron ginjal, pelvis renalis, ureter
proximal.
• Gambar 5. Fase Nefrogram normal

• Gambar 6. Fase nefrogram tetapi ureter sebelah kanan


tidak terisi menandakan adanya obstruksi
3) Fase Uretrogram (30 Menit)
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron,
Pelvis renalis dan ureter proksimal terisi maksimal dan
ureter distal mulai mengisi kandung kemih.

Gambar 7. Terlihat gambaran klingkin yang menandakan


adanya batu pada ureter kanan bagian proximal.
4). Fase Vesica Urinaria Full Blast (45 Menit)
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, pelvis renalis,
ureter hingga kandung kemih.

Gambar 8. Kontras tidak memenuhi vesica urinaria menandakan


Kemungkinan batu pada vesica urinaria.
B. Ultrasonography (USG)

Ultrasonography adalah salah satu imaging diagnostic


(pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat – alat
tubuh, dimana kita dapat melihat bentuk tubuh, ukuran
anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan
sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat non invasif, tidak
menimbulka rasa sakit, dapat dilakukan dengan cepat,
aman, dan data yang diperoleh mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi.
• Gambar 9 Tampak hdironefrosis dengan ureter yang terdesak akibat adanya
batu di ureter terminal dengan adanya acoustic shadow.

• Acoustic shadow adalah bayangan dibelakang massa yang free echoic akibat
tertutup oleh suatu massa yang mempunyai densitas yang tinggi (Iljas, 2013).
• Gambaran USG pada gambar 9. Menunjukan pelvis yang membesar karena
hambatan aliran urin akibat adanya nefrolithiasis sehingga terjadi
hidronefrosis
• Pasien dengan batu di vesicolithiasis akan menunjukkan hasil dengan opasitas
tinggi dengan acoustic shadow dan penebalan dinding dari vesica urinaria
akibat dari inflamasi.
• Gambar 10. Gambaran hiperechoic dengan acoustic shadow pada
vesica urinaria menggambarkan batu pada vesica urinaria.

4. CT – Scan

CT – Scan merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi yang


menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan
penyerapan sinar – X pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar
monitor hitam putih.
Gambar 11. Potongan gambar CT – Scan menunjukkan gambar Bear’s Paw
menggambarkan batu pada ginjal.
Gambar 12 Gambaran Perirenal Cobwebs

Perirenal cobweb adalah salah satu tanda adanya batu pada ginjal. Pada
pasien dengan batu ginjal yang kronis akan terjadi pembentuk septa – septa
dan terjadi hidronefrosis sehingga akan memberikan gambaran seperti
jarring laba – laba (Dyer et al, 2004).
Gambar 13. Gambaran Soft Tissue Rim Sign
Soft tissue rim sign menunjukkan bahwa terdapat edema pada
ureter akibat inflamasi yang mengelilingi batu karena
memberikan gambaran radio – opak (Dyer et al, 2004).
5. CT – Urography

Pada dasarnya CT – Urography merupakan CT – Scan yang


menggunakan kontras yang digunakan untuk melihat ginjal,
ureter, dan vesica urinaria secara optimal. Terdapat tiga fase
pada CT – Urography, yaitu (O’Connor, 2010):
• Fase Unenhanced
• Fase Nephrographic
Fase ini membutuhkan 90 – 100 detik setelah penyuntikan
kontras non ionic (100 -150 ml). Fase ini melihat apakah ada
massa pada ginjal.
• Fase Pyelography
Lima sampai lima belas menit setelah penyuntikan kontras.
Fase ini untuk melihat apakah kontras teralirkan dari ginjal
menuju vesica urinaria.
• Gambar 14. Tampak kontras sudah memasuki vesica urinaria
(O’Connor,2010)

• Gambar 15. Terlihat massa yang diduga sebagai batu ginjal yang
menyebabkan desakan pada ureter sehingga terjadi hidroureter
dan hidronefrosis pada ginjal kiri (O’Connor, 2010)

Anda mungkin juga menyukai