Anda di halaman 1dari 11

KREATININ

OLEH:
D IV A ANALIS KESEHATAN
Mimin Fitriani (P07134114033)
Ni Luh Ovi Damayanti (P07134114034)
Ni Made Wiasty Sukanty (P07134114035)
Ni Mae Dwi Dyah Ratnasari (P07134114036)
Ni Putu Erlita Okandari (P07134114037)
Purnama Hardiyanti (P07134114039)
Rahma Iin Pratiwi (P07134114040)
Ria Rezeki (P07134114041)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2016
KREATININ
I. PENDAHULUAN

Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan


terdapat dalam hampir semua otot rangka dalam bentuk kreatin fosfat (creatin
phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine
triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin
dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian
energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya
difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin.

Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada
massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun
keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap,
kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot.

Kreatin merupakan asam amino yang diproduksi oleh hati, pankreas, dan ginjal.
Kreatin juga bisa diperoleh dari luar tubuh, yaitu dari sumber makanan seperti ikan dan
daging. Otot-otot kita menyimpan kreatin sebagai kreatie phosphate, yang merupakan
sumber ATP, yang menyediakan energi.

Ketika otot beristirahat, respirasi aerobik biasa akan menyediakan energi yang
cukup sehingga tidak memerlukan kreatin fosfat. Namun, ketika otot-otot bekerja secara
aktif, maka akan membutuhkan banyak ATP untuk energi dan mulai menggunakan
cadangan kreatin fosfat.

II. METABOLISME KREATININ

Telah dikatakan bahwa kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme


kreatin fosfat otot yang merupakan produk sampingan katabolisme otot yang dilepaskan
dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan difiltrasi oleh glomerulus
kemudian diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama, disana terikat secara
reversibel dengan fosfat dalam bentuk fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan energi.

Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin dan arginin. Di dalam otot
rangka, kreatin difosforilasi membentuk fosforil kreatin (simpanan tenaga penting bagi
sintesis ATP). Pada langkah pertama dalam pembentukan kreatinin yang terjadi di ginjal,
glisin bergabung dengan arginin untuk membentuk guanidinoasetat. Dalam reaksi ini,

2
gugus guanidinium pada arginin (gugus yang juga membentuk urea) dipindahkan ke
glisin dan molekul arginin sisanya dibebaskan sebagai ornitin. Guanidinoasetat
kemudian mengalami metilasi di hati oleh S-adenosilmetionin (SAM) untuk membentuk
kreatin. Kreatin kemudian mengalir melalui darah ke jaringan lain, terutama otot dan
otak. ATP yang dibentuk oleh glikolisis dan fosforlasi oksidatif bereaksi dengan kreatin
membentuk ADP dan fosfokreatin/keratin fosfat yang mengandung ikatan fosfat energi
tinggi, lebih tinggi dari ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh kreatinfosfokinase dan bersifat
reversibel. Fosfokreatin dapat saling memindahkan energi dalam ATP. Bila ATP banyak
dalam sel, sebagian besar energinya digunakan untuk mensintesis fosfokreatin,
sehingga terbentuk cadangan energi. Jika ATP mulai habis, energi dalam fosfokreatin
ditransfer kembali menjadi ATP.

Gambar 1. Sintesis Kreatinin

Kreatin fosfat adalah senyawa yang tidak stabil. Kreatin fosfat membentuk
struktur cincin secara spontan menjadi kreatinin. Kreatinin tidak dapat dimetabolisme
lebih lanjut, dan senyawa ini diekskresikan melalui urin. Hasil buangan kreatin yang
berupa kreatinin sangat bergantung pada filtrasi glomerulus yang akan dieksresikan
seluruhnya di dalam urin. Jumlah kreatinin yang diproduksi sebanding dengan massa
otot. Berkurangnya aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin
karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat
diimbangi oleh meningkatnya seksresi kreatinin oleh tubulus. Jika pengurangan fungsi
ginjal terjadi secara lambat dan di samping itu massa otot juga menyusun secara
perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun
ekskresi per 24 jam kurang dari normal, biasanya ini menjadi petunjuk ke arah sebab
ureumnya tidak normal. Kenaikan kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh asupan
makanan atau minuman. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar

3
kreatinin darah dan kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal dapat
mempengaruhi kadar kreatinin.

III. NILAI NORMAL KREATININ


Nilai kreatinin darah biasanya menjadi acuan bahwa telah terjadi penurunan
fungsi ginjal. Perlu diketahui bahwa umumnya, kadar kreatinin dalam darah tidak
berubah dari hari ke hari karena massa otot biasanya tetap sama. Penggunaaan obat-
obat tertentu, makanan banyak daging, latihan otot atau olahraga lainnya dapat
menyebabkan kadar kreatinin tinggi, bahkan pada mereka yang tidak memiliki penyakit
ginjal kronis. Sedangkan sebaliknya, kadar kreatinin bisa lebih rendah dari normal pada
orang yang sudah lanjut usia, orang yang kekurangan gizi atau vegetarian. Wanita
biasanya memiliki kadar kreatinin lebih rendah dibandingkan laki-laki karena perempuan
memiliki jaringan otot/massa otot yang lebih sedikit. Berikut adalah nilai normal kreatinin
pada umumnya:
1. Anak-anak
a. Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl.
b. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl.
c. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl.
d. Anak (di atas 6 tahun) : 0,4-1,2 mg/dl.
Kadar agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan
massa otot.
2. Dewasa
a. Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl.
b. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl.
3. Lansia
Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi
kreatinin.

IV. METODE PEMERIKSAAN KREATININ

Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah adalah:
1. Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat
membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat photometer. Metode ini
meliputi Kreatinin cara deporteinasi dan Kreatinin tanpa deproteinasi.

4
2. Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali
pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
3. Enzimatik Darah
Dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim
membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer.
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah Jaffe Reaction, dimana
metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi dan tanpa
deproteinasi.
1. Metode
Jaffe-Reaction (Without and Within Deproteinisation)
2. Prinsip
Kreatinin akan bereaksi dengan asam pikrat dalam suasana alkali membentuk
senyawa kompleks kreatinin-pikrat yang berwarna kuning jingga. Intensitas warna
yang terbentuk setara dengan kadar kreatinin dalam sampel, yang diukur dengan
Fotometer dengan panjang gelombang 490 nm.
3. Sampel
a. Serum
b. Plasma Heparin, atau
c. Urin yang diencerkan 20 kali (1 + 19), urine dikumpulkan dengan interval 4, 12
atau 24 jam.
4. Alat
a. Tabung + Rak
b. Dispenser + tip
c. Pipet Ukur + Tisu
d. Photometer
5. Reagen
a. Reagen kerja kreatinin (R1 + R2, 1 : 1).
R1 : Disodium Phosphate 6,4 mmol/L
NaOH 150 mmol/L
R2 : Sodium Dodecyl Sulfate 0,75 mmol/L
Picric acid 4,0 mmol/L pH 4,0
b. Standart kreatinin 2 mg/dL.
c. Aquadest.
6. Persiapan kerja/ Preparasi Reagen
Penentuan kreatinin serum bisanya menggunakan metode Jaffe. Metode Jaffe
dapat dilakukan dengan deproteinisasi maupun tanpa deproteinisasi.
a. Deproteinisasi
Yang dimaksud dengan deproteinisasi adalah sebelum melakukan
pemeriksaan, protein dalam sampel dipisahkan dahulu dengan penambahan TCA

5
(Trichlor Acetic Acid) 1,2 N pada serum sebelum dilakukan pengukuran, setelah
diputar dengan kecepatan tinggi antara 5-10 menit maka protein dan senyawa-
senyawa lain akan mengendap dan filtratnya digunakan untuk pemeriksaan. Tes
linier sampai dengan konsentrasinya 10 mg/dl serum dan 300 mg/dl urin.
Perbedaan antara pemeriksaan protein deproteinisasi dengan tanpa
deproteinisasi yaitu pada deproteinisasi.
Faktor kelemahan kreatinin cara deproteinasi:
Trichlor acetic acid (TCA) terlalu pekat.
Konsentrasi TCA salah ( apabila menggunakan TCA 3 N, tidak terdapat
perubahan warna).
Waktu inkubasi tidak diperhatikan (20 menit).
Kekeruhan dalam supernatan setelah deproteinasi (waktu deproteinasi
endapan diaduk beberapa kali/sebelum centrifuge didiamkan untuk beberapa
menit).
Sampel yang diperlukan telalu banyak dan waktu terlalu lama. TCA pada suhu
kamar mudah terurai maka penyimpanannya di almari es ( 2-8 C).
Faktor keuntungan kreatinin cara deproteinasi:
Kandungan nitrogen dalam sampel seperti protein, ureum, dan lain-lain sudah
terikat dengan TCA sehingga supernatan terbebas dari bahan-bahan nitogen.
Prosedur preparasi reagen dengan deproteinisasi:
Campur NAOH dan Asam Pikrat dengan perbandingan 1 : 1.
Stabil selama 8 jam pada suhu 15-25oC.
b. Tanpa deproteinisasi
Cara ini adalah fixed time kinetic metoda Jaffe Reaction, yaitu pengukuran
kreatinin dalam suasana alkalis dan konsentrasi ditentukan dengan ketepatan
waktu pembacaan. Tes linier sampai dengan konsentrasi 13 mg/dl serum dan 500
mg per/dl urin.
Faktor kelemahan kreatinin cara tanpa deproteinasi:
Adanya gangguan terhadap bilirubin, ureum, protein yang mengakibatkan hasil
tinggi palsu.
Faktor keuntungan kreatinin cara tanpa deproteinasi:
Waktu yang diperlukan cukup singkat (2 menit).
Sampel yang diperlukan hanya sedikit (100 ul).
Prosedur preparasi reagen tanpa deproteinisasi:
Campur larutan NAOH dengan aquadest dengan perbandingan 1 : 4, simpan
dalam botol plastik.
Kemudian campur asam pikrat dengan NAOH yang telah dilarutkan tadi
dengan perbandingan 1 : 1.

6
Hindarkan dari cahaya, stabil dalam 4 minggu pada suhu 15-25oC.
7. Cara kerja
Pipet ke dalam tabung reaksi:
Semi Mikro Makro
Blanko Sampel Standart Blanko Sampel Standart
Aquadest 100 l - - 100 l - -
Sampel - 100 l - - 200 l -
Standart - - 100 l - - 200 l
Larutan 1000 l 1000 l
1000 l 1000 l 2000 l 2000 l
Kerja
Campur dan mulai hidupkan stopwatch setelah 30 detik baca A1 sampel dan
standar, tepat 2 menit baca A2 sampel dan standar.
Baca pada photometer = (490-510 nm)

8. Perhitungan
a. Pada serum/plasma
A = A2 A1
A sampel
x 2.0 (konsentrasi kreatinin)
A standar

b. Pada urin
A sampel
x 100 (konsentrasi kreatinin)
A standar

Kreatinin urin 24 jam (mg/24jam) = Kreatinin urin (mg/dl) x vol urin 24 jam (dl).

7
V. INTERPRETASI HASIL

Kategori kerusakan ginjal berdasarkan kreatinin serum dan klirens kreatinin


Derajat Klirens Kreatinin Serum Kreatinin
kegagalan ginjal (mL/menit) (mg/dL)
Normal > 80 1,4
Ringan 57 79 1,5 - 1,9
Moderat 10 49 2,0 - 6,4
Berat < 10 > 6,4
Anuria 0 > 12
Normal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) pada orang dewasa adalah 120-125
ml/menit. LFG berfungsi untuk mempertahankan hemostasis tubuh. LFG yang terlalu
cepat menyebabkan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya LFG
yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya dibuang lewat
urin. LFG sangat erat kaitannya dengan tekanan darah tubuh. LFG dapat
dikatakan normal jika tekanan darah 80-180 mmHg. LFG dipertahankan dengan
mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal myogenik autoregulation) dan
umpan balik tubuloglomerular (tubuloglomerular feedback).

Peningkatan kreatinin menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan


mpenyusutan masa otot rangka. Peningkatan kreatinin terjadi pada GGA, GGK, shock
yang lama, kanker, SLE, nefropatie diabetik, gagal jantung kongesti, AMI, dan konsumsi
daging sapi tinggi. Faktor yang mempengaruhi hasil :

Obat tertentu yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum seperti


Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin),
kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin,
trimetoprim, barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.
Kehamilan
Aktivitas fisik yang berlebihan
Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan
laboratorium
Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi ginjal pada
pasien lansia dan pasien malnutrisi akibat penurunan massa otot.
Kreatinin menurun pada kasus distrofi otot, atrofi, dan malnutrisi..

8
VI. APLIKASI KLINIS
1. Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin
dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal
dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan kadar
BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan), namun
kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin
serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah :
gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati
diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi,
penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif),
rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat),
leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi kadar tinggi, unggas,
dan ikan efek minimal).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B,
sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin,
simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium
karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai
pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir
selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering
diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika
kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia
non-renal (prarenal); dan jika keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal
(peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi
ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal
jangka panjang yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin
cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada
uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik.
Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada azotemia
prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal
2. Manfaat Pemeriksaan Kreatinin
Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan
ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar kreatinin darah yang lebih

9
besar dari normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin
normal pada metode jaffe reaction adalah laki-laki 0,6-1,1 mg/dl; wanita 0,5-1,9
mg/dl.
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk
menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes
kreatininklirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi
gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan
pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl
serum. Namun dianjurkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin
untuk memghambat progresifitas penyakit.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://cindyastika.blogspot.co.id/2015/01/makalah.html
http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/sa.html
http://mediskus.com
http://mediskus.com/penyakit/mengenal-kreatinin-pemeriksaan-dan-nilai-normal
http://meirokosu.blogspot.co.id/2013/10/makalah-kimia-klinik-2-kreatinin.html
http://percikcahaya.blogspot.com/2010/08/prosedur-pemeriksaan-kreatinin.html
https://duniahermanto.wordpress.com/2013/06/23/penentuan-kadar-kreatinin/

11

Anda mungkin juga menyukai