Anda di halaman 1dari 51

0

PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica)


TERHADAP KADAR BILIRUBIN TOTAL TIKUS PUTIH
GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

Karya Tulis Ilmiah

Oleh :

Fityandi Tri Susanto

01.207.5377

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hati merupakan organ tubuh sekaligus kelenjar yang paling besar dan

merupakan pusat dari metabolism tubuh. Kerusakan pada hati dapat

menyebabkan gangguan pada system metabolism tubuh. Kerusakan hati

banyak penyebabnya, diantaranya karena bahan kimia yang bekerja melalui

metabolit reaktifnya (radikal bebas). Daun mimba mengandung berbagai

senyawa diantaranya saponin dan flavonoid yang diduga dapat

mempengaruhi aktifitas sel kuffer. Sel kuffer yang aktif akan menghasilkan

beberapa sitokin, interleukin dan TGF- (Transforming Growth Factor ).

Hal ini dapat berpengaruh pada regenerasi sel hati maupun kadar SGPT,

SGOT, dan bilirubin (Wibawa, 2007). Penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh John, et al. (2011) mengungkapkan bahwa ekstrak daun mimba

(Azadirachta indica) memiliki efek hepatoprotektor pada tikus galur wistar

dewasa yang diinduksi parasetamol. namun belum pernah dilakukan

penelitian tentang efek ekstrak daun mimba terhadap kadar bilirubin total

setelah induksi parasetamol, khususnya sebagai terapi.

Obat-obatan merupakan salah satu penyebab terpenting gangguan

fungsi hati. Lebih dari 900 jenis obat yang telah dilaporkan menyebabkan

hepatotoksisitas, salah satunya adalah parasetamol. Di Indonesia cukup

banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas, 20 – 40 % kasus

1
2

hepatotoksisitas tingkat berat diakibatkan karena obat. Parasetamol di

Indonesia mudah didapatkan, maka overdosis obat baik sengaja maupun tidak

disengaja sering terjadi (Suwardi, 2010).

Kerusakan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui

dengan mengukur parameter fungsi berupa zat dalam peredaran darah yang

dibentuk oleh sel hati yang rusak atau mengalami nekrosis. Zat tersebut

antara lain serum transaminase berupa SGPT, SGOT, serta kadar bilirubin

serum yang mengalami peningkatan. Gangguan hati selain disebabkan oleh

mikroorganisme, seperti virus dan bakteri juga dapat disebabkan oleh obat-

obatan misalnya CCL4, parasetamol, hidroksi urea, dan obat anti tuberkolusis

serta berbagai konsumsi makanan minuman misalnya alkohol (Isnaini, 2010).

Mekanisme hepatotoksisitas ini karena parasetamol pada hati mengalami

biotransformasi sehingga menghasilkan metabolit N-acetyl-p-

benzoquinoneimine (NAPQI) yang sangat reaktif dan toksik melalui reaksi

katalisasi sitokrom P-450. (Kurnisajanti, 2005). Parasetamol aman diberikan

dengan dosis 325-500 mg 4 kali sehari pada orang dewasa dan untuk anak-

anak dalam dosis yang lebih kecil yang sebanding. Pemberian parasetamol

juga dapat menimbulkan efek samping. Efek samping dari parasetamol

tergantung pada dosis yang diberikan. Akibat dari dosis toksik parasetamol

yang paling serius adalah nekrosis hati, nekrosis tubulus renalis serta koma

hipoglikemi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-

15 gram (200-250 mg/kg BB) setelah 48 jam menelan parasetamol.


3

Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis (Wilmana dan

Gunawan, 2007)

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh John, et al.

(2011) mengungkapkan bahwa ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)

dengan dosis 400mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektor pada tikus galur

wistar dewasa yang diinduksi parasetamol, hasil penelitian ini menunjukkan

adanya perbedaan yang bermakna dari kadar enzim SGOT, SGPT, dan ALT

antara kelompok perlakuan yang hanya diinduksi parasetamol saja dengan

kelompok perlakuan yang diinduksi parasetamol dan ekstrak daun mimba

dengan dosis 400mg/kgBB. Senyawa flavonoid dan saponin yang terkandung

dalam daun mimba dapat berpengaruh pada regenerasi sel hepar terutama

berpengaruh terhadap kadar SGPT, SGOT, dan bilirubin.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang

pengaruh ekstrak daun mimba terhadap kadar bilirubin dengan dosis minimal

khususnya sebagai terapi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat disusun

rumusan masalah sebagai berikut :

“Apakah terdapat pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)

terhadap kadar bilirubin pada tikus putih galur wistar yang diinduksi

parasetamol?”
4

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta

indica) terhadap kadar bilirubin pada tikus putih galur wistar yang

diinduksi parasetamol.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui kadar bilirubin tikus putih galur wistar

yang diinduksi parasetamol pada tiap kelompok perlakuan

1.3.2.2. Untuk mengetahui perbedaan kadar bilirubin tikus putih galur

wistar yang diinduksi parasetamol antar kelompok perlakuan

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

informasi tentang pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)

terhadap kadar bilirubin pada tikus galur wistar yang diinduksi parasetamol.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kadar Bilirubin

Bilirubin merupakan pigmen yang berwarna kuning-kehijauan hasil

akhir pemecahan hemoglobin yang penting. Bilirubin juga merupakan suatu

alat yang sangat bernilai dalam mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan

berbagai tipe penyakit hati.

Sel darah merah sudah habis masa hidupnya (rata-rata 120 hari) dan

menjadi terlalu rapuh untuk bertahan dalam sistem sirkulasi, membran selnya

pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag

(disebut juga sistem retikuloen dotelial) diseluruh tubuh. Hemoglobin

pertama kali dipecah menjadi globin dan heme, dan cincin heme dibuka untuk

memberikan besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan

rantai lurus dari empat inti pirol yaitu substrat yang nantinya akan dibentuk

menjadi pigmen empedu. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin,

tetapi pigmen ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara

bertahap dilepaskan dari makrofag ke dalam plasma. Bilirubin bebas dengan

segera bergabung sangat kuat denga albumin plasma dan ditranspor dalam

kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Sekalipun berikatan

dengan protein plasma, bilirubin ini masih disebut “bilirubin bebas” untuk

membedakannya dari “bilirubin terkonjugasi”.

5
6

Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membran sel

hati. Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma

dan segera setelah itu kira-kira 80 persen dikonjugasi dengan asam

glukuronat untuk membentuk bilirubin glukuronida, kira-kira 10 persen

berkonjugasi dengan sulfat membentuk bilirubin sulfat, dan sekitar 10 persen

berkonjugasi dengan berbagai zat lainnya. Dalam bentuk ini, bilirubin

dikeluarkan melalui proses transport aktif ke dalam kanalikuli empedu dan

kemudian masuk ke dalam usus (Guyton, 2007).

2.2. Ekstrak Mimba (Azadirachta indica)

Mimba (Azadirachta indica) merupakan tanaman perdu yang pertama

kali ditemukan di daerah Hindustani di Madhya Pradesh, India. Mimba

tersebar di Indonesia diperkirakan sejak tahun 1500 dengan daerah

penanaman utama di Pulau Jawa.

A B C

D E F

Gambar 2.1 Tanaman Mimba

2.2.1. Taksonomi Mimba


7

Taksonomi tumbuhan mimba berikut adalah

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Famili : Meliaceae

Genus : Azadirachta

Spesies : Azadirachta indica

2.2.2. Morfologi Tanaman Mimba

Merupakan pohon yang tinggi batangnya dapat mencapai 20 m.

Kulit tebal, batang agak kasar, daun menyirip genap, dan berbentuk

lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya

merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah mimba dihasilkan

dalam satu sampai dua kali setahun, berbentuk oval, apabila masak

daging buahnya berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras berwarna

coklat dan didalamnya melekat kulit buah berwarna putih. Batangnya

agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak terdapat

dalam ukuran besar.

Daun mimba tersusun spiralis, mengumpul di ujung rantai,

merupakan daun majemuk menyirip genap. Anak daun berjumlah

genap diujung tangkai, dengan jumlah helaian 8-16, tepi daun

bergerigi, bergigi, helaian daun tipis seperti kulit dan mudah layu,
8

anak daun memanjang pangkal anak daunn runcing, ujung anak daun

runcing, panjang anak daun 3 – 10,5 cm.

2.2.3. Habitat

Tumbuh liar di hutan dan di tempat lain yang tanahnya agak

tandus, ada juga yang ditanam orang di tepi-tepi jalan sebagai pohon

perindang.

2.2.4. Kandungan Kimia

Daun mimba mengandung senyawa-senyawa diantaranya adalah

-sitosterol, hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin,

azadirachtin, dan nimbine. Beberapa diantaranya diungkapkan

memiliki aktivitas antikanker. Daun mimba mengandung nimbin,

nimbine, 6-desacetylbimbine, nimbolide dan quercetin.

2.2.5. Efek Biologi dan Farmakologi

Pemberian ekstrak air daun mimba secara oral pada tikus yang

diberi parasetamol yang bersifat hepatotoksik mampu menurunkan

tingkat serum aspartat aminotransferase (AST), alanin

aminotransferase (ALT), dan gamma glutamyl transpeptidase (gama-

GT) dalam serum darah. Berdasarkan pengamatan makroskopik dan

histologi, terlihat adanya pengurangan nekrosis pada hati (Bhanwra

et al., 2005).
9

2.3. Parasetamol

Wilmana dan Gunawan (2007) mengungkapkan bahwa parasetamol

atau asetaminofen merupakan salah satu dari obat yang sering digunakan.

Parasetamol bertanggungjawab atas efek analgesiknya. Parasetamol bekerja

dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam susunan saraf pusat yang

mempengaruhi pusat hipotalamus untuk pengontrol suhu tubuh. Parasetamol

merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Efek antipiretik

ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Di Indonesia, parasetamol tersedia

sebagai obat bebas dan dapat dengan mudah mendapatkannya. Efek analgesik

parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai

sedang seperti nyeri kepala, mialgia, dan keadaan lain. Parasetamol tidak

menimbulkan gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa. Sebagai

analgesik sebaiknya parasetamol tidak diberikan terlalu lama karena

menimbulkan nefropati analgesik. Reaksi alergi karena parasetamol jarang

terjadi. Manifestasi dari reaksi alergi berupa eritem atau urtikaria.

Parasetamol juga menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian

kronik. Hal ini dapat terjadi karena mekanisme autoimun, defisiensi G6PD,

dan metabolit yang abnormal.

Parasetamol diberikan secara peroral. Absorbsinya cepat dan sempurna

melalui saluran cerna, tergantung pada kecepatan pengosongan lambung.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan

masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.

Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma dan sebagian


10

dimetabolisme enzim mikrosom hati. Pada kondisi normal, parasetamol

mengalami glukuronidasi dan sulfas dimana 80% dikonjugasi dengan asam

glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Hasil konjugasi ini

akan dieliminasi lewat urin. Selain itu dalam jumlah kecil (4%) diubah

menjadi metabolit reaktif berupa senyawa antara yang reaktif dan toksik yaitu

N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) (Brunton et al., 2006). NAPQI

dibentuk dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui sistem sitokrom P-

450. Metabolit tersebut kemudian didetoksifikasi oleh glutation hati menjadi

metabolit sistin dan metabolit merkapturat yang non toksik. Pada dosis tinggi,

jalur konjugasi parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak parasetamol

menjadi metabolit NAPQI, sebagai akibatnya terjadi deplesi glutation hati.

Akibatnya NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan protein sel hati

secara irreversible sehingga akan menyebabkan terjadinya kematian sel atau

nekrosis sel hati. Metabolit ini juga menyebabkan pengikatan kovalen pada

makromolekul seperti DNA, RNA dan protein. Jika demikian, maka akibat

yang parah pada fungsi sel akan segera terlihat dengan nyata (Murray et al.,

2014).

Parasetamol aman diberikan dengan dosis 325-500 mg 4 kali sehari

pada orang dewasa dan untuk anak-anak dalam dosis yang lebih kecil yang

sebanding. Pemberian parasetamol juga dapat menimbulkan efek samping.

Efek samping dari parasetamol tergantung pada dosis yang diberikan. Akibat

dari dosis toksik parasetamol yang paling serius adalah nekrosis hati, nekrosis

tubulus renalis serta koma hipoglikemi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada


11

pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kg BB) setelah 48 jam

menelan parasetamol. Kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis

(Wilmana dan Gunawan, 2007). Suarsana dan Budiasa (2005) menyatakan

bahwa dosis 20-25 gram atau lebih dapat berakibat fatal. Sekitar 10% pasien

keracunan yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik berkembang

menjadi kerusakan hati, dari yang telah disebutkan 10-20% akhirnya

meninggal karena kegagalan fungsi hati. Kegagalan ginjal akut juga terjadi

pada beberapa pasien hepatotoksisitas karena parasetamol pada manusia

pertama kali dilaporkan pada tahun 1966.

Parasetamol yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol

jenis sanmol drops, 1 botol sanmol drops berisi 15 ml dan tiap 1 ml

mengandung 100 mg parasetamol.

2.4. Mekanisme Kerusakan Hati

2.4.1. Mekanisme Kerusakan Hati oleh Parasetamol

Kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup

disebut nekrosis. Nekrosis merupakan kematian sel lokal, nekrosis

juga dapat diartikan sebagai proses perubahan morfologi sebagai

akibat tindakan degenerasi progresif. Hepar normal memiliki kapasitas

regenerasi yang luar biasa, namun kapasitas cadangan hepar dapat

habis apabila hepar terkena penyakit yang menyerang seluruh

parenkim hepar sehingga timbul kerusakan pada hepar (Robbins et al.,

2006).
12

Price dan Wilson (2006) mengungkapkan bahwa kerusakan

hepar yang berupa nekrosis dapat terjadi sebagai akibat dari

pemberian parasetamol dengan dosis yang berlebihan (dosis toksik).

Umumnya perubahan-perubahan yang terjadi pada sel nekrotik dapat

terjadi pada semua bagian sel. Tetapi perubahan pada inti sel adalah

petunjuk yang paling jelas pada kematian sel. Bagian sel yang telah

mati intinya menyusut, batas tidak teratur dan berwarna gelap dengan

zat warna yang biasa digunakan oleh para ahli patologi anatomi.

Proses ini dinamakan piknosis dan intinya disebut piknotik.

Nekrosis hati akibat peroksidase lipid maupun radikal bebas

dapat bersifat lokal, sentral, pertengahan, perifer atau masif. Kematian

sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Perubahan

morfologi awal berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum

endoplasma dan disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid

sebagai butiran lemak dalam sel dan terjadi pembengkakan

mitokondria progresif dengan kerusakan krista (Wenas, 2009).

Stadium selanjutnya sel dapat mengalami degenerasi hidropik,

susunan sel yang terpisah-pisah, inti sel piknotik (kariopiknosis) yaitu

pengerutan inti sel dan kondensasi kromatin. Kemudian terjadi

karioreksis yaitu fragmentasi inti yang meninggalkan pecahan-

pecahan sisa inti berupa zat kromatin yang tersebar didalam sel.

Selanjutnya terjadi kariolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat.

Seiring berjalannya waktu, terjadi penghancuran dan pelarutan inti sel


13

sehingga inti sel sama sekali menghilang, pecahnya membran plasma,

dan nekrosis (Thomas, 2010).

Sekitar 4% parasetamol dimetabolisme menjadi produk

metabolik N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) melalui sistem

oksidase diberbagai isoenzim CYP dari enzim sitokrom P-450.

Adanya NAPQI menyebabkan terjadinya nekrosis sentrilobular hati.

N-Asetilsistein berperan mencegah berikatannya NAPQI dengan

hepatosit, sehingga mencegah terjadinya hepatotoksisitas (Purwa,

2012).

2.4.2. N-Asetilsistein sebagai antihepatotoksik parasetamol

Parasetamol merupakan obat yang bisa dikatakan paling banyak

digunakan. Sebagai obat bebas, parasetamol diindikasikan sebagai

analgesik, antipiretik dan sedikit anti inflamasi. Penggunaan

parasetamol sering dihubungkan dengan peristiwa

keracunan/intoksikasi hati (hepatotoksisitas), sehingga diperlukan

adanya penangkal hepatotoksisitas tersebut salah satunya

menggunakan N-Asetilsistein (Yenny dkk., 2011).

Prescott dan Mathew pertama kali mengusulkan penggunaan N-

Asetilsistein sebagai antihepatotoksik parasetamol pada tahun 1974.

Pada tahun 1977 Prescott mendeskripsikan pengobatan 15 pasien

dengan intoksikasi parasetamol dengan menggunakan sediaan

intravena Asetilsistein 20% per oral dalam larutan steril dengan

pembawa air (Duran et al., 2011).


14

2.4.3. Efek Ekstrak Daun Mimba Terhadap Kadar Bilirubin Tikus Putih

yang diinduksi Parasetamol

Penggunaan dosis tinggi atau berlebihan dari parasetamol dapat

merusak organ hati karena secara normal terbentuknya metabolit

toksik (N-acetyl-p-benzoquinon-imineNAPQI) yang diaktivasi oleh

enzim Cytochrome P-450 (CYP 450), dalam hati akan diikat oleh

glutathion (GSH) kemudian NAPQI akan ditoksifikasi menjadi

acetaminophen-GSH,sedangkan pada penggunaan parasetamol dosis

tinggi atau berlebihan, glutathion (GSH) tidak mampu mengikat

seluruh metabolit toksik (NAPQI) dan menyebabkan pengikatan pada

molekul makro lainnya dari sel-sel hati hingga mengakibatkan

kerusakan di dalam hati (Koga, 2012). Daun mimba mengandung

berbagai senyawa diantaranya saponin dan flavonoid yang diduga

dapat mempengaruhi aktifitas sel kuffer. Sel kuffer yang aktif akan

menghasilkan beberapa sitokin, interleukin dan TGF- (Transforming

Growth Factor ). Hal ini dapat berpengaruh pada regenerasi sel hati

maupun kadar SGPT, SGOT, dan bilirubin (Wibawa, 2007). Ekstrak

daun mimba dengan kandungan saponin diduga dapat meningkatkan

Glutation (GSH). Glutation (GSH) adalah tripeptida (-L – Glutamil –

L – sisteinil – glisin) yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh

dan berperan penting dalam memaksimalkan pertahanan sel tubuh

terhadap pengaruh radikal bebas.


15

2.5. Hewan Percobaan

Pada percobaan ini digunakan tikus putih jantan sebagai hewan

percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang

lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan

kehamilan seperti pada tikus betina. Tikus putih jantan juga mempunyai

kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang

lebih stabil dibandingkan tikus betina (Sugiyanto, 2010). Jenis tikus putih

jantan yang digunakan adalah jenis galur wistar. Jenis tikus putih galur wistar

dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 untuk digunakan dalam

biologi dan penelitian medis. Tikus wistar saat ini menjadi salah satu galur

tikus yang banyak digunakan untuk penelitian laboratorium. Ciri dari tikus

putih galur wistar yaitu mempunyai kepala yang lebar, telinga panjang, dan

panjang ekornya kurang dari panjang tubuhnya.

Klasifikasi tikus putih menurut Gusti Ngurah Bagus Tirta (2011) berikut

adalah

Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata

Klas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus


16

Tikus putih lebih besar dari family tikus umumnya dimana tikus ini

panjangnya dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor, dan

berat 140-500 gr. (Kusumawati, 2005).

2.6. Kerangka Teori

Overdosis Dosis Ekstrak


Parasetamol Daun Mimba

Kadar
Kandungan
Enzim
Saponin dan Flavonoid
CYP-450

Kadar
NAPQI
Aktivasi
Dihepar
Sel Kuffer

Produk Toksik Kadar GSH Kadar


dihepar TGF β

Di hepar

Produk Non Regenerasi


Kerusakan
Toksik Sel Hepar
Sel Hepar

Kadar
BILIRUBIN

Gambar 2.1 Kerangka Teori


17

2.7. Kerangka Konsep

Ekstrak Daun
Mimba

Overdosis KADAR
Parasetamol BILIRUBIN

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.8. Hipotesis

Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) dapat mempengaruhi kadar

bilirubin total pada tikus putih galur wistar yang diinduksi parasetamol.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian eksperimental

dengan metode post test only controlled group design.

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1. Variabel Penelitian

3.2.1.1. Variabel Bebas :

Dosis ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)

3.2.1.2. Variabel Terikat : Kadar Bilirubin

3.2.1.3 Variabel Luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan : jenis kelamin,

umur, suhu, udara, berat badan, dan jenis makanan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi

psikologis tikus, variasi genetik, dan kondisi awal hati

tikus.

3.2.2. Definisi Operasional

a. Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)

Ekstrak daun mimba merupakan sediaan ekstrak daun

mimba yang diperoleh dari proses ekstraksi daun dengan metode

maserasi menggunakan pelarut etanol 95% sebagai pelarut.

Ekstrak daun mimba diberikan dengan dosis sebanyak

18
19

7,2mg/cc/200gBB diberikan pada kelompok perlakuan I,

sedangkan dosis 14,4mg/cc/200gBB diberikan pada kelompok

perlakuan II.

Skala variabel ini adalah nominal (Zakaria et al., 2007).

b. Kadar Bilirubin

Bilirubin total merupakan penjumlan bilirubin direk dan

indirek, sedangkan bilirubin total dan bilirubin direk diukur

secara terpisah dan perbedaan keduanya menghasilkan fraksi

indirek (McPherson, 2007) Bilirubin diperiksa menggunakan

metode spektofotometri dengan alat spektrofometer.

Skala variabel ini adalah rasio.

3.3. Subjek Uji dan Sampel Penelitian

3.3.1. Subjek Uji Penelitian

Populasi target dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan

galur wistar yang dipelihara dan dikembangkan di Laboratorium

Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang selama bulan Juli-

Agustus 2016.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus)

jantan galur wistar sejumlah 24 ekor yang memenuhi kriteria inklusi

yang diambil secara random berusia 2-3 bulan dengan berat badan

150-200 gram. Ketentuan WHO menyebutkan bahwa hewan coba


20

yang digunakan dalam penelitian eksperimental minimal 5 ekor tiap

kelompok penelitian (Suwardi, 2010).

Jumlah perlakuan pada penelitian ini adalah 4 yang terdiri dari 1

kelompok kontrol positif, 1 kelompok kontrol negatif dan 2 kelompok

perlakuan dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 6 untuk masing-

masing kelompok. Kelompok kontrol negatif adalah kelompok tikus

yang diberikan parasetamol 2,7ml (0,27g/200gBB) dan aqua,

kelompok kontrol positif adalah tikus yang diberi parasetamol 2,7ml

(0,27g/200gBB) per oral dan diberi N-Asetilsistein sebanyak 0,15ml

(2,52mg/200gBB), kelompok I adalah kelompok tikus yang diberi

parasetamol 2,7ml (0,27g/200gBB) dan ekstrak daun mimba per oral

dosis 7,2mg/cc/200gBB, kelompok II adalah kelompok tikus yang

diberi parasetamol 2,7ml (0,27g/200gBB) dan ekstrak daun mimba

peroral dosis 14,4mg/cc/200gBB.

3.4. Instrumen dan Bahan Penelitian

3.4.1. Instrumen

a. Kandang tikus lengkap dengan tempat pakan dan minumnya

b. Timbangan untuk tikus

c. Sonde oral

d. Tabung reaksi, rak, dan pipet

e. Mikrohematokrit untuk mengambil darah tikus

f. Tabung ependrop untuk menampung darah tikus

g. Spektofotometer
21

h. Sentrifuge

3.4.2. Bahan Penelitian

a. Ekstrak daun mimba

b. Parasetamol

c. N-Asetilsistein

e. Minyak kelapa

f. Pakan standar untuk tikus

g. Aquades

3.5. Cara Penelitian

3.5.1. Penentuan Dosis

a. Dosis Parasetamol

Dosis toksik parasetamol tiap tikus :

= 0,018 x dosis manusia

= 0,018 x 15 g

= 0,27 g = 270 mg

Parasetamol yang digunakan adalah Sanmol jenis drops 15

ml/botol dan tiap 1 ml mengandung 100 mg parasetamol, yang

diberikan per oral untuk setiap ekor tikus pada kelompok

negatif,kelompok positif,kelompok PI,kelompok PII sebanyak

(270 mg/100 mg) x 1 ml = 2,7 ml.

b. Dosis N-Asetilsistein (sebagai kontrol positif)

= 0,018 x 140 mg (Algren, 2008)

= 2,52 mg
22

N-Asetilsistein yang digunakan adalah fluimucil jenis serbuk

setelah dilarutkan dan homogenisasi (100mg/5ml), kemudian

diberikan per oral untuk setiap ekor tikus pada kelompok I

sebanyak (3mg/100mg) x 5ml = 0,15ml.

c. Dosis Ekstrak Daun Mimba

Kelompok I = 0,018 x dosis 400mg (John et al., 2011)

= 0,018 x 400 mg

= 7,2 mg/cc/200gBB

Kelompok II = 0,018 x dosis kelompok I (400mg x 2)

= (0,018 x 800 mg)

= 14,4 mg/cc/200gBB

Hasil ekstrak daun mimba disesuaikan dengan dosis berdasarkan

konversi tiap kelompok lalu dilarutkan dan dihomogenisasi dengan

aquades hingga 1 ml dan kemudian diberikan per oral.

3.5.2. Pemberian Perlakuan

Sampel tikus 24 ekor yang diperoleh dari Laboratorium Biologi

FMIPA Universitas Negeri Semarang dibagi menjadi 4 kelompok,

masing-masing terdiri dari 6 ekor yang dipilih secara random.

Dilakukan adaptasi tikus selama 3 hari. Pada hari ke-4 dilakukan

penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.

Kelompok kontrol negatif tikus diberi parasetamol 2,7 ml

(0,27g/200gBB) per oral dan di beri aqua. Kelompok kontrol positif

tikus diberi parasetamol 2,7ml (0,27g/200gBB) per oral dan diberi N-


23

Asetilsistein sebanyak 0,15ml (2,52mg/200gBB), kelompok I adalah

kelompok tikus yang diberi parasetamol 2,7ml (0,27g/200gBB) per

oral dan di beri ekstrak daun mimba per oral dosis 7,2mg/cc/200gBB.

kelompok II adalah kelompok tikus yang diberi parasetamol 2,7ml

(0,27g/200gBB) per oral dan di beri ekstrak daun mimba per oral

14,4mg/cc/200gBB. Kelompok Perlakuan diberi ekstrak mimba per

oral 1 kali sehari mulai hari ke-4 sampai dengan hari ke-10.

3.5.3. Pemeriksaan Kadar Bilirubin

Setelah perlakuan diberikan yaitu pada hari ke-11, semua hewan

percobaan diambil darahnya sebanyak 2 ml menggunakan

mikrohematokrit. Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan

3000 rpm selama 6 menit hingga didapatkan serum, untuk selanjutnya

dilakukan pengukuran kadar bilirubin menggunakan Automatic

Chemistry Analyzer (KIT GO F400 CH) (Dharma, 2008). Kemudian

dibandingkan rata-rata kadar bilirubin antara kelompok K. Negatif,

kelompok K. Positif, kelompok PI, dan kelompok PII dengan uji

Anova dan apabila ada perbedaan bermakna dilanjutkan dengan Post

Hoc Test.

3.6. Alur Penelitian


24

Secara umum, alur penelitian ini adalah:

Tikus putih jantan 30


ekor

Kelompok K. Kelompok K. Kelompok K. Kelompok


Normal Negatif Positif Kelompok PI PII

Parasetamol Aqua
Parasetamol Parasetamol Parasetamol
2,7ml + Ekstrak 2,7ml+ 2,7ml + N- 2,7ml +
daun mimba Aqua Asetilsistein Ekstrak daun
mimba
7,2mg/cc/200 0,15ml
14,4mg/cc/200g
gBB BB

Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar


Bilirubin Bilirubin Bilirubin Bilirubin Bilirubin
K.Normal K.Negatif K.Positif PI PII

Bandingkan

3.7. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Negeri Semarang

pada bulan September 2016.

3.8. Analisis Hasil


25

Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diolah

menggunakan program komputer SPSS 23.0. Data dengan uji parametrik

Anova, sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai uji

prasyarat Anova dengan derajat kemaknaan  = 0,05 dan apabila ada

perbedaan rata-rata yang bermakna dilanjutkan dengan uji lanjut Post Hoc

Test. Uji statistik Anova untuk mengetahui adanya perbedaan dalam seluruh

kelompok populasi. Hasil yang diharapkan dalam uji ini adalah perbedaan

yang bermakna atau terdapat perbedaan kadar bilirubin hati tikus putih jantan

kelompok K. Negatif, kelompok K. Positif, kelompok perlakuan PI, dan PII.

Uji lanjut Post Hoc Test untuk mengetahui letak adanya perbedaan dalam

populasi. Uji ini antara kelompok K. Negatif dengan K. Positif, K. Negatif

dengan PI, K. Negatif dengan PII, K. Positif dengan PI, K. Positif dengan PII,

dan PI dengan PII.

Apabila data tidak berdistribusi normal dan homogen, maka uji Anova

tidak dapat dilakukan. Jika terjadi hal seperti itu, maka dilakukan uji non

parametrik menggunakan Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan Mann Whitney.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta

indica) terhadap kadar bilirubin total rata – rata tikus putih galur wistar yang

diinduksi parasetamol pada setiap kelompok ditunjukkan dalam Tabel 1

berikut :

Tabel 1. Hasil Rata-rata Kadar Bilirubin Total pada Kelompok Kontrol,

Perlakuan I dan II

Ket Kontrol Kontrol Kontrol Perlakuan Perlakuan


Normal Negatif Positif I II
Mean 0.380 0.700 0.320 0.400 0.580
SD 0.0837 0.1581 0.1304 0.1581 0.1304

Keterangan :

Kontrol Normal : Aquades

Kontrol Negatif : Parasetamol 2,7 ml

Kontrol Positif : Parasetamol 2,7 ml + N-asetilsistein 0,15 ml

Perlakuan I : Parasetamol 2,7 ml + ekstrak daun mimba 7,2 mg

Perlakuan II : Parasetamol 2,7 ml + ekstrak daun mimba 14,4 mg

Hasil pengukuran kadar bilirubin total darah tikus putih sebelum dan

sesudah perlakuan pada Tabel 1 digambarkan dalam grafik dibawah. Grafik

ini menyajikan rata – rata kadar bilirubin total darah tikus putih sebelum
27

perlakuan, sesudah pemberian parasetamol serta setelah perlakuan

pemberian ekstrak daun mimba sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram batang rata – rata kadar bilirubin total darah tikus putih

Keterangan :

K1 : Kontrol Normal (Aquades)

K2 : Kontrol Negatif (Parasetamol 2,7 ml)

K3 : Kontrol Positif (Parasetamol 2,7 ml + N-asetilsistein 0,15 ml)

K4 : Perlakuan I (Parasetamol 2,7 ml + ekstrak daun mimba 7,2 mg)

K5 : Perlakuan II (Parasetamol 2,7 ml + ekstrak daun mimba 14,4 mg)

Diagram tersebut menunjukkan adanya perbedaan rata – rata kadar

bilirubin total darah tikus putih pada ke lima perlakuan. Pengukuran K1

menunjukkan nilai rata – rata kadar bilirubin total darah mula – mula yang

besarnya hampir sebanding dengan K4. Pada pengukuran K2 sebagai

kontrol negatif terlihat rata – rata kadar bilirubin total darah mengalami

kenaikan setelah diinduksi parasetamol. Sedangkan pada pengukuran K3


28

yaitu kelompok kontrol positif dan K4 kelompok perlakuan I besar kadar

bilirubin total darah tikus putih hampir sebanding dengan pengukuran kadar

bilirubin total darah pada K1 sebagai acuan kisaran kadar bilirubin total

darah tikus putih mula – mula.

Data yang diperoleh dari penelitian mula – mula dimasukkan dalam

uji statistik Shapiro-Wilk untuk mengetahui apakah data hasil penelitian

berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan uji tersebut terlihat bahwa nilai

p > 0.05, ini berarti data hasil penelitian berdistribusi normal. Perhitungan

mengenai uji statistik Shapiro-Wilk dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Varians

Kolmogorov- Shapiro-
Smirnov Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar K_Normal .231 5 .200 .881 5 .314
Bilirubin K_Negatif .136 5 .200 .987 5 .967
Total K_Positif .221 5 .200 .902 5 .421
K_Perlakuan I .136 5 .200 .987 5 .967
K_Perlakuan II .221 5 .200 .902 5 .421

Selanjutnya dilakukan uji Homogenity of Variances untuk mengetahui

apakah varians data homogen atau tidak. Sebaran data secara deskriptif dan

hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 3. Nilai p yang diperoleh

sebesar 0.684 (p > 0.05) yang berarti varians data homogen.

Kemudian analisis data dilanjutkan dengan uji statistik One-Way

ANOVA dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Hasil Uji Statistik One-Way ANOVA


29

Sum of df Mean F Sig.


Squares Square
Between Groups .502 4 .1256.890 .001
Within Groups .364 20 .018
Total .866 24
Hasil perhitungan uji One-Way ANOVA didapatkan nilai sig. adalah

0.001 dimana nilai ini lebih kecil dari nilai alpha (0.05), sehingga dapat

ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan rata – rata kadar bilirubin total

darah yang bermakna antara kelompok normal, kontrol negatif, kontrol

positif, perlakuan I dan II.

Karena didapatkan adanya perbedaan yang signifikan dari lima

kelompok tersebut maka uji statistik dilanjutkan dengan uji Post Hoc untuk

mengetahui antar kelompok mana yang ada perbedaan rata – rata kadar

bilirubin total darah yang bermakna dan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD), dapat dilihat pada

Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Hasil Uji Post Hoc Multiple Comparisons (LSD)

Kelompok P Keterangan
K.Normal – K.Negatif .001 Bermakna
K.Normal – K.Positif .490 Tidak Bermakna
K.Normal – PI .817 Tidak Bermakna
K.Normal – PII .030 Bermakna
K.Negatif – K.Positif .000 Bermakna
K.Negatif – PI .002 Bermakna
K.Negatif – PII .175 Tidak Bermakna
K.Positif - PI .360 Tidak Bermakna
K.Positif - PII .006 Bermakna
PI – PII .048 Bermakna

Uji Post Hoc dengan analisa Multiple Comparisons (LSD) digunakan

untuk membandingkan rata – rata kadar bilirubin total darah antar kelompok
30

perlakuan. Hasil uji bermakna jika nilai p < 0.05, sedangkan jika nilai p >

0.05 maka hasil uji tidak bermakna atau tidak terdapat perbedaan yang

signifikan. Dari data dapat dilihat bahwa perbandingan antar kelompok

K.Normal dan K.Negatif, K.Normal dan PII, K.Negatif dan K.Positif,

K.Negatif dan PI, K.Positif dan PII, PI dan PII terdapat perbedaan yang

bermakna. Sedangkan perbedaan yang tidak bermakna terdapat pada

kelompok K.Normal dan K.Positif, K.Normal dan PI, K.Negatif dan PII,

K.Positif dan PI.

4.2. Pembahasan

Data yang diperoleh pada penelitian ini berdistribusi normal dan

homogen sehingga bisa dilakukan analisa statistik parametrik menggunakan

Anova diperoleh hasil ada perbedaan yang bermakna kadar bilirubin total

darah pada hampir seluruh kelompok perlakuan. Kemudian dilanjutkan

dengan uji post hoc dengan analisa Multiple Comparisons (LSD) didapatkan

hasil ada perbedaan bermakna (p < 0.05) antara kelompok K.Normal dan

K.Negatif, K.Normal dan PII, K.Negatif dan K.Positif, K.Negatif dan PI,

K.Positif dan PII, PI dan PII. Hasil perbedaan tidak bermakna (p > 0.05)

antara kelompok K.Normal dan K.Positif, K.Normal dan PI, K.Negatif dan

PII, K.Positif dan PI.

Pada kelompok kontrol negatif dilakukan pemberian parasetamol

dengan dosis toksik sebagai indikator terjadinya hepatotoksik tanpa adanya

penambahan hepatoprotektor. Hepatoprotektor diberikan pada kelompok PI


31

dan PII yaitu dengan pemberian ekstrak daun mimba. Pada kelompok

kontrol normal tidak diberikan parasetamol maupun ekstrak daun mimba.

Adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol normal dan

kontrol negatif menunjukkan bahwa parasetamol dapat menginduksi

terjadinya kerusakan pada sel hati. Pemberian parasetamol dengan dosis 2,7

ml/200grBB tikus putih jantan sebagai induktor hepatotoksik tanpa adanya

penambahan hepatoprotektor mengakibatkan kerusakan sel hati pada

kelompok kontrol negatif, yaitu didapatkan hasil rata – rata pengukuran

kadar bilirubin total darah sebesar 0.700 IU/liter yang bernilai jauh diatas

normal bila dibandingkan dengan kelompok kontrol normal, yaitu sebesar

0.380 IU/liter. Peningkatan kadar bilirubin total darah ini sesuai dengan

teori bahwa pemberian parasetamol dosis toksik dapat menyebabkan

kerusakan sel hati (Koga, 2012). Hal ini dapat berpengaruh pada regenerasi

sel hati maupun kadar SGPT, SGOT dan bilirubin (Wibawa, 2007).

Penggunaan dosis tinggi atau berlebihan dari parasetamol dapat

merusak organ hati karena secara normal terbentuknya metabolit toksik (N-

acetyl-p-benzoquinon-imineNAPQI) yang diaktivasi oleh enzim

Cytochrome P-450 (CYP 450), dalam hati akan diikat oleh glutathion

(GSH) kemudian NAPQI akan ditoksifikasi menjadi acetaminophen-

GSH,sedangkan pada penggunaan parasetamol dosis tinggi atau berlebihan,

glutathion (GSH) tidak mampu mengikat seluruh metabolit toksik (NAPQI)

dan menyebabkan pengikatan pada molekul makro lainnya dari sel-sel hati

hingga mengakibatkan kerusakan di dalam hati (Koga, 2012).


32

Pada kelompok PI bertujuan untuk membuktikan apakah pemberian

ekstrak daun mimba dosis I (7,2 mg/200grBB) dapat menurunkan kadar

bilirubin total akibat pemberian parasetamol. Didapatkan kadar rata – rata

bilirubin total kelompok PI adalah 0.400 IU/liter lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok kontrol negatif yaitu 0.700 IU/liter. Hal ini menunjukkan

pemberian ekstrak daun mimba dengan dosis I (7,2 mg/200grBB) telah

dapat menurunkan kadar bilirubin total darah tikus yang diinduksi

parasetamol dan nilainya juga hampir mendekati kelompok kontrol normal

(0.380 IU/liter). Berdasarkan data statistik (p = 0.002) menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan

kelompok PI. Sedangkan antara kelompok kontrol normal dengan kelompok

PI tidak ada perbedaan yang bermakna (p = 0.817). Dengan demikian

ekstrak daun mimba dengan dosis I (7,2 mg/200grBB) dapat menurunkan

kadar bilirubin total darah yang signifikan dan hampir mendekati normal.

Pemberian ekstrak daun mimba dengan dosis II (14,4 mg/200grBB)

menunjukkan hasil yang kurang baik, yaitu terjadi peningkatan kadar

bilirubin total darah (0.580 IU/liter) yang lebih tinggi diatas normal (0.380

IU/liter) bahkan mendekati kontrol negatif (0.700 IU/liter). Hasil uji statistik

antara kelompok kontrol normal dan kelompok PII (p = 0.030)

menunjukkan perbedaan yang bermakna dan antara kelompok PII dan

kelompok kontrol positif menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna

pula (p = 0.006) dan antara kelompok PII dan kelompok kontrol negatif

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p = 0.175). Dengan


33

demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak daun mimba dengan dosis II (14,4

mg/200grBB) dapat sedikit menurunkan kadar bilirubin total darah tikus

yang diinduksi parasetamol.

Penurunan kadar bilirubin total darah terjadi pada kelompok PI dan

PII. Penurunan kadar yang hampir mencapai keadaan normal yaitu pada

kelompok PI pemberian ekstrak daun mimba dengan dosis I (7,2

mg/200grBB). Terbukti dengan hasil uji statistik antara kelompok kontrol

negatif dengan kelompok PI menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Terjadinya penurunan kadar bilirubin total merupakan salah satu indikasi

regenerasi sel – sel hati yang mengalami kerusakan akibat paparan

parasetamo; setelah pemberian ekstrak daun mimba. Hal ini disebabkan

karena daun mimba mengandung berbagai senyawa diantaranya flavonoid

dan saponin (Trubus, 2008). Flavonoid adalah antioksidan yang kuat.

Antioksidan mempunyai aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga

mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan

menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan

(Sreelatha dkk., 2009). Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan

melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan

menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang

dapat menimbulkan stresoksidatif (Waji dkk., 2009). Ekstrak daun mimba

dengan kandungan saponin diduga dapat meningkatkan Glutation (GSH).

Glutation (GSH) adalah tripeptida (-L – Glutamil – L – sisteinil – glisin)

yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh dan berperan penting dalam
34

memaksimalkan pertahanan sel tubuh terhadap pengaruh radikal bebas

(Abbas, 2011). meningkatnya kadar gluthation dapat mencegah

berikatannya NAPQI dengan hepatosit, dengan kata lain mencegah

terjadinya hepatotoksisitas (Purwa, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian ini, telah diketahui dosis efektif dari

ekstrak daun mimba dalam menurunkan kadar bilirubin total darah akibat

pemberian parasetamol.
35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) mempunyai pengaruh

terhadap kadar bilirubin total pada tikus putih galur wistar yang

diinduksi parasetamol.

5.1.2. Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) dengan dosis 1 ml

(7,2mg/200grBB) mempunyai pengaruh terhadap kadar bilirubin

total pada tikus putih galur wistar yang diinduksi parasetamol.

5.1.3. Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica) dengan dosis 2ml

(14,4mg/200grBB) tidak mempunyai pengaruh terhadap kadar

bilirubin total pada tikus galur wistar yang diinduksi parasetamol.


5.1.4. Ada perbedaan pengaruh ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)

dengan dosis 1ml (7,2mg/200grBB) dengan ekstrak daun mimba

(Azadirachta indica) dengan dosis 2ml (14,4mg/200grBB).


5.1.5. Ada perbedaan yang bermakna pada kelompok kontrol normal

dengan kelompok kontrol negatif; kelompok kontrol normal dengan

kelompok PII; kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol

positif; kelompok kontrol negatif dengan kelompok PI; kelompok

kontrol positif dengan kelompok PII; kelompok PI dengan kelompok

PII, tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok


36

kontrol normal dengan kelompok kontrol positif; kontrol normal

dengan kelompok PI; kelompok kontrol negatif dengan kelompok

PII; kelompok kontrol positif dengan kelompok PI.

5.2. Saran

5.2.1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak daun

mimba (Azadirachta indica) sehingga diketahui dosis toksik agar tidak

digunakan dalam pengobatan.

5.2.2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun

mimba (Azadirachta indica) terhadap organ tubuh lainnya selain

manfaatnya sebagai regenerasi sel hati.

5.2.3. Perlu penelitian lebih lanjut dengan waktu penelitian yang lebih lama,

sehingga diketahui waktu terapi yang cukup dan hasil yang maksimal.
37

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Abul K., Lichtman, Andrew H., Pober, Jordan S, 2011, Cellular and
Molecular Immunology, Edisi 7, Philadelphia : W.B. Saunders Company,
261.

Algren, D.A., 2008, Review Of N-Acetylcysteine For The Treatment Of


Acetaminophen (Paracetamol) Toxicity In Pediatrics. Dalam :
http://www.who.int/selection_medicines/committees/subcommittee/2/acety
lcysteine_rev.pdf. Dikutip tanggal 3 April 2015.

Barton, S., 2007, Acetylcystein for Achetaminophen Overdose,


Uuhsc,Utah.edu/poison/healthpros/utox/Vol7_No1.pdf. dikutip tanggal 30
Januari 2016.

Bhanwra, S., Singh, J., and Khosla, P., 2005, Effect of Azadirachta indica (Neem)
Leaf Aqueous Axtract on Paracetamol-Induced Liver Damage in Rats,
Indian J Physiol Pharmacol, 44 (1) : 64-68.

Dika Isnaini, 2010, Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa.L) Sebagai


Hepatoprotektor pada Mencit (Mus musculus) yang diinduksi Isoniazid
(INH), Skripsi, Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta.

Duran, L., Sisman, B., Dogruel, C., Yardan, T., Baydin, A., Yavuz, Y., 2011,
Parasetamol Zehirlenmesinde Intravenoz N-Asetil Sistein Kullanimi : Use
of Intravenous N-Acetyl Sistein in Paracetamol Intoxication. Turkey :
Ondokuz Mayis Universitesi Tip Fakultesi.

Guyton, A.C., & Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11,
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Gusti Ngurah Bagus Tirta, 2011, Pemberian Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia L) Menurunkan Tekanan Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar
(Rattus Norvegicus) yang Hipertensi, Tesis, Program Studi Ilmu Biomedik
Universitas Udayana, Bali.

Handajani Sri, 2006, The Queen of Seeds : Potensi Agribisnis Komoditas Wijen,
Yogyakarta : Andi.

John, A.A., Bamidele, F.P.,Oluwaseun, O.A. 2011. Some Protective Effects of


Aqueous Leaf Extract of Azadirachta indica on Paracetamol-induced
Hepatotoxicity in Adult Wistar Rats. American Journal of Tropical
Medicine & Public Health. Volume 1 (3) : 97-106.
38

Katzung, B.G., 2012, Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 12. Jakarta : EGC,
157-160.

Koga, F., 2012, Mekanisme Hepatotoxicity Parasetamol, http://starfish7-


koga.blogspot.com/2012/08/mekanisme-hepatotoxicity-parasetamol.html.
dikutip tanggal 31 Januari 2016.

Kusumawati, 2005, Bersahabat dengan Hewan Coba, Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta.

Laely Widjajati, 2013, Khasiat dan Manfaat Daun Mimba, Dalam : http://laely-
widjajati.blogspot.com/2013/11/khasiat-dan-manfaat-daun-mimba.html,
dikutip tanggal 25 Februari 2016.

Mohandis Haki, 2009, Efek Ekstrak Daun Talok (Muntingia calabura L.)
Terhadap Aktivitas Enzim SGPT Pada Mencit Yang Diinduksi Karbon
Tetraklorida, Skripsi, Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.

Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W., 2014, Biokimia
Harper, Edisi 29, Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 743-9.

Price, S.A., & Wilson, L.M., 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, Jakarta : EGC, 472-6.

Purwa Teratai, 2012, Penggunaan Asetilsistein pada Kasus Intoksikasi


Parasetamol, Dalam : http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.com/2012/08/
penggunaan- asetilsistein-pada-kasus.html, dikutip tanggal 3 Maret 2016.

Rahman Suwardi, 2010, Efektifitas Ekstrak Rimpang Temulawak sebagai Anti


Hepatotoksik Melalui Penurunan Kadar SGPT, Karya Tulis Ilmiah,
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung, Semarang.

Rifal Amirudin, 2007, Fisiologi dan Biokimia Hati, Dalam : Sudoyo, A.W.,
Setyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S. (eds), Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4, Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, pp : 415-9.

Rifatul, 2009, Efek Samping Obat Herbal terhadap Kesehatan Masyarakat.


Dalam : http://www.smallcrab.com/kesehatan/687-efeksamping-
pengobatan-herbal. Dikutip tanggal 20 Februari 2016.

Robbins, S.L., Kumar, V., Cotran, R.S., 2006, Buku Ajar Patologi I dan II, Edisi
5, Alih Bahasa : Pendit B.U., Jakarta : EGC, pp : 663-90.

Rochmah Kurnisajanti, 2005, Potensi ekstrak bawang putih (allium sativum)


sebagai hepatoprotektor, Jurnal Kedokteran Yarsi 8 (1) : hal. 47-52.
39

Srelatha S, Padma PR., 2009, Antioxidant activity and total phenolic content of
Moringa oleifera leaves in two stages of maturity. Plant foods for human
nutrition. 64(4):303-11.

Suarsana, I.N. dan Budiasa, I.K., 2005, Potensi Hepatoprotektif Ekstrak


Mengkudu pada Keracunan Parasetamol, Dalam :
http://www.jvetunud.com/archives/118. Dikutip tanggal 5 Maret 2016.

Sugiyanto, 2010, Petunjuk Praktikum Farmakologi Dasar, Edisi 20, Yogyakarta :


Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM, pp :
11-12.

Thomas, C., 2010, Histopatologi, Edisi IX, Alih Bahasa : Tonang, dkk. Jakarta :
EGC, p : 169.

Waji RA, Sugrani A., 2009, Makalah kimia organic bahan alami flavonoid
(quercetin), Makasar, Universitas Hasanuddin. Hal 8-9

Wenas, N.T., 2009, Kelainan Hati Akibat Obat, Dalam Buku Ajar Penyakit
Dalam, Edisi 5, Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 363-369.

Wibawa, 2007, Patogenesis Diagnosis dan Penatalaksanaan Fibrosis Hati, Dalam :


www.dexa-medika.com. Dikutip tanggal 29 Januari 2016.

Wilmana, P.F., Gunawan, S.G., 2007, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-


Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya, Dalam :
Gunawan, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Jakarta : Gaya Baru,
237-9.

Yenny., Elly, H., Wirasmi, M., Rianto, S., 2011, Efek Schizandrine C terhadap
kerusakan hati akibat pemberian parasetamol pada tikus, Universa
Medicina, Volume 24 No.4.
40

LAMPIRAN 1

SURAT PERMOHONAN PENELITIAN DAN ETHICAL CLEARENCE

a. Surat permohonan penelitian

b. Ethical clearance
41

LAMPIRAN 2

SURAT PENELITIAN DAN KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN

KADAR BILIRUBIN TOTAL

a. Surat Penelitian
42

b. Keterangan Hasil Pemeriksaan Kadar Bilirubin Total


43
44
45
46
47
48

LAMPIRAN 3

HASIL UJI NORMALITAS DAN HOMOGENITAS

a. Tabel Uji Normalitas

b. Tabel Uji Homogenitas

LAMPIRAN 4
49

HASIL UJI ONE WAY ANOVA DAN POST HOC

a. Tabel Uji One Way Anova

b. Tabel Uji Post Hoc LSD


50

LAMPIRAN 5

GAMBAR PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai