Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan

perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka

kematiannya yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan

umum yang lemah, status social ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,

keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut

serta dalam menentukan prognosis penderita. (Rasjidi, Imam, 2009)

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks

merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan

berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum. Penyakit ini banyak

terdapat pada wanita Amerika Latin, Afrika, dan negara-negara berkembang

lainnya di Asia, termasuk Indonesia. (Kemenkes, 2016)

Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan

ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker

serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari

Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. Menurut perkiraan

Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru kanker serviks

berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu

kasus kanker serviks. (Depkes, 2016)

Oleh karena itu, para tenaga medis di Indonesia diharapkan mampu mengenali

secara komprehensif penanganan kanker serviks dan deteksi dini, untuk

mengurangi kejadian kanker serviks di Indonesia.


2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penjelasan tentang kanker serviks, dimulai dari definisi,

anatomi & histologi, patofisiologi, diagnosis, klasifikasi, dan tatalaksana

kanker serviks?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui penjelasan tentang kanker serviks, dimulai dari definisi,

anatomi & histologi, patofisiologi, diagnosis, klasifikasi, dan tatalaksana

kanker serviks

1.4. Manfaat

Referat ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Menambah wawasan mengenai penyakit kanker serviks

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu kandungan agar memahami kasus

kanker serviks secara komprehensif


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi & Histologi

Serviks atau leher rahim adalah bagian dari organ reproduksi wanita yang

terletak sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang

ke bawah hingga bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan yang

disebut lubang serviks sebagai pembatas antara rahim dengan vagina. Serviks

berbentuk silinder, terbuat dari tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan halus,

lembab dan tebalnya sekitar 1 inchi. Terdapat dua bagian utama dari serviks, yaitu

ektoserviks dan endoserviks (Langhorne, et al., 2007).

Gambar 2.1 Anatomi Serviks

Pada serviks terdapat zona transformasi (transformation zone), yaitu: area

terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks.

Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan


4

uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari

segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong

serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan

vagina dan memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik melalui

rute parametrial, kardinal, dan uterosakral (Tortora & Derrickson, 2009).

Gambar 2.2 Histologi Serviks

Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks

disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ). Epitel serviks

mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak lahir hingga usia

lanjut. Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga berbeda pada

perkembangannya (Junqueira, et al., 2007).


5

2.2 Patofisiologi

Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang paling sering dijumpai pada

penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses terjadinya kanker.

Terdapat sekitar 130 tipe HPV yang telah berhasil diidentifikasi dan lebih dari 40

tipe HPV dapat menginfeksi area genital laki-laki dan perempuan, mulut, serta

tenggorokan. Virus ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual. Varian

yang sangat berbahayadari virus ini adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56.

(Setiawati, 2014)

HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit (epidermis) dan membran

mukosa manusia, seperti mukosa oral, esofagus, laring, trakea, konjungtiva,

genital, dan anus. HPV tidak pernah menginfeksi mukosa saluran cerna. Virus ini

terutama ditularkan melalui hubungan seksual termasuk oral sex, anal sex, dan

hand sex. Virus menular melalui kontak langsung dengan lesi yang telah

terinfeksi. Masa inkubasi HPV 3-4 bulan (bervariasi 1 bulan hingga 2 tahun).

HPV membelah berkali- kali bila respon imun rendah, misalnya pada kasus HIV,

merokok, hamil, dan malnutrisi. HPV tidak dapat disembuhkan, individu yang

terinfeksi akan selalu membawa virus.

Kanker mulut rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker

yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang

menyerang leher rahim. HPV berperan dalam menyebabkan terjadinya kanker

serviks tetapi bukan satusatunya penyebab terjadinya kanker serviks. HPV tipe 16

dan 18 menyebabkan 68% keganasan tipe skuamosa dan 83% tipe

adenokarsinoma. (Setiawati, 2014)


6

2.2.1 Patogenesis molekuler kanker serviks

Keadaan pasien imunokompeten yang terinfeksi virus HPV biasanya tidak

timbul gejala apapun. Namun hal tersebut menjadi kontroversial apakah virus

tersebut benar-benar dihilangkan oleh reaksi imun penderita atau tersembunyi

sehingga tidak terdeteksi dengan pengambilan sampel dan pendekatan analitik.

Pada sebagian pasien, infeksi HPV bertahan dan menyebabkan lesi yang

terdeteksi secara klinis yang dapat berkembang menjadi kanker yang invasif

dalam periode waktu yang lama, biasanya ditemukan dalam jangka waktu tahunan

hingga dekade.

2.2.2 Siklus Infeksi HPV

HPV memiliki kecenderungan untuk menginfeksi sel epitel serviks yang

dikelompokkan menjadi non-differentiated basal monolayer dan suprabasal

differentiated non-proliferating epidermis. Lapisan basal berada di atas membran

basement, di bawahnya adalah lapisan stroma serviks. Sel basal yang belum

matang bergerak ke atas melalui lapisan epidermal di mana sel basal tersebut

dilepaskan sebagai bagian dari proses alami pematangan epitel. Mikroabrasi

traumatis, seperti yang terjadi selama hubungan seksual, mengekspos sel-sel

lapisan basal naif terhadap HPV.

Entri sel belum dipahami secara pasti, namun diyakini migrasi sel yang

terjadi didasari oleh mediasi sel dengan reseptor. Beberapa penelitian menjelaskan

bahwa heparin sulfat adalah molekul yang terlibat dalam proses ini. Replikasi

HPV 16, dan 17 juga bergantung pada hal tersebut dan menggunakan mesin

replikasi normal sel-sel serviks yang akhirnya dirusak oleh protein virus E1 dan

E2. Sel-sel basal yang terinfeksi HPV terus membelah dan masing-masing
7

membentuk dua sel anak yang mengandung bahan genom virus. Satu sel pasangan

tetap dalam lapisan basal dan mempertahankan kapasitas pembagi, oleh karena itu

bertindak sebagai repositori untuk replikasi virus, yang membutuhkan

pembelahan sel aktif untuk mempertahankan siklus hidupnya. Sel anak lainnya

berlanjut ke atas melalui lapisan suprabasal, di mana sel tersebut akan

berdiferensiasi dan akhirnya terlepas dari permukaan epitel. Untuk memastikan

bahwa sel-sel serviks dipertahankan dalam keadaan pertumbuhan dan pembelahan

konstan, protein awal HPV diekspresikan, yang akan merangsang dan

menyebarkan pertumbuhan sel melalui aksi gen E5, E6, dan E7.

Setelah diferensiasi sel pada lapisan suprabasal, genom virus direplikasi

menjadi 10.000 atau lebih/sel, dan gen virus E4, L1 dan L2 akan terstimulasi.

Protein L1 (utama) dan L2 (minor) membentuk struktur kapsid di sekitar bahan

genom virus. Setelah perakitan ini selesai di dalam sel, partikel virus matang

dilepaskan dari sel epitel selama terminal shedding dari permukaan epitel.

Dikemukakan bahwa protein virus E4 memfasilitasi pelepasan dan penyebaran

HPV dari keratinosit dengan meruntuhkan filamen keratin di dalam sel squamous

yang akan mati.

E1 dan E2 merupakan protein yang diekspresikan sejak awal oleh virus HPV

setelah mencapai entri sel, Gen E1 dan E2 mengaktifkan replikasi virus melalui

interaksi dengan gen original HPV yang berguna untuk replikasi. Virus HPV

mengekspresikan beberapa protein yang memiliki berbagai macam fungsi dalam

proses infeksi HPV (Tabel 2.1)


8

Tabel 2.1 Fungsi protein HPV

Protein Fungsi
Replikasi virus
Autoregulasi fungsi dari E1 dan E2
E1 dan E2 oleh E2
Represi ekspresi E6 dan E7 oleh E2
Inhibisi apoptosis
E5 Disregulasi sel imun
Degradasi p53
Inhibisi Apoptosis
Perkembangan siklus sel
E6 Transformasi sel
Disregulasi sel imun
Inhibisi pRb
Perkembangan siklus sel
E7 Transformasi sel
Disregulasi sel imun
E4 Memfasilitasi pengeluaran virus yang
sudah matang dari sel induk
Sintesis capsid virus
L1 dan L2 Antigenisitas

2.3 Diagnosis

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa

anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologik, termasuk evaluasi kelenjar getah

bening, pemeriksaan panggul dan pemeriksaan rektal. Tanda-tanda dini kanker

serviks mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda-tanda dini yang tidak spesifik

seperti:

1. Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Sekret vagina

yang agak berlebihan kadang-kadang disertai dengan bercak

perdarahan. Sekret ini semakin lama akan semakin berbau busuk

akibat infeksi dan nekrosis jaringan.


9

2. Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam (post

coital, perdarahan di luar haid). Ditemukan pada 78-80% penderita

kanker serviks. Pendarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh

darah semakin lama akan lebih sering terjadi meskipun tanpa kontak.

Hal ini biasa terjadi pada tingkat klinik lebih lanjut (II atau III)

terutama pada tumor yang bersifat eksofilik.

3. Gejala lain biasanya timbul akibat metastase jauh. Seperti gagal ginjal

kronis (GGK) akibat metastase ke ureter dan menyebabkan obstruksi

total, nyeri pinggang dan pinggul, sering berkemih, nyeri BAK atau

BAB. Gejala penyakit yang residif berupa nyeri pinggang, edema

tungkai unilateral, dan obstruksi ureter.

Tes Pap pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. Lima

puluh persen pasien baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes Pap.

Tes Pap direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual

atau setelah menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan tes Pap tiap tahun,

interval pemeriksaan dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi

kelompok perempuan yang beresiko tinggi (infeksi hPV, HIV, kehidupan

seksual yang beresiko) dianjurkan pemeriksaan tes Pap setiap tahun.

Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan biopsy serviks. Terdapat

beberapa klasifikasi lesi prakanker hingga karsinoma invasif. 2


10

a. Atypical squamous cells (ASC)

1. Atypical Squamous cells of undetermined significance (ASC-

US)

Besarnya nukleus normal pada sel squamos sekitar 35 μm2. Hal ini

di gunakan untuk perbandingan terhadap nuklei atypical squamous

cells. Biasanya terlihat nuklei 2,5-3 kali lebih besar dari nuklei normal.

Nukleus biasanya ireguler, nukleus hiperkromasia tidak terlihat di

cahaya, kromatin granular dan kadang terurai. 3

Gambar 2.3 Sel Squamos dengan pembesaran nukleus, hiperkromasia, tapi


ada beberapa kromatin terurai. 3

2. Atypical squamous cells, cannot exclude high-grade squamous

intraepithelial lesion (ASC-H)

Gambaran sel kecil (atypical immature squamous metaplasia), sel

squamos immatur dengan rasio nukleus-sitoplasma tinggi tapi ringan

hingga sedang nukleus atypia (abnormalitas sel). Biasanya ditandai

dengan potongan kecil atau sel tunggal, besar nukleus 1,5-2,5 kali
11

dibanding sel normal, membran nukleus ireguler, kromatin granular

dan kadang terurai, dan nukleoli kadang samar atau tidak terlihat. 3

Gambar 2.4 Sel endoserviks dengan pembesaran nukleus, kromatin baik,


bentuk nukleus reguler, dan nukleoli jelas menyusun pada gambaran
glandular. 3

b. Squamous intraepithelial lesions

1. Low-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL)

LSIL memperlihatkan sel squamos dengan displasia atau

koilositosis disebabkan oleh infeksi Human papiloma virus (HPV).

Kebanyakan LSIL menggambarkan sebuah infeksi HPV sementara

yang pada umumnya berkurang dalam 1-2 tahun. Kurang dari 2%

LSIL akan berubah menjadi kanker serviks invasif jika tidak di terapi.

Gambarannya adalah satu demi satu sel squamos matur dengan batas

sel yang jelas, rasio nukleus-sitoplasma sedikit bertambah, nukleus

membesar >3 kali dari pada normal, besar dan bentuk nukleus

bervariasi, hiperkromasia bervariasi, binukleus atau multinukleus

mungkin dapat ditemukan, dan koilositosis. 3


12

Gambar 2.4 sel squamos dengan sedikit peningkatan rasio nukleus-


sitoplasma, kromatin sedikit kasar, nukleus ireguler dan hiperkromatik,
kavitasi perinuklear. 3

Gamba r 2.5 Low-Grade Lession, meluas sampai kanal endoserviks

2. High-grade squamous intraepithelial lesions (HSIL)

HSIL menggambarkan sel squamos dengan displasia sedang,

displasia berat dan karsinoma in situ. Kebanyakan HSIL disebabkan

oleh infeksi HPV yang menetap. 1,4% HSIL akan berkembang


13

menjadi kanker serviks sel squamos jika tidak di tangani. Gambaran

HSIL adalah hanya terjadi sedikit, sel lebih kecil dari pada sel LSIL,

meningkatnya rasio nukleus-sitoplasma, bentuk nukleus ireguler,

hiperkromasia. 3

Gambar 2.6 sel kecil dalam jumlah sedikit dengan peningkatan rasio
nukleus-sitoplasma, bentuk nukleus ireguler, hiperkromasia, dan nukleoli
tidak terlihat. 3

Gambar 2.7 High-Grade lesion dengan vascular punctuation dan mosaic


pattern
14

3. Squamous cell carcinoma

Karsinoma sel squamos menggambarkan sel ganas dengan

perubahan sel squamos. Umumnya pada wanita umur antara 40-55

tahun, lebih lama 10 tahun di banding lesi intraepitelial. Gambaran

karsinoma sel squamos adalah sel tunggal atau kumpulan kecil

dengan berbagai macam ukuran dan bentuk, sel berbentuk

gelendong dapat terlihat dengan sitoplasma kekuningan dan

terkadang sel mempunyai sitoplasma lebih besar berbentuk seperti

cebong atau sel fiber, Perubahan keratosis, nuklei dengan berbagai

bentuk dan ukuran, membran ireguler, hiperkromasia. 3

Gambar 2.6 sel tunggal atau dalam kumpulan kecil dengan berbagai
macam ukuran dan bentuk, sel berbentuk gelendong dapat terlihat dengan
sitoplasma kekuningan, Perubahan keratosis, nuklei dengan berbagai
bentuk dan ukuran, membran ireguler, hiperkromasia. 3
15

Gambar 2.7 Kanker serviks invasif pada pasien 23 tahun yang menderita
HIV
2.2.1 Tatalaksana

Terapi NIS dengan destruksi lokal. Beberapa metode terapi destruksi

lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2, elektrokauter,

elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi

lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian

pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel

skuamosa yang baru. 3,7

a. Krioterapi

Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan

metode pembekuan atau freezing hingga sekurang-kurangnya -20oC

selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas

N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi dengan mekanisme: (1)
16

sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit

dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid

protein; (4) status umum sistem mikrovaskular. 3,7

b. Elektrokauter

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi

dengan melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker

pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke

laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara

histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi

lanjutan. 3,7

c. Diatermi Elektrokoagulasi

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan

efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan

dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan

jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat

dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas. 3,7

d. Laser

Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation),

suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran

gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar

laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis

yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu

penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap

karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami


17

nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau

sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.


18

BAB III

PENUTUP
19

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, 2015. Diagnosis and Treatment Osteoarthtritis. Fakultas kedokteran,

Universitas Lampung

Argen Nidel, Dkk. 2018. Atlas Of Osteoarhtritis. Springer Healthcare. London

Arshraf, 2019. Knee Osteoarthritis: A Review of Literature. Austin

Publishing Group. Arab

Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta:
Widya Medika.
Center for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. Osteoarthritis.

https://www.cdc.gov/arthritis/basics/osteoarthritis.htm. pada tanggal 28

agustus 2019 diakses pada pukul 20:00

International Association for the Study of Pain. 2019. Global Years of

Musculoskeletal Pain.

Jong, De dan Sjamsuhidajat. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-4. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran.

Keith, 2012. Osteoarthritis : Diagnosis and Treatment. Middlesex Hospital,

Middletown

Kohn M.D., Sasson A.A., dan Fernando N.D. 2016. Classification in Brief:

Kellgren-Lawrence Classification of Osteoarthritis. Clinical Orthop Relatand

Res. University of Washington: USA. ed 474, vol 8, hal 1886-1893.


20

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Rekomendasi IRA untuk Diagnosis

dan Penatalaksanaan Osteoartritis. Divisi Reumatologi Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI/RSCM; Jakarta.

Riardi; 2009; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V; Jakarta; Interna

Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Penyakit Tidak Menular:

Sendi/Rematik/Encok. 94-9

Soeroso Joewono, Harry Isbagio, Handono Kalim, Rawan Broto, Riardi

Pramudiyo. 2006. Edisi V. Jilid 2 Osteoartritis. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. FK-UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai