Anda di halaman 1dari 8

LO4 CARA TEGAKKAN DIAGNOSA DAN GRADE BPH SERTA DIAGNOSIS

BANDING BPH

DIAGNOSA BPH ( Benign Prostate Hyperplasia)

Diagnosis BPH diperoleh bardasarkan riwayat medis pasien, antara lain dengan
menggunakan International prostate symptom score (IPSS) dan pemeriksaan prostat yaitu
dengan digital rectal examination (DRE). Pemeriksaan PSA dapat digunakan sebagai
penanda BPH di mana kadar PSA dalam darah meningkat apabila terjadi pembesaran prostat.

Adanya inkontinesi urin, retensi urin, hematuria, disuria atau perubahan akut dapat
mengindikasikan adanya penyebab lain atau terjadi komplikasi BPH.

a. Anamnesis

1. Apakah pasien mengalami gejala-gejala iritasi atau obstruksi saat miksi?

Gejala BPH umumnya disebut sebagai “gejala saluran kemlh bagian bawah” atau
lower urinary tract symptoms (LUTS), dan ini dapat dibagi lagi menjadi gejala
obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif (voiding symptoms) termasuk perlu
waktu jika akan berkemih, terputus-putus (intermitensi), sulit keluar (hesistensi),
menetes (terminal dribbling), pancaran lemah , mengejan saat berkemih. Gejala
iritatif (storage symptoms) meliputi frekuensi kencing yang lebih sering, tidak
dapat menahan kencing (urgensi), dan kencing pada malam hari(nocturia),
inkontinensia, dan tahap selanjutnya menjadi retensi urine.

2. Apakah pasien memiliki riwayat retensi urine, batu kandung kemih, infeksi
saluran kemih berulang?

Masalah tersebut mengidentifikasikan derajat BPH yang lebih berat dan


merupakan indikasi terapi bedah.

3. Riwayat pengobatan( diuretic, antikolinergik, antidepresan) dan gaya hidup


(kafein, alcohol, konsumsi cairan berlebih)

4. Bagaimana skor IPSS atau nilai kuesioner berdasarkan American Urology


Association (AUA)?

Salah satu panduan untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi
akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS).
IPSS merupakan pengembangan dari AUA symptoms score yang ditambah dengan
satu pertanyaan mengenai kualitas hidup. IPSS berisi tujuh pertanyaan mengenai
gejala dan satu pertanyaan untuk menilai kualitas hidup, dimana pasien dapat
menilai keluhan secara kuantitaif dalam skala 0- 5. Nilai maksimal dari IPSS
adalah 35. Kemudian dihitung total skor dengan interpretasi skor0-7: bergejala
ringan, skor 8- 19: bergejala sedang, skor 20-35: bergejala berat.
Tabel 4.1 International Prostate Symptom Score (IPSS)

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai penilaian pasien secara umum, abnormalitas yang terlihat harus
dicatat. Abdomen dan daerah genitalia diinspeksi, dipalpasi dan diperkusi untuk menilai
adanya organomegali, asimetri, kekakuan atau massa.

1. Pemeriksaan abdomen

Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk menilai kandung kemih apabila dicurigai


adanya obstruksi. Biasanya kandung kemih berisi 150ml cairan untuk dapat diperkusi.
Retensi urin yang melebihi 500ml biasanya dapat terlihat. Penekanan daerah
suprapubic yang menyebabkan rasa ingin berkemih dapat mengkonfirmasi bahwa
massa yang teraba merupakan akibat retensi urine.

2. Pemeriksaan prostat

Pemeriksaan prostat dapat dilakukan dengan DRE ( Digital Rectal Examination)


untuk memperoleh informasi mengenai ukuran prostat, konsistensi ,adanya nodul
pada prostat dan nyeri tekan serta menilai tonus sfingter ani.

Karakteristtik BPH adalah konsistensi yang lunak , tidak bernodul, dan


membesar.Sedangkan pada kanker prostat dijumpai nodul yag keras ,tegas dan
asimetri prostat. Pemeriksaan sfingter anal memberikan informasi mengenai status
somatis, sensoris dan motorik dari arkus refleks sakral, secara tak langsung
memberikan informasi suplai saraf parasimpatik pada saluran kemih bagian bawah.

Gambar 4.1 Digital Rectal Examination (DRE)

c. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan PSA

Prostate Specific Antigen adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh


kelenjar prostat. Kadar PSA yang disekresikan ke dalam darah normalnya
sangat sedikit. Terdapat beberapa bentuk PSA dalam serum yaitu kompleks
PSA PSA α1- antichymotripsin (PSA-ACT Compleks), free PSA, dan
terbungkus oleh α2- macroglobulin. Kadar PSA yang lebih tinggi dan free
PSA yang lebih rendah berhubungan dengan peningkatan risiko kanker
prostat.

Kadar PSA serum dapat dijadikan penanda untuk BPH di mana adanya
gangguan pada struktur kelenjar prostat dapat menyebabkan kebocoran PSA
ke sirkulasi. Sejumlah penelitian menunjukkan kadar PSA berhubungan
dengan volume prostat. Kadar PSA meningkat pada kanker prostat, infeksi
prostat dan BPH. Kadar PSA juga dapat meningkat setelah biopsi prostat dan
ejakulasi. Karena itu kadar PSA tidak dianggap sebagai penanda spesifik untuk
keganasan tetapi spesifik untuk organ.

Metode pemeriksaan PSA antara lain enzyme immunoassay dengan prinsip


“sandwich”. Nilai rujukan PSA adalah <4.0 ng/ml, kadar PSA > 8.0 ng/ml
menunjukkan kemungkinan adanya kanker prostat, kadar PSA >20 ng/ml
memastikan adanya kanker prostat. Tumor jinak pada saluran kemih atau
prostat dapat meningkatkan kadar PSA ≥12 ng/ml.

Pemeriksaan Kreatinin
AUA juga merekomendasikan pemeriksaan kreatinin serum. Obstruksi
kandung kemih dapat menyebabkan hidronefrosis dan gagal ginjal. Ditemukan
bahwa azotemia terjadi sekitar 15% – 30% pada pasien BPH.

2. Urinalisis dan kultur urin

Pemeriksaan urin ini dimaksudkan untuk menyingkirkan penyebab lain dari


gejala saluran kemih. Kultur urin diperlukan untuk mengetahui adanya infeksi
saluran kemih.

B. Pemeriksaan Lain

1. Uroflowmetri

Uroflowmetri merupakan metode pemeriksaan yang sederhana, noninvasif dan


berguna untuk mendeteksi adanya obstruksi saluran kemih. Uroflowmetri adalah
perekam elektronik aliran urin dalam satu kali berkemih yang memberikan informasi
aliran urin. Hasil pemeriksaan uroflowmetri tidak spesifik, hasil tidak normal dapat
ditemukan pada BPH, striktur uretra, stenosis meatus dan kelemahan otot detrusor.

Gambar 4.2 (a) Gambaran kurva uroflowmetri tanpa adanya obstruksi saluran kemih. (b) Pada
uroflowmetri terlihat adanya penurunan aliran urin yang mengindikasikan obstruksi saluran kemih.

2. Pemeriksaan Urodinamik

Evaluasi urodinamik diperlukan untuk memperoleh informasi tentang risiko,


ketidaknyamanan dan biaya yang perlu dipertimbangkan. Urin residu dan aliran urin
dapat ditentukan dengan metode invasif. Pemeriksaan dengan USG urin residu setelah
pasien berkemih merupakan pemeriksaan urodinamik yang sering dilakukan.

Pengukuran post-void residual (PVR) urin dianjurkan pada pemeriksaan awal BPH.
Pengukuran dilakukan dengan menghitung tinggi, lebar dan panjang kandung kemih
dengan USG abdomen. Pemeriksaan ini merupakan metode sederhana, akurat dan
noninvasif. Volume PVR besar (>200-300 mL) dapat mengindikasikan adanya
disfungsi kandung kemih dan memprediksi respon terapi yang kurang.

3. Sistouretroskopi
Inspeksi visual uretra dan kandung kemih penting pada pasien dengan disuria atau
hematuria untuk melihat adanya abnormalitas mukosa seperti tumor kandung kemih.
Pemeriksaan sistouretroskopi ini juga diperlukan untuk membedakan striktur uretra dari
kanker prostat. Penilaian yang dilakukan pada sistoutetroskopi antara lain adanya jaringan
obstruktif, konfigurasi dan lokasi obstruksi. Selanjutnya dapat menilai retensi urin,
trabekulasi, divertikula dan batu saluran kemih. Ukuran prostat juga dapat diperkirakan
berdasarkan panjang uretra pars prostat.

4. Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Obstruksi infravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan pada saluran kemih bagian
atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Pemeriksaan
faal ginjal berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan
pada saluran kemih bagian atas.

Penilaian fungsi ginjal harus dilakukan jika dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal, berdasarkan
riwayat dan pemeriksaan klinis atau dengan adanya hidronefrosis atau ketika mempertimbangkan
tindakan bedah untuk LUTS pada laki-laki

5. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi untuk prostat adalah untuk menilai ukuran, bentuk, adanya karsinoma
dan karakter jaringan prostat. Modalitas pilihan pemeriksaan radiologi untuk prostat yaitu
ultrasonografi (USG) abdomen, transrectal ultrasonographyi (TRUS), computed tomografi
(CT) dan magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan USG pada ginjal dan kandung
kemih berguna untuk mengetahui adanya batu saluran kemih dan massa tumor.
Ditemukannya abnormalitas pada pemeriksaan ini biasanya memerlukan pemeriksaan lanjut
dengan CT scan.

Pemeriksaan intravenous pielography (IVP) dan USG sebelumnya merupakan prosedur rutin
sebelum prostatektomi, tetapi berdasarkan 10 penelitian yang melibatkan 2.1 juta pasien, IVP
menunjukkan efek yang tidak dinginkan. Efek tersebut disebabkan media kontras yang
berisiko menyebabkan kematian akibat alergi.

USG Rektal

Pemeriksaan USG rektal sering dilakukan untuk menentukan keganasan maupun kelainan
dari kelenjar prostat. Caranya dengan memasukkan langsung probe USG ke dalam rectum
dan melihat gambaran prostat di layar monitor.

6. Biopsi Prostat

Biopsi prostat diindikasikan apabila dicurigai adanya kanker prostat atau metastasis kanker
prostat. Pertimbangan untuk melakukan biopsi prostat adalah berdasarkan hasil pemeriksaan
DRE yang abnormal dan peningkatan kadar PSA. Biopsi dengan menggunakan TRUS
merupakan teknik pilihan apabila telah diputuskan akan melakukan biopsi prostat.

Hiperplasia pada prostat ditandai dengan proliferasi jinak stroma dan glandula prostat.
Hiperplasia noduler biasanya terdapat pada zona periuretra prostat bagian dalam dan
menekan uretra pars prostat. Secara mikroskopis nodul prostat memiliki proporsi stroma dan
glandula yang bervariasi. Glandula hiperplastik dibatasi oleh dua lapis sel yaitu sel kolumnar
dalam dan sel kolumner luar yang terdiri atas sel basal yang memendek.

Gambar 4.3 (a) Biopsi BPH dengan TRUS (b) Gambaran histologis BPH

ALGORITMA DIAGNOSIS BPH

Gambar 4.4 Algoritma diagnosis BPH (Sumber: Modifikasi dari AUA guidelines for diagnosis and
treatment of BPH, Habermann TM. Mayo Clinic Internal medicine Review. 2006)

Intravesical Prostatic Protrusion ( IPP )

Benign prostatic hyperplasia dapat menyebabkan gejala LUTS, dan merupakan salah satu
faktor penyebab retensi urin pada pembesaran prostat yang dapat dilihat dari intravesical
prostatic protrution (IPP) yaitu penonjolan prostat ke dalam buli-buli. Intravesical prostatic
protrution menyebabkan obstruksi pada buli-buli melalui mekanisme valve ball, yaitu bagian
lateral dan medial dari kelenjar prostat menyebabkan buli-buli tidak dapat membuka
sempurna saat berkemih. Pengukuran IPP tidak hanya memberikan informasi tentang
terjadinya obstruksi buli-buli, tetapi juga mengenai grading yaitu : grade I (<5 mm), grade II
(5-10 mm), dan grade III (>10 mm). Pengukuran IPP dilakukan berdasarkan transabdominal
4,5
ultrasonografi (USG) yang merupakan pemeriksaan relatif mudah dan non-invasif.
Terdapatnya IPP mempunyai hubungan erat dengan terjadinya LUTS pasien BPH.

DIAGNOSA BANDING BPH


Tabel 4.2 Diagnosis Banding Banding BPH

Referensi

 Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Ed.VI. Jakarta : Interna Publishing
 Purnomo B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi III. Jakarta: Sagung seto; 2016. hal.130-132.

 Harun, Haeruni . ASPEK LABORATORIUM BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA.


Jurnal Ilmiah Kedokteran.2019.Vol6 (3).

Anda mungkin juga menyukai