Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KIMIA KLINIK III

“PEMERIKSAAN LABORATORIUM GANGGUAN FUNGSI GINJAL”

OLEH: KELOMPOK IV

 ERIN SYAHRANI AR (P00341017062)


 ISPAN AL-IBRAHIM (P00341017072)
 MUH. RAMADHAN (P00341017080)
 SITI NUR KHOLIFAH (P00341017092)
 SITTI MASYITHA (P00341017093)
 SRI MULYA ELNI NANINGSIH (P00341017094)
 SRI RAHAYU PUSPITA (P00341017095)
 SUCI RAHMAWATI (P00341017097)
 VERMI (P00341017098)
 WILDAYANTI (P00341017099)
 YOLANDA APRILLIA OLELEJAP (P00341017100)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat,
rahmat serta kasih setia yang dianugrahkan-Nya kepada kita semua khususnya
pada penyusun yang telah menyelesaikan tugas makalah tentang “Pemeriksaan
Laboratorium Gangguan Fungsi Ginjal” yang telah di selesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya.

Penyusun juga berterima kasih kepada dosen pembimbing sekaligus


orangtua kami saat berada di kampus, Ibu Sarimusrifah, SST. yang telah
meluangkan waktu serta membagikan ilmu pengalaman untuk makalah ini.
Penyusun juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini. Penyusun menyadari dalam menyusun materi yang telah
kami sajikan ini masih jauh dari sempurna, dimana banyak kekurangan dan perlu
perbaikan. Untuk itu penyusun sangat mnegharapkan saran dan kritik yag
membangun dari pembaca.

Demikian makalah ini disusun semoga dapat digunakan sebagaimana


mestinya dan memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Kendari, 10 Oktober 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerusakan ginjal didefinisikan sebagai suatu kelainan struktur atau fungsi
ginjal, yang awalnya terjadi tanpa perubahan glomeruluslaju filtrasi (GFR),
menyebabkan penurunan fungsi ginjal, yang dapat mengarah pada
pengembangan penyakit ginjal kronis (CKD).
Gagal ginjal diklasifikasikan menjadi dua yaitu kronik dan akut.Gangguan
ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan
cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya
ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia
(peningkatan konsentrasi BUN).Sedangkan Gangguan ginjal kronik (GGK)
merupakan kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
racun dan produk sisa darah, yang ditandai adanya protein dalam urin dan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung selama lebih dari
tiga bulan.
Pengukuran blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk menilai
GFR rutin dilakukan, peningkatan BUN dan kreatinin serum dikenal sebagai
azotemia yang merupakan akibat dari penurunan GFR, bersama dengan
oliguria atau anuria yang merupakan gambaran dari gagal ginjal.
Glomerular filtration rate (GFR) merupakan indeks terbaik untuk
menentukan fungsi ginjal. Penurunan GFR atau GFR yang rendah adalah
indeks yang digunakan pada penyakit ginjal kronik.
Pengukuran inulin klirens digunakan secara luas sebagai baku emas (gold
standard) pengukuran GFR.Pemeriksaan fungsi ginjal dengan klirens kreatinin
memerlukan bahanpemeriksaan berupa serum/plasma, urin yangditampung
selama 12 jam/24 jam. Penanda baru yang saat ini mulai diperkenalkan adalah
cystatin C.Cystatin C merupakan zat yang diproduksi oleh sel tubuh secara
tetap, difiltrasi melalui glomerulus, tidak disekresi oleh tubuli ginjal. Zat ini
tidak dipengaruhi oleh makanan, usia, massa otot serta luas permukaan badan,
sehingga diperkirakan dapat menjadi alternatif baru sebagai penanda uji fungsi
ginjal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ginjal?
2. Jelaskan fungsi ginjal dan jenis-jenis gangguan fungsi ginjal?
3. Bagaimana pemeriksaan laboratorium gangguan fungsi ginjal?
4. Apa contoh soal kasus dan pembahasan jawaban dari pemeriksaan
laboratorium fungsi ginjal?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ginjal
2. Untuk mengetahui fungsi ginjal dan jenis-jenis gangguan fungsi ginjal
3. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium gangguan fungsi ginjal
4. Untuk mengetahui contoh soal kasus dan pembahasan jawaban dari
pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang
terletak saling bersebelahan dengan vertebra di bagian posterior inferior tubuh
manusia yang normal. Setiap ginjal mempunyai berat hampir 115 gram dan
mengandungi unit penapisnya yang dikenali sebagai nefron. Nefron terdiri
dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus berfungsi sebagai alat penyaring
manakala tubulus adalah struktur yang mirip dengan tuba yang berikatan
dengan glomerulus. Ginjal berhubungan dengan kandung kemih melalui tuba
yang dikenali sebagai ureter. Urin disimpan di dalam kandung kemih sebelum
ia dikeluarkan ketika berkemih.Uretra menghubungkan kandung kemih
dengan persekitaran luar tubuh (Pranay,2010)
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat
sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin
sebanyak 1-2 liter/hari. Selain itu, fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas
normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus(Guyton dan Hall, 2007).

2.2 Fungsi Ginjal Dan Jenis-Jenis Gangguan Fungsi Ginjal


Fungsi ginjal adalah:
1. Pembuangan Non-protein Nitrogen Compound (NPN)
Fungsi ekskresi NPN ini merupakan fungsi utama ginjal. NPN adalah sisa
hasil metabolisme tubuh dari asam nukleat, asam amino, dan protein. Tiga
zat hasil ekskresinya yaitu urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Pengaturan Keseimbangan Air
Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air tubuh diregulasi oleh ADH
(Anti-diuretik Hormon). ADH akan bereaksi pada perubahan osmolalitas
dan volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma atau
penurunan volume cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh
hipotalamus posterior, selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas
tubulus kontortus distalis dan duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi
meningkat dan urin menjadi lebih pekat. Pada keadaan haus, ADH akan
disekresikan untuk meningkatkan reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi,
tubulus ginjal akan memaksimalkan reabsorpsi air sehingga dihasilkan
sedikit urin dan sangat pekat dengan osmolalitas mencapai 1200
mOsmol/L. Pada keadaan cairan berlebihan akan dihasilkan banyak urin
dan encer dengan osmolalitas menurun sampai dengan 50 mOsmol/L.
3. Pengaturan Keseimbangan Elektrolit
Beberapa elektrolit yang diatur keseim- bangannya antara lain natrium,
kalium, klorida, fosfat, kalsium, dan magnesium.
4. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Setiap hari banyak diproduksi sisa metabolisme tubuh bersifat asam
seperti asam karbonat, asam laktat, keton, dan lainnya harus diekskresikan.
Ginjal mengatur keseimbangan asam basa melalui pengaturan ion
bikarbonat, dan pem- buangan sisa metabolisme yang bersifat asam.
5. Fungsi Endokrin Ginjal juga berfungsi sebagai organ endokrin. Ginjal
mensintesis renin, eritropoietin, 1,25 dihydroxy vitamin D3, dan
prostaglandin.

Jenis-jenis gangguan fungsi ginjal:

1. Batu Ginjal
Batu ginjal merupakan salah satu penyakit pada ginjal dikarenakan
adanya endapan asam urat dan juga garam kalium di bagian dalam ginjal
yang selanjutnya akan mengalami proses pembentukan kalsium karbonat
sehingga akan membuat aliran urine menjadi terhambat dan bisa membuat
rasa nyeri.
Gejala yang biasa dirasakan ialah munculnya rasa sakit ketika anda
sedang buang air kecil (kencing) dan juga urine akan menjadi sulit untuk
keluar dari bagian tubuh. Cara tepat untuk mencegahnya ialah dengan
tidak membiasakan diri menahan kencing dalam waktu yang lama dan
sering – seringlah minum air. Sedangkan cara mengobatinya ialah dengan
memusnahkannya menggunakan sinar laser (alat medis).
2. Uremia
Uremia merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan karena
adanya timbunan urea di bagian dalam darah sehingga bisa menyebabkan
keracunan. Penyakit ini bisa dikatakan akibat dari penyakit gagal ginjal
yang bisa menimbulkan urea menjadi tidak bisa dikeluarkan dari dalam
tubuh dan kemudian akan menumpuk di bagian dalam darah.
Penyebab terjadinya uremia antara lain dikarenakan terlalu banyak
obat-obatan, protein, gangguan yang terjadi pada aliran kemih dan juga
tekanan darah rendah. Gejala yang bisa dirasakan meliputi perubahan
mental, kelainan jantung, kram otot, kelainan endokrin, penurunan berat
badan, koagulopatmual, anoreksida, asidosis, muntah, mual, anemia, dan
cepat lelah. Cara mengobatinya ialah dengan cara melakukan proses
dialisis yang digunakan untuk mengurangi kadar urea.
3. Pyelonephritis
Pyelonephritis merupakan salah satu penyakit karena terjadinya
peradangan terhadap jaringan ginjal dan juga pelvis. Pyelonephritis
diakibatkan karena bakteri dan bisa menjadi penyakit kronis. Penyakit ini
bisa saja mengalami penyebaran sampai ke bagian utama dari ginjal dan
selanjutnya mengakibatkan gagal ginjal.
Gejala yang sering dirasakan ialah sakit ketika buang air kecil
(kencing), demam, dan juga jantung berdetak lebih kencang. Cara
mengobatinya yakni dengan melakukan pemberian antibiotik, namu harus
sesuai dengan aturan yang ada.
4. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan salah satu kelainan karena ginjal tidak bisa
menjalankan fungsinya secara norma sebagai alat untuk menyaring darah.
Gagal ginjal bisa sangat membahayakan dan bisa mengakibatkan
kematian. Ginjal tidak bisa membuang zat-zat yang tidak diperlukan dari
tubuh. Pada akhirnya zat-zat tersebut akan menumpuk semakin banyak di
bagian dalam darah dan juga bisa meracuni tubuh.
Penyebab utama dari gagal ginjal ialah terjadinya kerusakan nefron
yang bisa diakibatkan oleh kadar obat-obatanyang terlalu berlebihan.
Kelainan ini sulit dan bahkan tidak bisa untuk disembuhkan. Solusinya
adalah hanya melakukan cuci darah secara rutin dan juga teratur agar bisa
mengurangi kadar racun yang ada di bagian dalam darah. Cara lainnya
ialah dengan melakukan operasi cangkok ginjal sehingga bisa digunakan
untuk menggantikan ginjal yang sudah rusak.
5. Nefritis
Nefritis merupakan salah satu penyakit karena adanya kerusakan
pada bagian glomerulus ginjal yang disebabkan oleh suatu reaksi alergi
racun yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus. Pada saat bagian
tersebut rusak, maka glomerulus tidak bisa berjalan dengan baik.
Selanjutnya suatu molekul besar seperti halnya protein akan bisa
masuk ke bagian dalam glomerulus dan tidak bisa keluar sehingga bisa
mengakibatkan suatu pembengkakan yang terjadi pada kaki karena
adanya penimbunan urea. Solusinya ialah dengan melakukan cangkok
ginjal ataupun melakukan cuci darah hingga memperoleh donor ginjal.
6. Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik merupakan kelainan karena keluar protein dari
dalam tubuh dengan jumlah yang besar melewati urine. Hal tersebut akan
mengakibatkan kekurangan kadar protein di bagian dalam darah sehingga
bisa memunculkan penyakit lainnya meliputi tekanan darah tinggi,
malnutrisi, kolesterol tinggi, penggumpalan darah, dan juga gagal ginjal.
Gejala yang dirasakan ialah terjadi pembengkakan pada area mata,
kaki, dan pergelangan kaki kemudian urine akan menimbulkan busa. Cara
mengobatinya ialah dengan melakukan penyembuhan terlebih dahulu
terhadap penyakit yang mengakibatkan timbulnya sindrom ini.
7. Glomerulonephritis
Glomerulonephritis merupakan penyakit karena ditemukannya
darah dan juga protein di bagian dalam urine yang disebabkan oleh
terjadinya suatu kerusakan pada bagian glomerulus. Kerusakan tersebut
disebabkan oleh bakteri streptococcal. Bakteri tersebut akan menyerang
ketika kondisi daya tahan tubuh mengalami penurunan.
Selanjutnya bakteri itu akan menyerang bagian glomerulus
sehingga bisa terjadi suatu peradangan. Gejala ialah dengan adanya darah
pada urin, terjadi pembengkakan pada bagian jaringan tubuh, serta adanya
protein berlebih pada urin. Penyakit ini bisa sembuh sendiri tanpa adanya
pengobatan.
8. Anuria
Anuria merupakan penyakit karena gagalnya ginjal pada saat
melakukan produksi urine. Penyebabnya ialah kurang adanya tekanan saat
proses filtrasi pada darah atau pun adanya peradangan di bagian
glomerulus. Kurangnya suatu tekanan mengakibatkan darah menjadi tidak
bisa masuk ke bagian glomerulus, pada akhirnya proses filtrasi tidak akan
terjadi.
Ciri-ciri penyakit ini ialah produksi urin dalam 1 harinya jumlah
kurang dari 100 mililiter. Cara mengobatinya bisa dilakukan berdasarkan
penyebabnya. Proses pengobatan akan lebih mudah apabila diakibatkan
oleh kurang adanya tekanan. Solusinya dengan memasukkan alat bantu ke
bagian saluran urine yang arahnya menuju bagian kandung kemih.
9. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan penyakit karena adanya zat glukosa di
bagian dalam urine. Penyebabnya ialah karena kurangnya hormon insulin
dan pada akhirnya nefron tidak bisa melakukan aktivitas absorpsi glukosa
sehingga akan menjadi terbuang bersama dengan urine.
Diabetes melitus kebanyakan sulit untuk disembuhkan, tetapi bisa
dikontrol dengan cara mengurangi konsumsi makanan yang kaya akan
karbohidrat, olahraga secara rutin, dan juga rajin meminum obat sesuai
dengan resep dokter.
10. Albuminuria
Albuminuria merupakan penyakit karena adanya banyak protein
albumin di bagian dalam urine. Penyebabnya ialah karena adanya
kerusakan pada bagian glomerulus dan akhirnya albumin akan bisa lolos.
Kerusakan biasanya adanya luka di bagian glomerulus.
Cara mencegahnya ialah dengan banyak makanan yang
mempunyai gizi yang seimbang dan juga banyak minum air secara rutin
berkisar 8 gelas setiap harinya. Cara mengobatinya ialah dengan cara
mencangkok ginjal.
11. Hematuria
Hematuria merupakan penyakit karena ditemukan sel darah merah
di bagian dalam urine. Penyebabnya ialah adanya suatu peradangan pada
bagian organ ginjal yang bisa muncul karena gesekan dengan batu ginjal.
Penyakit ini juga bisa diakibatkan oleh suatu kelainan pada bagian
glomerulus.
Ciri-cirinya ialah ketika sedang buang air kecil akan timbul darah
pada urine tersebut. Cara mengobatinya ialah dengan melakukan
penyembuhan terhadap penyakit yang mengakibatkannya.
12. Polisistik
Polisistik merupakan penyakit karena adanya kerusakan pada
bagian saluran ginjal yang mengakibatkan timbulnya kista di sepanjang
bagian saluran ginjal, dan akhirnya akan merusak nefron. Penyakit ini
bisa tumbuh dan berkembang menjadi penyakit gagal ginjal, terutama
pada usia sekitar empat puluh tahun ke atas. Polisistik banyak terjadi
karena faktor keturunan. Cara mengobatinya ialah dengan melakukan
diet, minum obat dan juga infus.
13. Sindrom Alport
Sindrom alport merupakan penyakit yang diakibatkan oleh faktor
genetik karena adanya perubahan pada gen di bagian tubuh. Penyakit ini
akan mengakibatkan glomelurus menjadi tidak bisa bekerja dengan baik.
Gejala yang dirasakan ialah tekanan darah tinggi, kaki dan tangan
bengkak, terdapat banyak protein pada urin, pendarahan saat
kencing,adanya gangguan pada pendengaran dan juga penglihatan. Cara
mengobatinya dengan melakukan cuci darah.
14. Kista Ginjal
Kista ginjal merupakan penyakit yang diakibatkan karena adanya
kista pada bagian ginjal. Kista yang bisa tumbuh akan membuat fungsi
ginjal menjadi terganggu. Gejalanya yakni infeksi pada saluran kemih,
ditemukan darah pada urin, sering buang air kecil, perut menjadi lebih
besar, sakit kepala dan rasa sakit pada bagian punggung.
Cara mengatasinya ialah makan makanan yang banyak terdapat
kandungan rendah garam di dalamnya, jangan sering memakan makanan
yang banyak lemak.
15. Kanker Ginjal
Kanker ginjal merupakan penyakit yang timbul pada bagian ginjal
kemudian akan mempengaruhi sistem kerja dari ginjal tersebut. Gejalanya
yakni timbulnya demam dan sembuh tanpa perawatan, cepat lelah,
turunnya berat badan secara drastis, timbulnya rasa nyeri pada bagian
tulang rusuk, ditemukan darah pada urin. Cara mengatasinya ialah dengan
melakukan operasi.

2.3 Pemeriksaan Laboratorium Gangguan Fungsi Ginjal


1. Pemeriksaan ureum
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino
yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler
dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difi ltrasi oleh
glomerulus. Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis
gagal ginjal akut. Pengukuran ureum serum dapat di- pergunakan untuk
mengevaluasi fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen,
menilai progresivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil hemodialisis.

Metode pemeriksaan ureum (BUN)


a. Pra analitik
Tidak ada persiapan khusus
b. Analitik
Prinsip pemeriksaan : ureum oleh urease di hidrolisis menjadi ammnia
dan karbondioksid. Dengan bantuan glutame dehydrogenase (GLDH)
dan NADH,ammonia bergabung dengan α-ketoglutarat(α-KG)
membentuk glutame dan NAD+. Adenosin difosfat (ADP) dipakai
untuk mengaktifkan dn menstabilkan GLDH. Reaksi diukur dengan
berkurangnya absorban pada panjang gelombang 340 nm akibat
NADH diubah menjadi NAD+

Alat:
1. Mikropipet 10 µl, 1000 µl
2. Tip biru, tip putih
3. Tabung reaksi
4. Rak tabung
5. Sentrifus
6. Perlengkapan flebotomi
7. fotometer

Bahan
1. serum
2. reagen BUN
3. reagen standar BUN

Prosedur kerja
1. disiapkan alat dan bahan
2. dibuat larutan kerja dengan cara pipet 5 ml larutan R2 kemudian
masukkan kedalam botol R1, lalu homogenkan
3. cara kerja
Blanko Standar Sampel

Serum - - 10 µl

Standar - 10 µl -

Larutan kerja
didiamkan
pada suhu 37o 1000 µl 1000 µl 1000µl
C,selama 5
menit
4. dicampur dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 detik
5. diukur panjang absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm

c. Pasca analitik
Kriteria kadar normal
Anak anak : 5-20 mg/dl
Dewasa : 5-25 mg/dl
Usia lanjut : kadar sedikit lebih tinggi dari dewasa

2. Pemeriksaan kreatinin
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatin fosfat otot,
diproduksi oleh tubuh secara konstan tergantung massa otot. Kadar
kreatinin berhubungan dengan massa otot, menggambarkan perubahan
kreatinin dan fungsi ginjal. Kadar kreatinin relatif stabil karena tidak
dipengaruhi oleh protein dari diet. Ekskresi kreatinin dalam urin dapat
diukur dengan menggunakan bahan urin yang dikumpulkan selama 24
jam.

Metode pemeriksaan kreatinin


a. Pra analitik
Tidak ada persiapan khusus
b. Analitik
Prinsip pemeriksaan : kreatinin bereaksi dengan larutan piktrat alkalis
membentuk warna kemerahan (reaksi jaffe). Warna merah yang
terbentuk sebanding dengan kadar kreatinin dalam serum dan diukur
pada panjang gelombang 510 nm.

Alat:
1. Mikropipet 10 µl, 1000 µl
2. Tip biru, tip putih,tip kuning
3. Tabung reaksi
4. Rak tabung
5. Sentrifus
6. Perlengkapan flebotomi
7. fotometer

Bahan
1. serum
2. NAOH
3. reagen standar
4. asam pirik

Prosedur kerja
1. disiapkan alat dan bahan
2. larutan NAOH diencerkan dengan aquadest, setelah itu dicampur
denga larutan piktrat
3. cara kerja
blanko standar Sampel

NAOH 1000 µl 1000 µl 1000 µl

Asam piktrat 100 µl 100 µl 100 µl

Sampel - - 100 µl

Standar - 100µl -

4. dicampur dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 detik


5. diukur panjang absorbansinya pada panjang gelombang 340 nm

c. pasca analitik
Kadar normal kreatinin pada orang dewasa adalah :
Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl.
Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl
(Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah
daripada pria)

Kadar normal kreatinin pada anak adalah

Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl.

Bayi : 0,7-1,4 mg/dl.

Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl.

Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl.

3. Pemeriksaan CCT (Clearance Creatinine)


Creatinine Clearance Atau pembersihan kreatinin. Uji fungsi
ginjal dapat ditentukan dengan tepat menggunakan sample urin yang telah
dikumpulkan setidaknya 24 jam sebelumnya. Dokter akan meminta Anda
untuk mengumpulkan urin Anda dalam wadah plastik khusus selama
sehari untuk kemudian diuji kadar kreatinin yang terdapat dalam sample
tersebut. Walaupun metode ini dirasa kurang nyaman, namun tetap
diperlukan untuk mendapatkan diagnosa beberapa kondisi ginjal.
Kreatinin adalah limbah dalam darah yang dihasilkan oleh
metabolisme otot Anda, dan sebagian kecil juga dihasilkan dari konsumsi
daging. Ginjal yang sehat akan menyaring kreatinin dan limbah lainnya
dari dalam darah Anda. Sejumlah limbah yang disaring akan dibuang
melalui urin. Kemampuan ginjal untuk menyaring kreatinin disebut laju
pembersihan kreatinin (creatinine clearance rate), membantu untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerular (GFR)—laju kecepatan darah yang
mengalir ke dalam ginjal.
Jika ginjal Anda tidak berfungsi dengan baik, kadar kreatinin akan
meningkat dan menumpuk dalam darah. Serum kreatinin mengukur kadar
kreatinin dalam darah dan memberikan Anda kalkulasi seberapa baik
ginjal Anda bekerja dengan baik dalam menyaring (GFR). Tes urin
kreatinin dapat mengukur kadar kreatinin dalam urin.
Klirens suatu zat adalah adalah volume plasma yang dibersihkan
dari zat tersebut dalam waktu tertentu. Klirens kreatinin dilaporkan dalam
mL/menit dan dapat dikoreksi dengan luas permukaan tubuh. Klirens
kreatinin merupakan pengukuran GFR yang tidak absolut karena sebagian
kecil kreatinin direabsorpsi oleh tubulus ginjal dan sekitar 10% kreatinin
urin disekresikan oleh tubulus Namun, pengukuran klirens kreatinin
memberikan informasi mengenai perkiraan nilai GFR. Pengukuran klirens
kreatinin dengan menggunakan perhitungan telah menjadi standar untuk
menentukan GFR

4. Pemeriksaan Cystasin C
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan ringan fungsi ginjal
lebih mudah terdeteksi oleh CysC daripada kreatinin. Coll (2000) dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa CysC serum mulai meningkat diatas nilai
normal pada LFG 88ml/menit,sedangkam kreatinin serum baru mulai meningkat
bila LFG sudah turun sampai 75ml/menit. Pada penurunan ringan fungsi ginjal
(LFG 50-83ml/menit) didapatkan CysC meningkat pada 100% pasien, sedangkan
kreatinin serum hanya meningkat pada 75% pasien. Newman et al pada
penelitiannya terhadap 469 pasien menyimpulkan bahwa selain merupakan
penanda LFG yang lebih baik daripada kreatinin serum, CysC juga merupakan
penanda yang lebih sensitif terhadap perubahan kecil LFG. Pada penurunan
fungsi ginjal ringan didapatkan CysC meningkat pada 71,4% pasien, sedangkan
kreatinin serum hanya meningkat pada 52,45 pasien.
Penelitian Herget-Rosenthal et al menemukan bahwa gagal ginjal akut
dideteksi 1,5 hari lebih cepat dengan serum CysC dibandingkan kreatinin.
Penelitian Hojs et al 2006, mendapatkan bahwa serum CysC penanda LFG yang
lebih baik dibandingkan kreatinin pada pasien yang mengalami kerusakan fungsi
ginjal derajat ringan sampai sedang (CKD stadium 2-3, LFG 30-
89/ml/menit/1,73m².9Penelitian Christensson et al 2004 yang meneliti 41 pasien
diabetes tipe 1 dan 82 pasien tipe 2, mendapatkan bahwa serum CysC secara
bermakna ebih baik dalam mendeteksi nefropati stadium awal atau ringa(LFG
<80mL/menit/1,73m²), dan tidak didapatkan perbedaan untuk mendeteksi
kerusakan ginjal lanjut (LFG <60mL/menit/1,73m²).13.
Keevil et al 1998 melaporkan bahwa penilaian LFG dengan CysC tidak
mengenal variasi diurnal seperti kreatinin, sedangkan variasi biologik lebih baik
dari kreatinin. Untuk kreatinin serum variasi inter-individual 93% dan variasi
intra-individual 7%, sedangkan untuk CysC variasi inter-individual 25% dan
variasi intra-individual 75%. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa CysC
adalah penanda yang lebih baik untuk mendeteksi gangguan fungsi ginjal
dibandingkan kreatinin, tetapi kreatinin masih baik untuk mendeteksi perubahan
sementara pada seseorang yang telah diketahui menderita penyakit ginjal.
Penelitian krishnamurthy et al 2010 pada 20 pasien sebelum dan sesudah
hemodialisis mendapatkan bahwa terjadi peningkatan kadar serum CysC sesudah
dialisis, sedangkan kadar serum kreatinin mengalami penurunan, maka CysC
tidak dapat digunakan untuk memonitor adekuatnya hemodialisis, namun dengan
pemeriksaan CysC secara rutin pada pasien hemodialisis dapat membantu
memonitor klinis pasien secara keseluruhan.

Cystatin C Urine Untuk Penanda Kerusakan Tubulus Proksimal


Cystatin C difiltrasi bebas oleh glomerulus, kemudian direabsorpsi dan
dikatabolisme hampir lengkap (99%) oleh sel tubulus proksimal. Pada kerusakan
tubulus proksimal maka CysC tidak reabsorpsi sehingga diekskresikan melalui
urine, maka peningkatan kadar CysC urine menjadi penanda kerusakan tubulus.
Pada keadaan normal kadar CysC urine sangat rendah yakni 0,03-0,3mg/L.

Penelitian Mijuskovic et al. 2007, yang membandingkan antara kadar


CysC urine pada pasien disfungsi glomerulus dan tubulus dengan kontrol,
didapatkan perbedaan bermakna antara keduanya, pada pasien disfungsi
glomerulus didapatkan kadar CysC 0,0-0,48mg/L, sedangkan pada disfungsi
tubulus 0,25-18mg/L. Penelitian yang sama oleh Conti et al. 2006, juga
mendapatkan bahwa kadar CysC urine pada pasien penyakit tubulus lebih tinggi
secara bermakna dengan penyakit glomerulus, juga didapatkan rerata kadar CysC
yang stabil tanpa variasi sircadian. Dengan tiadanya variasi sircadian maka dapat
digunakan urine sewaktu untuk kasus akut (emergensi) yang memerlukan
penilaian LFG segera.

Pemeriksaan Laboratorium Cystatin C

Pemeriksaan imunologi pertama untuk mengukur CysC ditemukan oleh


Loberg dan Grubb pada tahun 1979 dengan metode enzyme-amplified single
radial immunodiffusion. Metode ini mempunyai batas deteksi 30 µg/L. Metode
lainnya untuk mendeteksi CysC ditemukan beberapa tahun kemudian,
berdasarkan radio, flourescent, dan enzymatic immunoassay. Batas pemeriksaan
untuk metode ini adalah antara 0,13-1,9 µg/L nilai referensi diidentifikasi dari
laki-laki dan perempuan.

Metode awal pemeriksaan CysC ini termasuk radial immunodifusi dan


enzim immunoassay, membutuhkan waktu yang lama, dan presisinya rendah.18.
Metode terakhir yang ditemukan adalah automated homogeneous immunoassay
menggunakan latex atau partikel polystyrene yang dilapisi dengan antibodi CysC
spesifik. Ada dua versi berbeda untuk metode latex immunoassay, pertama
berdasarkan metode particle-enhanced turbidimetric immunoassay/PETIA) yang
ditemukan oleh Kyhse-Anderson et al pada tahun 1994, dan metode kedua
berdasarkan nefelometri (particle-enhanced nephelometric
immunoassay/PENIA) yang diperkenalkan oleh Dade Behring GmBh tahun
1997.

Metode kedua presisinya lebih baik dari metode pertama dan interval
referensinya dilaporkan lebih konsisten, sehingga metode PENIA merupakan
metode terbaik untuk pemeriksaan CysC.7,8

Heparin dan EDTA dapat memengaruhi pemeriksaan CysC sehingga


pemeriksaan lebih baik mengunakan serum daripada plasma. Pengaruh EDTA
terhadap pemeriksaan CysC belum jelas, tetapi diduga berperan dalam reaksi
imunoagregasi. Pengaruh heparin juga belum dapat dijelaskan.

1. Metode Enzyme Linked immunosorbentAssay/ELISA


Prinsip Pemeriksaan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan kuantitatif secara sandwich
enzyme immunoassay. Antibodi monoklonal spesifik untuk CysC
sebelumnya dilapisi ke microplate. Standar dan sampel dipipet ke dalam
well jika terdapat CysC maka akan diikat oleh antibodi. Setelah pencucian
substansi yang tidak berikatan, sebuah enzim pengikat antibodi monoklonal
spesifik/enzyme-linked monoclonal antibody specific untuk CysC
ditambahkan ke dalam well. Kemudian dilakukan lagi pencucian untuk
membuang reagen antibodi-enzim yang tidak berikatan, lalu larutan substrat
ditambahkan ke dalam well dan warna yang terbentuk secara proporsional
menunjukkan jumlah CysC yang berikatan pada tahap awal. Pembentukan
warna dihentikan dan intensitas warna diperiksa.
2. Metode PETIA/particle-enhanced turbidimetric immunoassay.
Prinsip Pemeriksaan
Cystatin C yang didapatkan dari Sampel serum atau plasma dicampur
dengan anti CysC yang didapatkan dari immunopartikel. Kompleks partikel
yang terbentuk akan menyerap cahaya, dan dengan turbidimetri penyerapan
cahaya berhubungan dengan kadar CysC melalui interpolasi pada sebuah
kurva kalibrasi standar yang ditetapkan.
Sampel
Sampel yang digunakan adalah serum atau plasma EDTA/heparin,
dianjurkan menggunakan sampel segar. Sampel serum atau plasma stabil
selama 14 hari pada temperatur ruangan (8-25 °C), selama 21 hari pada suhu
2-8°C, dan selama 3 bulan bila disimpan pada suhu -20°C.
Rentang pemeriksaan untuk metode ini adalah pada kadar CysC 0,4-
8,0mg/L, dan nilai normal CysC adalah 0,53-1,01mg/L.
Tidak didapatkan interferensi dengan trigliserida 12,5mmol/ml, hemoglobin
8,0g/L, bilirubin 420mg/L, obat-obatan, serta reumatoid faktor (RF) karena
antibodi dibuat dari avian (ayam).

3. Metode PENIA/Particle-enhanced immuno-nephelometry.


Prinsip Pemeriksaan
Partikel Polystyrene yang dilapisi dengan antibodi CysC beraglutinasi
ketika dicampur dengan sampel yang mengandung CysC. Intensitas dari
cahaya yang dipancarkan/scattered light diperiksa menggunakan
immunonefelometri dan tergantung pada kadar CysC dalam sampel.
Sampel
Dapat digunakan sampel serum, plasma EDTA dan heparin Interferensi
Tidak ditemukan interferensi dengan:
Hemoglobin ≤10 gr/L
Bilirubin ≤600 mg/L
Trigliserida ≤10 g/L
Intralipid ≤5,4 g/L
Rheumatoid Faktor ≤1200 IU/ml

5. eGFR Kreatinin

eGFR (Estimated Glomerular Filtratin Rate) adalah perkiraan untuk


menentukan kemampuan fungsi ginjal dalam menyaring atau membersihkan
darah menggunakan perhitungan rumus atau formula MDRD (Modification of
Diet in Renal Disease) danCKD-EPI (Chronic Kidney Disease Epidemiology
Collaboration), berdasarkan Kreatinin darah, umur dan jenis kelamin. Namun
demikian, perhitungan eGFR tidak bisa digunakan pada wanita hamil, obesitas,
sangat kurus, asites, anak – anak dan usia lanjut (diatas 65 tahun). Untuk keadaan
seperti ini harus melakukan CCT (Creatinin Clerence Test).

Nilai Normal eGFR


Normal : ≥ 90 mL/ menit/ 1,73 m2

Penurunan Ringan : 60 – 89

Penurunan Sedang : 30 – 59

Penurunan Berat : 15 – 29

Gagal Ginjal : < 15

2.4 Soal Kasus Mengenai Ginjal

1. Seorang wanita berumur 30 tahun dengan berat badan 70 kg , datang ke


laboratorium dengan keluhan sesak dan buang air kecil kurang ,ia
mempunyai riwayat diare dan muntah-muntah serta terjadi pembengkakan
akibat retensi cairan.Berdasarkan anamnesis pasien diduga menderita
gagal ginjal ,Dokter merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium untuk melihat laju filtrasi glomelurus (LFG).

Apakah jenis test yang paling sensitive untuk dilakukan?


a. Ureum
b. Kreatinin
c. Cystatin C
d. GFR
e. CCT

Jawaban:
Laju filtrasi glomerulus telah diterima secara luas sebagai indeks
terbaik untuk menilai fungsi ginjal. Pengukuran LFG merupakan hal yang
penting dalam pengelolaan pasien dengan penyakit ginjal. Selain untuk
menilai fungsi ginjal secara umum, banyak kegunaan penting pengukuran
LFG, seperti untuk mengetahui dosis obat yang tepat yang dapat
dibersihkan oleh ginjal, untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan
ginjal, mencegah gangguan ginjal lebih lanjut, mengelola pasien dengan
transplantasi ginjal, dan dalam penggunaan kontras media radiografik
yang berpotensi nefrotoksik. Karena itu diperlukan pemeriksaan LFG yang
mempunyai nilai akurasi yang tinggi.
Untuk menilai penurunan LFG, nilai sensitivitas, spesifisitas, dan
efisiensi diagnostik CysC yang paling baik (98%)Nilai sensitivitas,
spesifisitas,dan efisiensi diagnostik CysC ini lebih baik dibandingkan
dengan kreatinin.Efisiensi diagnostik yang paling baik (88%)
Penelitian Herget-Rosenthal et al menemukan bahwa gagal ginjal
akut dideteksi 1,5 hari lebih cepat dengan serum CysC dibandingkan
kreatinin. Penelitian Hojs et al 2006, mendapatkan bahwa serum CysC
penanda LFG yang lebih baik dibandingkan kreatinin pada pasien yang
mengalami kerusakan fungsi ginjal derajat ringan sampai sedang CKD
stadium 2-3, LFG 30-89/ml/menit/1,73m².9

2. Seorang laki-laki (45 Tahun) dirawat karena gagal ginjal kronik (GGK).
Pasien mengeluh pusing, anoreksia, nausea dan vomitus sejak satu minggu
yang lalu. Dokter meminta petugas laboratorium untuk pemeriksaan fungsi
ginjal CCT.

Bagaimanakah prosedure yang paling tepat saat mengumpulkan urin untuk


tes tersebut?
a. Ajarkan pada keluarga dan pasien cara menampung urine selama
24 jam untuk pemeriksaan
b. Petugas membersihkan vagina dan perineum dengan kapas
sublimat 3 kali, lalu minta pasien BAK pada wadah steril
c. Instruksikan pasien buang air kecil di kamar mandi, berhenti di
tengah tadah urine pada wadah seril dan lanjutkan BAK
d. Memberikan wadah steril kepada pasien dan minta pasien
menampung urine di dalam wadah tersebut, dan diberi label.
e. Minta pasien dan keluarga tampung urine 24 jam sejak jam 06.00
pagi sampai jam 06.00 pagi hari berikutnya pada botol yang
tersedia

Pembahasan:

Creatinine Clearance Atau pembersihan kreatinin adalah adalah


volume plasma yang dibersihkan dari zat tersebut dalam waktu
tertentu. Klirens kreatinin dilaporkan dalam mL/menit dan dapat
dikoreksi dengan luas permukaan tubuh. Klirens kreatinin merupakan
pengukuran GFR yang tidak absolut karena sebagian kecil kreatinin
direabsorpsi oleh tubulus ginjal dan sekitar 10% kreatinin urin
disekresikan oleh tubulus Namun, pengukuran klirens kreatinin
memberikan informasi mengenai perkiraan nilai GFR. Pengukuran
klirens kreatinin dengan menggunakan perhitungan telah menjadi
standar untuk menentukan GFR
Uji fungsi ginjal dapat ditentukan dengan tepat menggunakan
sample urin yang telah dikumpulkan setidaknya 24 jam sebelumnya.
Dokter akan meminta Anda untuk mengumpulkan urin Anda dalam
wadah plastik khusus selama sehari untuk kemudian diuji kadar
kreatinin yang terdapat dalam sample tersebut. Walaupun metode ini
dirasa kurang nyaman, namun tetap diperlukan untuk mendapatkan
diagnosa beberapa kondisi ginjal. Jika ginjal Anda tidak berfungsi
dengan baik, kadar kreatinin akan meningkat dan menumpuk dalam
darah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kerusakan ginjal didefinisikan sebagai suatu kelainan struktur atau fungsi


ginjal, yang awalnya terjadi tanpa perubahan glomeruluslaju filtrasi (GFR),
menyebabkan penurunan fungsi ginjal, yang dapat mengarah pada
pengembangan penyakit ginjal kronis (CKD). Gagal ginjal diklasifikasikan
menjadi dua yaitu kronik dan akut.

Pemeriksaan laboratorium gangguan fungsi ginjal diantaranya terdiri dari:

1. Pemeriksaan ureum
2. Pemeriksaan kreatinin
3. Pemeriksaan CCT (Clearance Creatinine)
4. Pemeriksaan Cystasin C

3.2 Saran

Dengan mengetahui beberapa informasi dan pengetahuan tentang


Pemeriksaan Laboratorium Gangguan Fungsi Ginjal, pembaca diharapkan
memahami dan mengerti ilmu yang tercantum didalamnya serta dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Buhlmann, ‘Cystatin C PETIA For The Quantitative Determination Of Cystatin C


In Human Serum And Plasma’, in catalog number: 01-KK-CYC, diunduh
dari www.alpco.com dilihat tanggal (15 november 2011), 2009, 1-3

Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice


Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012.
Vol.2. 19-36.

Penuntun praktikum kimia klinik II. 2019. Jurusan analis kesehatan poltekkes
kemenkes kendari

Stevens LA and Levey AS, ‘Measured GFR as a Confirmatory Test for Estimated
GFR’,in Journal of the American society of nephrology, 2009, vol 20, 2305-
13

Toussaint N. (2012). Screening For Early Chronic Kidney Desease. The CARI
Guidelines. Australia: Saunder. P30-55

Verdiansah. 2016. Pemeriksaan fungsi ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin,


Bandung, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai