Anda di halaman 1dari 3

3.

HASIL DAN ANALISIS


3.1 Data Hasil Pemeriksaan Serum Kreatinin Pada Seorang Pria berumur 45 tahun dengan berat
badan 70 kg. Hitung Klirens Kreatininnya !

A1 A2 Absorbansi standar Konsentrasi Standar


0.029 0.035 0.015 2 mg/dL
Perhitungan :
Kadar kreatinin pada sampel
∆ A sampel
Serum/ plasma ( c )=2.0 × [ mg/dl ]
∆ A STD
0.035−0.029
= 2.0 × [mg/dl ]
0.015
= 0.8 mg/dl
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin menggunakan metode
kinetic test without deproteinization Jaffe. Kreatinin merupakan limbah molekul kimia yang
dihasilkan dari metabolisme otot. Kreatinin dihasilkan dari keratin, yang merupakan molekul
yang sangat penting dalam produksi energi di otot. Kreatinin sebagian besar dijumpai di otot
rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai kreatinin fosfat, dalam sintesis
ATP dari ADP, kreatinin fosfat diubah menjadi kreatinin dengan katalisasi enzim kreatinin
kinase. Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi sehingga dihasilkan kreatinin
fosfat. Kreatinin serum kadarnya akan meningkat seiring dengan penurunan kemampuan
penyaringan glomerulus (Suryawan et al, 2016). Peningkatan kadar kreatinin menunjukkan
indikasi penyakit ginjal atau kerusakan nefron lebih dari 50% (Hadijah, 2018).
Penentuan kadar kreatinin menggunakan metode kinetic test without deproteinization
Jaffe. Metode Jaffe merupakan metode standar yang banyak digunakan untuk analisis kreatinin
secara spektrofotometri. Dimana prinsip dari metode ini yaitu kreatinin dalam suasana alkali,
membentuk suatu kompleks warna merah jingga dengan asam pikrat absorben dari kompleks
warna ini proporsional dengan konsentrasi kreatinin dalam sampel (Haribi et al, 2009). Pada
kinetic test without deproteinization Jaffe ini inkubasi selama 20 menit pada suhu 20°C-25°C
atau 10 menit pada 37°C bertujuan untuk mempercepat reaksi enzimatik yang terdapat di dalam
reagensia. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah faktor
suhu (Panil, 2008).
Pengukuran konsentrasi kreatinin digunakan untuk menentukan sufisiensi fungsi ginjal,
keparahan kerusakan dan memonitor perkembangan penyakit serta efek obat nefrotoksik
(Cheersbrough, 2009 dan Bishop, 2010). Menurut Amir et al (2016) faktor-faktor yang dapat
memengaruhi kadar kreatinin adalah jenis kelamin, kondisi kelaparan, dan ukuran jaringan otot.
Kenaikan kadar kreatinin dalam darah juga dapat diakibatkan oleh beberapa keadaaan,
diantaranya hipoksia jaringan, penurunan laju filtrasi glomerulus, pada penyakit metabolik
tertentu serta zat kimia toksik. Selain itu tingginya kadar kreatinin serum dalam darah dapat juga
disebabkan oleh tingginya asupan protein pada seseorang.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapat nilai absorbansi sampel yaitu A1
(0.029), A2 (0.035) dan absorbansi standar yaitu 0.015. Berdasarkan hukum lambert-beer, nilai
absorbansi yang memiliki presisi maksimum yaitu pada rentang 0,2-0,8 sehingga dalam
percobaan ini nilai absorbansi yang diperoleh masih tergolong presisi (akurat) yang baik. Untuk
penentuan kadar kreatinin dilakukan perhitungan pada sampel menggunakan rumus seperti yang
tertera di atas. Dari hasil perhitungan, didapat kadar kreatinin sebesar 0.8 mg/dl. Menurut David
(2013) Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang berotot kekar memiliki
kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak berotot. Hal ini juga yang memungkinkan
perbedaan nilai normal kreatinin pada wanita dan laki-laki. Nilai normal kadar kreatinin serum
pada pria adalah 0,7-1,3 mg/dL sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dL serta Menurut Suryawan
et al (2016) Kadar kreatinin serum dalam darah mempunyai nilai rujukan normal 0,5- 1,0 mg/dl.
Oleh karena itu dari data praktikum yang diperoleh kadar kreatinin pada pria berumur 45 tahun
dengan berat badan 70 kg tergolong normal.

Amir, N., Suprayitno, E., Hardoko, H., & Nursyam, H., 2016. Pengaruh Sipermetrin Pada Jambal
Rotiterhadap Kadaru Reum dan Kreatinin Tikus Wistar (Rattus norvegicus). Jurnal
IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, 2(3), p. 283-293.
Bishop, M. L., Fody, E. P., and Schoeff, L. E., 2010. Clinical Chemistry : Techniques,
Principles and Correlation. Sixth Edition. Lippincott Williams & Wilkins:
Philadelphia .
Cheersbrough, M., 2009. District Laboratory Practice in Tropical Countries Part 1. Second
Edition. Cambridge University Press : Cambridge.
David C. Dugdale., 2013. Creatinine blood test. https://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/
ency/article/003475.htm
Hadijah, S., 2018. Analisis Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kreatinin Darah dengan
Deproteinisasi dan Nondreproteinisasi Metode Jaffe Reaction. Jurnal Media Analis
Kesehatan, 1(1), p. 26-31.
Haribi, R., Darmawati, S., & Hartiti, T., 2009. Kelainan fungsi hati dan ginjal tikus putih (Rattus
norvegicus, L.) akibat suplementasi tawas dalam pakan. Jurnal kesehatan, 2(2), p.
11-19.
Panil, Z., 2008. Memahami Teori dan Praktik Teori Kimia Dasar Medis untuk Mahasiswa
Kedokteran, Keperawatan, Gizi dan Analis Kesehatan. Jakarta: EGC.
Suryawan, D. G. A., Arjani, I. A. M. S., & Sudarmanto, I. G., 2016. Gambaran kadar ureum dan
kreatinin serum pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis
di RSUD Sanjiwani Gianyar. Meditory, 4(2), p. 145-153.

Anda mungkin juga menyukai