Anda di halaman 1dari 24

PEMERIKSAAN KADAR KREATININ MENGGUNAKAN ALAT

FOTOMETER DAN AUTOMATED CHEMISTRY ANALYZER


PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI RSUD CIAMIS
TAHUN 2016

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Pada
Program Studi D3 Analis Kesehatan

Oleh:
VIVI ALVIANI
13DA277052

PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
PEMERIKSAAN KADAR KREATININ MENGGUNAKAN ALAT
FOTOMETER DAN AUTOMATED CHEMISTRY ANALYZER
PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI RSUD CIAMIS TAHUN 20161
Vivi Alviani2 Atun Farihatun3 Minceu Sumirah4

INTISARI

Kreatinin merupakan zat yang harus dibuang dari dalam tubuh oleh
ginjal sehingga kadar kreatinin dalam darah digunakan untuk menilai
fungsi ginjal. Gagal ginjal yaitu suatu keadaan dimana kedua fungsi ginjal
sedemikian terganggu sehingga keduanya tidak dapat melakukan fungsi
regulasi dan ekskresinya untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
Pemeriksaan kadar kreatinin dapat dilakukan menggunakan fotometer dan
automated chemistry analyzer. Berdasarkan prinsip dan kegunaan alat
fotometer dan auotomated chemistry analyzer itu sama, namun apakah
hasil analisis sampel dalam pengukuran kadar kreatinin menggunakan
fotometer dan automated chemical analyzer terdapat perbedaan atau
tidak.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemeriksaan kadar kreatinin
menggunakan alat fotometer dan automated chemistry analyzer pada
pasien gagal ginjal.
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
Deskriptif, dengan mengambil sampel (darah) langsung terhadap
responden lalu data hasil yang diperoleh dinarasikan, populasi dalam
penelitian ini adalah pasien gagal ginjal yang menjalani Hemodialisa.
Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling, didapatkan 15
responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dalam bentuk
tabel, kemudian dinarasikan.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan
pemeriksaan kadar kreatinin menggunakan alat fotometer dan automated
chemistry analyzer.

Kata Kunci : Kadar Kreatinin, Fotometer dan Automated Chemistry


Analyzer, Gagal Ginjal
Kepustakaan : 17 (2005-2015)
Keterangan : 1 judul, 2 nama Mahasiswa, 3 nama Pembimbing I, 4
pembimbing II

iv
DESCRIPTION OF HEMOGLOBIN CONCENTRATION AND
CREATININE KIDNEY FAILURE PATIENTS IN RSUD CIAMIS1

Vivi2 Atun Farihatun3 Minceu Sumirah4

ABSTRACT

Kidney failure is a condition in which the kidney function so


impaired that they can not perform the functions of regulation and
excretion to maintain body balance . In people who suffer from kidney
disease usually often show anemia ( low hemoglobin level ) . In addition
there are other functions that excretion , the kidneys excrete metabolic
waste products in the urine . One dieksresikan is creatinine , which is
derived from the metabolism of creatine in muscles (Price and Lorraine ,
2006) .
The purpose of this study to describe the levels of hemoglobin and
creatinine levels in patients with renal failure .
The study design used in this study was descriptive , by taking a
sample (blood ) and then the data directly to the respondents described
the results obtained , the population in this study are patients with renal
failure undergoing Hemodialysis . Sampling using quota sampling ,
obtained 30 respondents in accordance with the inclusion and exclusion
criteria.
The collected data is processed and analyzed in tabular form , later
described
The conclusion of this study is that there is conformity with the
theory that low hemoglobin levels and creatinine levels were higher in
patients with renal failure
.
Keyword : Hemoglobin Concentration, Creatinine Concentration,
Kidney Failure
Literature : 15 2005-2014
Information : 1 title, 2 student name, 3 adviser I, 4 adviser II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kreatinin merupakan zat yang harus dibuang dari dalam
tubuh oleh ginjal sehingga kadar kreatinin dalam darah
digunakan untuk menilai fungsi ginjal. Kadar kreatinin normal
dalam darah berbeda pada laki-laki dewasa nilai normal nya
sekitar 0,6-1,1 mg/dL, pada perempuan dewasa nilai normalnya
sekitar 0,5-0,9 mg/dL. Sedikit saja kadar kreatinin meningkat
dari nilai normal biasanya, maka kadar kreatinin tersebut
merupakan penanda penurunan fungsi ginjal (Price dan
Lorraine, 2006).
Ginjal berpengaruh dalam keseimbangan tubuh, hal ini
sesuai dengan ayat Al-Quran dalam QS Al-Infithar ayat 6-8
yang menyebutkan tentang keseimbangan dalam tubuh
manusia yang telah diciptakan Allah SWT :

َ ‫(الَّذِي َخ َل َق‬6)‫ك ْال َك ِر ِيم‬ َ


(7) َ ‫ك َف َع َد َل‬
‫ك‬ َ ‫ك َف َس َّوا‬ َ ‫ك ِب َر ِّب‬ ِ ْ ‫َيا أ ُّي َھا‬
َ َّ‫اإل ْن َسانُ َما َغر‬
(8)‫ك‬ َ ‫فِي أَيِّ ص‬
َ ‫ُور ٍة َما َشا َء َر َّك َب‬
Artinya:

“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu


(berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah (6)
yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan
(susunan tubuh) mu seimbang (7) dalam bentuk apa saja
yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu (8).”
Selain itu ada fungsi lain yaitu eksresi, ginjal mengekresikan
produk-produk sisa metabolisme di urin. Jika dibiarkan
menumpuk maka produk-produk sisa ini bersifat toksik bagi sel.

1
2

Dengan fungsi ini, ginjal juga mengeluarkan banyak senyawa


asing masuk ke tubuh. Salah satu yang dieksresikan adalah
kreatinin, yang berasal dari metabolisme kreatin pada otot.
Tingkat produksinya berhubungan dengan massa otot, dan
hanya sedikit bergantung pada asupan protein. Kadar kreatinin
serum yang tinggi menjadi indikasi dari penyakit gagal ginjal
(Price dan Lorraine, 2006).
Gagal ginjal yaitu suatu keadaan dimana kedua fungsi ginjal
sedemikian terganggu sehingga keduanya tidak dapat
melakukan fungsi regulasi dan ekskresinya untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh. Menurut IRR
(Indonesian Renal Registry) pada tahun 2011 sebagaimana di
negara-negara berkembang lainnya, prevalensi penyakit gagal
ginjal di Indonesia terdapat 70.000 penderita. Menurut rekam
medis RSUD Ciamis pada tahun 2015, prevalensi penyakit
gagal ginjal terdapat 80 pasien gagal ginjal per bulan yang rutin
melakukan hemodialisa di ruang Hemodialisa dan kebanyakan
pasien gagal ginjal berusia 30 tahun ke atas (dewasa). Angka
ini diperkirakan terus meningkat dengan angka pertumbuhan
sekitar 10% setiap tahun.
Pemeriksaan kadar kreatinin dapat dilakukan menggunakan
fotometer dan automated chemistry analyzer. Pada prinsipnya
fotometer dan automated chemistry analyzer sama, yaitu
dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu pada suatu objek kaca atau wadah yang disebut kuvet,
yang membedakan hanyalah cara pengoperasian alat dan
penggunaan filter sebagai monokromatornya. Filter hanya
digunakan untuk meneruskan cahaya namun dapat juga
menyerap sumber radiasi dari gelombang lain (Mengko, 2013).
Pemeriksaan menggunakan fotometer peran pemeriksa
masih dominan, seperti pemipetan reagen, pemipetan sampel,
3

dan lamanya inkubasi, sedangkan pemeriksaan menggunakan


automated chemistry analyzer hampir seluruhnya dikerjakan
oleh alat (otomatisasi). Produktivitas laboratorium klinik saat ini
demikian tinggi, sehingga dapat memeriksa begitu banyak
parameter pengujian dari banyak pasien dalam waktu singkat.
Berdasarkan prinsip dan keguanaan fotometer dengan
auotomated chemistry analyzer itu sama namun apakah hasil
analisis sampel dalam pengukuran kadar kreatinin
menggunakan fotometer dan automated chemical analyzer
terdapat perbedaan atau tidak, maka peneliti meneliti
“Pemeriksaan Kadar Kreatinin dengan Menggunakan Alat
Fotometer dan Automated Chemistry Analyzer pada Pasien
Gagal Ginjal di RSUD Ciamis”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan
permasalahan sebagai berikut : Bagaimana pemeriksaan kadar
kreatinin menggunakan fotometer dan automated chemistry
analyzer pada pasien gagal ginjal di RSUD Ciamis?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui pemeriksaan kadar kreatinin
menggunakan alat fotometer dan automated chemistry
analyzer pada pasien gagal ginjal di RSUD Ciamis.
2. Tujuan Khusus :
a) Untuk mengetahui pemeriksaan kadar kreatinin
menggunakan fotometer.
b) Untuk mengetahui pemeriksaan kadar kreatinin
menggunakan automated chemistry analyzer.
4

c) Untuk mengetahui perbedaan nilai dalam


pemeriksaan kadar kreatinin menggunakan alat
fotometer dan automated chemistry analyzer.

D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan keterampilan serta
mengetahui tentang pemeriksaan kadar kreatinin
menggunakan alat fotometer dan automated chemistry
analyzer pada pasien gagal ginjal di RSUD Ciamis.
2. Bagi tenaga Analis Kesehatan
Memberikan informasi bagi tenaga kesehatan untuk lebih
memperhatikan pemeliharaan alat, kesiapan alat yang akan
digunakan, dan kesesuaian prosedur kerja.
3. Bagi Akademi
Menambah perbendaharaan Karya Tulis Ilmiah mengenai
pemeriksaan kadar kreatinin menggunakan fotometer dan
automated chemistry analyzer pada pasien gagal ginjal di
perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Ciamis.

E. Keaslian Penelitian
Pada penelitian sebelumnya oleh Ismatul Latifah di
Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2012 dengan
judul “Pemeriksaan Kadar Glukosa Menggunakan Glukometer
dan Fotometer pada Ibu Hamil Trisemester Tiga”, perbedaan
dari penelitiaan ini terletak pada variabel yang akan di teliti.
Tempat penelitian dan waktu penelitian berbeda, pada
penelitian ini akan dilakukan di RSUD Ciamis. Persamaannya
5

pada penelitian ini terletak pada melihat perbedaan satu


pemeriksaan menggunakan alat yang berbeda.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Kreatinin
a. Definisi Kreatinin
Kreatinin merupakan produk akhir dari metabolisme
kreatin yang di sintesis oleh hati, ginjal, dan pankreas yang
di transport ke organ seperti otot rangka dan otak. Kreatinin
diekskresikan oleh ginjal melalui proses filtrasi dan sekresi,
konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke
hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan
adanya gangguan fungsi ginjal.
Peningkatan kadar kreatinin serum mengindikasikan
adanya penurunan fungsi ginjal. Kreatinin merupakan zat
yang harus di buang dari dalam tubuh oleh ginjal sehingga
kadar kreatinin dalam darah digunakan untuk menilai fungsi
ginjal. Kadar kreatinin normal dalam darah berbeda pada
laki-laki dewasa nilai normal nya sekitar 0,8-1,4 mg/dL, pada
perempuan dewasa nilai normalnya sekitar 0,6-1,2 mg/dL,
dan pada anak-anak nilai normalnya sekitar 0,2-1,0 mg/dL
(Rubenstein, 2005).
Gagal ginjal yaitu suatu keadaan dimana kedua
fungsi ginjal sedemikian terganggu sehingga keduanya
tidak dapat melakukan fungsi regulasi dan ekskresinya
untuk mempertahankan homeostatis. Kelebihan kreatinin
dari plasma merupakan hal penting dalam ekskresi urin
dan dibersihkannya zat sisa bagi pemeliharaan
homeostatis. Hemodialisa adalah salah satu terapi pada
pasien gagal ginjal dimana dalam hal ini fungsi

6
7

hemodialisis atau pencucian darah yang seharusnya


dilakukan oleh ginjal diganti dengan mesin. Dengan
dializer pasien gagal ginjal tidak perlu lagi melakukan
transplatasi ginjal, pasien hanya perlu melakukan
hemodialisis secara periodik dengan jarak waktu
tergantung dari keparahan dan kegagalan fungsi ginjal.
Fungsi dari hemodialisa terhadap ginjal adalah dengan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, ureum, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain
yang menumpuk dan tidak termetabolisme di ginjal (Price
dan Lorraine, 2006).
b. Metabolisme Kreatinin
Kreatin di sintesis di dalam hati darimetionin, glisin,
dan arginin. Di otot rangka kreatin di fosforilasi menjadi
fosforilkreatin yang merupakan simpanan energi untuk
sintesis ATP. ATP yang di bentuk dari glikolisis dan
fosforilasioksidatif bereaksi dengan kreatin untuk membentuk
ADP dan sejumlah besar fosforilkreatin.
Kreatin di dalam urin di bentuk dari fosforilkreatin.
Kreatin tidak diubah secara langsung sebagai kreatinin.
Kecepatan eksresi kreatinin relatif konstan, kurang lebih
sekitar 1-2% kreatin diubah menjadi kreatinin dan
selanjutnya kreatinin dibuang melalui urin. Eksresi kreatinin
pada laki-laki sekitar 1,5 gram/hari dan pada perempuan
sekitar 2 gram/hari. Kadar kreatinin dalam darah akan
meningkat bila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan
fungsi ginjal terjadi secara lambat dan selain itu juga ada
penyusutan massa otot secara berangsur maka
kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama
8

meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal (Corwin,


2009).
c. Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kadar Kreatinin
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar
kreatinin dalam darah, diantaranya :
1. Perubahan massa otot
2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai
beberapa jam setelah makan
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar
kreatinin dalam darah
4. Obat-obatan yang dapat mengganggu sekresi kreatinin
sehingga meningkatkan kadar kreatinin dalam darah
5. Peningkatan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin
internal
6. Usia dan jenis kelamin pada orangtua kadar kreatinin
lebih tinggi daripada orang muda, serta kadar kreatinin
pada laki-laki lebih tinggi daripada kadar kreatinin pada
wanita (Corwin, 2009).
d. Pemeriksaan Kreatinin
Pemeriksaan kreatinin darah terdapat beberapa macam
metode, diantaranya:
1. Metode Jaffe Reaction dimana kreatinin dalam suasana
alkalis dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning
jingga.
2. Metode Kinetik dimana dasar metodenya relatif sama
hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali pembacaan.
3. Metode Enzimatik dimana dasar metode ini adanya
substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim
membentuk senyawa enzim substrat.
Pada prinsipnya, kreatinin akan bereaksi dengan asam
pikrat dalam suasana alkali membentuk senyawa kompleks
9

yang berwarna kuning jingga. Intensitas warna yang


terbentuk sebanding dengan kadar kreatinin yang terdapat
pada sampel.Nilai normal kretainin serum pada laki-laki 0,6-
1,1 mg/dl dan pada perempuan 0,5-0,9 mg/dl.
Dari ke tiga metode tersebut, yang paling banyak
digunakan adalah metode “Jaffe Reaction”dimana metode ini
menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi
dan non deproteinasi. Untuk deproteinasi cukup memakan
waktu yang lama sekitar 30 menit, sedangkan pada non
deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat
yaitu antara 2-3 menit. Kadar kreatinin dapat diperiksa
secara semi otomatis menggunakan fotometer dan secara
otomatis menggunakan automated chemistry analyzer.

2. Fotometer
Fotometer yaitu instrumen laboratorium klinik yang
digunakan untuk pemeriksaan sampel cairan tubuh manusia
dengan menangkap cahaya atau interaksi cahaya yang
ditransmisikan atau pengukuran berdasarkan cahaya dengan
sumber radiasi elktromagnetik. Fotometer merupakan instrumen
yang biasa digunakan di laboratorium yang menggunakan
sampel klinis seperti serum atau plasma. Komponen-komponen
fotometer meliputi sumber cahaya atau sumber radiasi yaitu
lampu halogen, filter, tempat sampel atau kuvet, dan detector.
Prinsip fotometer yaitu pengukuran penyerapan sinar akibat
interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu
dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Sampel yang
telah diinkubasi kemudian disedotkan pada aspirator sehingga
masuk kedalam kuvet sehingga dibaca oleh sinar cahaya
kemudian sampel akan disedot kembali dengan pompa
peristaltik menuju ke pembuangan (Mengko, 2013).
10

a. Baagian-bagian Fotometer
1) Inkubator, berfungsi untuk mengkondisikan sampel pada
suhu tertentu
2) Printer, berfungsi untuk mencetak hasil analisis
3) Touchscreen, berfungsi untuk mengatur peraturan alat
(menu layar)
4) Outlet, tempat untuk mengeluarkan hasil yang diserap
5) Kipas, berfungsi untuk pendinginan alat yang terletak di
belakang alat
6) Tombol power, berfungsi untuk menyalakan dan
mematikan alat
7) Konektor, menyambungkan ke sumber arus listrik
8) Selang aspirator, berfungsi untuk menyedot sampel
9) Pompa, berfungsi untuk menggoyangkan selang
10) Kuvet, sebagai tempat sampel
11) Selang peristaltik, berfungsi untuk mengalirkan sampel
dari aspirator mengalir melalui kuvet menuju ke
pembuangan.
b. Cara Kerja Fotometer
1) Sambungkan fotometer ke sumber arus listrik
2) Tekan tombol power on
3) Tunggu instrumen stabil dengan mendiamkan sekitar 10
menit
4) Hubungkan selang peristaltik dengan pompa
5) Mencuci alat dahulu dengan aquadest dengan cara
selang aspirator dicelupkan kedalam aquadest, lalu
menekan tombol washing pada monitor. Aquadest akan
terhisap kedalam alat dan dilakukan proses pencucian.
Pencucian dilakukan untuk mendorong gelembung-
gelembung udara atau kontaminan yang terdapat
11

didalam selang untuk masuk ke pembungan. Pencucian


dilakukan sebanyak 10 kali
6) Melakukan set up pada suhu kuvet
7) Mengukur blanko, standar, dan sampel
8) Blanko, standar, dan sampel akan dihisap dan dianalisis
hingga keluar struk data hasil
9) Untuk mematikan alat, mencuci dengan desinfektan 10%
(deterjen dan aquadest)
10) Membilas dengan aquadest sebanyak 10 kali
11) Mencuci dengan udara agar alat yang dilalui cairan
akan kering
12) Mengembalikan selang peristaltik pada keadaan
semula
13) Membersihkan alat bagian luar dengan tisu dan
menutup kembali dengan plastik yang telah disediakan
agar terhindar dari debu dan kotoran
14) Memutuskan alat dari power supply
c. Cara Pemeliharaan Fotometer
1) Gunakan lampu yang sesuai dengan masing-masing
jenis fotometer
2) Tegangan listrik harus stabil
3) Hidupkan alat terlebih dahulu selama 5-30 menit
(tergantung jenis dan merek alat), supaya cahaya lampu
stabil
4) Monokromator atau filter harus bersih, tidak lembab dan
tidak berjamur
5) Kuvet harus tepat meletakannya. Sisi yang dilalui
cahayaa harus menghadap ke arah cahaya
6) Menempatkan alat pada ruangan bersuhu dan
kelembaban tetap
7) Menempatkan alat pada meja yang datar dan permanen
12

8) Mencuci minimal 10 kali sebelum dan sesudah


pemakaian
9) Mengembalikan selang peristaltik pada keadaan semula
setelah digunakan
10) Membersihkan instrumen dari debu (Mengko, 2103).

3. Automated Chemical Analyzer


Automated Chemistry Analyzer adalah instrumen
laboratorium klinik yang dirancang untuk mengukur berbagai
macam bahan kimia tubuh dengan karakteristik yang berbeda-
beda, dari sejumlah sampel biologis secara cepat dan otomatis,
sehingga peran operator tidak lagi dominan.
Prinsip Automated Chemistry Analyzer yaitu dengan cara
melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada
kuvet. Didalam kuvet tersebut terdapat hasil reaksi antara
sampel dan reagen yang membentuk warna tertentu. Sebagian
dari cahaya diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai
absorbansi dari caahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan didalam kuvet (Mengko,2013).
a. Bagian-bagian Automated Chemistry Analyzer

komputer memori

sampel
Pembacan Spektro
pemipetan pereaksian pembacaan
kode sampel fotometer

Printer penyimpan

Lembaran hasil

Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Automated Chemistry Analyzer


Sumber : Mengko Richard, 2013
13

Setiap blok dalam diagram diatas merupakan


subsistem dalam sistem instrumentasi keseluruhan. Semua
bagian yang ada dalam sistem instrumentasi tersebut
berada dibawah pengawasan komputer. Sampel dari
pasien yang telah mengalami proses preanalitik dimasukan
kedalam alat dan disimpan dengan pemberian kode yang
menjadi ciri atau pengenal sampel tersebut selama berada
didalam sistem instrumentasi. Kode yang ada pada wadah
sampel berisi identitas pasien dan parameter pemeriksaan
yang akan diperiksa. Kemudian dilakukan tahapan
pengujian hingga diperoleh hasil pemeriksaan yang
diminta.
b. Cara Kerja Automated Chemistry Analyzer
Pada dasarnya, automated chemistry analyzer bekerja
dengan tahapan berikut :
1) Identifikasi sampel (identitas pasien dan parameter
pemeriksaan yang akan diperiksa)
2) Pengambilan sampel dengan volume tertentu kedalam
tabung reksi atau kuvet
3) Penambahan regen pada sampel, reksi sampel, dan
regen dalam waktu tertentu dan pengukuran hasil reaksi
4) Hasil pengukuran dihitung oleh sistem dan akan tampil
dalam bentuk konsentrasi dari parameter yang diperiksa
5) Hasil perhitungan ditampilkan di layar, dicetak, atau
langsung masuk ke Sistem Informasi Laboratorium (SIL)
6) Pembersihan bagian yang terkena reagen supaya dapat
digunakan pada pengukuran sampel selanjutnya
(Mengko, 2103).
14

c. Kelemahan dan Kelebihan Automated Chemistry


Analyzer
Jika dibandingkan dengan proses manual, automated
chemistry analyzer memiliki keunggulan untuk
meningkatkan kinerja laboratorium, tetapi automated
chemistry analyzer juga memiliki beberapa kekurangan,
yaitu :
1. Kelebihan
1) Lebih cepat
2) Dirancang untuk dapat menguji berulang kali dengan
kualitas yang baik
3) Mengurangi human eror/kesalahan operator
4) Akurasi dan presisi lebih baik
5) Kapasitas sampel lebih banyak
6) Parameter yang diuji lebih banyak
2. Kekurangan
1) Lebih mahal
2) Memerlukan perwatan yang berkala

4. Faktor yang Mempengaruhi Hasil


a. Penanganan Sampel
Sebelum spesimen diambil, pasien harus
dipersiapkan terlebih dahulu dengan baik sesuai dengan
persyaratan pengambilan spesimen seperti syarat puasa
untuk pemeriksaan tertentu, menghindari obat-obatan
sebelum spesimen diambil, menghindari aktifitas
fisik/olahraga sebelum spesimen diambil, memperhatikan
posisi tubuh.
Pengambilan dan pengolahan spesimen, spesimen
harus diambil secara benar dengan memperhatikan waktu,
lokasi, volume, cara, peralatan dan bahan yang digunakan,
15

antikoagulan, dan volume spesimen yang diambil (DepKes


RI, 2008).
Sampel yang sudah diambil harus segera diperiksa
karena stabilitas sampel dapat berubah. Faktor yang
mempengaruhi stabilitas sampel antara lain :
1) Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia
2) Terjadi metabolisme oleh sel-sel hidup pada sampel
3) Terjadi penguapan
4) Pengaruh suhu
5) Terkena paparan sinar matahari.
Sampel yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan
dengan memperhatikan jenis pemeriksaan yang akan
diperiksa, cara penyimpanan sampel yaitu dengan disimpan
pada lemari es dengan suhu 2-8°C, sampel darah yang
disimpan harus dalam bentuk serum atau plasma, dapat
diberikan bahan pengawet, jika dibekukan pada suhu -20°C
(jangan sampai terjadi beku ulang).
b. Instrumen
Dalam pemeriksaan laboratorium banyak instrumen atau
peralatan yang digunakan. Instrumen yang digunakan harus
memenuhi syarat, diantaranya :
1) Bersih
2) Kering
3) Tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
4) Terbuat dari bahan-bahan yang tidak mengubah zat-zat
yang ada pada spesimen
5) Tidak bocor atau tidak rembes
6) Besar wadah harus disesuaikan dengan volume
spesimen/sampel
7) Mudah dicuci dari bekas sebelumnya.
16

c. Kalibrasi Alat
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium adalah alat laboratorium, oleh
karena itu alat perlu dipelihara dan dikalibrasi secara
berkala. Kalibrasi fotometer dan automated chemistry
analyzer meliputi :
1) Ketetapan pengukuran absorban
2) Ketetapan panjang gelombang
3) Linearitas alat
4) Stray Light (stray energy), cahaya lain diluar panjang
gelombang tertentu yang diinginkan. Sumbernya dapat
berasal dari sinar yang bocor dari luar, sinar dari panjang
gelombang lain atau dari alat itu sendiri. Misalnya
kerusakan monokromator dan pembiasan sinar yang jatuh
pada kuvet (DepKes RI, 2008).
d. Bahan Kontrol
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk
memantau ketepatan suatu pemeriksaan di laboratorium,
atau untuk m,engawasi kualitas hasil pemeriksaan. Bahan
kontrol dapat dibedakan berdasarkan sumber bahan kontrol,
bentuk bahan kontrol, dan cara pembuatan. Adapun macam
bahan kontrol yang dalam bentuk sudah jadi (komersial)
adalah :
1) Bahan kontrol Unassayed, yaitu bahan kontrol yang tidak
mempunyai nilai rujukan sebagai tolak ukur. Nilai rujukan
dapat diperoleh setelah dilakukan periode pendahuluan.
2) Bahan kontrol Assayed, yaitu bahan kontrol yang
diketahui nilai rujukannya serta batas toleransi menurut
metode pemeriksaannya. Untuk dapat digunakan
sebagai bahan kontrol pemeriksaan harus memenuhi
syarat seperti, memiliki komposisi sama atau mirip
17

dengan spesimen, komponen yang terkandung didalam


bahan kontrol harus stabil dalam arti selama masa
penyimpanan bahan tidak boleh mengalami perubahan,
dan hendaknya disertai sertifikat analisis yang
dikeluarkan oleh pabrik yang bersangkutan.
Prosedur pada periode bahan kontrol adalah sebagai
berikut :
1) Periksa bahan kontrol setiap hari atau pada hari
parameter yang akan diperiksa
2) Catat nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol
3) Hitung nilai penyimpangannya terhadap nilai rujukan
Dalam penggunaannya, bahan kontrol harus
diperlakukan sama dengan bahan pemeriksaan spesimen
atau sampel yang akan diperiksa, tanpa perlakuan khusus
baik pada alat, metode pemeriksaan, reagen, maupun
tenaga pemeriksanya (DepKes RI, 2008).
e. Reagen
Reagen adalah zat kimia Yng digunakan dalam suatu
reaksi untuk mendeteksi, mengukur, memeriksa, dan
menghasilkan zat lain. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam uji kualitas, seperti :
1) Etiket/label wadah, umumnya pada reagen yang sudah
jadi (komersial) tercantum nama atau kode bahan, tanggal
produksi dan batas kadaluarsa serta nomor batch reagen
tersebut
2) Batas kadaluarsa,perhatikan batas kadaluarsanya, masa
kadaluarsa yang tercantum pada kemasan hanya berlaku
untuk reagen yang disimpan pada kondisi baik dan belum
pernah dibuka, karena reagen yang wadahnya sudah
pernah dibuka mempunyai masa kadaluarsa lebih pendek
dari reagen yang bel;um dibuka
18

3) Keadaan fisik, kemasan harus dalam keadaan utuh, isi


tidak ada perubahan warna. Pengujian kualitas dapata
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan bahan kontrol
assayed yang telah diketahui nilainya dengan
menggunakan reagen tersebut (DepKes RI, 2008).
19

B. Kerangka Konsep

Sampel pada
pasien gagal ginjal

Penanganan
sampel
Instrumen
Kalibrasi
Bahan kontrol
Reagen

Fotometer Automated
Chemistry
Analyzer

Kadar
Kreatinin

Terdapat Perbedaan/tidak
terdapat perbedaan

Keterangan :

: Variabel yang di teliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Syaamil Al-Qur’an Special For Woman. (2008). Bandung : PT Sygma


Examedia Arkanleemia

Bakta, I Made. (2006). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth.J. (2009). Patofisiologi : Buku Saku. Edisi 5. Egi,


Komara. Yudha. Jakarta : EGC

Depkes RI. (2008) Pedoman Praktik Laboratorium Kesehaatan yang


Benar. Jakarta : Departemen Kesehatan

Ganong, William F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22.


Jakarta : EGC

Gayton, Arthur C & Hall, John E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Jakarta : EGC

Hoffbrand, A. V. (2005). Kapita Selecta Hematologi. Edisi 4. Jakarta : EGC

Kasjono, Heru Subaris Yasril. (2009). Teknik Sampling Untuk Penelitian


Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan.


Jakarta : EGC

Mengko, Richard. (2013).Instrumentasi Laboratorium Klinik . Bandung :


ITB

Pearce, Evelyn.C. (2014). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Sri,


Yuliani. Handoyo. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Price, Sylvia Anderson. & Wilson, Lorraine McCarty (2006).Patofisiologi :


Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Huriawati,
Hartanto. Jakarta : EGC

Rubenstein, David (2005). Lecture Notes : Kedokteran Klinik. Edisi 6.


Safitri, Amalia. Jakarta : Erlangga

Sacher, Ronald.A. & McPherson, Richard.A. (2004).Tinjauan Klinis Hasil


Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Dewi, Wulandari. Jakarta : EGC

34
35

Scanlon, Valerie C. (2006). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisi 3.


Jakarta : EGC

Sherwood, Lauralee. (2014).Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi


6. Brahm, U. Nella, Yesdelita. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai