Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. G DENGAN KEJANG DEMAM

DIRUANG PERAWATAN ANAK RSUD KOTA MAKASSAR

Oleh:

Klara Jeli Tetiray, S.Kep

NS0622020

CI Lahan CI Institusi

Nurul Reski Anisa, S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIDN : 0910019102

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

NANI HASANUDDIN MAKASSAR

2022
BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa
sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai
umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden)
yang lebih tinggi, mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38 C. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3
o

bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC,
2013).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan
yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum,
dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau
multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000)

B. Etiologi Kejang Demam

1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Gangguan metabolisme
6. Demam
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.


C. Klasifikasi Kejang Demam

a. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan –

6 tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik

6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau

abnormalitas perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha,

2014)

b. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;

mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-

ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme

tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)


D. Manifestasi Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

E. Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam

yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel

neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh

ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya

konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar

sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di

dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut

potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan

sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.

Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.

Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan

makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.


F. Patway (Nurarif,2012)

Infeksi bakteri,
virus, dan parasit Rangsangan mekanik dan
biokimia. Gangguan
keseimbangan cairan dan
Reaksi Inflamasi elektrolit

Proses Inflamasi Perubahan konsentrasi Kelainan neurologis


ion diruang ekstraseluler Perinatal/prenatal

Hipertemia

Resiko kejang Ketidakseimbangan Perubahan difusi


berulang potensial membran ATP Na+ dan K+
ASE

Resiko Perubahan beda


keterlambatan Pelepasan muatan listrik
potensial membran sel
perkembangan semakin meluas
keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya Resiko Cidera
dengan bantua
neurotransmitter Kejang
Resiko Cidera

Kesadaran Menurun Kurang dari 15 Lebih dari 15


menit (KDS) menit (KDK)
Refleks menelan
menurun Kontraksi otot Perubahan suplay
darah ke otak
Resiko Aspirasi Metabolisme meningkat
Resiko kerusakan
sel neuron otak
Kebutuhan O² meningkat Suhu tubuh
makin meningkat
Resiko perfusi jaringan
Resiko Afiksia Serebral tidak Efektif
G. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

1. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam

yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien

kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

2. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam

yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien

kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

3. Darah

a.  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)

b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro

toksik akibat dari pemberian obat.

c.  Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

5.  Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk

transiluminasi kepala.

H. Penaktalaksanaan Medis

1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang

diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20

menit.

b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,

walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada

kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis

atau bila kejang demam berlangsung lama. 

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan

profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis


intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5

mg/hgBB/hari.

e. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan

a.  Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan

antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :

Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Diazepam : (indikasi khusus)


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEJANG DEMAM

A. Pengkajian
1. Anamnesa

a. Aktivitas atau Istirahat

Keletihan, kelemahan umum

Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain

b. Sirkulasi

Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis

Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan

c. Intergritas Ego

Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan

Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam

berhubungan

d. Eliminasi

1) Inkontinensia epirodik

2) Makanan atau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas

kejang

e. Neurosensori

1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala,

anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis

f. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)


2) Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal

g. Pernafasan

1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi

mulus

2) Fase posektal : Apnea

h. Keamanan

1) Riwayat terjatuh

2) Adanya alergi

i. Interaksi Sosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

1. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

1) Pelebaran rentang respon emosional

c. Eleminasi

Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter

Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia

d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)

2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristik kejang)

f. Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas

yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.


g. Kejang umum

Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil

dilatasi, inkontineusia urine

1) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental

dan anesia

2) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

3) Kejang parsial

Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada

penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif

h. Kenyamanan

Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

Perubahan pada tonus otot

Tingkah laku distraksi atau gelisah 

i. Keamanan

Trauma pada jaringan lunak

Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi
2. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
3. Resiko tinggi cedera
4. Defisit pengetahuan
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertemia
keperawatan selama 2x 24 Observasi
jam masalah keperawatan  Identifikasi
Hipertermia dapat teratasi penyebab
dengan kriteria hasil : Hipertemia
 Suhu tubuh normal  Monitor suhu
 Suhu kulit normal tubuh

 Mengigil menurun  Monitor

 Kejang menurun komplikasi akibat


hipertemia

 Monitor kadar
elektrolit

 Monitor haluan
urine
Terapeutik

 Sediakan
lingkungan yang
dingin

 Longgarkan atau
lepaskan pakaian

 Berikan cairan
oral

 Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi

 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
2. Resiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Kejang
serebral tidak efektif keperawatan selama 2x 24 Observasi
jam masalah keperawatan  Monitor terjadinya
Hipertermia dapat teratasi kejang berulang
dengan kriteria hasil:  Monitor
 Tingkat kesadaran karakteristik
membaik kejang (mis.
 Gelisah berkurang aktivitas motorik,

 Demam menurun dan progresi


kejang)
 Monitor status
neurologis
 Monitor tanda-
tanda vital
Terapeutik
 Baringkan pasien
agar tidak terjatuh
 Berikan alas
empuk dibawah
kepala
 Pertahankan
kepatenan jalan
napas
 Longgarkan
pakaian, terutama
dibagian leher
 Jauhkan benda-
benda berbahaya
terutama benda
tajam
 Pasang akses IV
 Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
 Anjurkan keluarga
menghindari
memasukkan
apapun kedalam
mulut pasien saat
periode kejang
 Anjurkan kelurga
tidak
menggunakan
kekerasan untuk
menahan gerakan
pasien
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
antikonvulsan,
jika perlu
3. Resiko Cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera
keperawatan selama 2x 24 Observasi
jam masalah keperawatan  Identifikasi area
Hipertermia dapat teratasi lingkungan yang
dengan kriteria hasil: berpotensi
 Toleransi aktivitas menyebabkan
membaik cedera

 Ekspresi wajah  Identifikasi obat


kesakitan menurun yang berpotensi

 Pola istirahat/tidur menyebabkan

membaik cedera
 Kejadian cedera Terapeutik

menurun  Sediakan

 pencahayaan yang
memadai
 Pertahankan posisi
tempat tidur
diposisi terendah
saat digunakan
 Pastikan roda
tempat tidur atau
kursi roda dalam
kondisi terkunci
 Tingkatkan
frekuensi
observasi dan
pengawasan
pasien, sesuai
kebutuhan
 Diskusikan
bersama anggota
keluarga yang
mendampingi
pasien
Edukasi
 Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh
kepasien dan
keluarga
 Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan
duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri

4. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan


keperawatan selama 2x 24 Observasi
jam masalah keperawatan  Identifikasi
Hipertermia dapat teratasi kesiapan dan
dengan kriteria hasil : kemampuan

 Kemampuan menerima

menjelaskan informasi

pengetahuan  Identifikasi faktor-

tentang suatu topik faktor yang dapat

meningkat meningkatkan dan


menurunkan
 Perilaku sesuai
motivasi perilaku
dengan
hidup bersih dan
pengetahuan
sehat
 Pertanyaan tentang
Terapeutik
masalah yang
 Sediakan materi
dihadapi
dan media
pendidikan
kesehatan
 Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan
kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
 Jelaskan faktor
resiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
 Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
 Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat

D. Implementasi & Evaluasi

1. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien.
2. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif
dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah
dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai