DOSEN PENGAMPUH :
Bintang, SKM., M. Kes
DISUSUN OLEH
Aulia Pricilya Lapae
P00341021008
TLM 2A
V. DASAR TEORI
Kreatinin adalah bentuk anhidrida kreatin, sebagian besar dibuat di dalam otot melalui proses
dehidrasi nanoenzimatik kreatin fosfat yang ireversibel (Mayes et al., 1990). Kadar kreatinin dalam
tubuh dapat digunakan sebagai indikator fungsi ginjal, tiroid dan otot. Kadar kreatinin yang tinggi
dalam tubuh mengindikasi deabetic nephropathy, eclampsia, glomerulonefritis, dan gagal ginjal.
Sedangkan jika kadarnya dalam darah terlalu rendah menyebabkan distrofi otot (Delaney et al.,
2001). Kadar kreatinin dalam serum pada orang dewasa berkisar antara 0,6 – 1,2 ppm (53 – 106
μM) (Guo et al., 2005).
Metode yang digunakan untuk analisis kreatinin serum dalam bidang kesehatan adalah metode
Jaffe. Prinsip metode Jaffe adalah reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat dalam suasana basa
membentuk kompleks berwarna kuning jingga yang diukur menggunakan spektrofotometer.
Kelebihan metode ini adalah prosesnya sederhana dan biayanya murah. Kekurangan analisis
kreatinin dengan metode ini adalah adanya gangguan oleh kromogen-kromogen lain yang terdapat
dalam sampel (Sewell et al., 2002). Tymecki et al. (2013) mengembangkan metode Jaffe untuk
menganalisis kreatinin secara spektrofotometer dengan perangkat paired emitter detector diode
(PEDD) yang kompatibel dengan sistem multicommutated flow analysis (MCFA). Metode ini
memiliki kelebihan antara lain waktu analisis cukup singkat dan dapat diaplikasikan dengan baik
untuk penentuan kadar kreatinin pada urin seperti pada serum. Namun memiliki kelemahan yakni
limit deteksi metode ini berada pada tingkat ppm.
VI. ALAT DAN BAHAN
a) Alat :
1) Tip yellow dan blue dan putih
2) Rak tabung
3) Centrifuge
4) Fotometer
5) 3 tabung
6) Tabung reaksi
7) Pipet tetes
8) Mikro pipet
b) Bahan :
1) Sampel (serum)
2) Kit reagen kreatinin / ureum
3) Aquades
• 1,2 mg/dl
Nama : Yusran
pada
Umur : 19 Thn
Wanita
JK : Laki-laki
• 1,4 mg/dl
pada Pria
IX. PEMBAHASAN
Kreatinin adalah produk pemecahan keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat di hampir
semua otot rangka dalam bentuk senyawa penyimpan energi kreatin fosfat (CP). Dalam sintesis
ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), creatin e phosphate diubah
menjadi creatine yang dikatalisis oleh enzim creatine kinase (creatine kinase, CK). Selain
pengeluaran energi, sejumlah kecil diubah menjadi kreatinin secara ireversibel, disaring oleh
glomeruli dan diekskresikan dalam urin (Riswanto, 2010).
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan setiap hari oleh seseorang lebih bergantung pada massa otot
total daripada aktivitas otot atau laju metabolisme protein, yang keduanya berpengaruh. Produksi
kreatinin harian umumnya konstan kecuali ada penyakit fisik atau degeneratif berat yang
menyebabkan kerusakan otot yang signifikan (Riswanto, 2010) Ginjal menjaga kreatinin darah
dalam batas normal. Kreatinin telah terbukti menjadi indikator yang sangat baik untuk menguji
fungsi ginjal (Siamak, 2009).
Jenis sampel tes kreatinin darah adalah heparin serum atau plasma. Kumpulkan 3-5 mL sampel
darah vena dalam tabung tutup merah (tabung biasa) atau tabung tutup hijau (heparin). Centrifuge
untuk memisahkan serum/plasma. Waspadai jenis obat yang dikonsumsi pasien Anda ya ng dapat
meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada batasan asupan makanan atau minuman, tetapi jika
memungkinkan, pasien disarankan untuk tidak mengonsumsi daging tanpa lemak pada malam
sebelum tes. Kadar kreatinin diukur dengan kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer,
atau chemical analyzer (Riswanto, 2010). Tes kreatinin dilakukan untuk menilai f ungsi ginjal.
Kreatinin sepenuhnya dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal. Dengan fungsi ginjal yang normal, kadar
kreatinin dalam darah meningkat (karena kreatinin lebih sedikit diekskresikan dalam urin). Kadar
kreatinin juga bervariasi menurut tinggi badan dan massa otot (National Institutes of Health, 2007).
Klirens kreatinin penting karena banyak obat diekskresikan oleh ginjal. Ketika fungsi ginjal
pasien menurun, kecepatan ekskresi obat yang diekskresikan dalam urin juga menurun, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi plasma. Jika konsentrasi obat dalam plasma meningkat
secara signifikan, obat dapat mencapai tingkat toksik. Oleh karena itu, mungkin perlu untuk
menyesuaikan dosis sebagai respons terhadap penurunan ekskresi obat (Ansel, 2006). Kreatinin
adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin ditemukan terutama di otot rangka dan
ditemukan di simpanan energi sebagai kreatin fosfat (cp), dan dalam sintesis ATP dari ADP, kreatin
fosfat diubah menjadi kreatin oleh aksi katalitik enzim kreatin. (Murray, 2009) .
X. KESIMPULAN
Pada praktikum yang kami lakukan pada Pemeriksaan Kadar Kreatinin dapat
disimpulkan bahwa hasil yang kami dapatkan invalid, hal ini dkarenakan proses
pemipetan sampel dan reagen kurang dari yang seharusnya dibutuhkan serta alat
fotometer yang digunakan tidak berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Rusma Blog’s (2015). Laporan Praktikum Biokimia Kadar Kreatinin diakses pada
http://rusmaariyani.blogspot.com/2015/01/laporan-praktikum-biokimia-kadar.html?m=1
Ibrahim, I., Suryani, I., & Ismail, E. (2017). Hubungan asupan protein dengan kadar ureum
dan kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisa di unit
hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Nutrisia, 19(1), 1-6.
Putu Nia Nuratmini (2019). Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Pada Pasien Ggk
Setelah Terapi Hemodialisis Di Rsd Mangusada, Kabupaten Badung. Politeknik
Kesehatan Denpasar Jurusan Analis Kesehatan.
I. JUDUL : Pemeriksaan Kadar Ureum
II. HARI/TANGGAL: Rabu, 31 Mei 2023
III. TUJUAN : untuk mengetahui kadar ureum dalam tubuh pasien
IV. PRINSIP : Pemeriksaan urea dalam sampel dengan bantuan enzim urase akan
menghasilkan amonia dan karbondioksida, setelah dicampur dengan
pereaksi 1 dan 2 akan terjadi reaksi yang menghasilkan suatu yg
kompleks yang absorbansinya dapa diukur menggunan
spektrofotometer Uv-Vis
V. DASAR TEORI
Ureum merupakan senyawa non protein yang memiliki konsentrasi tinggi di dalam
darah. Indikasi gagal ginjal berat adalah terjadinya peningkatan kadar ureum dalam darah.
Ureum disintesis di dalam hati dari CO2 dan amonia yang dihasilkan dari proses deaminasi
oleh asam amino pada siklus ureum. Ureum merupakan hasil ekskresi terbesar dari
metabolisme protein. Setelah disintesis di dalam hati, ureum dibawa ke dalam darah menuju
ginjal dan difiltrasi oleh glomerulus, ureum direabsorbsi di tubulus proksimal. Konsentrasi
kadar ureum ditentukan oleh sintesis di hati dan ekskresi di urin. Penurunan fungsi ginjal
dapat menyebabkan peningkatan kadar ureum karena ekskresi ureum dalam urin menurun.
Hal tersebut dapat terjadi pada gagal ginjal akut atau kronik, glomerulonefritis, nekrosis
tubuler, dan penyakit gagal ginjal lainnya
Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan ekstrasel,
tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Ekskresi ureum dalam tubuh
kira-kira 25 mg per hari (Widmann Frances K, 2005). Ureum merupakan produk akhir dari
metabolisme asam amino yang disintesa dari ammonia, karbon dioksida d an nitrogen amida
aspatat (Victor W Rdwell, 1999). Ureum merupakan salah satu produk dari pemecahan
protein dalam tubuh yang disintesis di hati dan 95% dibuang oleh ginjal dan sisanya 5%
dalam feses.
Pengukuran konsentrasi ureum darah, bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum
maka ureum darah meningkat diatas kadar normal karena filtrasi glomerulus harus turun
sampai 50% sebelum kenaikan kadar ureum darah terjadi. Kadar ureum darah meningkat
merupakan salah satu indikasi kerusakan pada ginjal (Nursalam, 2006).
1. Fotometer
2. Rak tabung
3. Tabung Merah
4. Tourniquet
5. Tabung 3 ml
6. Centrifuge
Bahan :
1. Spoit 3cc
2. Kapas Alkohol
VII. PROSEDUR KERJA
2) Sampel darah diambil pada bagian vena sebanyak ± 3 ml dan dipindahkan di dalam
tubung merah
3000 rpm Setelah itu, keluarkan reagen dari kulkas dan tunggu sampai
suhu ruang
4) pipet 1000 mikron ke masing² 3 tabung, yaitu tabung blanko, standart, dan sampel
• 12-33 mg/dl
Nama : Arni pada
Umur :21Tahun Wanita
JK :Perempuan • 14-39 mg/dl
pada Pria
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan praktikum mengenai ureum dimana ureum sendiri
merupakan suatu zat hasil metabolism nitrogen yang penting pada manusia, yang disintesis
dari ammonia, karbondioksida dan nitrogen amida aspartate atau merupakan sisa akhir
metabolisme protein. Adanya senyawa ureum dalam tubuh merupakan keadaan normal dan
dapat dideteksi pada darah dan urine namun pengujian lebih spesifik pada sampel darah.
Kadar ureum dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui adanya gangguan fungsi ginjal
diantaranya adalah gagal ginjal akut. Kadar ureum berlebih atau melebihi batas normal akan
mengakibatkan tingginya kandungan urea dalam darah dan umumnya terjadi pada penderita
gagal ginjal Oleh karena itu diperlukan analisis penentuan kadar urea dalam serum/plasma
(Khairi, 2005).
Penentuan kadar urea dalam serum dalam analisis klinik bermanfaat untuk mengetahui
kondisi disfungsi ginjal (gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik, penyumbatan pada ginjal)
dan pada kondisi yang tidak berkaitan dengan penyakit ginjal (gagal jantung kongesti,
kondisi pasca bedah/operasi, hipotensi). Prinsip dari pengujian ini adalah urea ditambah air
dirubah menjadi ammonium dan karbondioksida dengan bantuan enzim urease. Kemudian
ammonium dengan alfa ketoglurat dan Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen
(NADH) dengan bantuan Glutamate dehydrogenase (GLDH) membentuk glutamate dan
NADH yang teroksidasi membentuk NAD dan air. Langkah awal praktikum yang dilakukan
adalah pembuatan tiga larutan yaitu larutan blanko, standard dan sampel. Pembuatan blanko
dilakukan untuk mengetahui atau mengkalibrasi pengujian serta standar digunakan sebagai
pembanding dari sampel yang diuji. Ketiga larutan masing-masing yang diambil adalah
sebanyak 0,01 mL dan ditambahkan reagen sebanyak 1 mL. kemudian dilakukan
pengukuran dengan menggunakan fotometer pada panjang gelombang 340 nm. Selain itu
dilakukan inkubasi selama 30 detik untuk memberikan waktu kontak reagen terhadap
sampel uji. Pengukuran dilakukan pada waktu pengujian adalah saat sebelum 30 detik dan
sebelum 60 detik. Pengujian dilakukan duplo dengan tujuan untuk menghindari atau
meminimalisir kesalahan hasil pada pengujian kadar ureum. Untuk sampel yang diuji adalah
serumnya. Serum diperoleh dengan cara mesentrifuge darah pada kecepatan 2000 rpm
selama 15 menit dan diambil bagian atas berwarna kuning bening sebagai serumnya.
X. KESIMPULAN
Pada praktikum yang kami lakukan pada Pemeriksaan Kadar Ureum dapat
disimpulkan bahwa hasil yang kami dapatkan invalid, hal ini dkarenakan proses pemipetan
sampel dan reagen kurang dari yang seharusnya dibutuhkan serta alat fotometer yang
digunakan tidak berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Jibefahla (2015 ) Laporan Praktikum Uji Penentuan Kadar Ureum Dalam Darah, Diakses Oleh
Https://Id.Scribd.Com/Doc/292730684/Laporan-Ureum
Wahyu Adi Wijaya Siagian (2018) Pemeriksaan Kadar Ureum Pada Penderita Jantung
Koroner Yang Berobat Di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Diakses
Http://Repo.PoltekkesMedan.Ac.Id/Jspui/Bitstream/123456789/3819/1/WAHYU%20ADI
%20WIJAYA%20SIAGIAN.Pdf
Indrasari, Denita Nur And Anita, Diyah Candra (2015) Perbedaan Kadar Ureum Dan Kreatinin
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Lama Menjalani Terapi Hemodialisa Di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi Thesis, STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.
Diakses Pada Http://Digilib.Unisayogya.Ac.Id/196/
Awan, D. (2016). Cara Menyembuhkan Batu & Gagal Ginjal Secara Alami: Tanpa Efek
Samping, Tanpa Operasi, dan Tanpa Cuci Darah untuk Jangka Panjang. Dt Awan (Andreas
Hermawan).