Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CAMPAK (MORBILI)

Dosen Penguji :

Ns. Tiveni Elisabhet, M. Kep., Sp. Kep. J

Disusun oleh :

AHSAN FALAH

AKADEMI KEPERAWATAN YATNA YUANA LEBAK

Jln. Jend Sudirman Km. 2 Rangkasbitung, 42315

Telp. (0252) 201116 / 209831

Email :akper@yahoo.co.id Website : www.akperyatna.co.id

LEBAK-BANTEN
1. KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

Campak disebut juga morbili atau measles yang berasal dari virus campak (family
Paramyxovirus, genus Morbilivirus) yang menyebabkan infeksi pada sistem
pernapasan dengan gejala bercak merah pada kulit orang yang terinfeksi. Penyakit
campak menular dari orang ke orang melalui udara dan air liur yang dikeluarkan
penderita saat batuk atau bersin (Lestari,2023).

Campak, Measles atau Rebeola merupakan suatu penyakit virus akut yang disebabkan
oleh virus campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Morbillivirus dan
termasuk golongan paramyxovirus. Penyebaran penyakit melalui udara dengan
perantara droplet dari mulut, hidung, dan tenggorokan orang yang terinfeksi (Maulana,
2021)

Penyakit campak dikenal juga dengan sebutan Morbili atau Measles, merupakan
penyakit akut yang sangat menular (infeksius) disebabkan oleh virus RNA dari genus
Morbilivirus dari keluarga Paramyxoviridae. Virus campak dapat ditularkan melalui
droplet yang dikeluarkan dari hidung, mulut, atau tenggorokan orang yang terinfeksi
saat berbicara, batuk, bersin, atau sekresi hidung (Hamzah & Hendrati, 2023)

Jadi, campak adalah virus golongan paramyxoviridae yang menular melalui udara
yang terkontaminasi orang yang terinfeksi campak, dengan ditandai demam, bercak
merah pada kulit, flu dan batuk.
B. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 1. Lapisan kulit (Hutagaol, 2022)

Kulit merupakan organ vital bagi kehidupan manusia yang berperan dalam
serangkaian fungsi yang kompleks dan sangat penting untuk mempertahankan
homeostasis. Fungsi kulit yang paling penting adalah untuk memelihara
keseimbangan cairan dari organisme dan membentuk sawar mekanis efektif terhadap
cedera eksternal baik fisik, kimia, atau biologis. Kulit juga berperan aktif dalam
termoregulasi dan terlibat dalam menjaga kekebalan tubuh, serta kulit juga berperan
penting dalam sintesis vitamin D dan berfungsi sebagai organ sensorik dalam
mendeteksi berbagai rangsangan (Andrini, 2023).

Kulit terdiri dari 3 lapisan utama yaitu (Hutagaol, 2022) :


a. Epidermis

Adalah bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada setiap bagian
tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm misalnya pada telapak tangan dan telapak
tangan, dan yang paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata. Pipi, dahi
dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit, epidermis melekat erat pada dermis
karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel
dari plama yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis. Epidermis tersusun dari beberapa lapisan seperti keratinocytes,
melanocytes, sel langherhans, lymphocytes dan sel merkel. Epidermis berasal dari
ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multiyaler). Epidermis sering kita sebut sebagai
kulit luar. Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki
ketebalan yang berbeda-beda, yaitu 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak
tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki
memiliki rambut).

b. Dermis

Merupakan jaringan ireguler yang menghubungkan serat-serat kolagen dan terdiri dari
lapisan elastis yang terbentuk dari glycosaminoglycans, glycoprotein dan cairan.
Dermis juga mengandung saraf, pembuluh darah, jaringan lymphatick dan epidermal.
Manfaat dari dermis yakni mempertahankan keelastisan kulit dengan mengatur
jaringan kolagen dan lapisan elastisnya. Dermis tersusun dari 2 lapisan yakni lapisan
papilari (membuat mekanisme anchorage, mendukung metabolisme dan
mempertahankan kerusakan pada epidermis, juga menjaga sistem saraf dan pembuluh
darah), dan lapisan retikuler (menentukan bentuk dari kulit).

c. Hipodermis

Merupakan lapisan penghubung beberapa jaringan yang tebal yang berhubungan


dengan lapisan terakhir dari dermis. Hipodermis adalah jaringan ikat di bawah kulit
yang mengandung jaringan lemak. Fungsi jaringan ini sebagai penahan terhadap
benturan ke organ tubuh bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh, mempertahankan
suhu tubuh dan sebagi tempat penyimpanan cadangan makanan.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi campak menurut (Halim, 2016) :
1. Stadium prodormal berlangsung kira-kira 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza.
2. Stadium erupsi yang berlangsung 4-7 hari setelah stadium prodormal ditandai
dengan timbulnya bercak koplik dan ruam mulai muncul dari belakang telinga
menyebar ke wajah, badan, lengan dan kaki.
3. Stadium konvalensi atau stadium akhir ditandai dengan erupsi yang mulai
menghilang.
D. ETIOLOGI
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, family Paramyxoviridae. Virus ini dari family yang sama dengan virus
gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus human metapneumovirus, dan RSV
(Respiratory Syncytial Virus). Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung
inti untai RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama. Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam
perlekatan virus ke sel penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus
dari sel ke sel. Protein M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus
berperan penting dalam penyatuan virus. Di bagian dalam virus terdapat protein L
(Large), NP (Nucleoprotein), dan P (Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P
berperan dalam aktivitas polimerase RNA virus, sedangkan protein NP berperan
sebagai struktur protein nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan
pelindung lipid, maka mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti
eter dan kloroform. Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas
(>370C), suhu dingin. Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu
kurang dari 2 jam (Halim, 2016).

E. PATOFISIOLOGI
Virus campak menular melalui droplet atau partikel aerosol pada mulanya menginfeksi
limfosit, sel dendritik, dan makrofag alveolar di saluran pernapasan. Selama masa
inkubasi, virus bereplikasi dan menyebar. Mulanya menyebar ke jaringan limfoid
kemudian disebarluaskan ke seluruh aliran darah oleh limfosit yang terinfeksi. Sel
dendritik yang terinfeksi dan limfosit mentransfer virus campak ke sel epitel saluran
pernapasan menggunakan reseptor nectin-4. Permukaan epitel yang rusak
memungkinkan transmisi menuju inang yang rentan. Masa infeksi campak meluas
beberapa hari sebelum maupun setelah dimulainya ruam. RNA virus campak dapat
terdeteksi 3 bulan setelah onset ruam. RNA virus campak tetap terdeteksi di limfoid
jaringan meskipun sudah tidak terdeteksi dalam darah (Maryati Sutarno & Noka Ayu
Putri Liana, 2019).
PATHWAY

Ketidakseimbangan
Morbili virus Ditangkap makrofag Mulut pahit timbul
nutrisi kurang dri ke
anoreksia
butuhan tubuh
Menyebar ke
Masuk ke saluran kelenjar limpa
pernafasan Bercak kelabu

Saluran cerna

Iritasi mukosa usus


Virusperadangan
Reaksi sampai Virus sampai di Virus di lepasp
Mengendap
multiple tissue RES ke aliran darah
d organ
Sekresi
Pengeluaran Thermostat
mediator kimia terpengaru Kulit
h Diare

Histamin Sel point meningkat Ruam


Dehidrasi

Gatal (nyeri ringan) Gangguan in


Suhu meningkat
tegritas kulit
Resti kekurangan
volume cairan
Gangguan r Hipertermi
asa nyaman
Epitel saluran nafas

Fungsi silia lalu


sekret

Reflek batuk

Ketidakefektifan be
rsihan jalan nafas
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala yang muncul pada pasien campak (Dipta Nugraha, 2015) :
1. Stadium kataral
berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis
dan coryza. Konjungtivitis menyebabkan edema palpebra, lakrimasi, dan fotofobia.
Injeksi linear pada batas kelopak mata bawah yang disebut Stimson line timbul
sebelum injeksi yang lebih luas menutupi tanda tersebut.Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak Koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak Koplik berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di
mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah
tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian
menghilang sebelum stadium erupsi.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah, timbul enantema atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Ruam
makulopapular berbatas tegas muncul ketika gejala saluran napas mencapai puncak
dan lesi ini cepat menyebar. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai
menaiknya suhu badan. Puncak demam terjadi saat eritema/ruam muncul dan turun 2-
3 hari kemudian. Puncak demam dapat diikuti oleh iritabilitas, somnolen, dan delirium
yang bersifat sementara. Di antara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula
eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut
dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit.
Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan
menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Saat lesi ini melibatkan ekstremitas lesi
ini pudar mulai dari wajah dan menghilang secara lengkap dalam waktu 6 hari.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang
lama kelamaan akan hilang sendiri. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Selain hiperpigmentasi pada
anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik, Kulit bersisik tidak terjadi
pada telapak tangan dan kaki, Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada
komplikasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Rifani et al., 2024) pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan laboratorium
biasanya ditemukan penurunan sel darah putih, dengan limfosit yang menurun dan
lebih rendah dibandingkan neutrofil. Pada campak yang belum terjadi komplikasi dari
infeksi bakterial, umumnya sedimen eritrosit dan C-reactive protein level masih dalam
batas normal.
2. Radiografi thorax dapat menunjukkan pneumonitis interstitial. Sampel biopsi
jaringan limfoid yang diambil sebelum munculnya eksantema dapat menunjukkan
giant cell retikuloendotelial. Analisis histologis exanthema dan pemeriksaan sitologis
sekresi hidung juga dapat menunjukkan giant cell epitel.
3. Uji serologis dapat dilakukan dengan pengukuran imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin M (IgM) spesifik. Antibodi IgM spesifik campak merupakan
konfirmasi pada infeksi primer. IgM dapat terdeteksi sejak hari pertama-kedua ruam
dan tetap positif selama 30 hari. Apabila sampel serum diambil kurang dari 72 jam
setelah onset ruam dengan hasil negatif, maka pengambilan sampel kedua harus
dilakukan kembali. Evaluasi IgG dikatakan bermakna apabila terdapat peningkatan
antibodi lebih dari empat kali lipat antara fase prodromal dengan fase konvalesens
yang diperoleh 7-10 hari kemudian. Isolasi virus dapat dilakukan dengan sampel
darah, urin ataupun dahak.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penanganan campak bersifat suportif karena belum ada antivirus khusus yang disetujui
untuk pengobatan campak. Terapi suportif terdiri dari pemberian cairan yang cukup,
suplemen nutrusi dan vitamin A. Antipiretik berguna untuk mengontrol demam. Pada
pasien dengan keterlibatan saluran pernapasan, pemberian oksigen tambahan mungkin
bermanfaat. Kegagalan pernapasan dari croup atau pneumonia memerlukan dukungan
ventilasi. Rehidrasi oral bersifat efektif dalam banyak kasus, tetapi dehidrasi berat
memerlukan terapi intravena.
Pemberian antivirus tidak efektif untuk mengobati campak, sehingga penderita tanpa
komplikasi maka dilakukan pengobatan simtomatis dan suportif. Terapi suportif terdiri
dari pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrusi dan vitamin A. Terapi simtomatis
seperti perawatan mata, obat batuk (hindari penggunaan supresant opioid pada anak),
pemberian antipiretik, serta pemberian antibiotik jika terdapat infeksi sekunder
(pemberikan antibiotik profilaksis tidak disarankan). Pemberian antibiotik dapat
diberikan apabila ditemukan gejela klinis infeksi bakteri seperti pneumonia, otitis
media, infeksi kulit, infeksi mata dan dan ulkul pada mulut. Pada anak-anak yang
mengalami gejala berat dengan imunokompromised dapat diberikan Ribavirin
(Maulana, 2021).

I. KOMPLIKASI

Pneumonia merupakan komplikasi dan penyebab paling umum dari kematian yang
diakibatkan oleh campak. Infeksi virus secara langsung atau infeksi sekunder oleh
bakteri menyebabkan terjadinya giant cell pneumonia. Bakteri tersering dalam hal
tersebut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan
Staphylococcus aureus. Croup, trakeitis, dan bronkiolitis merupakan komplikasi umum
yang terjadi pada bayi dengan campak. Pada umumnya, intubasi dan bantuan
ventilator diperlukan apabila gejala memberat. Otitis media akut, diare, muntah hingga
menyebabkan dehidrasi juga merupakan komplikasi dari campak. Hal tersebut
disebabkan karena pembentukan giant cell di epitel dari gastrointestinal. Encepalitis
dapat terjadi juga karena terjadinya kerusakan secara langsung pada otak oleh virus
measles. Subacute measles encephalitis menimbulkan komplikasi kronik yang muncul
setelah 1-10 bulan terinfeksi oleh virus measles. Komplikasi ini terjadi pada pasien
dengan ganguan sistem imun (AIDS, keganasan limforetikular, dan penggunaan obat
imunosupresi) Gejala meliputi kejang, mioklonus, stupor dan koma (Rifani et al,
2024).
2. ASUHAN KEPERAWATAAN

1. Pengkajian

1). Identitas Pasien


Yang perlu dikaji meliputi nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, status, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian.
2). Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien campak untuk datang kerumah sakit
adalah panas tinggi yang berlangsung 2-4 hari disertai bercak merah
3). Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Demam yang berlangsung 2-4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah,diare,
ruam kulit,nafsu makan menurun, lemah, dan lesu. dll.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu meliputi pernah menderita penyakit pencernaan atau tidak,
pernah ditangani di faskes mana, dll.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit genetik seperti thalasemia, kanker, penyakit kardiovaskuler,
diabetes melitus, dll.
4). Kebutuhan Dasar
a. Kebutuhan Nutrisi
Pada pasien dengan morbili pola nutrisi umumnya mengalami perubahan karena
adanya bercak pada daerah mulut sehingga anak tidak nafsu makan, mual, muntah dan
berat badan menurun.
b. Kebutuhan Eliminasi
Pada pasien dengan morbili biasanya akan mengalami diare dikarenakan virus yang
menyerang sistem pencernaan.
c. Aktivitas
Pola aktivitas pasien dengan morbili biasanya terganggu, karena anak mengalami anak
malaise, keadaan umum lemah dan dari tindakan isolasi.
d. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kebutuhan istirahat dan tidur pada pasien yang terkena morbili pasti terganggu
dikarenakan adanya demam, potopobia, konjungtivitas dan gatal akibat adanya rash
pada kulit.
5). Personal Hygiene
Pada pasien dengan morbili pada umumya merasa gatal dan adanya rash pada kulit
sehingga personal hygiene anak harus tetap dijaga.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: yang terdiri dari pasien apakah pasien tampak lemas

b. Kesadaran: yakni tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen atau lebih.

c. Tanda-tanda vital: yakni TD: biasanya normal, Nadi: takikardi, RR: takipneu,
dipsneu, napas dangkal dan Suhu: hipertermi.

d. Kepala: yakni tidak ada kelainan

e. Mata: konjungtivitis & fotofobia. Tampak adanya suatu garis melintang dari
peradangan konjungtiva yang dibatasi pada sepanjang tepi kelopak mata (Transverse
Marginal Line Injectio) pada palpebrae inferior, rasa panas di dalam mata akan

tampak merah, berair, mengandung eksudat pada kantong konjungtiva.

f. Hidung: Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulendan menjadi
profus pada saat erupsi mencapai puncak serta menghilang bersamaan dengan
menghilangnya panas.

g. Paru : Bila terjadi perubahan pola nafas & ketidakefektifan bersihan jalan nafas
akan didapatkan peningkatan frekuensi pernafasan, retraksi otot bantu pernafasan dan
suara nafas tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran

nafas bersifat batuk kering. Intensitas batuk meningkat mencapai puncak pada saat
erupsi. Bertahan lama & menghilang secara bertahap dalam 5 – 10 hari.

h. Jantung: Terdengar suara jantung I & II

i. Integumen: Ditemukan rash dengan sifat sesuai waktu timbulnya.

j. Abdomen: Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor kulit dapat menurun

k. Pemeriksaan Penunjang
1). Pemeriksaan Laboratorium
a. Test Elisa (Ig m dan Ig g meningkat)
b. Leukosit menurun (leukopenia)
2). Pemeriksaan Radiologi Rontgen thorax, didapatkan gambaran infiltrate yang
menunjukan adanya broncopneumonia.

3. Diagnosa
Diagnosa menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI dalam Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (2017), diantaranya:
1. Hipertermi b.d proses infeksi
2. defisit nutrisi b.d kebutuhan metabolic
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Resiko Infeksi b.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan
6. Gangguan integritas kulit b.d kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/ melindungi integritas jaringan
7. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
8. Resiko kekurangan volume cairan b.d diare

RENCANA KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

1. Hipertermi berhubunga Setelah dilakukannya inter Observasi


n dengan proses penyak vensi keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab
it 1x24jam maka masalah hi hipertermi (mis. Dehidr
pertermi berhubungan den asi terpapar lingkunga
gan proses penyakit (mis. n)
infeksi) membaik dengan 2. Monitor suhu tubuh
kriteria hasil: 3. Monitor kadar elektr
-Menggigil (menurun) olit
-Kulit merah (menurun) 4. Monitor haluan urine
-Akrosianosis (menurun) 5. Monitor komplikasi a
-Suhu tubuh (membaik) kibat hipertermi
-Kadar glukosa darah (me Terapeutik
mbaik) 6. Sediakan lingkungan
yang dingin
7. Longgarkan atau lepa
skan pakaian
8. Basahi dan kipasi per
mukaan tubuh
9. berikan cairan oral
Edukasi
10. Anjurkan tirah barin
g
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberi
an cairan dan elektrolit
intravena

2. defisit nutrisi berhubun Setelah di lakukan interve Observasi


gan dengan kebutuhan nsi keperawatan selama 1 1. Identifiasi status nutr
metabolic x24 jam maka masalah Ke isi
tidakefektifan keseimbang 2. Identifikasi alergi da
an nutrisi membaik denga n intoleransi makanan
n kriteria hasil: 3. Ientifikasi makanan y
-Kekuatan otot mengunya ang disukai
h meningkat 4. Monitor asupan mak
-Kekuatan otot menelan m anan
eningkat 5. Monitor berat badan
-Pengetahuan tentang pilih Terapeutik
an makanan yang sehat m 6. Lakukan oral hygien
eingkat e sebelum makan
-Frekuensi makan membai 7. Berikan makanan tin
k ggi serat untuk menceg
-Nafsu makan membaik ah konstipasi
8. Berikan makanan tin
ggi kalori dan protein
Edukasi
9. Anjurkan posisi dudu
k, jika kampu
10. Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
11. Kolaborasi dengan a
hli gizi untuk menentuk
an jumlah kalori dan je
nis nutrien yang dibutu
hkan, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas ber Setelah dilakukannya inter Observasi:
hubungan dengan vensi keperawatan selama 1. Identifikasi gangguan
kelemahan 1x24jam maka masalah in fungsi tubuh yang men
toleransi aktivitas mening gakibatkan kelelahan
kat, dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola dan ja
m tidur
-frekuensi nadi meningkat
Terapeutik:
-kemudahan dalam melak 3. Sediakan lingkungan
ukan aktivitas sehari-hari nyaman dan rendah sti
meningkat mulus
Edukasi:
-kecepatan berjalan meni
4. Anjurkan tirah baring
ngkat
5. Melakukan aktivitas
-jarak berjalan cukup men secara bertahap
ingkat

-keluhan lelah menurun

-frekuensi nafas membaik


kesehatan
3. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi:
4. Jelaskan faktor resik
o yang dpat mempengar
uhi kesehatan
5. Ajarkan perilaku hid
up berish dan sehat

4. Resiko Infeksi berhubu Setelah dilakukannya inter Observasi


ngan dengan peningkat vensi keperawatan selama 1. Monitor tanda dan ge
an paparan organisme p 1x24jam maka masalah re jala infeksi lokal dan sis
atogen lingkungan siko infeksi berhubungan temik
dengan peningkatan papar Terapeutik
an organisme patogen ling 2. Batasi jumlah pengu
kungan menurun dengan k njung
riteria hasil: 3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak den
-Kebersihan badan menin
gan pasien dan lingkun
gkat
gan pasien
-Demam menurun Edukasi
4. Jelaskan tanda dan ge
-Nyeri menurun
jala infeksi
-Periode menggigil menur 5. Ajarkan cuci tangan
un dengan benar
6. Ajarkan etika batuk
-Kultur area luka membai
Kolaborasi
k
7. Pemberian imunisasi,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Andrini, N. (2023). Karakteristik Dan Perawatan Kulit Untuk Orang Asia. Jurnal Pan
du Husada, 4(3), 14–23. https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/JPH

Dipta Nugraha, S. (2015). Morbili Pada Anak Dalam Pengobatan Anti Retro Viral (Ar
v). Intisari Sains Medis, 4(1), 1–5. https://doi.org/10.15562/ism.v4i1.43

DPP PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Halim, R. G. (2016). Campak pada Anak. 43(3), 186–189.

Hamzah, H., & Hendrati, L. Y. (2023). Kasus Campak Pada Kasus Campak Yang Div
aksinasi Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2018-2020. Jurnal Ilmiah Permas:
Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 13(1), 1–8.

Hutagaol, N. R., Kep, S., Kep, M., Sukarna, N. R. A., Sp, M. K., Mb, K., Susanti, N.,
Kep, S., Kep, N. M. T., Aini, S. N., Kep, S., Kep, M., Skm, M., & Bmd, M. (n.d.).
BUKU AJAR ANATOMI FISIOLOGI.

Lestari, T. P., Yulida, Y., Lestia, A. S., Matematika, P. S., & Mangkurat, U. L. (n.d.).
MODEL EPIDEMIK CAMPAK DENGAN ADANYA VAKSIN PADA POPULASI.

Maryati Sutarno, & Noka Ayu Putri Liana. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Ispa. Jurnal Antara Keperawatan, 2(2), 44–50. https://doi.org/1
0.37063/antaraperawat.v2i2.76

Maulana, A. (2021). Aspek Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana Campak pada Anak. Ju
rnal Kedokteran Nanggroe Medika, 4(3), 6–32. http://repository.umy.ac.id/bitstre
am/handle/123456789/10559/BAB II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

Rifani, M., Pelupessy, N. M., Artati, R. D., & Baso, A. J. A. (2024). DIVISI INFEKSI
DAN PENYAKIT TROPIS INFEKSI MEASLES PADA ANAK PEREMPUAN 3 T
AHUN. 8, 109–121.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Edisi 1. Jakarta: PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Tindakan Keperawatan (SIKI). Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai