0 Definisi
Infeksi menular yang disebabkan oleh virus morbili ditandai dengan
terjadinya eksentama akut (demam, batuk, konjungtivitis dan ruam kulit).
Istilah umum yang dipakai untuk morbili yaitu campak.
Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh
gejala prodormal panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya
bercak merah makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang
kemudian menghitam dan mengelupas.
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai
dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau
demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi (Ilmu Kesehatan Anak vol
2, Nelson, 2000).
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium prodormal, stadium erupsi dan stadium konvalisensi,
yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik
( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).
1 Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul
bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA rantai tunggal yang termasuk
famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. Sampai saat ini hanya ada satu
serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
2 Epidemiologi
Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara, antara lain percikan ludah
yang mengandung virus, kontak langsung dengan penderita, penggunaan
peralatan makan & minum bersama. Penderita dapat menularkan infeksi
dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit
ada.Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian
menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui
plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan
mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita
menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan
akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III
maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan
atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian
meninggal sebelum usia 1 tahun.
3 Faktor predisposisi
0 Daya tahan yubuh yang lemah
1 Belum pernah terkenan campak
2 Belum pernah mendapat vaksinasi campak
4 Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel
dan berbiak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan
kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang
pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan
proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrasi
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang
tersebar pada otak Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit
menyebabkan batuk, pilek dan mata merah (3 C : coryza, cough and
conjunctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,
batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi
(pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan
saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa
konvalesen panas turun dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan
ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan
hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada proses awalnya terdapat
perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
Paramyxoviridae Droplet infection Masuk lewat saluran
Virus morbili (virus masuk) pernafasan
Virus dilepas ke dlm
Mengendap pd organ saluran darah (viremia Menyebar ke kelenjar
primer)
limfe
dehidrasi
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Resiko ketidakseimbangan
elektrolit
Replikasi kembali
6 Komplikasi
a. Diare dapat diikuti dehidrasi
b. Laringitis akut
c. Laringotrakeobronkitis (croup)
d. Pneumonia
e. Bronkopneumonia
f. Pneumomediastinal
g. Kejang demam
h. Ensefalitis akut
i. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
j. Otitis media
k. Mastoiditis
l. Enteritis
m. Konjungtivitis
n. Ulkus kornea
o. Sistem kardiovaskuler
p. Adenitis servikal (cervical adenitis)
q. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
r. Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus, dan kelainan
kongenital
s. Aktivasi tuberkulosis
t. Emfisema subkutan
u. Apendisitis
v. Gangguan gizi hingga kwasiorkor (malnutrisi)
w. Infeksi piogenik pada kulit
x. Kankrum oris (noma)
y. Kebutaan
7 Pencegahan
0 Imunusasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup
yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah
Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B.
Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan
Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan
menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai
mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi
campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena
sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi
secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas
dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika
bayi berusia 12 bulan.
1 Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan,
serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama
globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif
untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah
dengan erum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan
diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
2 Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi Nasional
3 Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6
Imunisasi tidak boleh dilakukan bila :
0 Menderita infeksi saluran napas akut atau infeksi akut lainnya yang
disertai demam >38ºC
1 Riwayat kejang demam
2 Defisiensi imunologis
3 Sedang mendapat pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
Efek samping imunisasi :
0 Hiperpireksia
1 Gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas
2 Morbili form rash
3 Kejang demam
4 Ensefalitis
5 Demam
8 Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat jika ada komplikasi
infeksi bakteri. Dapat disertai leukopenia, limfopenia.
b. Pemeriksaan yang perlu dilakukan jika disertai komplikasi :
- Ensefalopati : pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit
darah, dan analisis gas darah.
- Enteritis : feses lengkap.
- Bronkopneumonia: pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
c. Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan foto dada (chest radiograph) seringkali menunjukkan
gambaran hyperinflation, perihilar infiltrates, atau parenchymal patchy,
fluffy densities. Konsolidasi sekunder atau efusi dapat juga terlihat
(visible).
d. Pemeriksaan Sitologis
Ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi.
e. Pemeriksaan Patologis
Dijumpai distribusi yang luas dari multinucleated giant cell akibat fusi sel-
sel. Multinucleated giant cell ini dapat ditemukan di sputum, sekresi nasal,
dan sedimen urin.
f. Pemeriksaan Serologi
0 Didapatkan IgM spesifik.
1 IgM lebih sensitif bila diperiksa antara hari ke-3 sampai hari ke-28
timbulnya rash (ruam kemerahan).
2 Pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutinin inhibition test
dan complement fixation test akan dijumpai adanya antibodi yang
spesifik dalam waktu 1-3 hari setelah timbul rash dan mencapai
puncaknya 2-4 minggu kemudian. Tes ini cukup praktis dan spesifik
untuk mendiagnosis morbili atipik atau subklinik.
9 Prognosis
Biasanya sembuh setelah 7-10 hari setelah timbul ruam kulit. Kematian
disebabkan karena penyulit bronkopneumonia dan ensefalitis.
10 Terapi
0 Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
0 Pemberian cairan yang cukup
1 Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan
tingkat kesadaran dan adanya komplikasi
2 Suplemen nutrisi
3 Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
4 Anti konvulsi apabila terjadi kejang
5 Pemberian vitamin A
1 Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,0oC), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.
2 Campak tanpa komplikasi :
0 Hindari penularan
1 Tirah baring di tempat tidur
2 Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500
IU tiap hari
3 Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan
disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya
komplikasi.
3 Campak dengan komplikasi :
1) Ensefalopati/ensefalitis :
a) Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainnya sesuai dengan
PDT ensefalitis
b) Kortikosteroid bila diperlukan, sesuai dengan PDT ensefalitis
c) Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta
koreksiterhadap gangguan elektrolit
2) Bronkopneumonia
0 Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
1 Oksigen nasal atau dengan masker
2 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa, gas darah dan
elektrolit
3) Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi
11 Monitoring Terapi
0 Pada kasus campak dengan komplikasi bronkopneumonia dan gizi kurang
perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta
lakukan uji tuberkulin.
1 Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang /buruk, konsultasi pada Divisi
Nutrisi & Metabolik.
12 Penatalaksanaan
a. Tanpa Komplikasi
0 Dirawat di bangsal isolasi, keadaan umum diperbaiki dengan cairan
dan diet yang memadai, yaitu: diet makanan cukup cairan dan kalori
yang memadai.
1 Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, bila
terdapat malnutrisi dilanjutkan 150.000 IU tiap hari.
2 Pedoman lain pemberian vitamin A :
a) <6 bulan : 50.000 IU/hari >2 hari.
b) 6-11 bulan : 100.000 IU/hari >2 hari.
c) >12 bulan : 200.000 IU/hari >2 hari.
3 Indikasi rawat inap :
0 Hiperpireksia (suhu>39.0 ºC)
1 Dehidrasi
2 Kejang
3 Asupan oral sulit
4 Adanya komplikasi
b. Dengan Komplikasi
0 Ensefalopati
0 Kloramfenikol 75 mg/Kg berat badan/hari dan ampisilin 100
mg/Kg berat badan/hari selama 7-10 hari.
1 Kortikosteroid: deksametason 1 mg/Kg berat badan/hari sebagai
dosis awal, dilanjutkan 0,5 g/Kg berat badan/hari dibagi dalam 3
dosis hingga kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari
dilakukan tappering off).
1 Bronkopneumonia
a) Kloramfenikol 75 mg/Kg berat badan/hari dan ampisilin 100
mg/Kg berat badan/hari selama 7-10 hari.
b) Oksigen 2 liter/menit.
c) Koreksi gangguan analisis gas darah dan elektrolit.
2 Enteritis
Koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi.
1 Konsep Hospitalisasi
1. Pengertian Hospitalisasi
Menurut Potter & Perry (2005) hospitalisasi adalah pengalaman yang
penuh tekanan, utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal
dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas dan perubahan
status kesehatan. Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena
adanya perubahan atau gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap
lingkungan.
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan,
bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis
penerimaan masuk rumah sakit (Stuart, 2007, hal :102).
Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang terencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi &
perawatan sampai dipulangkan kembali ke rumah. Perasaan yang sering
muncul pada anak: cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong,
2000). Bila anak stress maka orang tua juga menjadi stress danakan membuat
stress anak semakin meningkat (Supartini, 2000).
Hospitalisasi terjadi apabila dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan anak mengalami suatu gangguan fisik maupun mentalnya
yang memungkinkan anak untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Secara sederhana, hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang
sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau
meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan
emosi atau tingkah laku yang mempengaruhikesembuhan dan perjalanan
penyakit anak selama dirawat di rumah sakit.
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi dan perasaan yang muncul dalam
hospitalisasi:
0 Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua yaitu : takut, rasa
bersalah, stress dan cemas
1 Rasa takut pada orang tua selama anak di RS terutama pd kondisi
sakit anak yang terminal, karena takut kehilangan anak yang dicintainya
dan adanya perasaan berduka
2 Perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua
merasa stress, hal ini akan membuat ia tidak dapat merawat anaknya
dengan baik dan akan menyebabkan anak menjadi semakin stress
(Supartini, 2000).
3 Perasaan cemas dan takut, rasa cemas paling tinggi dirasakan orang
tua pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit anaknya
(Supartini, 2000).
4 Rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan
anak pada kondisi sakit yang terminal.
5 Perilaku yang sering ditunjukan orang tua berkaitan dengan adanya
perasaan cemas dan takut ini adalah : sering bertanya atau bertanya tentang
hal sama berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah
tegang dan bahkan marah (Supartini, 2000).
6 Perasaan sedih, perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam
kondisi terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan
anaknya untuk sembuh.
7 Pada saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan
berduka akan dialami orang tua, pada kondisi ini orang tua menunjukkan
perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
8 Perasaan frustrasi
3. Dampak Hospitalisasi
Dampak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan
stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh
banyaknya faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga
kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang
mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan.
Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara
fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang
mendampingi selama perawatan). Anak menjadi semakin stres dan hal ini
berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun.
Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan
sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat
yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan.
Dampak hospitalisasi yang dialami anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan rasa tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung
pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan
pengobatan.
5. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal :189) manfaat hospitalisasi adalah sebagai
berikut :
a) Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara meberi
kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stressor yang
dihadapi selama perawatan di rumah sakit.
b) Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Perawatan dapat
memberikan kesempatan kepada keluarga untuk belajar tentang penyakit,
prosedur, penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.
c) Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan ,
sehingga tiidak terlalu bergantung pada orang lain dan menjadi percaya
diri.
d) Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama klien
yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya
untuk saling kenal dan berbagi pengalaman.
1 Diagnosa Keperawatan
0 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
2 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan adanya
dehidrasi
3 Ketidakefektifan termoregulasi tubuh berhubungan dengan pengaruh
thermostat dalam hipotalamus
4 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gatal atau nyeri ringan
2 Intervensi Keperawatan
0 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
- Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih atau
jelas.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, misal
: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
0 Auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas.
1 Kaji atau pantau frekuensi pernapasan
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses
infeksi akut.
2 Catat adanya atau derajat dipsnoe
Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada
tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan
di rumah sakit.
3 Pertahankan polusi lingkungan minimun, misal ; debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat menjadi
episode akut.
4 Observasi karakteristik batuk
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila
pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi.
1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
0 kulit tetap utuh
1 turgor kulit normal
Intervensi :.
- Pakailah sarung tangan atau restrein siku
Rasional : untuk mencegah penggarukan
- Berikan pakaian yang tipis, longgar, dan tidak meng mengiritasi.
Rasional : karena panas yang berlebihan dapat meningkatkan rasa
gatal.
- Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana panjang, pakaian satu
lapis).
Rasional : untuk mencegah penggarukan
- Berikan losion yang melembutkan (sedikit saja pada lesi terbuka).
Rasional : karena pada lesi terbuka absorpsi obat meningkat untuk
menurunkan pruritus.
- Hindari pemajanan panas atau sinar matahari.
Rasional : menimbulkan ruam.
2 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan adanya
dehidrasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cairan
tubuh adekuat.
Kriteria hasil :
- Turgor kulit elastic
- Membrane mukosa lembab
- Intake dan output cairan seimbang
- Nadi, respirasi dalam batas normal (N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit, suhu :
36,5-37,50 C)
Intervensi :
- Pantau masukkan dan haluaran cairan
Rasional :
- Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (contoh : penurunan haluaran urin, turgor kulit
buruk, mata cekung)
Rasional : Turgor kulit tidak elastic merupakan indicator adanya kekurangan
volume cairan.
- Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine
Rasional : Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat
menyebabkan dehidrasi
- Tingkatkan masukan cairan per oral
Rasional : Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi untuk mencegah
terjadinya kekurangan cairan
- Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi
Rasional : untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat
4 Evaluasi
Diagnosa 1 :
- Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih atau jelas.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, misal :
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Diagnosa 2 :
2 kulit tetap utuh
3 turgor kulit normal
Diagnosa 3 :
- Turgor kulit elastic
- Membrane mukosa lembab
- Intake dan output cairan seimbang
- Nadi, respirasi dalam batas normal (N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit, suhu : 36,5-
37,50 C)
Diagnosa 4 :
- Suhu tubuh normal yaitu 36,5-37,50 C
- Tidak ada perubahan warna kulit
Diagnosa 5 :
- Mampu mengontrol nyeri
- Kualitas tidur dan istirahat adekuat
- Status kenyamanan meningkat
DAFTAR PUSTAKA
OLEH :
NI PUTU ITA RATNASARI
14.901.0926