Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN MORBILI (CAMPAK)

Disusun
Oleh:

ALISYA HUMAIRA

RUANG ANAK

RUMAH SAKIT TGK ABDULLAH SYAFI’I

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI PROFESI NERS (K3S)

MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI


KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk mukolo
papular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 380c atau lebih dan disertai salah satu
gejala batuk, pilek, dan mata merah. ( WHO )
Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga stadium yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. ( ilmu kesehatan anak 2:624 )
Penyakit campak ( rubeola, campak 9 hari, measles ) adalah suatu infeksi virus yang sangat
menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis ( peradangan selaput ikat mata /
konjungtiva ) dan ruam kulit.

B. ETIOLOGI

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Rubella, oleh karena itu
campak juga sering disebut Demam Rubella. Virus penyebab campak ini biasanya hidup pada
daerah tenggorokan dan saluran pernapasan. Virus campak dapat hidup dan berkembang biak
pada selaput lendir tenggorokan, hidung dan saluran pernapasan. Anak yang terinfeksi oleh virus
campak dapat menularkan virus ini kepada lingkungannya, terutama orang-orang yang tinggal
serumah dengan penderita. Pada saat anak yang terinfeksi bersin atau batuk, virus juga
dibatukkan dan terbawa oleh udara. Anak dan orang lain yang belum mendapatkan imunisasi
campak, akan mudah sekali terinfeksi jika menghirup udara pernapasan yang mengandung virus.
Penularan virus juga dapat terjadi jika anak memegang atau memasukkan tangannya yang
terkontaminasi dengan virus ke dalam hidung atau mulut. Biasanya virus dapat ditularkan 4 hari
sebelum ruam timbul sampai 4 hari setelah ruam pertama kali timbul.

C. PATOFISIOLOGI

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak. Infeksi
mulai saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung virus dari secret nasofaring
pasien campak. Di tempat masuk kuman, terjadi periode pendek perbanyakan virus local dan
penyebaran terbatas, diikuti oleh viremia primer singkat bertiter rendah, yang memberikan
kesempatan kepada agen untuk menyebar ketempat
lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri di jaringan limfoid. Viremia sekunder
yang memanjang terjadi, berkaitan dengan awitan prodromal klinis dan perluasan virus. Sejak
saat itu  ( kira-kira 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi ) sampai permulaan keluarnya ruam, virus
dapat dideteksi di seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid. Virus
juga dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan darah.pasien paling mungkin menularkan
pada orang lain dalam periode 5 sampai 6 hari. Dengan mulainya awitan ruam ( kira-kira 14 hari
setelah infeksi awal ), perbanyakan virus berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus,
kecuali di urine, tempat virus bisa menetap selama beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan
munculnya eksantema adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum yang
ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam. Perbaikan gejala klinis
dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulai beberapa hari kemudian karena penyakit
sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi melintasi barisan sel epitel traktus
respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media, bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya
pertahanan normal setempat.
Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan serebrospinalis dan 50%
memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di puncak serangan penyakit. Namun, hanya 0,1%
yang memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis. Beberapa hari setelah serangan akut,
terlihat kelainan system saraf pusat, saat serum antibody berlimpah dan virus menular tidak lagi
dapat dideteksi.hal ini diperkirakan ensefalitik autoimun. Pada pasien SSPE, hilangnya virus
campak dari system saraf pusat beberapa tahun kemudian setelah infeksi campak primer
menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut tentang interaksi virus dengan system saraf pusat,
baik secara akut maupun kronis. SSPE bisa disebut sebagai ensefalitis virus campak lambat.
Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan imunisasi campak
akan meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang dikandungnya. Kekebalan ini akan bertahan
selama satu tahun pertama setelah anak dilahirkan. Oleh karena itu, jarang sekali kita jumpai
bayi ( khususnya yang berusia dibwah 5 bulan ) yang menderita campak. Seseorang yang pernah
menderita campak akan menjadi kebal seumur hidupnya.

D. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi kulit.

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak
pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

a. Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-
beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan
dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

b. Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True
Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
1.Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2.Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa
derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit
tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces
dan respon inflamasi

c. Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol
bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2. Vaskularisasi Kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler
dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil
meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri
asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis

3. Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah
memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol
suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui
merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran
saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan
mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit.
Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan
mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang
dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit
akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

E. MANIFESTASI KLINIS

       Campak memiliki masa tunas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu :

a. Stadium Kataral ( Prodromal ).


       Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia,
konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,
timbul bercak koplik yang patognomonik bagi campak, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak
koplik berwarna putih kelabu, sebesar jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya
dimukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan dibibir bawah tengah atau
palatum. Kadang-kadang terdapat macula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium
erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leucopenia. Secara klinis, gambaran penyakit
menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar
dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita campak dalam
waktu  2 minggu terakhir

b. Stadium Erupsi

       Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan
palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula beercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk
macula papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal.
Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut
dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal,
muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan
urutan seperti terjadinya. Terdapat pembersaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
dibawah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan
muntah. Variasi dari campak yang biasa ini adalah “ black measles” yaitu campak yang disertai
perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

c. Stadium Konvalensi

       Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua ( hiperpigmentasi ) yang
lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
campak. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang
tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Serologi
       Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Tehnik
pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi hemaglutinasi, metode
antibody fluoresensi tidak langsung.

b. Patologi anatomi

       Pada organ limfoid dijjumpai : hyperplasia folikuler yang nyata, senterum germinativum
yang besar, sel Warthin-Finkeldey ( sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak, sel ini
memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda
patognomonik sampak ). Pada bercak koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.

c. Darah tepi

       Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d. Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e. Pemeriksaan untuk komplikasi
       Ensefalopati / ensefalitis ( dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah
dan analisis gas darah ), enteritis ( feces lengkap), bronkopneumonia ( dilakukan pemeriksaan
foto dada dan analisis gas darah ).

G. KOMPLIKASI

       Bermacam-macam komplikasi bisa ditemukan selama stadium akut campak atau segera
sesudah itu. Yang terkena paling sering adalah traktus respiraturius, tetapi gastroenteritis berat
juga terjadi. Laringotrakeobronkitis berat ( croup ) bisa menyebabkan sumbatan aliran udara
sehingga memerlukan trakeostomi, terutama pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bronkiolitis
bisa menimbulkan sumbatan jalan napas bagian bawah yang berat. Pneumonia yang jarang tetapi
selalu fatal, yaitu pneumonia interstisialis ( pneumonia sel raksasa ) telah ditemukan pada anak
dengan tanggap imun lemah, termasuk pada anak yang menderita AIDS, yang menderita infeksi
campak persisten progresif tanpa eksantema yang khas dan disertai kegagalan yang unikuntuk
membentuk antibody campak yang spesifik. Gambaran radiografi yang menunjukkan gambaran
interstisial yang jelas keluar dari kedua daerah hilus. Virus campak dapat diambil berulang kali
dari sputum atau dari hapusan nasofaring diwarnai. Usaha untuk mengobati atau mencegah
komplikasi ini belum berhasil.
        Kerato konjungtivitis asimtomatik jinak yang menyertai campak dapat memetap selama
4 bulan lesi dapat dilihat hanya dengan biomikroskop lampu cerah. Terjadi lesi kornea yang
lebih berat pada pasien campak yang kurang gizi. Kelainan elektrokardiografi yang sementara
umum terjadi, tetapi jarang terjadi miokarditis yang sebenarnya. Limfadenopati difus yang
menyertai campak mengenai nodus mesenterium dan dianggap menimbulkan nyeri abdomen
yang umum terjadi. Gejala dan tanda penyakit yang identik dengan apendiksitis akut bisa
mengakibatkan intervensi operasi selama periode prodromal.
       Komplikasi akibat bakteri terutama akibat invasi traktus respiraturius menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi ini bisa disebabkan oleh streptokokus β-hemolitikus, pneukokokus,
H.influensa tipe B, atau stafilokokus. Peribronkitis dan pneumotitis interstisial terjadi pada
hampir semua pasien campak dan sembuh dengan cepat setelah timbulnya ruam dan turun
demam. Puncak demam kedua atau kegagalan turunnya puncak demam pertama setelah erupsi
mencapai puncak menandakan infeksi bakteri sekunder. Terlihatnya leukositosis perifer yang
bergeser kekiri memastikan hal itu. Radiografi dada dapat menunjukkan bronkopenumonia atau
gambaran pneumonia segmental atau lobar. Apusan atau biakan sputum, aspirasi trakea, cairan
pleura, darah, atau bahan sesuai lainnya, akan membantu menemukan penyebab dan memilih
obat antimikroba yang tepat

H. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi pasien yang tidak
mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat replikasi virus campak invitro, tidak
terlihat hasil yang nyata pada pemberian invivo. Penggunaan antipiretik yang bijaksana untuk
demam tinggi dan obat penekan batuk mungkin bermanfaat secara simptomatik. Pemberian
pengobatan yang lebih spesifik seperti pemberian anti mikroba yang tepat harus digunakan untuk
mengobati komplikasi infeksi bakteri sekunder.
Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang menimbulkan
tingginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang kurang gizi, WHO menganjurkan
supplement vitamin A dosis tinggi di semua daerah dengan defisiensi vitamin A. supplement
vitamin A juga telah memperlihatkan penurunan frekuensi dan keparahan pneumonia dan
laringotrakeobronkitis akibat kerusakan virus campak pada epitel traktus respiraturius bersilia.
Pada bayi usia di bawah 1 tahun diberi vitamin A sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien lebih
tua diberikan 200.000 IU. Dosis ini diberikan segera setelah diketahui terserang campak. Dosis
kedua diberikan hari berikutnya, bila terlihat tanda kekurangan vitamin A dimata dan diulangi 1
sampai 4 minggu kemudian.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Selain itu sering
menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan gizinya buruk sehingga mudah sekali
mendapatkan komplikasi terutama bronkopneumonia. Pasien campak dengan bronkopnumonia
perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan perawatan yang yang memadai (kadang perlu
infuse atau oksigen ). Masalah yang perlu diperhatikan  ialah kebutuhan nutrisi, gangguan suhu
tubuh, gangguan rasa aman nyaman, risiko terjadinya komplikasi.
a. Kebutuhan Nutrisi
b. Gangguan suhu tubuh
c. Gangguan rasa aman nyaman
d. Resiko terjadinya komplikasi

I. PENCEGAHAN
a. Imunisasi Pasif
IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah gambaran klinis
dan efek antigen pada infeksi virus campak. Anak yang rentan harus segera diberi IG 0,25 ml/kg
BB, untuk mencegah campak. Bila telah berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat
diandalkan untuk mencegah maupun memodifikasi penyakit. Pasien dengan campak yang
dimodifikasi globulin memperlihatkan gambaran klinis yang beragam dengan masa tunas
memanjang dan berbagai keluhan dan tanda penyakit campak, tetapi mereka tetap sebagai
sumber penular potensial pada individu yang berkontak dengan mereka. Oleh karena sifat
kekebalan alaminya sementara, imunisasi pasif harus diikuti oleh iminisasi aktif dalam 3 bulan
setelah itu. Karena dosis besar immunoglobulin saat ini sering deberikan untuk pencegahan atau
pengobatan sejumlah gangguan ( misal infeksi HIV, penyakit Kawasaki, trombositopenia imun,
hepatitis B dan profilaksis varisela ) interval yang lebih panjang dianjurkan sebelum vaksin virus
campak. Ini bervariasi dari 3 sampai 11 bulan bergantung pada produk dan jumlah globulin yang
diberikan.
b. Imunisasi Aktif
Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak menular dan tidak ada
hubungannya dengan infeksi bakteri sekunder dan komplikasi neurologi.
Efek profilaksis vaksin hidup yang diberika mencapai 97%. Vaksin yang dilemahkan
menimbilkan reaksi ringan. Respon demam yang terjadi pada 5 sampai 15% anak.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu  Kesehatan Anak
Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Rodolfh.Dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rodolfh Edisi 20 Volum I. Jakarta :EGC Santosa,B.
2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta :     Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi  NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai