Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kreatinin adalah produk protein oabt yang merupakan hasil akhir


metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dngan kecepatan yang hampir
konstan dan diekresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatin
diekrekresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya
relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai
normal mengisyaratkan adanya fungsi ginjal (Corwin J.E, 2001).
Peningkatan dua kali lipat kadar kreatin serum mengidentifikasikan
adanya hasil penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan
kadar kreatin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75%
(Soeparman dkk, 2001).
A. Metabolisme Kreatinin

Kreatinin adalah anhidrida dari kreatin, ia dibentuk sebagian besar dalam


otot dengan pembuangan air dari kreatinfosfat secara tak reversibel dan non
enzimatik. Keratinin bebas terdapat dalam darah dan urin.. pembentukan
kreatinin rupanya adalah langkah permulaan yang diperlukan untuk ekskresi
sebagian besar kreatinin ( Harper H.A, 1999 ).

B. Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Kreatinin

Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam


darah, diantaranya adalah :

a. Perubahan massa otot.


b. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.
c. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
darah.
d. Obet-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan c0-
trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meningkatkan kadar kreatinin darah.
e. Kenaikan sekresi tubulus dan dekstruksi kreatinin internal.
f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki laki kadar kreatinin lebih tinggi
daripada wanita (Sukandar E, 1997).

C. Fisiologi Kreatinin Cara Deproitenasi


Cara ini adalah dengan penambahan TCA 1,2 N pada serum dilakukan
pengukuran, setelah diputar dengan kecepatan tinggi antara 5-10 menit
maka protein dan senyawa-senyawa lain akan mengendap dan filtratnya
digunakan untuk pemeriksaan. Tes linear smpai dengan konsentrasinya 10
mg/dl serum dan 300 mg/dl.
Cara deproteinasi ini banyak memerlukan sampel dan waktu yang
diperlukan lama sekitar 30 menit (Pedoman kerja reagen diagnostik ST.
Reagen dan Rajawali diagnostik kreatinin).
a. Faktor Kelemahan Kreatinin Cara Deproteinasi
Ada beberapa faktor kelemahan kreatinin cara deproteinasi :
a) Trichlor acetic acid (TCA) terlalu pekat.
b) Konsentrasi TCA salah ( apabila menggunakan TCA 3 N, tidak terdapat
perubahan warna ).
c) Waktu inkubasi tidak diperhatikan ( 20 menit ).
d) Kekeruhan dalam supernatan setelah deproteinasi ( waktu
deproteinasi endapan diaduk beberapa kali/ sebelum centrifuga
didiamkan untuk beberapa menit ).
e) Sampel yang diperlukan terlalu banyak dan waktu terlalu lama.
b. TCA pada suhu kamar mudah terurai maka penyimpanannya di lemari
es ( 2 8o C).
c. Faktor Keuntungan Kreatinin Cara Deproteinasi
Ada beberapa faktor keuntungan kreatinin cara deproteinasi :
Kandungan nitrogen dalam sampel seperti protein, ureum dll sudah
terkat dengan TCA sehingga supernatan terbebas dari bahan-bahan
nitrogen ( AKK Nusa Putra Semarang, 1996).
D. Fisologi Kratinin Tanpa Deproteinasi
Cara in adalah fixed time kinetik, yaitu pengukuran kreatinin dalam
suasana alkalis dan konsentrasi ditentukan dengan ketetapan waktu
pembacaan. Tes linear sampai dengan konsentrasi 13 mg/dl serum dan
500 mg/dl urin.
Cara tanpa deproteinasi ini hanya memerlukan sedikit sampel dan
waktu yang diperlukan cukup singkat sekitar 2 menit. (pedoman kerja
reagen diagnostik ST. Reagen dan Rajawali diagnostik kreatinin).
a. Faktor Kelemahan Kreatinin Tanpa Deprotenasi
Ada beberapa faktor kelemahan kreatini tanpa cara deproteinasi :
a) Pencampuran reagen kerja tidak dengan perbandingan 1 : 1 yang
mengakibatkan hasil tinggi palsu.
b) Adanya gangguan terhadap bilirubin, ureum, protein yang
mengakibatkan hasil tinggi palsu ( AKK Nusa Putra Semarang, 1996 ).
b. Faktor Keuntungan Kreatinin Tanpa Deproteinasi
Ada beberapa faktor keuntungan kreatini tanpa deproteinasi :
a) Waktu yang diperlukan cukup singkat ( 2 menit ).
b) Sampel yang diperlukan hanya sedikit (100 microliter)

E. Manfaat Pemerikasaan Kreatinin


Pemerikasaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi
dalam plasma dan ekresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar
kreatinin darah yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya
gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction
adalah laki-laki 0,8 samapi 1,2 mg/dl, wanita 0,6 1,1 mg/dl. ( Soedeman,
1995 ).
Pemerikasaan kreatinin darah dengan kreatini urin bisa digunakan
untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu denngan
melakukan tes kreatinin klirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar
kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya
gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi
ginjal yang berat jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum.namun
dianjutkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk
mengahambat proresifitas penyakit.

F. Metode Pemeriksaan
Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin
darah adalah :
1. Jaffe reaction
Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan
asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat
photometeer.
2. Kinetik
Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan
sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
3. Enzimatik darah
Dasar metode ini adalah sdanya substrat dalam sampel beraksi
dengan enzim membentuk senyawa substrar menggunakan alat
photometer.

Dari ketiga metode di atas, yang banyak digunakan adalah metode


Jaffe Reaction , dimana metode ini bisa digunakan serum atau plasma
yang tealah dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya adalah untuk
deproteinasi cukup banayak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit,
sedangkan tanpa deproteinasi hanaya memerlukan yang realatif singkat
yaitu antara 2-3 menit.

G. Faktor Yang Mempengaruhi Pemerikasaan Kreatinin


Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar
kreatinin darah hingga menyebabkan overestimasi nilai kteratinin
samapai 20 persen adalah : aseton, asam askorbat, bilirubin, asam urat,
asam aceto acetat, piruvat, barbiturat, sefalosforin, metildopa. Senyawa-
senyawa tersebut dapat memberi reaksi terhadap reagen kreatinin
dengan membentuk warna yang serupa kreatinin sehingga dapat
menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu.
Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah
juga sangat tergantung dari ketetapan perlakuan pada pengambilan
sampel, ketetapan reagen, ketetapan waktu dan suhu inkubasi,
pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil.

H. Manfaat Pemeriksaan Kreatinin


Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi
dalam plasma dan ekskresinya di urin dalam 24 jam relatif konstan. Kadar
kreatinin darah yang lebih besar dari normal mengisyaratkan adanya
gangguan fungsi ginjal. Nilai kreatinin normal pada metode jaffe reaction
adalah laki-laki 0,8 sampai 1,2 mg / dl; wanita 0,6 sampai 1,1 mg / dl.
Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan
untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan
melakukan tes kreatinin klirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar
kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya
gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi
ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg / dl serum.
Namun dianjurkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini
mungkin untuk memghambat progresifitas penyakit.

Daftar pustaka
Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC.

Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Harper, H. A., V. W. Rodwell, and P. A. Mayes. 1979. Biokimia (Review


of physiological chemistry). Alih bahasa: M. Muliawan. Lange.
Medical Publications. Los Altos, California.
Sukandar. 2006.. Gagal Ginjal Kronik dan Terapi Dialisis. FK Unpad Bandung.

Sodeman, W.A dan Sodeman T.M. (1995). Sodeman Patofisiologi. Edisi 7. Jilid II.
Penerjemah: Andry Hartono. Jakarta: Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai