Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PERCOBAAN VI
PEMERIKSAAN KADAR KREATININ

Praktikan:
Kelompok A/1
1. Alya Fauziah Zahra (10060320001)
2. Thias Saidah Najminuri (10060320002)
3. Puri Salsabila Arsyi (10060320003)
4. Salma Sadilla (10060320004)
5. Nadilla Ayu Lestari (10060320005)

Asisten Penanggung Jawab : M.Jihad Wibawa Putra, S.Farm.


Tanggal Praktikum : 06 November 2023
Tanggal Penyerahan : 13 November 2023

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1445 H/2023 M
PERCOBAAN VI

PEMERIKSAAN KADAR KREATININ

I. Tujuan Percobaan
1.1. Melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan mengukur kadar kreatinin
dalam serum
1.2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh

II. Prinsip Percobaan

Prinsip dasar reaksi Jaffe adalah mengukur konsentrasi urea dalam


sampel biologis. Reaksi ini melibatkan enzim urease, yang mengkatalisis
hidrolisis urea menjadi ammonia dan bikarbonat. Selanjutnya, ammonia
bereaksi dengan asam α-ketoglutarat dalam suatu reaksi enzimatik
menghasilkan glukonat dan asam glutamat. Produk akhir yang dihasilkan dapat
diukur secara spektrofotometri atau dengan metode lainnya untuk menentukan
konsentrasi urea dalam sampel tersebut. Metode ini digunakan secara luas
dalam bidang laboratorium klinik untuk mengukur fungsi ginjal dan dalam
penelitian biokimia terkait urea.

III. Teori Dasar


3.1. Kreatinin

Kreatinin merupakan hasil metabolisme dari kreatin dan fosfokreatin.


Kreatinin memiliki berat molekul 113-Da (Dalton). Kreatinin difiltrasi di
glomerulus dan direabsorpsi di tubular. kreatinin plasma disintesis di otot skelet
sehingga kadarnya bergantung pada masa otot dan berat badan.8 nilai normal
kdar kreatinin serum pada pria adalah 0,7-1,3 mg/dL sedangkan pada Wanita
0,6-1,1 mg/dL (Astrid, dkk.2016)
Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan
asam amino arginin dan glisin.menurut salah satu penelitian in vitro,kreatin
diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari.pada pembentukan
kreatinin tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga Sebagian besar
kreatinin diekskresi lewat ginjal (Astrid, ddk.2016)

Jika terjadi disfungsi renal maka kemampuan filtrasi kreatinin akan


berkurang dan kreatinin serum akan meningkat.peningkatan kadar kreatinin
serum dua kali lipat mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar
50%,demikian juga peningkatan kadar kreatinin serum tiga kali lipat
merefleksikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%.1 (Astrid ,ddk.2016).

Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam darah,yaitu


dehidrasi ,kelelahan yang berlebihan,penggunaan obat yang bersifat toksik pada
ginjal ,disfungsi ginjal disertai infeksi ,hipertensi yang tidak terkontrol, dan
penyakit ginjal (Astrid ,ddk.2016).

3.2. Ginjal

Ginjal adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam


mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan
meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh.
Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal
(Snell, 2006). Menurut Baradero, dkk. (2005), ginjal adalah sepasang organ
retroperitoneal yang integral dengan homeostasis tubuh dalam mempertahankan
keseimbangan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi
hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan
darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa
metabolisme dan menyesuaikan ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur
volume cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga mempertahankan
komposisi cairan yang normal.
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga
dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol
tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal
mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi
dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potasium, serta keseimbangan asam-
basa dari tubuh. (Ganong, 2009). Menurut Prabowo dan Pranata (2014), ginjal
memiliki fungsi sebagai berikut:

- Mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh, antara lain: urea, asam
urat, amoniak, kreatinin, garam anorganik, bakteri dan juga obat-obatan.
Jika zat-zat ini tidak diekskresikan oleh ginjal, maka tubuh akan diracuni
oleh kotoran yang dihasilkan oleh tubuhnya sendiri. Bagian ginjal yang
berfungsi untuk menyaring adalah nefron.
- Mengekskresikan kelebihan gula dalam darah.
- Membantu keseimbangan air dalam tubuh, yaitu mempertahankan tekanan
osmotik ekstraseluler.
- Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asambasa
darah.
- Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui
pertukaran ion hidtronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan
dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.

Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya sama sekali tidak mampu bekerja dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan
dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi
urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin
buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana
fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu
ginjal akut dan ginjal kronis (Price dan Wilson, 2012).
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversibel serta umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penderita gagal
ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

3.3. Metode Pemeriksaan Kreatinin

Pada penelitian ini pemeriksaan kadar kreatinin dilakukan


menggunakan metode Jaffe.Prinsip pemeriksaan kreatinin yaitu kreatinin akan
breaksi dengan asam pikrat dalam suasana basa membentuk kompleks warna
kuning-oranye ,kompleks warna yang terbentuk dibaca secara kolorimetri pada
Panjang gelombang 500-560 nm.(kee, 2007).

Reaksi jaffe akan efektif jika terjadi pada pH 10,0 – 11,7 (Rustini
,2015). Reaksi : Kreatinin + asam pirkat kreatinin pikrat kompleks.
Keuntungan dari reaksi jaffe adalah sederhana dan penggunaannya mendapat
dukungan klinisi secara luas selama bertahun tahun.kerugian dari reaksi jaffe
adalah gangguan yang signifikan dari senyawa- senyawa selain kreatinin.

IV. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu, kolorimeter dengan
panjang gelombang 520 nm (500-546), pipet otomatik 0,2Ml, pipet/dispenser
0,5 – 5,0 ml, sentrifugasi dan tabung reaksi.

Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu, asam pikrat,
larutan standar, NaOH 0,5N, serum atau plasma heparin dan urin 24jam yang
diencerkan 50x.
V. Prosedur
5.1. Pengambilan Sampel

Dilakukan pengambilan sampel darah dari salah satu praktikan.


Kemudian sampel darah dimasukkan pada tabung sentrifuga yang bersih tanpa
penambahan antikoagulan dan didiamkan selama kurang lebih 15 menit.
Selanjutnya sampel tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
15 menit sehingga diperoleh sampel serum.

5.2. Pembuatan Blanko, standar, dan Sampel Uji

Tahap pertama disiapkan tiga tabung reaksi yang nantinya berisikan


standart, test, dan blanko. Kemudian diatur volume mikro pipet sesuai dengan
volume larutan yang akan diambil. Diambil tip, kemudian diambil reagen 1
yang berisi buffer sebanyak sebanyak 500 µl, dimasukkan kedalam tabung
reaksi blanko, tes, dan standar. Kemudian ditambahkan reagen 2 yang berisi
asam pikrat sebanyak 200 µl, dimasukkan kedalam tabung reaksi blanko, tes,
dan standar. Selanjutnya pada tabung standar ditambahkan 100 µl larutan
standar kreatinin. Pada tabung tes ditambahkan 100 µl sampel berupa serum
darah. kemudian campuran dihomogenkan dan dihangatkan selama 1 menit
pada suhu 30 atau 37°C.

5.3. Pengukuran Absorbansi Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis

Absorbansi blanko dan sampel uji diukur menggunakan


spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 510 nm. Larutan blanko
reagen dimasukkan terlebih dahulu pada panjang gelombang 510 nm sebelum
dilakukan pembacaan absorbansi dari blanko sampel dan sampel uji. Larutan
blanko dimasukkan ke dalam kuvet dan dimasukkan ke dalam alat lalu ditutup
dan ditekan tombol auto zero. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran
absorbansi blanko sampel yang telah dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet
tersebut dimasukkan ke dalam alat lalu ditutup. Tombol start ditekan kemudian
ditunggu hingga angka absorbansinya terbaca. Setelah itu hitung selama 1 menit
menggunakan stopwatch dan dilakukan hal yang sama terhadap sampel uji
dengan membaca absorbasi kedua terhadap blanko dengan menggunakan
panjang gelombang 510 nm. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih
dari absorbansi 1 dan absorbansi 2 dengan menggunkan rumus berikut :

VI. Data Pengamatan


6.1. Hasil Pengamatan

Absorbansi Larutan Standar Absorbansi Larutan Uji


0,067 0,071
0,083 0,072

6.2. Perhitungan
➢ Nilai Δ Absorbansi Larutan Standar

𝜟𝑨𝒃𝒔 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 = 𝑨𝒃𝒔 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝟐 − 𝑨𝒃𝒔 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝟏

= 0,032 − 0,032

= 0,001

➢ Nilai Δ Absorbansi Larutan Uji

𝜟𝑨𝒃𝒔 𝑼𝒋𝒊 = 𝑨𝒃𝒔 𝑼𝒋𝒊 𝟐 − 𝑨𝒃𝒔 𝑼𝒋𝒊 𝟏

= 0,020 − 0,018

= 0,002

➢ Kadar Kreatinin

𝚫 𝑨𝒃𝒔𝒐𝒓𝒃𝒂𝒏𝒔𝒊 𝑼𝒋𝒊
➢ Kadar Kreatinin = 𝚫 𝑨𝒃𝒔𝒐𝒓𝒃𝒂𝒏𝒔𝒊 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 × 𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓
➢ Diketahui kadar kreatinin standar = 2 mg/dL
0,001
- Kadar Kreatinin1 = x 2 𝑚𝑔/𝑑𝐿
0,016

= 0,125
- Kadar Kreatinin2 = 1 mg/dL
- Kadar Kreatinin3 = 0,7 mg/dL
- Kadar Kreatinin4 = 9 mg/dL
- Kadar Kreatinin5 = 1,091 mg/dL
- Kadar Kreatinin6 = 18 mg/dL

➢ Rata-Rata Kadar Kreatinin


𝒎𝒈
𝟎,𝟏𝟐𝟓+𝟏+𝟎,𝟕+𝟗+𝟏,𝟎𝟗𝟏+𝟏𝟖 ( 𝒅𝑳 )
Rata rata kreatinin = = 4,986 mg/dL
𝟔

➢ Nilai Standar Deviasi (SD) dan Nilai Standar Deviasi Relatif (SDR)

√∑(𝑿𝒏−𝑿)2
- Nilai SD =
𝒏−𝟏

=
√(0,125−4,986)2+(1− 4,986)2+( 0,7− 4,986)2+(9− 4,986)2+( 1,091−4,986)2+(18−4,986)2
6−1

√(4,861)2+(3,986)2+( 4,286)2+(5,986)2+( 3,865)2+(14,895)2


=
5

√(23,629)+(15,888)+( 18,370)+(16,112)+( 15,171)+(169,364)


= 5
√(258,534)
= 5

= √51,7068

= 7,191

𝑺𝑫
- Nilai RSD = 𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒌𝒓𝒆𝒂𝒕𝒊𝒏𝒊𝒏 x 100 %
7,191
= x 100 %
4,986

= 144,224 %
VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pemeriksaan kadar


kreatinin dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan
mengukur kadar kreatinin dalam serum dan menginterpretasikan hasil
pemeriksaan yang diperoleh. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah
merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal,
karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif
konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih besar dari normal mengisyaratkan
adanya gangguan fungsi ginjal. Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin
urin biasanya digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus,
yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Tinggi rendahnya kadar kreatinin
darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar
kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum. Hemodialisis sebaiknya dilakukan sedini
mungkin untuk menghambat progresifitas penyakit. (Lestari, 2017)

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin otot dan kreatin
fosfat, disintesis dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan diekskresikan
dalam urine (Andryani, 2018). Pembentukan kreatinin dimulai dengan
transamidinasi dari arginin menjadi glisin membentuk asam guanidoasetat
(GAA). Reaksi tersebut terjadi terutama di ginjal, GAA diangkut ke hati dan
dimetilasi oleh S-adenosil metionin untuk membentuk kreatin. Kreatin
memasuki sirkulasi dan 90% digunakan dan disimpan oleh jaringan otot. Dalam
reaksi yang dikatalisis oleh kreatin fosfokinase sebagian besar kreatin otot
mentransfer ikatan fosfat energi tinggi dari ATP menjadi kreatin fosfat. (Hosten,
1990).

Metode yang dilakukan untuk pemeriksaan kadar kreatinin adalah


dengan metode Jaffe. Prinsip pemeriksaan kreatinin yaitu kreatinin akan
bereaksi dengan asam pikrat dalam suasana basa membentuk kompleks warna
kuning-oranye, kompleks warna yang terbentuk dibaca secara kolorimetri pada
panjang gelombang 500-560 nm (Kee, 2007). Reaksi jaffe akan efektif jika
terjadi pada pH 10,0 – 11,7 (Rustiana, 2015). Keuntungan dari reaksi jaffe
adalah sederhana dan penggunaannya mendapat dukungan klinisi secara luas
selama bertahun-tahun. Kerugian dari reaksi jaffe adalah gangguan yang
signifikan dari senyawa-senyawa selain kreatinin. (Lestari, 2017)

Pemeriksaan kreatinin dapat diperiksa menggunakan serum. Sebelum


darah diambil, permukaan kulit dibasahi dengan alkohol untuk menghindari
kontaminasi mikroba, baik ke jaringan dalam tubuh maupun pada sampel.
Selain itu, alkohol yang memiliki sensasi dingin juga dapat meminimalisir rasa
sakit. Darah selanjutnya diambil dengan wing needle. Jarum ini memiliki
“sayap” yang dapat menjaga sudut jarum tetap, serta bahan sayap berupa karet
membuatnya menempel pada kulit dan mempermudah proses pengambilan
darah. Dimana sampel darah yang diambil masih segar dari salah satu anggota
praktikan. Kemudian sampel darah tersebut dimasukkan kedalam tabung dan
disentrifugasi hal ini bertujuan untuk memisahkan serum dengan plasma darah,
kemudian dipipet sebanyak yang dibutuhkan serum tersebut kedalam tabung
reaksi. Serum dan plasma memiliki kandungan yang hampir sama seperti
protein, hormon, glukosa, elektrolit, antibodi, antigen dan zat tertentu lainnya
hanya saja serum tidak mengandung faktor pembekuan darah, sedangkan
plasma mengandung faktor pembekuan darah, serum dapat juga disebut plasma
yang tidak mengandung faktor pembeku darah. Pembuatan serum dilakukan
dengan cara darah dibekukan pada suhu ruang selama 20 sampai 30 menit,
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 sampai 15 menit.
Cairan serum akan terbentuk dan terpisah dari sel – sel darah merah. Syarat
serum yang baik harus tidak terlihat merah dan keruh (Permenkes, 2013)

Kemudian dilakukan pembuatan larutan blanko, standar, dan uji.


Percobaan uji kreatinin ditambahkan asam pikrat jenuh yang berfungsi untuk
mengikat kreatinin yang terdapat pada serum, sedangkan NaOH berfungsi
untuk melepaskan N pada amonia dengan cara berikatan dengan NaOH yang
dapat direaksikan dengan asam. Menurut Lehningher (2000), fungsi NaOH
pada uji kreatinin untuk membebaskan amonia dan asam pikrat untuk mengikat
kreatinin.

Setelah pembuatan larutan blanko, standar, dan uji dilakukan


pengukuran terhadap larutan blangko, standar, dan sampel menggunakan
spektrofotometer uv vis dengan panjang gelombang 520 nm. Pada panjang
gelombang ini kadar kreatinin akan mengabsorbsi radiasi dengan kuat sehingga
memberikan hasil yang sebenarnya. Sebelum mengukur sampel dan standar
dilakukan terlebih dahulu pengukuran blanko dengan tujuan untuk menghapus
pengaruh pelarut pada sampel, sehingga yang terukur nanti adalah hasil murni
nilai absorbansi sampel dan bukan dari pelarut. Setelah pengukuran blanko
maka dilakukanlah pengukuran absorbansi sampel dan standar. Larutan standar
berisi reagen warna dengan standar berfungsi untuk membandingkan hasil
supaya yang terukur benar-benar senyawa yang dituju, dan larutan sampel
sendiri berisi reagen warna dan serum yang diperiksa. Reagen warna yang
dipakai adalah hasil dari reaksi kreatinin dengan asam pikrat dalam larutan basa
yaitu kreatinin pikrat kompleks. Pengukuran absorbansi standar dan sampel
dilakukan secara satuan waktu yaitu selang 1 menit selama 2 menit untuk
mendapatkan data absorbansi yang lebih akurat.

Pada praktikum ini didapatkan hasil kadar kreatinin dalam sampel uji
sebanyak 0,125 mg/dl hal ini menunjukkan bahwa kadar kreatinin dalam
keadaan abnormal. Nilai normal kreatinin serum pada pria adalah 0,7 - 1,3
mg/dL, sedangkan pada wanita 0,6 - 1,1 mg/dL (PENEPRI, 2015). Kemudian
penentuan nilai standar deviasi (SD) dan nilai standar deviasi relative (SDR).
Penentuan nilai SD dan SDR dilakukan dengan mengumpulkan data dari setiap
kelompok, Fungsi perhitungan persen SDR adalah untuk melihat seberapa
presisi metode yang digunakan untuk menganalisis kadar kreatinin seseorang.
Presisi nilai SDR adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual
dengan hasil rata-rata pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan
kondisi pengujian yang sama. Dari data praktikum ini didapatkan hasil nilai SD
sebanyak 7,191 dan SDR sebanyak 144,224%. Berdasarkan presentase SDR
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil kurang sesuai dengan literature
atau tidak memenuhi persyaratan karena hasilnya melebihi rentang, dimana
nilai SDR yang baik adalah < 2%. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
kesalahan.

Pemeriksaan laboratorium membutuhkan ketelitian dan ketepatan yang


tinggi. Akurasi hasil pemeriksaan kadar kreatinin sangat tergantung dari
ketepatan perlakuan pada tahap pra analitik, tahap analitik dan paska analitik.
Nilai yang didapatkan pada praktikum ini tidak sesuai dengan literature, hal ini
bisa terjadi dikarenakan adanya kesalahan dalam proses pemeriksaan kadar
kreatinin. Faktor yang memengaruhi pada pemeriksaan kreatinin adalah:

➢ Faktor Pra Analitik


- Persiapan pasien

Sebelum pengambilan sampel sebaiknya pasien menghindari aktifitas


fisik yang berlebihan. Mencegah asupan makanan yang mengandung protein
tinggi dan lemak yang mengakibatkan sampel lipemik, karena mengganggu
interpreatsi hasil pemeriksaan.

- Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sering terjadi kesalahan, menyebabkan sampel


darah yang hemolisis akan memberikan hasil tinggi palsu pada pemeriksaan
kadar kreatinin.

- Penanganan Sampel

Preparasi dalam pemisahan serum dari bekuan darah harus dilakukan


dengan cara yang benar, sehingga diperoleh sampel bermutu baik. Potensi
kesalahan yang sering muncul pada tahap ini adalah kesalahan kecepatan (rpm)
saat sentrifuge, pemisahan serum sebelum darah benar-benar membeku
mengakibatkan terjadinya hemolisis, dan serum yang menjedal mengakibatkan
kadar kreatinin tinggi.
➢ Faktor Analitik

Faktor analitik relatif lebih mudah dikendalikan oleh petugas


laboratorium karena terjadi di ruang pemeriksaan. Faktor ini dipengaruhi oleh
keadaan alat, reagen, dan pemeriksaannya sendiri. Proses memerlukan
pengawasan instrumen dan faktor manusia juga ikut menentukan.

➢ Faktor Pasca Analitik

Pencatatan hasil pemeriksaan, perhitungan, dan pelaporan merupakan


akhir dari proses pemeriksaan ini. (Lestari, 2017)
VIII. Kesimpulan
8.1. Pemeriksaan kadar kreatinin dapat dilakukan untuk pemeriksaan fungsi
ginjal,pemantauan,serta terapi dalam upaya penyembuhan penyakit
gangguan ginjal.
8.2. Kadar rata rata sampel serum yang diperoleh yaitu 4,986 mg/dL, dan
nilai SD 7.191 serta %RSD 144,224 yang dimna hasil pengukurannya
tidak memasuki rentang, karena rentang RSD yang baik berada pada
rentang kurang 2%
Daftar Pustaka

Astrid A. Alfonso, Arthur E. Mongan, Maya F. Memah. 2017. Gambaran Kadar


Kreatinin Serum pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non
Dialisis. Jurnal e-Biomedik. Januari-Juni;4:178-183.
Andryani, P. G. (2018) ‘Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Naga Merah terhadap Kadar
Malondialdehid Tikus setelah Aktivitas Fisik Maksimal’, Jurnal Kedokteran
Diponegoro.
Baradero, M, et al. (2005). Prinsip dan Praktek Keperawatan Perioperatif.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Gilakjani, A. P. 2012.
Hosten, A.O. (1990). BUN and Creatinine. Dalam Walker, W. K., Hall, W. D., &
Hurst, J. W. (Ed.). Clinical Methods, 3rd Edition, The History, Physical, and
Laboratory Examination. Boston: Butterworths.
Kee JL. (2017). Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Ed6. Jakarta :
EGC.
Kemenkes, RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik yang Baik.
Kemenkes RI.
Kee JL. (2007). Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Ed 6. Jakarta
:EGC.
Lestari, Y. D. (2017). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kreatinin Serum dan Plasma
EDTA (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
Lehninger, AL 2000. Dasar-dasar Biokimia Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L.M., (2012).Patofisiologi: konsep klinis proses-
prosespenyakit, 6 ed. vol. 1. Alih bahasa : Pendit BU
PERNEFRI. (2015). Frekuensi Tindakan Hemodialisis per Minggu di Indonesia
Tahun 2011 dalam 5 th Report of Indonesia Renal Registry. Jakarta:
Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
Rustini, E.A. 2015. Pengaruh Variasi Konsentrasi NaOH dan Asam Pikrat.
Terhadap Pemeriksaan Kreatinin Metode Jaffe Reaction pada Serum dan.
Urin. Yogyakarta:UGM
Rustiana E.D, 2015, Hubungan Asupan Protein Dan Asupan Kalium Terhadap
Kadar Kreatinin Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rsud Kabupaten Sukoharjo,
skripsi, Surakarta ; Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam. 6th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 2161-67.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Dialihbahasakan
oleh Suguharto L. Edisi ke-6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai