Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS FALETEHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
MORBILI DI RUANG FLAMBOYAN 2
KEPERAWATAN ANAK

USWATUN HASANAH
5022031120

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG BANTEN
2022/2023
KONSEP DASAR PENYAKIT MORBILI (CAMPAK)

A. PENGERTIAN
Morbili dapat disebut juga campak,”measles”,rubeola, morbili ialah penyakit
infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu : stadium
kataral, stadium erupsi dan stadium konvelensi. Campak adalah organisme
yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang
terinfeksi pada orang lain yang rentan. Campak, measles atau rubeola adalah
penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Campak adalah
demam eksantematosa akut oleh virus yang menular ditandai oleh gejala
prodromal yang khas, ruam kulit dan bercak koplik.

B. ETIOLOGI
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rubella, oleh
karena itu campak juga sering disebut dema rubella. Virus penyebab campak
ini biasanya hidup pada daerah tenggorokan dan saluran pernapasan. Virus
campak dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lendir tenggorokan,
hidung dan saluran pernapasan. Anak yang terinfeksi oleh virus campak dapat
menuularkan virus ini kepada lingkungannya, terutama orang-orang yang
tinggal seruma dengan penderita. Pada saat anak yang terinfeksi bersin atau
batuk, virus juga dibatukkan dan terbawa oleh udara. Anak dan orang lain
yang belum mendapatkan imunisasi campak, akan mudah sekali terinfeksi jika
menghidup udara pernapasan yang mengandung virus. Penularan virus juga
dapat terjadi jika anak memgang atau memasukkan tangannya yang
terkontaminasi dengan virus ke dalam hidung dan mulut. Biasanya virus dapat
ditularkan 4 hari sebelum ruam timbul sampai 4 hari setelah ruam pertama
kali timbul.

C. PATOFISIOLOGI
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak.
Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung virus
dari secret nasofaring pasien campak. Ditempat masuk kuman, terjadi periode
pendek perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh virema
primer singkt bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen
utnuk menyebar ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri
di jaringan limfoid. Viremia sekunder yang memanjang terjadi, berkaitan
dengan awitan prodromal klinis dan perluasan virus. Sejak saat itu (kira-kira 9
sampai 10 hari setelah terinfeksi) sampai permulaan keluarnya ruam, virus
dapat dideteksi di seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan
limfoid. Virus juga dapat ditemukan di secret nasofaring urine, dan darah
pasien paling mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5 sampai 6
hari. Dengan mulainya awitan ruam (kira-kira 14 hari setelah terinfeksi awal),
perbanyakan virus berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali
di urine, tempat virus bisa menetap seama beberapa hari lagi. Insiden
bersamaan dengan munculnya eksantema adalah deteksi antibody campak
yang beredar dalam serum yang ditemukan pada hampir 100% pasien dihari
ke dua timbulnya ruam. Perbaikan gejala kllinis dimulai saat ini, kecuali pada
beberapa pasien, dimulai beberapa hari kemudian karena penyakit sekunder
yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi melintasi barisan sel epitel
traktrus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media, bronkopneumonia
sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.

Sebanyak 10% pasien memperlihatkan ploesitosis dalam cairan


serebrospinalis dan 50% memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di
puncak serangan penyakit. Namun, hanya 0,1% yang memperlihatkan gejala
dan tanda ensefalomielitis. Beberapa hari setelah serangan akut, terlihat
kelainan system saraf pusat, saat serum antibody berlimpah dan viurs menular
tidak lagi dapat dideteksi, hal ini diperkirakan ensefalitik autoimun. Pada
pasien SSPE, hilangnya virus campak dari system saraf pusat beberapa tahun
kemudian setelahh infeksi campak primer menekankan perlunya penjelasan
lebih lanjut tentang interaksi virus dengan system saraf pusat, baik secara akut
maupun kronis, SSPE bisa disebut sebagai ensefalitis virus campak lambat.

Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan


imunisasi campak akan meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang
dikandungnya. Kekebalan ini akan bertahan selama satu tahun pertama setelah
anak dilahirkan. Oleh karena itu, jarang sekali kita jumpai bayi (khususnya
yang berusia dibawah 5 bulan) yang menderita campak. Seorang yang pernah
menderita campak akan menjadi kebal seumur hidupnya.

D. PATHWAY

Paramyxiviridae morbili Mengendap pada organ Saluran cerna


virus
Epital saluran napas
Kulit Hiperplasi jaringan
Masuk sal nafas limfoid
Penurunan fungsi
Poliferasi sel endotel
Ditangkap oleh makrofag silia Iritasi mukosa
kapiler dalam korium
usus
v Sekret
Menyebar ke kelenjar Eksudasi serum/eritrosit
limfa regional dalam epidermis Sekresi

Reflek Batuk
Mengalami replikasi Ruam
Peristaltik
Ketidakefektifan
Virus dilepas ke dalam Gangguan bersihan jalan
Gangguan Diare
aliran darah (viremia Integritas nafas
citra diri
primer) Kulit
Dehidrasi
Virus sampai RES

Set point meningkat


Replikasi Kembali Histamin

Virus sampai ke multiple Peningkatan


Gatal (nyeri ringan) suhu tubuh
tissue site (viremia
sekunder)
Gangguan rasa nyaman Hipertermi
Reaksi radang Nyeri

Nafsu makan
Pengeluaran
mediator kimia
Intake nutrisi

Mempengaruhi termostat
dalam hipotalamus Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebtuhan tubuh

E. MANIFESTASI KLINIS
Campak memiliki masa tuntas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga
stadium, yaitu
1. Stadium kataral (prodromal)
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas,
malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak
koplik yang patognomonik bagi campak, tetapi sangat jarang dijumpai.
Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar jarum dan dikelilingi
oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah. Jarang ditemukan dibibir bawah tengah atau palatum.
Kadang-kadang terdapat macula halus yang kemudian menghilang
sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan
leucopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza
dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang
besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak
dengan penderita campak dalam waktu 2 minggu terakhir.

2. Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah
di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula
bercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk macula papula
disertai menaiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang
normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas
lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal,
muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan
akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat
pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan dibawah
leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang
disertai diare dan muntah. Variasi dari campak yang biasa ini adalah
“black measles” yaitu campak yang disertai perdarahan pada kulit,
mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak indonesia sering ditemukan pula kulit yang
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
campak. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema
ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai
normal kecuali bila ada komplikasi.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinis yang khas
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
4. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas
5. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test
dan complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang
spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya
pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan, 2011 : 94).
6. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant sel yang khas.
7. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik
dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2
minggu kemudian.

G. PENATALAKSANAAN
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi
penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk
mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih nyaman dan
dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang cukup dan gizi
yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan
cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Bila ringan, penderita
campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar
selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila
penyakit bertambah berat. Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan
banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu
dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat..
8. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
a. Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
b. Pengurang batuk (antitusif)
c. Vitamin A dosis tunggal :
1) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
2) Di atas 1 tahun: 200.000 unit
d. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia).
e. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita
morbili dengan ensefalitis.
f. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
g. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu.

H. PENCEGAHAN
1. Imunisasi pasif
IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah
gambaran klinis dan efek antigen pada infeksi virus campak. Anak
yang rentan harus segera diberi IG 0,25 ml/kg BB, untuk mencegah
campak. Bila telah berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat
diandalkan untuk mencegah maupun memodifikasi penyakit. Pasien
dengan campak yang dimodifikasi globulin memperlihatkan gambaran
klinis yang beragam dengan masa tunas memanjang dan berbagai
keluhan dan tanda penyakit campak, tetapi mereka tetap sebgai sumber
penular potensial pada individu yang berkontak dengan mereka. Oleh
karena sifat kekebalan alaminya sementara, imunisasi pasif harus
diikuti oleh imunisasi aktif dalam 3 bulan setelah itu. Karena dosis
besar immunoglobulin saat ini sering diberikan untuk pencegahan atau
pengobatan sejumlah gangguan (misal infeksi HIV, penyakit
kawasaki, trombositopenia imun, hepatitis B dan profilaksis varisela)
interval yang lebih panjang dianjurkan sebelum vaksin virus campak.
Ini bervariasi dari 3 sampai 11 bulan bergantung pada produk dan
jumlah globulin yang diberikan
2. Imunisasi aktif
Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak
menular dan tidak ada hubungannya dengan infeksi bakteri sekunder
dan komplikasi neurologi. Efek profilaksis vaksin hidup yang
diberikan mencapai 97%. Vaksin yang dilemahkan menimbulkan
reaksi ringan. Respon demam yang terjadi pada 5 sampai 15% anak.

I. KOMPLIKASI
1. Pneumoni
Oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder.
Bakteri yang menimbulkan pneumoni pada mobili adalah streptokokus,
pneumokokus, stafilokokus, hemofilus influensae dan kadang-kadang dapat
disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.
2. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar
19,1 – 30,4%
3. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten,
atau ensefalomielitis tipe alergi.
4. Otitis media
Komplikasi yang sering ditemukan Mastoiditis Komplikasi dari otitis
media
5. Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah),
menderita komplikasi. (Rampengan, 2011 : 95)
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data Dasar


1. Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2. Proses keperawatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam terusmenerus
berlangsung 2 – 4 hari.
b. Riwayat keperawatan sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari,
batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila kena cahaya
(fotofobia), diare, ruam kulit. Adanya nafsu makan menurun, lemah,
lesu.
c. Riwayat keperawatan dahulu
Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah
Sakit atau pernah mengalami operasi. Anamnesa riwayat penyakit
yang pernah diderita pada masa lalu, riwayat imunisasi campak.
Anamnesa riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi campak.
d. Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah,
apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau
familial.
3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Kaji apakah pasien mengalami kesulitan saat
bernafas.
b. Makan dan Minum Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum
sebelum dan selama MRS . Kebiasaan : pola makan, frekuensi, jenis.
Perubahan :setelah di rumah sakit.
c. Eliminasi
1) BAK
Kebiasaan : frekuensi, warna, bau. Perubahan setelah sakit.
2) BAB
Kebiasaan : frekuensi, warna, konsistensi. Perubahan setelah sakit.
d. Gerak dan Aktivitas : Kaji gerak dan aktivitas pasien selama berada di
RS.
e. Istirahat dan tidur Kebiasaan : kaji kebiasaan istirahat tidur pasien.
Perubahan setelah sakit.
f. Kebersihan Diri. Kaji bagaimana toiletingnya pasien.
g. Pengaturan suhu tubuh : Cek suhu tubuh pasien, normal (36°-37°C),
pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia >40°C ataupun hipertermi
<35,5°C.
h. Rasa Nyaman, Observasi adanya keluhan yang mengganggu
kenyamanan pasien. Observasi nyeri yang di keluhkan pasien.
i. Rasa Aman. Kaji keluarga pasien mengenai kecemasan yang ia
rasakan
j. Sosialisasi dan Komunikasi Observasi social dan komunikasi pasien.
Kaji apakan pasien mampu bercanda dengan keluarganya.
k. Bekerja
Kaji pasien apakah pasien mampu bermain dan bercanda dengan
keluarganya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien.
m. Rekreasi. Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan
sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk
mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar. Seberapa besar keingintahuan keluarga
mengenai cara pencegahan diare pada anak. Disinilah peran perawat
untuk memberikan HE kepada keluarga pasien mengenai cara
pencegahan diare pada anak.
4. Pemeriksaan Fisik Kulit :
a. Timbul rash. Rash mulai timbul sebagai eritema makulopapular
( penonjolan pada kulit yang berwarna merah ). Timbul dari belakang
telinga pada batas rambut dan menyebar ke daerah pipi, seluruh wajah,
leher, lengan bagian atas dan dada bagian atas dalam 24 jam I.
Dalam 24 jam berikutnya, menyebar menutupi punggung, abdomen,
seluruh lengan dan paha, pada akhirnya mencapai kaki pada hari ke 2
– 3, maka rash pada wajah mulai menghilang. Proses menghilangnya
rash berlangsung dari atas ke bawah dengan urutan sama dengan
urutan proses pemunculannya. Dalam waktu 4 – 5 hari menjadi
kehitam – hitaman ( hiperpigmentasi ) & pengelupasan (desquamasi).
b. Kepala
1) Mata
Konjungtivitis & fotofobia. Tampak adanya suatu garis melintang
dari peradangan konjungtiva yang dibatasi pada sepanjang tepi
kelopak mata (Transverse Marginal Line Injectio) pada palpebrae
inferior, rasa panas di dalam mata & mata akan tampak merah,
berair, mengandung eksudat pada kantong konjungtiva.
2) Hidung
Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulen dan
menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncak serta
menghilang bersamaan dengan menghilangnya panas.
3) Mulut
Didapatkan koplik's spot. Merupakan gambaran bercak – bercak
kecil yang irregular sebesar ujung jarum / pasir yang berwarna
merah terang dan bagian tengahnya berwarma putih kelabu.
Berada pada mukosa pipi berhadapan dengan molar ke – 2 , tetapi
kadang – kadang menyebar tidak teratur mengenai seluruh
permukaan mukosa pipi. Timbulnya pada hari ke – 2 setelah erupsi
kemudian menghilang. Tanda ini merupakan tanda khas pada
morbili.
4) Leher
Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah
servikal posterior. Hal ini disebabkan karena aktivitas jaringan
limphoid untuk menghancurkan agen penyerang (virus morbili).
5) Dada
a) Paru : Bila terjadi perubahan pola nafas & ketidakefektifan
bersihan jalan nafas akan didapatkan peningkatan frekuensi
pernafasan, retraksi otot bantu pernafasan dan suara nafas
tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi inflamasi
mukosa saluran nafas bersifat batuk kering. Intensitas batuk
meningkat mencapai puncak pada saat erupsi. Bertahan lama &
menghilang secara bertahap dalam 5 – 10 hari.
b) Jantung : Terdengar suara jantung I & II.
6) Abdomen : Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor
kulit dapat menurun.
7) Anus & genetalia
Eliminasi alvi dapat terganggu berupa diare Eliminasi uri tidak
terpengaruh.
8) Ekstremitas atas dan bawah : Ditemukan rash dengan sifat sesuai
waktu timbulnya. 5. Pemeriksaan penunjang Dari hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia ringan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau
ketidak mampuan mencerna makanan atau absorpsi nutrien yang
diperlukan.
3. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
penggarukan pruritus.
4. Hipertermia berhubungan dengan Efek pirogen terhadap pengaturan suhu
tubuh pada hipotalamus, Peningkatan metabolisme dan proses penyakit.
C. ANALISA DATA

No Data Patoflow Diagnosa


Keperawatan
1 DS : Paramyxiviridae Bersihan Jalan
 Ibu klien morbili virus
Napas Tidak
mengatakan anaknya ↓
sesak Masuk sal nafas Efektif
 Sulit bicara ↓
Ditangkap oleh
DO : makrofag
 Batuk tidak efektif ↓
 Tidak mampu batuk Menyebar ke kelenjar
 Sputum berlebih limfa regional
 Mengi, whezing, ↓
atau ronkhi kering Mengalami replikasi
 Gelisah ↓
Virus dilepas ke dalam
 Sianosis
aliran darah (viremia
 Bunyi napas
primer)
menurun

 Frekuensi napas Mengendap pada organ
berubah ↓
 Pola napas berubah Epital saluran napas

Penurunan fungsi silia

Sekret meningkat

Reflek batuk

Bersihan jalan nafas
tidak efektif

2 DS : Paramyxiviridae Defisit Nutrisi


 ibu klien mengatakan morbili virus
anaknya nafsu ↓
makannya menurun Masuk sal nafas
 cepat kenyang ↓
setelah makan Ditangkap oleh
makrofag
DO : ↓
Menyebar ke kelenjar
 berat badan menurun limfa regional
minimal 10% ↓
dibawah rentang Mengalami replikasi
ideal ↓
 otot pengunyah Virus dilepas ke dalam
lemah aliran darah (viremia
 bising usus hiperaktif primer)
 membran mukosa ↓
pucat Mengendap pada organ

 diare Saluran cerna

Hiperplasi jaringan
limfoid

Iritasi mukosa

Sekresi meningkat

Peristaltik meningkat

Nafsu makan menurun

Intake nutrisi menurun

Defisit nutrisi

3 DS : - Paramyxiviridae Resiko Gangguan


morbili virus
DO : - Integritas

Masuk sal nafas Kulit/Jaringan

Ditangkap oleh
makrofag

Menyebar ke kelenjar
limfa regional

Mengalami replikasi

Virus dilepas ke dalam
aliran darah (viremia
primer)

Mengendap pada organ

Kulit

Poliferasi sel endotel
kapiler dalam korium

Eksudasi serum/eritrosit
dalam

Ruam

Resiko gangguan
integritas kulit/jaringan
4 DS : - Paramyxiviridae Hipertermia
morbili virus
DO : ↓
 suhu tubuh lebih dari Masuk sal nafas
37,8°C oral atau ↓
38,8°C rektal Ditangkap oleh
 kulit merah makrofag
 kejang ↓
 takikardia Menyebar ke kelenjar
 takipnea limfa regional
 kulit terasa hangat ↓
Mengalami replikasi

Virus dilepas ke dalam
aliran darah (viremia
primer)

Mengendap pada organ

Saluran cerna

Hiperplasi jaringan
limfoid

Iritasi mukosa

Sekresi meningkat

Peristaltik meningkat

Diare

Dehidrasi

Set point meningkat

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermi
D. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi Aktivitas


(SLKI) (SIKI) (SIKI)
Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Observasi :
Efektif berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Napas
peningkatan produksi sputum diharapkan bersihan jalan  Monitor pola napas (frekuensi,
ditandai dengan : napas meningkat dengan kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan
DS : kriteria hasil :
(mis. Mengi, wheezing)
 Ibu klien mengatakan
 Monitor sputum (jumlah, warna,
anaknya sesak  Batuk efektif aroma)
 Sulit bicara meningkat
 Produksi sputum Terapeutik :
DO : menurun
 Batuk tidak efektif  Wheezing menurun  Posisikan semi fowler atau fowler
 Tidak mampu batuk  Dispnea menurun  Berikan minum hangat
 Sputum berlebih  Sulit bicara menurun  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Mengi, whezing, atau  Sianosis menurun  Anjurkan asupan cairan 2000
ronkhi kering  Gelisah menurun ml/hari sesuai toleransi jantung
 Gelisah  Frekuensi napas  Berikan oksigen, jika perlu
 Sianosis membaik
 Bunyi napas menurun  Pola napas membaik Edukasi :
 Frekuensi napas
berubah  Ajarkan teknik batuk efektif
 Pola napas berubah
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Defisit nutrisi b.d kegagalan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi Observasi :
untuk mencerna atau ketidak keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan status nutrisi  Identifikasi status nutrisi
mampuan mencerna makanan  Identifikasi alergi dan intoleransi
membaik dengan kriteria hasil :
atau absorpsi nutrien yang makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
diperlukan ditandai dengan :  Kekuatan otot menelan
 Identifikasi perlunya penggunaan
DS : meningkat selang nasogastrik
 ibu klien mengatakan  Diare menurun  Monitor berat badan
anaknya nafsu  Monitor asupan makanan
makannya menurun  Berat badan membaik  Monitor hasil pemeriksaan
 cepat kenyang setelah laboratorium
 Bising usus membaik
makan
 Membran mukosa Terapeutik :
DO :
membaik  Lakukan oral hygiene sebelum
 berat badan menurun makan, jika perlu
minimal 10% dibawah  Berikan medikasi sebelum makan
rentang ideal (mis. Pereda nyeri), jika perlu
 otot pengunyah lemah  Sajikan makanan secara menarik
 bising usus hiperaktif dan suhu yang sesuai
 membran mukosa pucat  Berikan makanan tinggi serat untuk
 diare mencegah konstipasi
 Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi :

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Edukasi Perawatan Terapeutik :


kulit/jaringan berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
Kulit
dengan penggarukan pruritus diharapkan integritas kulit dan  Bersihkan dengan air hangat
jaringan meningkat dengan selama periode campak
ditandai dengan :
kriteria hasil :
DS : - Edukasi :
 Hidrasi meningkat
DO : -  Anjurkan menggunakan tabir surya
 Kerusakan jaringan
saat berada diluar rumah
menurun
 Anjurkan minum cukup cairan
 Kerusakan lapisan kulit
 Anjurkan mandi dan menggunakan
menurun
sabun secukupnya
 Kemerahan menurun
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Nekrosis menurun
 Anjurkan memberi tahu tim medis
 Suhu kulit membaik
jika ada lesi kulit yang tidak biasa

Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Observasi :


dengan Efek pirogen terhadap keperawatan selama 3x24 jam Hipertermia  identifikasi penyebab hipertermia
pengaturan suhu tubuh pada diharapkan termoregulasi (mis. Dehidrasi, terpapar
hipotalamus, Peningkatan membaik dengan kriteria hasil : lingkungan panas)
metabolisme dan proses  monitor suhu tubuh
penyakit ditandai dengan :  kulit merah menurun  monitor kadar elektrolit
 monitor haluaran urine
DS : -  pucat menurun  monitor komplikasi akibat
DO :  suhu tubuh membaik hipertermia
 suhu tubuh lebih dari terapeutik :
37,8°C oral atau 38,8°C  suhu kulit membaik  sediakan lingkungan yang dingin
rektal  longgarkan atau lepaskan pakaian
 tekanan darah membaik
 kulit merah  basahi dan kipasi permukaan tubuh
 kejang  berikan cairan oral
 takikardia  ganti linen setiap hari atau lebih
 takipnea sering jika mengalami hiperdirosis
 kulit terasa hangat (keringat berlebih)
 anjurkan tirah baring
 berikan oksigen, jika perlu
 hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
kolaborasi :
 kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnose


medis & NANDA NIC-NOC.Jakarta : Med Action Publishing
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik
Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;2010
Doenges, E. Marilynn. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. Dkk.2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses PenyakitEdisi
6 Volume 1. EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner
dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
Markum.AH. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai