DI RUANG PERINATOLOGI
KEPERAWATAN ANAK
A. Pengertian Penyakit
Kejang adalah gangguan aktivitas listrik di otak yang terjadi secara spontan. Kejang
merupakan suatu kondisi di mana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara cepat
dan berulang. Perubahan aktivitas listrik di otak ini akan menyebabkan perubahan
kesadaran, perilaku, maupun gerakan abnormal (Adrian, 2021) Kejang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia,
hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan
overdosis obat.
Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38°C) akibat proses ektrakranial. Demam tinggi umumnya
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Biasanya, kejang demam pada anak
dialami ketika bayi berusia 6 bulan hingga anak berusia 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain
(Deliana, 2022)
Menurut Nationall Collaborative Perinatal Project kejang demam digolongkan
menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang
demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15
menit, sedangkan kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih dari
15 menit. Post kejang berarti setelah terjadinya bangkitan kejang berdasarkan
durasi waktu keduanya (bisa <15 menit atau >15 menit) (Gistiani, 2020)
B. Etiologi
Hingga saat ini penyebab kejang demam belum diketahui secara pasti, namun
kejang demam yang disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang
berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri (Kusuma, 2015). Menurut (Lestari,
2016) kejang demam dapat disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih, sedangkan menurut (Ridha , 2014)
mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam diantaranya :
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak Kongenital
3. Faktor genetik
Faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang demam 20-50%
anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali
4. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam atau pada waktu demam lagi
5. Penyakit infeksi
- Bakteri : penyakit pada Traktus Respiratorius (pernapasan), Paringitis
(radang tenggorokan), Tonsilitis (amandel),Ootitis media (infeksi telinga).
- Virus :Varicella (cacar), Morbili (campak), Dengue (virus penyebab
demam berdarah).
6. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti Uremia, Hipoglikemia, kadar gula darah kurang
dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi
dengan berat badan lahir rendah atau Hiperglikemia
7. Trauma
Kejang berkembang minggu pertama setalah cedera kepala.
8. Gangguan sirkulasi
9. Neoplasma
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapapun, tetapi mereka
merupakan penyebab sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan
kemudian ketika insiden penyakit Neoplastik meningkat (Nugroho,2011).
C. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran
yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah
oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 dan
Ngastiyah, 2016)
D. Pathway
Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.
Resiko Infeksi
Proses demam
ATP ASE
Pengobatan perawatan
Dan diit
15 menit
perubahan suplay
gejala sisa
Neuron otak
F. Pemeriksaan penunjang/diagnostik
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan
lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
G. Penatalaksanaan medis
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang,
obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,dengan dosis maksimal 10 mg. Secara
umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya
(IDAI, 2016).
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal
5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu
5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
(IDAI, 2016).
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila
kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis (IDAI, 2016).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
b. Diagnosis Keperawatan
No. Data Etiologi Diagnosis
1. DS: Kategori:
- Rangsangan Lingkungan.
DO: mekanik dan Subkategori:
Suhu tubuh lebih biokimia Keamanan dan
dari 37,8°C oral Proteksi.
atau 38,8°C rektal. Hipertermia
Difusi Na+ dan K+
b.d
Kejang.
Proses Infeksi
Kulit terasa Kejang
(Kode SDKI
hangat. 0129 hal.282)
Aktivitas otot
menurun
Metabolisme
meningkat
Suhu tubuh
meningkat
Hipertermia
2. DS: Kategori:
- Rangsangan Lingkungan.
DO: mekanik dan Subkategori:
Factor resiko biokimia Keamanan dan
Internal Proteksi
Difungsi biokimia. Difusi Na+ dan K+ Risiko Cedera
d.d
Kejang Disfungsi
Biokimia
Kondisi klinis
Resiko kejang terkait:
berulang Kejang
(Kode SDKI
Kurang 0135 hal.292)
kesadaran
Resiko cedera
3. DS: Kategori:
Menanyakan Rangsangan Perilaku.
masalah yang mekanik dan Subkategori:
dihadapi. biokimia Penyuluhan dan
DO: Pembelajaran.
Difusi Na+ dan K+ Defisit
Menunjukan
Pengetahuan
Perilaku Tidak
Sesuai Anjuran. Tentang Kejang
Menunjukkan Kejang Demam
Persepsi Yang Kompleks
Keliru Terhadap Resiko kejang b.d
berulang Kurang
Masalah.
Terpapar
Informasi
Kurang informasi (Kode SDKI
0110 hal.244)
pengobatan
perawatan kondisi,
prognosis kejang
Defisit
pengetahuan
tentang KDK
c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis Outcome Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
b.d intervensi selama 1x24 hal.179
Proses Infeksi jam maka Observasi:
(Kode SDKI 0129) Termogulasi Monitor suhu
hal.282 Ekspektasi: Membaik. tubuh.
(Kode SLKI L.14134) Monitor
hal:129
komplikasi akibat
Dengan kriteria hasil:
hipertermia.
Suhu tubuh
Terapeutik:
membaik.
Kejang Sediakan
menurun. lingkungan yang
Suhu kulit dingin.
membaik. Anjurkan tirah
baring.
Kolaborasi:
Pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu.
2. Risiko Cedera Setelah dilakukan Manajemen Kejang
d.d intervensi selama 1x24 hal:187
Disfungsi Biokimia jam maka Observasi:
Kondisi klinis terkait: Kontrol Kejang Monitor terjadinya
Kejang Ekspektasi: kejang berulang.
(Kode SDKI 0135) Meningkat Monitor tanda-
hal.292 (Kode SLKI tanda vital.
L.06050) Terapeutik:
hal: 56 Cegah cedera.
Dengan kriteria hasil: Dampingi selama
Kemampuan periode kejang.
mengidentifik Dokumentasikan
asi factor periode terjadinya
risiko/pemicu kejang.
kejang Berikan terapi IV,
meningkat. jika perlu.
Kemampuan
mencegah
factor
risiko/pemicu
kejang
meningkat.
Melaporkan
frekuensi
kejang
meningkat.
3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Prosedur
Tentang Kejang intervensi selama 1x24 Tindakan
Demam Kompleks jam maka hal:110
b.d Tingkat Kepatuhan Jelaskan manfaat
Kurang Terpapar Ekspektasi: dan dampak
Informasi Meningkat. tindakan yang
(Kode SDKI 0110) (Kode SLKI dilakukan.
hal.244 L.12110) Jelaskan cara
hal: 142 mengatasi dampak
tindakan yang
Dengan kriteria hasil:
dilakukan.
Verbalisasi
Berikan
mengikuti
kesempatan pasien
anjuran
dan keluarga untuk
meningkat.
bertanya tentang
Perilaku tindakan yang
mengikuti akan dilakukan.
program
perawatan/pen
gobatan
membaik.
Perilaku
menjalankan
anjuran
membaik.
Resiko
komplikasi
penyakit/masa
lah kesehatan
menurun.
DAFTAR REFERENSI