Dosen Penguji :
Disusun oleh :
AHSAN FALAH
LEBAK-BANTEN
1. KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Campak disebut juga morbili atau measles yang berasal dari virus campak (family
Paramyxovirus, genus Morbilivirus) yang menyebabkan infeksi pada sistem
pernapasan dengan gejala bercak merah pada kulit orang yang terinfeksi. Penyakit
campak menular dari orang ke orang melalui udara dan air liur yang dikeluarkan
penderita saat batuk atau bersin (Lestari,2023).
Campak, Measles atau Rebeola merupakan suatu penyakit virus akut yang disebabkan
oleh virus campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Morbillivirus dan
termasuk golongan paramyxovirus. Penyebaran penyakit melalui udara dengan
perantara droplet dari mulut, hidung, dan tenggorokan orang yang terinfeksi (Maulana,
2021)
Penyakit campak dikenal juga dengan sebutan Morbili atau Measles, merupakan
penyakit akut yang sangat menular (infeksius) disebabkan oleh virus RNA dari genus
Morbilivirus dari keluarga Paramyxoviridae. Virus campak dapat ditularkan melalui
droplet yang dikeluarkan dari hidung, mulut, atau tenggorokan orang yang terinfeksi
saat berbicara, batuk, bersin, atau sekresi hidung (Hamzah & Hendrati, 2023)
Jadi, campak adalah virus golongan paramyxoviridae yang menular melalui udara
yang terkontaminasi orang yang terinfeksi campak, dengan ditandai demam, bercak
merah pada kulit, flu dan batuk.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit merupakan organ vital bagi kehidupan manusia yang berperan dalam
serangkaian fungsi yang kompleks dan sangat penting untuk mempertahankan
homeostasis. Fungsi kulit yang paling penting adalah untuk memelihara
keseimbangan cairan dari organisme dan membentuk sawar mekanis efektif terhadap
cedera eksternal baik fisik, kimia, atau biologis. Kulit juga berperan aktif dalam
termoregulasi dan terlibat dalam menjaga kekebalan tubuh, serta kulit juga berperan
penting dalam sintesis vitamin D dan berfungsi sebagai organ sensorik dalam
mendeteksi berbagai rangsangan (Andrini, 2023).
Adalah bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada setiap bagian
tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm misalnya pada telapak tangan dan telapak
tangan, dan yang paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata. Pipi, dahi
dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit, epidermis melekat erat pada dermis
karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel
dari plama yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis. Epidermis tersusun dari beberapa lapisan seperti keratinocytes,
melanocytes, sel langherhans, lymphocytes dan sel merkel. Epidermis berasal dari
ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multiyaler). Epidermis sering kita sebut sebagai
kulit luar. Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki
ketebalan yang berbeda-beda, yaitu 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak
tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki
memiliki rambut).
b. Dermis
Merupakan jaringan ireguler yang menghubungkan serat-serat kolagen dan terdiri dari
lapisan elastis yang terbentuk dari glycosaminoglycans, glycoprotein dan cairan.
Dermis juga mengandung saraf, pembuluh darah, jaringan lymphatick dan epidermal.
Manfaat dari dermis yakni mempertahankan keelastisan kulit dengan mengatur
jaringan kolagen dan lapisan elastisnya. Dermis tersusun dari 2 lapisan yakni lapisan
papilari (membuat mekanisme anchorage, mendukung metabolisme dan
mempertahankan kerusakan pada epidermis, juga menjaga sistem saraf dan pembuluh
darah), dan lapisan retikuler (menentukan bentuk dari kulit).
c. Hipodermis
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi campak menurut (Halim, 2016) :
1. Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.
2. Stadium erupsi yang berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai
dengan timbulnya bercak koplik dan ruam mulai muncul dari belakang telinga
menyebar ke wajah, badan, lengan dan kaki.
3. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi yang mulai
menghilang.
D. ETIOLOGI
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, family Paramyxoviridae. Virus ini dari family yang sama dengan virus
gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan RSV
(Respiratory Syncytial Virus). Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung
inti untai RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam
perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus
dari sel ke sel. Protein M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus
berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L
(Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P
berperan dalam aktivitas polimerase RNA virus, sedangkan protein NP berperan
sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan
pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti
eter dan kloroform. Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas
(>370C), suhu dingin. Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu
kurang dari 2 jam (Halim, 2016).
E. PATOFISIOLOGI
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol pada mulanya menginfeksi
limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di saluran pernapasan. Selama masa
inkubasi, virus bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke jaringan limfoid
kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit yang terinfeksi. Sel
dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus campak ke sel epitel saluran
pernapasan menggunakan reseptor nectin-4. Permukaan epitel yang rusak
memungkinkan transmisi menuju inang yang rentan. Masa infeksi campak meluas
beberapa hari sebelum maupun setelah dimulainya ruam. RNA virus campak dapat
terdeteksi 3 bulan setelah onset ruam. RNA virus campak tetap terdeteksi di limfoid
jaringan meskipun sudah tidak terdeteksi dalam darah (Maryati Sutarno & Noka Ayu
Putri Liana, 2019).
PATHWAY
Ketidakseimbangan
Morbili virus Ditangkap makrofag Mulut pahit timbul
nutrisi kurang dri ke
anoreksia
butuhan tubuh
Menyebar ke
Masuk ke saluran kelenjar limpa
pernafasan Bercak kelabu
Saluran cerna
Reflek batuk
Ketidakefektifan be
rsihan jalan nafas
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala yang muncul pada pasien campak (Dipta Nugraha, 2015) :
1. Stadium kataral
berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis
dan coryza. Konjungtivitis menyebabkan edema palpebra, lakrimasi, dan fotofobia.
Injeksi linear pada batas kelopak mata bawah yang disebut Stimson line timbul
sebelum injeksi yang lebih luas menutupi tanda tersebut.Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak Koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di
mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah
tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian
menghilang sebelum stadium erupsi.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah, timbul enantema atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Ruam
makulopapular berbatas tegas muncul ketika gejala saluran napas mencapai puncak
dan lesi ini cepat menyebar. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai
menaiknya suhu badan. Puncak demam terjadi saat eritema/ruam muncul dan turun 2-
3 hari kemudian. Puncak demam dapat diikuti oleh iritabilitas, somnolen, dan delirium
yang bersifat sementara. Di antara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula
eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut
dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit.
Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Saat lesi ini melibatkan ekstremitas lesi
ini pudar mulai dari wajah dan menghilang secara lengkap dalam waktu 6 hari.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang
lama kelamaan akan hilang sendiri. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Selain hiperpigmentasi pada
anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik, Kulit bersisik tidak terjadi
pada telapak tangan dan kaki, Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Rifani et al., 2024) pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan laboratorium
biasanya ditemukan penurunan sel darah putih, dengan limfosit yang menurun dan
lebih rendah dibandingkan neutrofil. Pada campak yang belum terjadi komplikasi dari
infeksi bakterial, umumnya sedimen eritrosit dan C-reactive protein level masih dalam
batas normal.
2. Radiografi thorax dapat menunjukkan pneumonitis interstitial. Sampel biopsi
jaringan limfoid yang diambil sebelum munculnya eksantema dapat menunjukkan
giant cell retikuloendotelial. Analisis histologis exanthema dan pemeriksaan sitologis
sekresi hidung juga dapat menunjukkan giant cell epitel.
3. Uji serologis dapat dilakukan dengan pengukuran imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin M (IgM) spesifik. Antibodi IgM spesifik campak merupakan
konfirmasi pada infeksi primer. IgM dapat terdeteksi sejak hari pertama-kedua ruam
dan tetap positif selama 30 hari. Apabila sampel serum diambil kurang dari 72 jam
setelah onset ruam dengan hasil negatif, maka pengambilan sampel kedua harus
dilakukan kembali. Evaluasi IgG dikatakan bermakna apabila terdapat peningkatan
antibodi lebih dari empat kali lipat antara fase prodromal dengan fase konvalesens
yang diperoleh 7-10 hari kemudian. Isolasi virus dapat dilakukan dengan sampel
darah, urin ataupun dahak.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penanganan campak bersifat suportif karena belum ada antivirus khusus yang disetujui
untuk pengobatan campak. Terapi suportif terdiri dari pemberian cairan yang cukup,
suplemen nutrusi dan vitamin A. Antipiretik berguna untuk mengontrol demam. Pada
pasien dengan keterlibatan saluran pernapasan, pemberian oksigen tambahan mungkin
bermanfaat. Kegagalan pernapasan dari croup atau pneumonia memerlukan dukungan
ventilasi. Rehidrasi oral bersifat efektif dalam banyak kasus, tetapi dehidrasi berat
memerlukan terapi intravena.
Pemberian antivirus tidak efektif untuk mengobati campak, sehingga penderita tanpa
komplikasi maka dilakukan pengobatan simtomatis dan suportif. Terapi suportif terdiri
dari pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrusi dan vitamin A. Terapi simtomatis
seperti perawatan mata, obat batuk (hindari penggunaan supresant opioid pada anak),
pemberian antipiretik, serta pemberian antibiotik jika terdapat infeksi sekunder
(pemberikan antibiotik profilaksis tidak disarankan). Pemberian antibiotik dapat
diberikan apabila ditemukan gejela klinis infeksi bakteri seperti pneumonia, otitis
media, infeksi kulit, infeksi mata dan dan ulkul pada mulut. Pada anak-anak yang
mengalami gejala berat dengan imunokompromised dapat diberikan Ribavirin
(Maulana, 2021).
I. KOMPLIKASI
Pneumonia merupakan komplikasi dan penyebab paling umum dari kematian yang
diakibatkan oleh campak. Infeksi virus secara langsung atau infeksi sekunder oleh
bakteri menyebabkan terjadinya giant cell pneumonia. Bakteri tersering dalam hal
tersebut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan
Staphylococcus aureus. Croup, trakeitis, dan bronkiolitis merupakan komplikasi umum
yang terjadi pada bayi dengan campak. Pada umumnya, intubasi dan bantuan
ventilator diperlukan apabila gejala memberat. Otitis media akut, diare, muntah hingga
menyebabkan dehidrasi juga merupakan komplikasi dari campak. Hal tersebut
disebabkan karena pembentukan giant cell di epitel dari gastrointestinal. Encepalitis
dapat terjadi juga karena terjadinya kerusakan secara langsung pada otak oleh virus
measles. Subacute measles encephalitis menimbulkan komplikasi kronik yang muncul
setelah 1-10 bulan terinfeksi oleh virus measles. Komplikasi ini terjadi pada pasien
dengan ganguan sistem imun (AIDS, keganasan limforetikular, dan penggunaan obat
imunosupresi) Gejala meliputi kejang, mioklonus, stupor dan koma (Rifani et al,
2024).
2. ASUHAN KEPERAWATAAN
1. Pengkajian
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: yang terdiri dari pasien apakah pasien tampak lemas
b. Kesadaran: yakni tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen atau lebih.
c. Tanda-tanda vital: yakni TD: biasanya normal, Nadi: takikardi, RR: takipneu,
dipsneu, napas dangkal dan Suhu: hipertermi.
e. Mata: konjungtivitis & fotofobia. Tampak adanya suatu garis melintang dari
peradangan konjungtiva yang dibatasi pada sepanjang tepi kelopak mata (Transverse
Marginal Line Injectio) pada palpebrae inferior, rasa panas di dalam mata akan
f. Hidung: Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulendan menjadi
profus pada saat erupsi mencapai puncak serta menghilang bersamaan dengan
menghilangnya panas.
g. Paru : Bila terjadi perubahan pola nafas & ketidakefektifan bersihan jalan nafas
akan didapatkan peningkatan frekuensi pernafasan, retraksi otot bantu pernafasan dan
suara nafas tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran
nafas bersifat batuk kering. Intensitas batuk meningkat mencapai puncak pada saat
erupsi. Bertahan lama & menghilang secara bertahap dalam 5 – 10 hari.
j. Abdomen: Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor kulit dapat menurun
k. Pemeriksaan Penunjang
1). Pemeriksaan Laboratorium
a. Test Elisa (Ig m dan Ig g meningkat)
b. Leukosit menurun (leukopenia)
2). Pemeriksaan Radiologi Rontgen thorax, didapatkan gambaran infiltrate yang
menunjukan adanya broncopneumonia.
3. Diagnosa
Diagnosa menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI dalam Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (2017), diantaranya:
1. Hipertermi b.d proses infeksi
2. defisit nutrisi b.d kebutuhan metabolic
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Resiko Infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
6. Gangguan integritas kulit b.d kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/ melindungi integritas jaringan
7. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
8. Resiko kekurangan volume cairan b.d diare
RENCANA KEPERAWATAN
Andrini, N. (2023). Karakteristik Dan Perawatan Kulit Untuk Orang Asia. Jurnal Pan
du Husada, 4(3), 14–23. https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/JPH
Dipta Nugraha, S. (2015). Morbili Pada Anak Dalam Pengobatan Anti Retro Viral (Ar
v). Intisari Sains Medis, 4(1), 1–5. https://doi.org/10.15562/ism.v4i1.43
DPP PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Hamzah, H., & Hendrati, L. Y. (2023). Kasus Campak Pada Kasus Campak Yang Div
aksinasi Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2018-2020. Jurnal Ilmiah Permas:
Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 13(1), 1–8.
Hutagaol, N. R., Kep, S., Kep, M., Sukarna, N. R. A., Sp, M. K., Mb, K., Susanti, N.,
Kep, S., Kep, N. M. T., Aini, S. N., Kep, S., Kep, M., Skm, M., & Bmd, M. (n.d.).
BUKU AJAR ANATOMI FISIOLOGI.
Lestari, T. P., Yulida, Y., Lestia, A. S., Matematika, P. S., & Mangkurat, U. L. (n.d.).
MODEL EPIDEMIK CAMPAK DENGAN ADANYA VAKSIN PADA POPULASI.
Maryati Sutarno, & Noka Ayu Putri Liana. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Ispa. Jurnal Antara Keperawatan, 2(2), 44–50. https://doi.org/1
0.37063/antaraperawat.v2i2.76
Maulana, A. (2021). Aspek Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana Campak pada Anak. Ju
rnal Kedokteran Nanggroe Medika, 4(3), 6–32. http://repository.umy.ac.id/bitstre
am/handle/123456789/10559/BAB II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
Rifani, M., Pelupessy, N. M., Artati, R. D., & Baso, A. J. A. (2024). DIVISI INFEKSI
DAN PENYAKIT TROPIS INFEKSI MEASLES PADA ANAK PEREMPUAN 3 T
AHUN. 8, 109–121.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Edisi 1. Jakarta: PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Tindakan Keperawatan (SIKI). Jakarta: PPNI.