Shopping Addiction
Pembimbing :
dr. Agustina Sjenny, Sp.KJ
Disusun oleh :
Elsa Karina Sari Arif Rukun, S.Ked (21804101027)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih karunia-Nya penulis dapat menyusun referat yang berjudul “Shopping
Addiction”. Penulis berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan dan dipahami
baik oleh penulis maupun pembaca serta dapat memberikan dampak positif dalam
memberikan pelayan terbaik dalam kesehatan. Segala kritikan dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran yang
dibahas dalam makalah ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, khususnya kepada dosen
pembimbing, dr. Agustina Sjenny, Sp.KJ yang telah memberikan waktu, tenaga
dan ilmu kepada penulis, serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan
referat ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
Kesimpulan .............................................................................................................................. 7
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Addiction
2.1.1 Definisi
Addiction merupakan pola perilaku yang dapat meningkatkan resiko
penyakit dan masalah personal serta sosial. Perilaku adiktif biasanya
dialamai secara subjektif sebagai “loss of control” dimana sudah ada
usaha untuk menghentikan tetapi perilaku terus muncul (Hamanda, 2008).
Terdapat tiga persepsi tentang adiktif, yaitu perilaku tidak bermoral,
sebagai penyakit, dan perilaku maladaptif. Perilaku tidak bermoral yang
dimaksudkan yaitu suatu bentuk penolakan untuk menerima kode etik atau
moral (Hamanda, 2008).
Persepsi adiktif sebagai penyakit mempertahankan pernyataan akibat
alcoholic dan para pecandu adalah korban dari suatu penyakit. Sedangkan,
adiktif sebagai perilaku maladaptif diliat dari anggapan bahwa adiktif
bukan suatu dosa atau penyakit melainkan suatu masalah perilaku yang
dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, sosial, dan kognitif.
Beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa addiction
merupakan suatu perilaku kecanduan yang sangat merugikan pagi para
pelaku karena memicu berbagai resiko buruk untuk diri sendiri dan
keluarga.
2.1.2 Ciri-ciri
Menurut Diclemente, terdapat beberapa ciri-ciri perilaku adiktif yaitu
pola perilaku yang tidak terkontrol, ketidak mampuan untuk menghentika
perilaku, keinginan untuk meminimalisir perilaku, frekuensi perilaku
meningkat karena muncul rasa tidak puas, terdapat konsekuensi akibat dari
perilaku, terjadi self destructive terus menerus, perilaku digunakan sebagai
strategi coping, dan perubahan mood.
2.1.3 Sudut pandang Adiktif
Affect defense
Adiktif sebagai affect defense dilihat dari perspektif psikoanalisa
yang berkaitan dengan kepribadian, kecemasan, dan mekanisme
pertahanan.
5
1) Kepribadian
Menurut Thombs, perilaku manusia terbentuk dari
tiga subsistem yaitu id, ego, dan superego. Id merupakan
sumber asli dari sebuah kepribadian dan banyak terdiri dari
dorongan insting yang bekerja melalui adanya tingkat
ketegangan yang tinggi sehingga menimbulkan reaksi untuk
mengurangi ketegangan secepatnya kembali ke tingkat
rendah yang nyaman. Tujuan dari Id adalah menghindari
rasa sakit dan meningkatkan kesenangan.
Ego digunakan untuk memenuhi kebutuhan dengan
dunia luar sebagi bentuk mempertahankan hidup seperti
mencari makan dan tempat tinggal. Ego digunakan untuk
membedakan kebutuhan yang subjektif dari pikiran dan
sumber yang tersedia. Tujuan dari ego yaitu menahan
pleasure principle sampai dengan waktu yang tepat,
sehingga bisa disebut ego merupakan perantara Id dengan
kenyataan dunia luar.
Superego, yaitu komponen moral dari kepribadian
yang muncul dari pembelajaran akan moral dan
kepercayaan sosial.
2) Kecemasan
Kecemasan memegang peranan penting dalam teori
psikoanalisa yang bertujuan memberi peringatan kepada
individu bahwa akan adanya bahaya. Kecemasan bisa
menjadi sinyal untuk ego melakukan tugasnya untuk
menguirangi ancaman. Apabila ego tidak dapat menghadapi
kecemasan dengan cara rasional, maka timbulah
mekanisme pertahanan yang muncul pada tingkat ketidak
sadaran (Thombs, 2006).
Addiction to feelings
Beberapa macam emosi positif yang dikehendaki oleh individu
yaitu ketenangan, kesenangan, fantasi. Setiap individu akan
melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan emosi positif
6
dan menghilangkan ketidaknyamanan dan kecemasan yang
dialami.
7
2.4 Etiologi Shopping Addiction
Beberapa hal yang sering menjadi penyebab shopping addiction sebagaian
besar terjadi di lingkungan seperti pekerjaan, keluarga, pasangan, dan pajak.
Menurut O’Connor, pengaruh sosial sangat mempengaruhi psikologis dan sikap
berbelanja individu untuk menjadi shopaholic.
Belanja merupakan gejala dan emosi merupakan pemicu. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa beberapa shopaholic memiliki kepercayaan yang rendah,
tingkat berkhayal yang tinggi dan tingkat depresi, kecemasan serta obsesi yang
tinggi.
2.5 Siklus Shopping Addiction
Menurut Edward, terdapat siklus yang menjadi shopping addiction disebut
spending cycle.
Inti penyebab shopping addiction adalah self esteem yang rendah dan perasaan
incompleteness. Aktivitas berbelanja itu diartikan sebagai perasaan bahagia, dan
kekuatan yang secara langsung memuaskan perasaan individu. Efek setelahnya,
seperti rasa bersalah akan mendorong mengulangi perilaku yang sama untuk
mendapatkan emosi sesaat saat berbelanja.
2.6 Tipe Shopping Addiction
Flashy : belanja barang paling mempesona untuk mengesankan orang lain
Bargain hunters : belanja barang yang tidak dibutuhkan hanya karena
barang tersebut dijual (tawar-menawar).
8
Compulsion-shopping addict : membeli barang karena tidak merasa puas
akan barang yang sudah dibeli.
Trophy hunters : rajin berbelanja barang yang sempurna dan terbaik.
Collectors : berbelanja barang dengan beberapa versi dalam satu macam.
Bulimic Shopper : berbelanja kemudian dikembalikan
2.7 Motivasi Shopping Addiction
Motif berbelanja yang didasari oleh sudut pandang hedonis atau segala sesuatu
yang dipandang dari segi materi dapat mendorong indivisu untuk menjadi
shopping addiction. Berikut motivasi berbelanja hedonis.
2.7.1 Adventure Shopping
Berbelanja untuk petualangan, membangkitkan semangat, dan menjadi
diri sendiri.
2.7.2 Social Shopping
Berbelanja dengan teman atau keluarga, berbelanja untuk bergaul,
berbelanja dengan orang lain untuk mengeratkan ikatan persahabatan.
2.7.3 Gratification Shopping
Berbelanja untuk mengindari stres, memanjakan diri, dan berbelanja
sesuai mood.
2.7.4 Idea Shopping
Berbelanja untuk mengikuti trend dan untuk melihat produk terbaru.
2.7.5 Role Shopping
Berbelanja dengan tujuan agar orang lain bahagia, dan mencari hadiah.
2.7.6 Value Shopping
Berbelanja ketika ada diskon, dan tawar menawar harga.
9
BAB III
PENUTUP
10
DAFTAR PUSTAKA
Consumer Affairs.
Communication.
11
Pavlou, P. A. (2003). Consumer Acceptance of Electronic Commerce-
Integrating Trust and Risk With The Technology Acceptance Model. International
Studies.
Pustekkom Depdiknas.
12