Anda di halaman 1dari 9

Nama : Ayu Rachmayanti

NPM : 1406649593
Prodi/ Kelas : S1 Ilmu Keperawatan Ekstensi 2014/ Klp. A
Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa V
Topik : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Eliminasi
Sub Topik : Pemeriksaan Diagnostik pada Gangguan Eliminasi Urin dan
Cara-Cara Pengambilan Spesimen Urin

Gangguan eliminasi urin merupakan gambaran dari diagnosis keperawatan yang


digunakan pada klien dengan disfungsi uretra, kandung kemih, atau pada ureter. Untuk
menegakkan diagnosis itu diperlukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik.
Pemeriksaan diagnostik dapat memberikan informasi tentang keadaan dan derajat dari
penyakit tertentu. Pada klien dengan gangguan eliminasi urin ada beberapa pemeriksaan
diagnostik yang lazim digunakan, yaitu tes laboratorium, radiografi, ultrasonografi,
endoskopi, sitologi. Menurut Black J. M dan Hawks J. H (2014), pemeriksaan diagnostik
pada sistem perkemihan dibagi menjadi tiga, yaitu uji noninvasif, uji invasif, dan uji
laboratorium.
1. Uji Noninvasif
a. Ginjal, Ureter, Kandung Kemih (GUK)
Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling sederhana dari seluruh
pemeriksaan uroradiologi yang tersedia. Pemeriksaan ini digunakan untuk skrining
dan tes preliminari. GUK juga sering dilaksanakan untuk melihat ukuran, bentuk,
serta aposisi ginjal dan mengidentifikasi semua kelainan seperti batu dalam ginjal atau
traktus urinarius, hidronefrosis, kista, tumor atau pergeseran ginjal akibat
abnormalitas pada jaringan disekitarnya.
b. Pielogram Intravena (Intravenous Pyleogram/ IVP)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan awal untuk visualisasi dan evaluasi
pelvis renal klien, sistem pengumpul, dan ureter. Pemeriksaan ini dijadikan standar
untuk visualisasi noninvasif cacat pengisian intraluminal dan kelainan urotelial, dan
akan menampilkan kelainan saluran kemih bagian atas. Kekurangan dari pemeriksaan
ini adalah kurang sensitif dalam memvisualisasikan kelainan kecil pada sistem
urogenital.

c. Ultrasonografi Renal
Pemeriksaan ultrasonografi disarankan pada klien yang tidak mentoleransi CT
Scan atau klien dengan nilai kreatinin serum yang terlalu tinggi untuk dapat dilakukan
IVP. Pemeriksaan ini menghindarkan klien dari paparan radiasi dan risiko kontras
intravena. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui lesi kecil dalam saluran
urogenital dan massa renal.
d. Computerized Tomography (CT)
CT scan adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menilai stadium
keganasan, mengevaluasi patologi renal dan retroperitoneal, dan diindikasikan saat
IVP atau ultrasonografi mengindikasikan adanya massa.
e. Magnetic resonance Imaging (MRI)
MRI mempunyai kegunaan multiple dalam mengevaluasi keadaan sluran
urogenital, karena dapat menampilkan gambaran retroperitoneum, kandung kemih,
prostat, testis, dan bahkan penis. Penggunaan godalinium sebagai media kontras dapat
digunakan pada klien yang menderita penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan MRI
mencakup gambar dalam 3 bidang, yang mana ketiga bidang ini menggambarkan
karakteristik jaringan lunak yang detail.

2. Uji Invasif
a. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal dilakukan dengan menusukkan jarum biopsi melalui kulit ke
dalam jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang
kecil di daerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit ginjal, dan mendapatkan spesimen bagi pemeriksaan mikroskopik
elektronserta imunofluoresen, khususnya pada penyakit glomerulus. Sebelum biopsi
dilakukan, pemeriksaan koagulai perlu dilakukan lebih dahulu untuk mengidentifikasi
setiap risiko terjadinya perdarahan pasca biopsi.
b. Biopsi Transrektal
Biopsi kelenjar prostat dilakukan melaui pendekatan rektum setelah spesimen
urin dipastikan tidak ada infeksi. Spesimen biopsi biasanya diambil dengan jarum
biopsi inti ganda di pandu dengan ultrasonografi.
c. Endoskopi
Endoskopi digunakan pada bidang urologi, terutama dengan sistouretoskopi.
Sitoskopi dilakukan untuk inspeksi diagnostik dari saluran kemih untuk mengevaluasi
adanya batu, infeksi, refluks vesikoureter, obstruksi prostat, tumor kandung kemih,
dan striktur uretra.
Pemeriksaan sitoskopi merupakan metode untuk melihat langsung uretra dan
kandung kemih. Alat sitoskop, yang dimsukkan melalui uretra ke dalam kandung
kemih, memiliki sistem lensa optis yang dapat memberikan gambar kandung kemih
yang diperbesar dan terang. Sitoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk
mendapatkan spesimen urin dari setiap ginjal untuk mengevaluasi fungsi ginjal
tersebut.

3. Uji Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk sistem perkemihan menacakup pemeriksaan urin dan
darah.
a. Pemeriksaan Darah
1) Nitrogen Urea Darah
Nitrogen urea darah (blood Ure Nitrogen-BUN) adalah pengukuran terhadap
fungsi ginjal karena urea adalah hasil akhir utama dari metabolisme protein yang
disekresi oeh ginjal. Pada hasil BUN yang meningkat dapat mengindikasikan
adanya insufisiensi renal.
Nilai rasio normal BUN terhadap kretinin adalah 20:1. Hal ini dapat
meningkat pada klien dengan dehidrasi atau memiliki obstruksi sistem saluran
kemih bilateral. Rasio ini dapat juga menurun pada klien overhidrasi atau pada
keadaan insufisiensi hepar.
2) Kreatinin Serum
Kadar kreatinin serum lebih spesifik untuk menilai fungsi renal karena tidak
dipengaruhi oleh asupan makanan atau status cairan. Peningkatan kadar kreatinin
serum dapat terjadi pada penyakit sistemik seperti hipertensi atau diabetes.
3) Kreatinin Klirens
Pemeriksaan ini adalah pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji fungsi
renal dan tidak membutuhkan injeksi pewarnaan atau pemeriksaan radiologi.
Niali normalnya adalah 90 sampai 110ml/menit dan menurun seiring dengan
bertambahnya umur.
b. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan dasar pada pasien yang dicurigai
mengalami gangguan ginjal atau infeksi saluran kemih. Selain itu, banyak pasien yang
tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali; pada kasus-kasus seperti ini, infeksi
saluran kemih, yang sebelumnya tidak terdeteksi, dapat didiagnosis melalui
pemeriksaan urine.
Klien yang merasakan adanya perubahan pada urin harus diperiksa secara
lengkap tentang warna, kejernihan/kekeruhan, dan adanya bau (selain bau amonia).
Menurut Douglas, G., Nicol, F., Robertson, C. (2013), kelainan urin dapat
mencerminkan:
Kadar zat yang tinggi secara abnormal dalam darah melebihi kapasitas reabsorpsi
tubulus normal, misalnya glukosa, keton, bilirubin terkonjugasi, dan
urobilinogen.
Perubahan fungsi ginjal, misalnya proteinuria, kegagalan untuk
mengkonsentrasikan urin.
Kandungan yang abnormal, misalnya darah masuk pada titik manapun dari ginjal
hingga uretra.
1) Pemeriksaan Urinalisis
Klien yang datang dengan manifestasi saluran kemih biasanya akan menjalani
tes urinalisis. Urinalisis mikroskopik menghitung jumlah sel darah merah dan
putih serta mengindikasikan adanya kast, kristal, bakteri, atau sel epitelium.
Urinalisis dapat dilakukan pada spesimen clean catch, spesimen midstream,
spesimen urin baru, spesimen pagi pertama, urin tampung 12 atau 24 jam, urin
botol multiple, atau spesimen yang didapat melalui kateter, bergantung pada jenis
pemeriksaan yang diminta.Spesimen yang digunakan dapat berasal dari urine
yang bersih, maupun bilas kandung kemih mellaui kateter atau sitoskopi.
Pada kecurigaan infeksi saluran kemih, maka pemeriksaan kultur urin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan ini mengidentifikasi organisme yang berperan
serta menghitung jumlah koloninya.
2) Pemeriksaan Urin Kuantitatif
Untuk menentukan kreatinin klirens atau pemeriksaan kuantitatif yang lain,
spesimen urin dikumpulkan selama 12 atau 24 jam sesuai dengan permintaan.

Pemeriksaan diagnostik dapat memberikan informasi tentang keadaan dan derajat


penyakit saluran perkemihan. Oleh karena itu penting bagi perawat memiliki pengetahuan
mengenai uji diagnostik untuk mengetahui persiapan klien yang akan menjalani tes serta
membantu dalam proses diagnosis. Menurut Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2005), implikasi
perawat pada pemeriksaan diagnostik pada klien dengan gangguan eliminasi urin, antara lain:
Menjelaskan prosedur pemeriksaan diagnostik untuk mempersiapkan klien dan
mengurangi rasa takut.
Melakukan anamnesis riwayat klien untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan terhadap media kontras.
Menjelaskan prosedur sebelum dilakukan pemeriksaan, misalnya puasa selama 6 hingga
8 jam sebelum pemeriksaan, pembatasan cairan selama 8 hingga 10 jam sebelum
pemeriksaan.
Memberikan preparat laksatif, memberikan preparat anastesi sesuai permintaan sebelum
melaksanakan prosedur pemeriksaan.
Memantau tanda-tanda vital klien setelah prosedur pemeriksaan dilakukan, sampai
keadaannya stabil.
Membantu klien dalam pemulihan anastesi dan menggunakan pengukuran kenyamanan
untuk nyeri uretra, spasme kandung kemih, nyeri pinggang, dan disuria, yang sering kali
dirasakan setelah prosedur pemeriksaan dilakukan.

Pengambilan sampel urin dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis. Metode


pengambilan sampel urin dilakukan berdasarkan pada tujuan pemeriksaan. Menurut Kusyati,
E., et al. (2006), metode pengambilan sampel yang biasa dilakukan adalah pengambilan
sampel urine steril, sampel urin porsi tengah, dan sampel untuk pemeriksaan creatinin
clearence test.
1. Sampel Urin Porsi Tengah
Pengambilan sampel urin bersih dilakukan dengan meminta klien menampung urin
secara langsung ke wadah yang telah disediakan.
a. Tujuan
1) Mengkaji kadar zat yang terkandung di dalam urin, misalnya kadar protein urin.
2) Mengkaji kehamilan.
b. Persiapan Alat
1) Botol bersih tertutup
2) Formulir pemeriksaan laboratorium
3) Kertas label
4) Bengkok
5) Sarung tangan bersih jika perlu
c. Prosedur Pelaksanaan
1) Jelaskan tujuan pelaksanaan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
2) Minta klien, yang mampu berjalan untuk menampung urin ke dalam wadah yang
disiapkan ketika berkemih dengan cara:
a) Basuh area genitalia sebelum berkemih.
b) Buang urin yang pertama keluar, kemudian tampung urin selanjutnay
langsung ke dalam wadah sampel yang telah disediakan.
3) Bantu klien tirah baring mengumpulkan sampel urin dengan cara:
a) Siapkan peralatan
b) Bersihkan area genitalia sebelum meminta klien berkemih.
c) Buang urin yang pertama keluar, kemudian tampung urin selanjutnay
langsung ke dalam wadah sampel yang telah disediakan.
4) Bantu klien merapikan pakaiannya dan kembali ke posisi yang nyaman.
5) Rapikan peralatan dan letakkan pada tempat semula.
6) Beri label pada wadah sampel dan segera kirim ke laboratorium, bersama
formulir pemeriksaan.

2. Sampel Urin steril


Pengumpulan sampel urin steril dilakukan menggunakan peralatan steril. Ada dua cara
yang biasa dilakukan, yaitu dengan kateterisasi atau pungsi suprapubis. Pengumpulan
sampel dengan kateter dilakukan dengan cara menampung langsung urin yang keluar
dari kateter ke dalam wadah sampel steril, sedangkan pungsi suprapubis dilakukan oleh
dokter.
a. Tujuan
Menyediakan sampel urin steril sebagai bahan pemeriksaan untuk mengkaji adanya
infeksi atau kepekaan mikroorganisme terhadap beberapa jenis obat.
b. Persiapan Alat
1) Botol steril tertutup
2) Formulir pemeriksaan laboratorium
3) Kertas label
4) Spuit 10ml
5) Kapas alkohol
6) Bengkok
7) Sarung tangan
c. Prosedur Pelaksanaan
1) Jelaskan tujuan pelaksanaan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
2) Bantu dokter melakukan pungsi suprapubis, dengan cara:
a) Siapkan spuit 10ml dan kapas alkohol.
b) Minta klien minum air minimal 500ml dan tunggu hingga klien merasa ingin
berkemih.
c) Setelah dorongan untuk berkemih mulai terasa, anjurkan klien untuk
menahannya. Segera laporkan pada dokter agar pungsi dapat dilakukan.
d) Bantu klien membuka pakaian pada area yang akan dilakukan pungsi.
e) Tampung urin hasil pungsi ke dalam wadah steril, minimal 10ml, kemudian
tutup wadah tersebut.
f) Bantu klien merapikan pakaiannya dan kembali ke posisi yang nyaman.
g) Rapikan peralatan dan letakkan pada tempat semula.
h) Beri label pada wadah sampel dan segera kirim ke laboratorium, bersama
formulir pemeriksaan.

3. Sampel Creatinin Clearence Test I (CCT)


Pengumpulan sampel CCT dilakukan dengan cara mengumpulkan urin atau darah
sebagai bahan pemeriksaan untuk mengetahui fungsi glomerulus.
a. Tujuan
Menyediakan sampel urin dan darah untuk pemeriksaan ureum.
b. Persiapan Alat
1) Botol dua buah, masing-masing diberi label No.1 dan No.2
2) Wadah sampel darah
3) Spuit dan jarum steril
4) Kapas alkohol
5) Sarung tangan
6) Bengkok
c. Prosedur Pelaksanaan
1) Jelaskan tujuan pelaksanaan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
2) Beri klien diet UTC selama tiga hari bertururt-turut.
3) Minta klien untuk puasa mulai pukul 24.00 hingga pagi, puasa dilakukan pada
hari keempat.
4) Anjurkan klien untuk tidak berkemih sebelum pengumpulan sampel dilakukan.
5) Lakukan pengumpulan sample pada pukul 4.30 pagi. Minta klien untuk minum
air putih sekitar 700cc dan menghabiskannya dalam waktu 30menit.
6) Pada pukul 5.00, minta klien untuk berkemih hingga kandung kemih kosong,
kemudian buang urin tersebut.
7) Antara pukul 5.00-6.00, minta klien untuk kembali berkemih dan menampung
urin dalam botol No.1.
8) Lakukan pengumpulan sampel darah perifer dan masukkan sampel ke dalam
wadah yang telah disediakan.
9) Antara pukul 6.00-7.00, kembali anjurkan klien untuk kembali berkemih dan
menampung urin dalam botol No.2.
10) Kaji tinggi dan berat badan klien, kemudian sertakan hasil pengkajian pada
formulir pemeriksaan laboratorium. Catat juga waktu pengumpulan urin.
11) Kirim sampel urin dan darah ke laboratorium. Volume sampel urin untuk
pemeriksaan CCT minimal 120ml pada tiap botol.

4. Sampel Urin 24 jam


Beberapa pemeriksaan memerlukan sampel urin 24jam, yaitu urin yang dikumpulkan
selama 24jam penuh tanpa terputus. Pemeriksaan yang lazim menggunakan sampel urin
24 jam antara lain pemeriksaan berat jenis urin, kadar protein dalam urin, pengujian
pemekatan, dan pemeriksaan CCT.
a. Tujuan
1) Mengkaji volume urin selama 24jam.
2) Mengukur berat jenis urin.
3) Mengevaluasi jumlah asupan dan haluaran urin.
4) Mengkaji zat tertentu dalam urin.
5) Mengkaji fungsi ginjal.
b. Persiapan Alat
1) Botol penampung urin berukuran 1000-1200ml.
2) Kertas label.
3) Alas botol.
c. Prosedur Pelaksanaan
1) Jelaskan tujuan pelaksanaan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan.
2) Beri label pada botol penampung urin, tuliskan nomor register, waktu urin mulai
ditampung.
3) Letakkan botol penampung pada tempat yang aman.
4) Setiap kali berkemih, minta klien untuk menampung urin ke dalam botol yang
telah disiapkan.
5) Ukur volume urin yang tertampung selama 24jam dan dokumentasikan hasilnya.
Dapat disimpulkan gangguan eliminasi urin dapat menjadi suatu masalah bagi klien.
Perawat mempunyai peran besar dalam diagnosis, pencegahan, dan penanganan gangguan
ini. Dengan melakukan pengkajian yang cermat akan dapat membantu perawat dalam
pembuatan diagnosis keperawatan yang akurat dan dapat membantu perawat dalam membuat
rencana keperawatan yang optimal bagi klien. Sehingga penting bagi perawat memiliki
pengetahuan mengenai uji diagnostik untuk mengetahui persiapan klien yang akan menjalani
tes serta membantu dalam proses diagnosis.

Daftar Pustaka

Black J. M dan Hawks J. H (2014) Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen untuk Hasil
yang Diharapkan Ed. 8 (Joko Mulyanto et al.:Penerjemah). Jakarta : Salemba Medika.

Douglas, G., Nicol, F., Robertson, C. (2013). Macleods Clinical Examination. 13th Ed. St.
Louis: Elsevier.
Kusyati, E., et al. (2006). Keterampilan & Prosedur Laboratorium keperawatan Dasar.
Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2005). Brunner & Suddarths textbook of medical-surgical


nursing. 8th Ed. Philadelphia : Lippincot-Raven Publisher.

Anda mungkin juga menyukai