Anda di halaman 1dari 6

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme keratin otot kreatinin

fosfat (protein), disisntesa dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah
yang direaksikan oleh ginjal kedalam urine (Sutejo.AY,2010). Jumlah kreatinin
yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total
daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein walaupun keduanya juga
menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika
terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot (Riswanto, 2010).

Praktikum uji kadar kreatinin yang sudah dilakukan pada hari Senin, 3
Februari 2020 menggunakan 2 sampel yaitu sapel mahasiswa dan sampel dari
rumah sakit. Pada sampel mahasiswa dengan probandus atas nama Ni Made Sri
Sulistya Dewi, jenis kelamin perempuan, umur 20 tahun didapatkan hasil sebesar
0,6 mg/dl. Sedangkan pada sampel rumah sakit dengan pasien atas Ni Wayan Ayu
Nadi, jenis kelamin perempuan, umur 42 tahun didapatkan hasil sebesar 0,7
mg/dl. Berdasarkan nilai normal kreatinin untuk jenis kelamin perempuan sebesar
0,55 – 1,02 mg/dl atau 49 – 90 mmol/L, maka kedua hasil uji kadar kreatinin
Normal.

Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan adalah serum, serum


merupakan darah yang terdapat di dalam tabung dan di biarkan selama
15 menit dan darah tersebut akan membeku selanjutnya akan mengalami
retraksi bekuan akibat terperasnya cairan dalam bekuan tersebut, selanjutnya
darah disentrifuge dengan kecepatan 300rpm selama 15 menit. Lapisan jernih
berwarna kuning muda di bagian atas disebut serum (Evelyn, 2004).

Serum merupakan bagian cairan darah tanpa faktor pembekuan atau sel
darah. Serum didapatkan dengan cara membiarkan darah di dalam tabung
reaksi tanpa antikoagulan membeku dan kemudian disentrifuge dengankecepatan
tinggi untuk mengendapkan semua sel-selnya. Cairan di atas yang berwarna
kuning jernih disebut serum. Serum mempunyai susunan yang sama seperti
plasma, kecuali fibrinogen dan faktor pembekuan II, V, VIII, XIII yangsudah
tidak ada (Widman, 1995).
Penggunaan serum dalam kimia klinik lebih luas dibandingkan
penggunaan plasma. Hal ini disebabkan serum tidak mengandung bahanbahan
dari luar seperti penambahan antikoagulan sehingga komponenkomponen yang
terkandung di dalam serum tidak terganggu aktifitas atau reaksinya.

Kandungan yang terdapat dalam serum adalah antigen, antibodi, hormon,


dan 6-8% protein yang membentuk darah. Serum ini terdiri dari tiga jenis
berdasarkan komponen yang terkandung di dalamnya yaitu serum albumin, serum
globulin, dan serum lipoprotein. Reaksi kadar kreatinin dengan sampel serum
yang merupakan cairan tanpa fibrinogen dan faktor-faktor koagulasi lain
berkurang akibat proses pembentukan bekuan akan bereaksi dengan asam pikrat
basa membentuk kompleks warna kemerahan. Intensitas warna yang terbentuk
sebanding dengan kadar kreatinin yang terdapat pada sampel dan diukur dengan
spektrofotometer (Wilson dan Walker 2000).

Terdapat beberapa paktor yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam


darah diantaranya :

a. Perubahan massa otot.


b. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.
c. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
dalam darah.
d. Obat-obatan yang dapat mengganggu sekresi kratinin sehingga
meningkatkan kadar kreatinin dalam darah.
e. Peningkatan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta kadar kreatinin pada laki-laki lebih tinggi
dari pada kadar kreatinin wanita (Corwin, 2009).

Kreatin ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin dari otot
diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin
darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ
terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang
melibatkan asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro
kreatin secara hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1%
per hari (Wulandari W, 2015).

Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak


ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang
terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat
digunakan untuk menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama
dengan ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi
glomerulus. Meskipun demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang terbentuk
dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin.
Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi
lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri akan mengubah
kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah (Sireger
CT, 2009).

Metabolisme kreatinin dalam tubuh menyebabkan ekskresi kreatinin tidak


benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus, walaupun pada orang
sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenal
kreatinin ini minimal dan dapat diabaikan (Wyss, 2000).

Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam darah, yaitu


dehidrasi, kelelahan yang berlebihan, penggunaan obat yang bersifat toksik pada
ginjal, disfungsi ginjal disertai infeksi, hipertensi yang tidak terkontrol, dan
penyakit ginjal (Kidney failure, 2013). Menurut NIFHR (2014) tinggi rendahnya
kadar kreatinin dalam darah digunakan sebagai indikator penting dalam
menentukan apakah seorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan
hemodialisis atau tidak.

Peningkatan kadar kreatinin serum dua kali lipat mengindikasikan adanya


penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar kreatinin
serum tiga kali lipat merefleksikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75% (Anonym
2000). Apabila penurunan fungsi ginjal yang berlangsung secara lambat terjadi
bersamaan dengan penurunan massa otot, konsentrasi kreatinin dalam serum bisa
stabil (Brahm. U, 2009). Kadar kreatinin yang rendah dapat menunjukkan status
nutrisi yang rendah (Tietze, 2003).

Uji kadar kreatinin menggunakan alat spektrofotometri dengan panjang


gelombang 546 nm. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energy relatif jika energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di
deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau
celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007)

Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter


yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan
ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih
besar dari normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.

Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction adalah laki-laki 0,8-1,2
mg/dl, sedangkan wanita 0,6-1,1 mg/dl (Sodeman, 1995). Pemeriksaan kreatinin
darah dengan kreatinin urin biasanya digunakan untuk menilai kemampuan laju
filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Tinggi
rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya
gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang
berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum. Hemodialisis sebaiknya
dilakukan sedini mungkin untuk menghambat progresifitas penyakit

Pemeriksaan laboratorium membutuhkan ketelitian dan ketepatan yang


tinggi. Akurasi hasil pemeriksaan kadar kreatinin sangat tergantung dari ketepatan
perlakuan pada tahap pra analitik, tahap analitik dan paska analitik.

1. Faktor Pra Analitik


a. Persiapan pasien

Sebelum pengambilan sampel sebaiknya pasien menghindari


aktifitas fisik yang berlebihan. Mencegah asupan makanan yang
mengandung protein tinggi dan lemak yang mengakibatkan sampel
lipemik, karena mengganggu interpreatsi hasil pemeriksaan.

b. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel sering terjadi kesalahan, menyebabkan


sampel darah yang hemolisis akan memberikan hasil tinggi palsu pada
pemeriksaan kadar kreatinin.

c. Penanganan Sampel

Preparasi dalam pemisahan serum dari bekuan darah harus


dilakukan dengan cara yang benar, sehingga diperoleh sampel bermutu
baik. Potensi kesalahan yang sering muncul pada tahap ini adalah
kesalahan kecepatan (rpm) saat sentrifuge, pemisahan serum sebelum
darah benar-benar membeku mengakibatkan terjadinya hemolisis, dan
serum yang menjedal mengakibatkan kadar kreatinin tinggi.

2. Faktor Analitik

Faktor analitik relatif lebih mudah dikendalikan oleh petugas


laboratorium karena terjadi di ruang pemeriksaan. Faktor ini dipengaruhi
oleh keadaan alat, reagen, dan pemeriksaannya sendiri. Proses
memerlukan pengawasan instrumen dan faktor manusia juga ikut
menentukan.

3. Faktor Pasca Analitik

Pencatatan hasil pemeriksaan, perhitungan, dan pelaporan


merupakan akhir dari proses pemeriksaan ini.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hal. 419, 425.

Kidney Failure. 2013. Edema in Chronic Kidney Disease. Diakses dari


http://www.kidneyfailureweb.com/ckd/889.html

Pearce, C. Evelyn. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia.

Pendit, Brahm U. 2003. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Mikrobiologi Terapan


Untuk Perawat. Jakarta : EGC. 167-79.

Riswanto, 2010. Badan Keton (Urin). Artikel. Laboratorium Kesehatan Tes Urin

Sodeman, 1995. Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, editor : Joko


Suyono. Hipoerates, Jakarta.

Tietze, K.J., 2003, Clinical skills for pharmacists a patient-focused approach,


Missauri: Mosby, Inc.

Widmann FK. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 9 EGC.
1995 : 261

Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry


Fifth Edition. United Kingdom: Cambridge University Press.

Wulandari W. Jalur metabolisme kreatinin. 2015. Available from :


http://www.academia.edu/9986413/45 125261-jalur-metabolisme-kreatinin

Wyss M, Kaddurah-Daouk R,, 2009, Creatine and creatinine metabolism, Physiol


Rev3: 1108–1213

Anda mungkin juga menyukai