Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI DAN KIMIA KLINIK

PRAKTIKUM PEMERIKSAAN FAAL GINJAL


PEMERIKSAAN SERUM KREATININ DAN UREA (BUN)

Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 24 Mei 2019

Oleh :

Ni Putu Eprilia Pratiwi


171200263
A2D

Dosen Pengampu : I Gusti Putu Agus Ferry Sutrisna Putra, SST., M.Si.

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
DENPASAR
2019
PRAKTIKUM PEMERIKSAAN FAAL GINJAL
PEMERIKSAAN SERUM KREATININ DAN UREA (BUN)

A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu menetapkan kadar kreatinin pada serum atau plasma jernih

B. Prinsip Praktikum
Pemeriksaan kreatinin serum dilakukan dengan metode Jaffe. Adanya
reaksi pikrat pada keadaan basa menyebabkan asam kreatinin dengan
terbentuknya kompleks kreatinin pikrat yang berwarna kuning jingga. Kadar
Kreatinin ini dapat digunakan dengan spektrofotometer terlihat pada panjang
gelombang 545 nm.
Prinsip: Alkali Medium
Creatinine + Sodium Picrate Creatinine-picrate complex
(kuning-oranye)

Kreatinin bereaksi dengan asam picnc dalam kondisi basa untuk membentuk
kompleks warna yang menyerap pada 510 nm. Tingkat pembentukan warna
sebanding dengan kreatinin dalam sampel.

C. Dasar Teori

Sistem organ merupakan bentuk kerja sama antar organ untuk melakukan
fungsinya. Dalam melaksanakan kerja sama ini, setiap organ tidak bekerja
sendiri-sendiri, melainkan organ-organ saling bergantung dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Tanpa ada kerja sama dengan organ lain,
maka proses dalam tubuh tidak akan terjadi. Manusia memiliki 9 sistem organ
yaitu Sistem Pencernaan, Sistem Pernapasan/ Respirasi, sistem sirkulasi, sistem
eksresi, sistem gerak, sistem reproduksi, sistem saraf, sistem Integumen dan
sistem hormon. Salah satu organ yang berperan penting dalam system ekskresi
adalah ginjal. (Dine, A. 2012)
Ginjal berperan sebagai alat ekskresi dengan cara menyaring darah hingga
zat-zat sisa yang terdapat di dalam darah dapat dikeluarkan dalam bentuk air
seni (urin). Urin yang dibuang setiap hari merupakan hasil dari sistem urinaria.
Sistem urinaria dapat mempertahankan keseimbangan air di dalam tubuh,
Mempertahankan volume dan komposisi cairan dalam tubuh, serta mengatur pH
cairan tubuh. Hal-hal tersebut terjadi karena ginjal dapat mengeluarkan secara
selektif sisa-sisa metabolisme dan air dalam jumlah tertentu. Dengan begitu,
komposisi cairan tubuh berada dalam keadaan optimal. Sistem urinaria terdiri
atas dua ginjal, dua ureter, satu vesica urinaria (kantung kemih), dan satu uretra.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk menyerupai kacang. Ginjal memiliki
ukuran panjang 11–12 cm, lebar 6 cm, dan tebal3 m. Organ ini terletak di dekat
ruas - ruas tulang belakang bagian pinggang. Ginjal pada manusia terdiri atas
satu pasang (kiri dan kanan). Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dari
ginjal kiri. Hal ini disebabkan di atas ginjal kanan terdapat hati. (Stang, 2018)

Beberapa metode pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk


mengevaluasi fungsi ginjal. Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengukur zat sisa metabolisme tubuh yang diekskresikan melalui ginjal seperti
ureum dan kreatinin.

1. Pemeriksaan kadar ureum.


Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam
amino yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan
intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difi
ltrasi oleh glomerulus. Pemeriksaan ureum sangat membantu
menegakkan diagnosis gagal ginjal akut. Klirens ureum merupakan
indikator yang kurang baik karena sebagian besar dipengaruhi diet.
(Gowda. 2018)
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar
ureum serum, yang sering dipilih/digunakan adalah metode enzimatik.
Enzim urease menghidrolisis ureum dalam sampel menghasilkan ion
ammonium yang kemudian diukur. Ada metode yang menggunakan
dua enzim, yaitu enzim urease dan glutamat dehidrogenase. Jumlah
nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) yang berk urang akan
diukur pada panjang gelombang 340 nm. (Edmund L, 2010)
Ureum dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum,
ataupun urin. Jika bahan plasma harus menghindari penggunaan
antikoagulan natrium citrate dan natrium fl uoride, hal ini disebabkan
karena citrate dan fluoride menghambat urease. Ureum urin dapat
dengan mudah terkontaminasi bakteri. Hal ini dapat diatasi dengan
menyimpan sampel di dalam refrigerator sebelum diperiksa.
(Toussaint, 2012)

2. Tes Kreatinin
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot,
diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar
kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan
kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif stabil karena tidak
dipengaruhi oleh protein dari diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat
diukur dengan menggunakan bahan urin yang dikumpulkan selama 24
jam. Kadar kreatinin serum sudah banyak digunakan untuk mengukur
fungsi ginjal melalui pengukuran glomerulus filtration rate (GFR).
Rehbeg menyatakan peningkatan kadar kreatinin serum antara 1,2–2,5
mg/ dL berkorelasi positif terhadap tingkat kematian pasien yang
diteliti selama 96 bulan. (Dine A, 2012)

 Tes Klirens kreatinin


Klirens suatu zat adalah volume plasma yang
dibersihkan dari zat tersebut dalam waktu tertentu.
Klirens kreatinin dilaporkan dalam mL/menit dan dapat
dikoreksi dengan luas permukaan tubuh. Klirens
kreatinin merupakan pengukuran GFR yang tidak
absolut karena sebagian kecil kreatinin direabsorpsi
oleh tubulus ginjal dan sekitar 10% kreatinin urin
disekresikan oleh tubulus. Namun, pengukuran klirens
kreatinin memberikan informasi mengenai perkiraan
nilai GFR. (Weanen, 2002).

 Estimated Glomerular Filtration Rate.


Estimated GFR (eGFR) dapat diperhitungkan sesuai
dengan kreatinin serum. Perhitungan GFR berdasarkan
kreatinin serum, usia, ukuran tubuh, jenis kelamin, dan ras
tanpa membutuhkan kadar kreatinin urin menggunakan
persamaan Cockcroft and Gault.
Klirens kreatinin merupakan pemeriksaan yang
mengukur kadar kreatinin yang difiltrasi di ginjal. GFR
dipergunakan untuk mengukur fungsi ginjal.
The Abbreviated Modifi cation of Diet in Renal Disease
(MDRD) mempunyai persamaan untuk mengukur GFR dengan
meliputi empat variabel, yaitu kreatinin plasma, usia, jenis
kelamin, dan ras. (Edmund L, 2010)

3. Tes Lainnya
 Pemeriksaan kadar asam urat
Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat
purin. Walaupun asam urat difiltrasi oleh glomerulus dan
disekresikan oleh tubulus distal ke dalam urin, sebagian besar
asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada kadar yang
tinggi, asam urat akan disimpan pada persendian dan jaringan,
sehingga menyebabkan inflamasi. (Stang, 2018)
Bahan pemeriksaan untuk asam urat berupa heparin
plasma, serum, dan urin. Diet akan mempengaruhi kadar asam
urat. Bahan pemeriksaan yang lipemik, ikterik, hemolisis dapat
menghambat kerja enzim, sehingga menurunkan kadar asam
urat pada pemeriksaan kadar asam urat yang menggunakan
enzim.
 Tes Pemeriksaan Cysantin C
Cystatin C adalah protein berat molekul rendah yang
diproduksi oleh sel-sel berinti. Cystatin C terdiri dari 120 asam
amino merupakan cystein proteinase inhibitor. Cystatin C
difiltrasi oleh glomerulus, direabsorpsi, dan dikatabolisme di
tubulus proksimal. Cystatin C diproduksi dalam laju yang
konstan, kadarnya stabil pada ginjal normal. Kadar cystatin C
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, usia, dan massa otot.
Pengukuran cystatin C mempunyai kegunaan yang sama
dengan kreatinin serum dan klirens kreatinin untuk memeriksa
fungsi ginjal. (Gowda, 2010)
 Pemeriksaan beta 2 microglobulin.
Peningkatan kadar β2 microglobulin menunjukkan
adanya peningkatan metabolisme seluler yang sering terjadi
pada penyakit mieloproliferatif dan limfoproliferatif, inflamasi,
dan gagal ginjal. β2 microglobulin mempunyai ukuran yang
kecil, sehingga dapat dengan mudah difiltrasi oleh glomerulus.
Sekitar 99% β2 microglobulin direabsorpsi oleh tubulus
proksimal dan dikatabolisme. Pengukuran kadar β2
microglobulin serum memberikan informasi gangguan fungsi
tubulus pada pasien transplantasi ginjal dan adanya
peningkatan kadar β2 microglobulin menunjukkan adanya
penolakan organ tersebut.
 Pemeriksaan mikroalbuminuria
Penting dilakukan pada pasien diabetes melitus yang
dicurigai mengalami nefropati diabetik. Pada stadium awal
terjadi hipertrofi ginjal, hiperfungsi, dan penebalan dari
membran glomerulus dan tubulus. Pada stadium ini belum ada
gejala klinis yang mengarah kepada gangguan fungsi ginjal,
namun proses glomerulosklerosis terus terjadi selama 7-10
tahun ke depan dan berakhir dengan peningkatan permeabilitas
dari glomerulus. Peningkatan permeabilitas ini menyebabkan
albumin dapat lolos dari filtrasi glomerulus dan ditemukan
pada urin. (Stang, 2018)
 Penggunaan inulin
Untuk menilai fungsi ginjal membutuhkan laju infus
intravena yang konstan untuk mempertahankan tingkat plasma
dan kadar puncak yang telah dicapai. Pengukuran Inulin saat
ini lebih sering dilakukan dengan menggunakan inulinase.
(Gowda, 2010)
D. Alat dan Bahan
4. Kreatinin

No Alat Bahan
1. Spektrofotometer UV- Vis Serum atau plasma jernih

2. Alat – Alat glas Stndar Kreatinin


3. Mikropipet dan tip Aquades
4. Kuvet Reagen

5. Urea

No Alat Bahan
1. Spektrofotometer UV- Vis Serum atau plasma jernih

2. Alat – Alat glas Stndar Kreatinin


3. Mikropipet dan tip Aquades
4. Kuvet Reagen

E. Cara kerja
UREA (BUN)
PROSEDUR MONOREAGEN

Bawa ke suhu kamar (15-30 ° C)

Atur fotometer ke 0 (nol) dengan air suling

Setelah 30 detik. baca dan catat absorbansi (Abs.1)

Kembalikan tabung ke 37 ° C dan setelah 60 detik.baca Abs terakhir (Abs.2)

Tentukan Ab untuk sampel dan standar

DUA PROSEDUR REAGEN


Campur dan tunggu satu menit

Setelah 30 detik. baca dan catat absorbansi (Abs. 1)

Kembalikan tabung ke 37 ° C dan setelah 60 detik. Baca abs terakhir. (Abs.2)

Tentukan AABS untuk sampel dan standar


KREATININ

Setel ke fotometer ke absorbansi 0 (nol) dengan air suling.

Campur dan inkubasi pada 37 ° C

Setelah 60 detik, baca absorbansi catatan. (Abs. 1)

Kembalikan tabung ke 37 ° C dan setelah 120 detik. baca


absorbansi terakhir (Abs 2)

Tentukan AABS. untuk sampel dan standar.

F. Hasil Pegamatan
1. Urea
larutan absorbansi
Standar 1 0.128
Standar 2 0.182
Sample 1 0.076
Sample 2 0.097

2. Kreatinin

larutan absorbansi
Standar 1 1.612
Standar 2 1.786
Sample 1 0.310
Sample 2 0.427
G. Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan, digunakan dua pemeriksaan ginjal
yaitu pemeriksaan ginjal dengan kreatinin dan urea. Pemeriksaan kadar
kreatinin merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi
ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam
relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih besar dari normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada
metode jaffe reaction adalah 0,60 – 1.40 mg/dl. (Sodeman, 1995).
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin biasanya digunakan
untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes
kreatinin klirens. Tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi
gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis
dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin
lebih dari 7 mg/dl serum (Verdiansah, 2016).
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan
ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan
sebagian direabsorbsi pada keadaan dimana urin terganggu (Verdiansah, 2016).
Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan
ginjal mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan
terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea plasma menunjukkan kegagalan
ginjal dalam melakukan fungsi filtrasinya. Kondisi gagal ginjal yang ditandai
dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia.
Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan hemodialisa atau tranplantasi
ginjal. Kadar ureum normal adalah 10 – 50 mg/dL. (Verdiansah. 2016).
Dari pratikum ini didapatkan hasil dari perhitungan kreatinin

dan urea . Hasil tersebut berada dalam batas normal dimana batas

normal kreatinin adalah 0,60 – 1.40 mg/dL, sedamgkan untuk ureum adalah 10
– 50 mg. hal tersebut membuktikan bahwa tidak adanya gangguan pada ginjal.

H. Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan, pemeriksaan faal ginjal dilakukan
dengan memakai tes kreatinin dan ureum. Kreatinin merupakan hasil
pemecahan kreatin fosfat otot, diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung
massa otot. Kadar kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan
perubahan kreatinin dan fungsi ginjal, sedangkan ureum adalah produk akhir
katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh hati dan
didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah
untuk kemudian difi ltrasi oleh glomerulus.
Hasil yang didapatkan pada praktikum yang telah dilakukan ialah dari

perhitungan kreatinin didapatkan dan urea . Hasil ini

berada dalam batas normal yang menandakan bahwa ginjal masih berfungsi
secara baik dan tidak terdapat gangguan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian. A. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Klinik II. Program D3 Anali Kesehatan
Universitas Indonesia Timur : Makassar.
Dine A. 2012. Renal physiology anatomy and physiology. USA: Addison Weisley.
p.78-90.
Edmund L. 2010. Kidney function tests, clinical chemistry and molecular diagnosis.
4th ed. Elsevier: America. p.797-831.
Gowda S, et al. 2010. Markers of renal function tests. N Am J Med Sci. 170-3.
Sodeman, 1995. Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, editor : Joko Suyono.
Jakarta: Hipoerates.
Stang, D. 2018. Kidney Function Tests. Medically reviewed by Carissa Stephens, RN,
CCRN, CPN
Toussaint N. 2012. Screening for early chronic kidney disease. The CARI guidelines.
Australia: Saunder. p.30-55.
Verdiansah, 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Bandung: Pendidikan Dokter RS
Hasan Sadikin.
Weanen. 2002. New marker for kidney disease. Clinical Chemistry. 3rd ed. USA:
Elsevier. p.1375-89.

Anda mungkin juga menyukai