Anda di halaman 1dari 24

BAB I

KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang ditularkan melalui udara, dimana
bakteri basil yang infeksius terhirup (droplet) di udara (Jurdao& Otilia VV,
2011). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Brenda,
2001).
Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang
berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Dikatakan batuk darah masif
apabila jumlah darah yang keluar 600 ml dalam waktu 24 jam. Hemaptoe
adalah ekspetorasi darah / mukus yang berdarah (Anonimous, 2012).
Hemaptoe (hemoptysis) adalah batuk dengan sputum yang mengandung darah
yang berasal dari paru atau percabangan bronkus (Kusmiati & Laksmi, 2011).
Hemaptoe diklasifikasikan menjadi (Tafti SF dkk, 2005):
1. Hemaptoe masif : perdarahan lebih dari 200cc per 24 jam
2. Hemaptoe moderat : perdarahan kurang dari 200cc per 24 jam
3. Hemaptoe ringan : sputum dengan bercak darah.
B. PENULARAN DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara. Individu terinfeksi , melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau
bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100µ) dan kecil (1-5µ).
Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara
dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi untuk
tertular tuberkulosis adalah (Smeltzer & Brenda, 2001):
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV).
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (mis.
Diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass
gastrektomi atau yeyunoileal)
5. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika,
Amerika Latin, Karibia)
6. Setiap individu yang tinggal di institusi (mis, fasilitas perawatan jangka
panjang, institusi psikiatrik, penjara)
7. Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh
8. Petugas kesehatan
C. ETIOLOGI
Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah bakteri
batang aerobik tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Mycobacteriumtuberculosiskompleksterdiri daristrain
limaspesies yaitu M. tuberkulosis, M.canettii, M.africanum, M. microti, dan
M.bovisdan duasubspesies yaitu M. capraedan M.Pinnipedii. Mikobakteriini
ditandai dengan99,9% kesamaanpada tingkatnukleotidadanhampir identik
dengan urutan 16SrRNAtetapiberbeda dalamhalinangtropisme,
fenotipedanpatogenisitas(Jurdao & Otilia VV, 2011).M. Bovis dan M. Avium
pernah, pada kejadian yang jarang, berkaita dengan terjadinya infeksi
tuberkulosis(Smeltzer & Brenda, 2001).
Hemaptoeadalah gejalapernafasannon-spesifik dan memiliki hubungan
yang signifikan denganTB paru (Tafti SF et al, 2005). Etiologi hemaptoe antara
lain (Flores & Sunder, 2006) :
1. Infeksi: penyakit paru inflamasi kronis (bronkhitis akut/ kronis,
bronchiectasis (fibrosis cystic), abses paru, aspergilloma, tuberkulosis.
2. Neoplasma: karsinoma bronchogenik, metastase pulmonal, adenoma
bronkial, sarcoma.
3. Benda asing/ trauma: aspirasi benda asing, fistula trakeovaskular, trauma
dada, broncholith.
4. Pembuluh darah pulmonal/ cardiac: gagal ventrikel kiri, stenosis katup
mitral, infark/emboli pulmonal, perforasi arteri pulmonal (komplikasi dari
kateter arteri pulmonal).
5. Alveolar hemoragik: sindrom Goodpasteur, vasculitide sistemik/ penyakit
vaskular kolagen, obat-obatan (nitrofurantoin, isocyanate, trimellitic
anhydrid, D-penicillamine, kokain), koagulopati.
6. Iatrogenik: post biopsi paru, rupturnya arteri pulmonal dari kateter Swan-
Ganz
7. Lain-lain: malformasi arterivenous pulmonal, bronkial telangiectasia,
pneumoconiosis
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberculosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan
toksin yang di kenal. Dalam tetesan droplet yang terhirup dan mencapai
alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya dan berproliferasinya kuman
tersebut dan adanya interaksi dari tuan rumah, misalnya basil tidak virulen
yang di suntikan contoh BCG hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau
tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan hipersensitivitas tuan rumah
sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel
imunoresponsinya. Tipe imuniitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi
lambat.
PATWAYS

Microbacterium Droplet infection Masuk lewat Menempel pada


tuberculosa jalan napas paru

Keluar dari tracheobionchial Dibersihkan oleh Menetap di


bersama secret makrofag jaringan paru

Sembuh tanpa Terjadi proses


pengobatan peradangan

Pengeluaran zat pirogen Tumbuh dan


berkembang di
sitoplasma makrofag

Mempengaruhi hipotalamus

Sarang primer/afek
Hipertermi Mempengaruhi sel point primer (focus ghon)

Komplek primer Limfangitis Lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke organ lain Sembuh sendiri Sembuh dengan


(paru lain,saluran tanpa pengobatan bekas fibrosis
pencernaan, tulang)
melalui media
(bronchogen,
percontinuitum,
hematogen, limfogen)
Radang tahunan Pertahanan primer
bronkus tidak adekuat

Berkembang Pembentukan Kerusakan


menghancurkan tuberkel membran alveolar
jaringan ikat sekitar

Pembentukan sputum Menurunnya


Bagian tengah nekrosis permukaan efek
berlebihan
paru
Membentuk jaringan
keju
Alveolus

Secret keluar saat batuk


Alveolus mengalami
konsolidasi dan eksudasi
Batuk produktif (batuk
terus menerus

Droplet infection Batuk berat Distensi abdomen

Terhirup orang sehat Terjadi robekan Mual, muntah


pembuluh darah pada
paru-paru
Resiko infeksi Intake nutrisi kurang

Ketidakefektifan Perdarahan
Ketidakseimbangan
bersihan jalan
PK nutrisi kurang dari
napas Hemaptoe
infeksi kebutuhan tubuh

Kurang
Nyeri akut Fisik Psikologis
pengetahuan
(batuk)

Ansietas, takut

Gangguan rasa
nyaman

Gambar 1. Patofisiologi Hematoma Paru (Nurarif AH & Hardhi K, 2013;


Anonimous, 2012)
E. TANDA DAN GEJALA
1. Padahemaptoe, darah adalahberbusakarenadicampur dengan udaradan lendir
dan kadang-kadanglendiryangbernoda darah.
2. Kuantitasmungkin berbeda denganjumlah yangkecil karenairitasi
tenggorokanatau jumlah yang besardalam kasuskanker.
3. Darahmungkinberwarna merah terangatau mungkinberwarna kekuningan.
4. Jikabatukdisertai dengandemam tinggi, sesak napas, pusing,nyeri dada
dandarahdalam urin ataufeses, pasien harus mendapatkan perhatianmedis
yang mendesaktanpa penundaan (Anonimous, 2012).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Flores & Sunder, 2006)
1. Pemeriksaaan laboratorium (Hb, Ht)
2. Bronkoskopi
3. CT scan dada. Mendeteksi adanya aneurysm dan malformasi arterivenous
atau bronchiectasis yang terkadang tidak terlihat pada radiografi dada.
4. X-Ray dada. Bermanfaat untuk menentukan sumber lokasi perdarahan jika
terdapat masa, lesi atau alveoli hemoragik.
5. Sputum sitologi
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam kasustuberkulosis, yang merupakan masalahkesehatan nasional,
rejimenyang tepat dariobat anti-TBC dapat diberikan (Nakhoda N, 2012).ada
umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya
berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah (Anonimous, 2011):
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport
kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang
merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis
masif (Anonimous, 2011).
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam
saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan
hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel.
Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik (Anonimous, 2011).
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah (Anonimous, 2011):
1. Terapi konservatif
a. Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran
saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
e. Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),
misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
f. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang
terjadi.
h. Pemberian oksigen.
i. Tindakan selanjutnya bila mungkin:
1) Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
2) Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan
operasi ini dilakukan atas pertimbangan:
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan
operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe
yang berulang dapat dicegah.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. PENGKAJIAN
(Anonimous, 2011)
1. Jumlah dan warnadarah
2. Lamanyaperdarahan
3. Batuknyaproduktifatautidak
4. Batukterjadisebelumatausesudahperdarahan
5. Sakit dada, substernalataupleuritik
6. Hubungannyaperdarahandengan : istirahat, gerakanfisik, posisibadan dan
batuk
7. Wheezing
8. Riwayatpenyakitparuataujantungterdahulu
9. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
10. Perokok berat dan telah berlangsung lama
11. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
12. Hematuria yang disertai dengan batuk darah
13. Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat
digunakan petunjuk sebagai berikut :

Keadaan Hemoptoe Hematemesis

1. Prodromal Rasa tidak enak di Mual, stomach distress


tenggorokan, ingin batuk

2. Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan dapat


disertai batuk disertai batuk

3. 3. Penampilan Berbuih Tidak berbuih


darah

4. Warna Merah segar Merah tua

5. 4. Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan


makrofag, hemosiderin
6. 5. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)

7. 6. Riwayat Menderita kelainan paru Gangguan lambung,


Penyakit kelainan hepar
Dahulu

8. 7. Anemi Kadang-kadang Selalu

9. 8. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna


Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)

14. Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang
dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi (Anonimous, 2011).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(NANDA International, 2009; Carpenito LJ, 2007)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi
dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi).
2. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik).
3. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi.
4. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi
(hemaptoe).
5. Gangguan rasa nyaman
C. RENCANA TINDAKAN
(Ackley & Ladwig, 2011; Carpenito LJ, 2007; Nurarif AH & Hardhi K, 2013; MoorheadS, et all. 2008)
NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
(NANDA) HASIL (NOC)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Auskultasi suara napas 1 -4 1. Suara napas normal jelas atau
bersihan jalan nafas keperawatan 1 x 24 jam jam. krakels tersebar dibagian
b.d obstruksi jalan diharapkan bersihan jalan dasar yang jelas dengan napas
nafas (sekresi klien menjadi efektif. dalam. Adanya krakles kasar
dibronkus, mukus Kriteria hasil: diakhir inspirasi
yang berlebihan). a) Suaranafas yang bersih, mengindikasikan adanya
tidak ada sianosis dan cairan di jalan napas,
dipsneu (mampu wheezing mengindikasikan
mengeluarkan sputum, adanya sumbatan jalan napas
mampu bernafas dengan (Fauci et al, 2008)
mudah) 2. Pantau pola napas, meliputi 2. Respiratory rate normal untuk
b) Menunjukkan jalan napas rate, kedalaman dan upaya dewasa tanpa dispneu adalah
yang paten (irama nafas, bernapas 12-16 (Bickley & Szilagyi,
frekuensi pernapasan 2009). Dengan adanya sekresi
dalam rentang normal, pada jalan napas respiratori
tidak ada suara napas rate akan meningkat.
abnormal) 3. Berikan oksigen sesuai 3. Pemberian oksigen dapat
c) Mampu mengidentifikasi order. memperbaiki hipoksemia
dan mencegah faktor (Wong & Elliot, 2009).
yang dapat menghambat 4. Observasi sputum, warna, 4. Sputum normal adalah bening
jalan napas. bau, dan volume. atau abu-abu dan minimal;
sputum abnormal adalah
hijau, kuning atau terdapat
bercak darah; berbau; dan
biasanya dalam jumlah
banyak.
5. Dorong pemberian cairan
5. Cairan membantu
lebih dari 2500ml/ hari
meminimalisasi keringnya
kecuali klien dengan
mukosa dan memaksimalkan
gangguan jantung atau
kerja silia untuk
ginjal.
mengeluarkan sekresi.
6. Berikan pengobatan seperti
6. Obat koagulan diberikan
obat koagulan, dan
untuk menghentikan
antitusif. perdarahan dan obat golongan
antitusif untuk mengurangi
batuk pada klien melalui
penekanan pusat saraf batuk
7. Kompres dingin memberikan
7. Berikan kompres dingin efek vasokontriksi pada
dibagian leher dan dada pembuluh darah sehingga
klien. perdarahan dapat dikontrol.
NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
(NANDA) HASIL (NOC)
2 Nyeri akut b.d agen Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian 1.Pengkajian menyeluruh pada
injuri (fisik) keperawatan 1 x 2 jam menyeluruh pada nyeri nyeri termasuk lokasi,
diharapkan nyeri yang termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi
dirasakan klien berkurang. karakteristik, durasi, penting untuk menentukan
Dengan Kriteria hasil: frekuensi. penyebab utama nyeri dan
a) Mampu mengontrol nyeri pengobatan yang efektif
(tahu penyebab nyeri, (Breivik et al, 2008; Ming Wah,
mampu menggunakan 2008).
teknik nonfarmakologi 2. Kaji adanya nyeri secara 2.Pengkajian nyeri merupakan
untuk mengurangi nyeri, rutin, biasanya dilakukan tanda-tanda vital fisiologis yang
mencari bantuan) pada pemeriksaan TTV penting dan nyeri termasuk
b) Melaporkan bahwa nyeri dan selama aktivitas dan dalam “kelima tanda-tanda
berkurang dengan istirahat. Minta klien vital” (APS, 2008).Nyeri akut
menggunakan untuk menjelaskan sebaiknya dikaji saat istirahat
manajemen nyeri pengalaman nyeri (penting untuk kenyamanan)
c) Mampu mengenali nyeri sebelumnya, keefektifan dan selama bergerak (penting
(skala, intensitas, intervensi manajemen untuk fungsi dan menurunkan
frekuensi, dan tanda nyeri, respon pengobatan risiko terjadinya
nyeri) analgetik termasuk efek kardiopulmonari dan
d) Menyatakan rasa nyaman samping, dan informasi tromboembolitik pada
setelah nyeri berkurang. yang dibutuhkan. klien)(Breivik et al, 2008).
Manajemen nyeri akut
dengan pendekatan
multimodal.
3. Jelaskan pada klien 3.Salah satu langkah penting
mengenai pendekatan untuk meningkatkan
manajemen nyeri, kemampuan kontrol nyeri
termasuk intervensi adalah klien memahami nyeri
farmakologi dan secara alami dengan baik,
nonfarmakologi pengobatannya dan peran klien
dalam mengontrol nyeri (APS,
2008).
4. Minta klien untuk 4.Obat-obatan golongan opioid
menjelaskan nafsu dapat menyebabkan konstipasi
makan, eliminasi, dan yang biasanya terjadi dan
kemampuan untuk menjadi masalah yang
istirahat dan tidur. signifikan dalam manajemen
Administrasikan terapi nyeri. Opioid menyebabkan
dan pengobatan untuk konstipasi dengan cara
meningkatkan/ menurunkan motilitas usus
memperbaiki fungsi ini. danmengurangi sekresi mukosa
(Friedman &Dello Buono,
2001; Panchal, Muller-Schwefe,
Wurzelmann, 2007).
5. Sebagai tambahan 5.Strategi perilaku-kognitif dapat
administrasi obat menjadi sumber kontrol diri
analgesik, dukung klien klien, keberhasilan personal,
untuk menggunakan dan berpartisipasi aktif dalam
metode nonfarmakologi pengobatannya sendiri
untuk membantu
mengontrol nyeri, seperti
distraksi, imaginary,
relaksasi dengan menarik
napas dalam.
NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
(NANDA) HASIL (NOC)
3 Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan 1. Pertimbangkan 1. Mempermudah dalam
b.d kurangnya keperawatan 1 x 30 menit kemampuan dan kesiapan memberikan penjelasan pada
paparan informasi (1X pertemuan) diharapkan klien untuk belajar (mis. klien.
pengetahuan klien mental, kemampuan
bertambah. Dengan criteria melihat dan mendengar,
hasil : adanya nyeri, kesiapan
a) Klien dan keluarga emosional, motivasi dan
mampu menyatakan pengetahuan sebelumnya)
pemahaman tentang ketika mengajarkan klien.
penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan. 2. Gambarkan proses penyakit 2. Memudahkan klien dalam
b) Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat. memahami proses penyakit.
mampu menjelaskan Gambarkan tanda dan
kembali apa yang telah gejala yang biasa muncul
dijelaskan perawat/ tim pada penyakit.
kesehatan lainnya. 3. Mengajarkan: Proses 3. Klien mengetahui tanda dan
penyakit (Ackley & Gail, gejala sehingga jika terjadi
2010; Nurarif & Hardhi, kegawatan, klien dapat
2013) melapor kepada petugas
kesehatan/ perawat dan
mendapatkan penanganan
yang tepat.
NO RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
(NANDA) INTERVENSI (NIC) RASIONAL
HASIL (NOC)
4 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan 1. Pantau intake makanan. 1. Pencatatan intake makanan
nutrisi: kurang dari keperawatan 1 x 24 jam membantu klien dan perawat,
kebutuhan tubuh b.d diharapkan kebutuhan nutrisi mengakaji makanan yang
faktor biologi klien terpenuhi. Dengan biasa dimakan, pola makan (
(hemaptoe) Kriteria hasil: Shay, Sorbert & Seibert,
a) Adanya peningkatan 2009.
berat badan sesuai 2. Tawarkan makanan yang 2. Setiap orang menyukai
dengan tujuan. biasa klien makan. makanan yang biasa dimakan,
b) Mampu mengidentifikasi terutama ketika mereka sakit
kebutuhan nutrisi. (O’Regan, 2009).
c) Tidak terjadi penurunan 3. Berikan pengobatan 3. Adanya mual/ muntah atau
berat badan yang berarti. antiemetik dan nyeri sesuai nyeri menimbulkan
order dan keperluan. penurunan nafsu makan.
NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
(NANDA) HASIL (NOC)
5 Gangguan rasa Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tingkat kenyaman 1. Sumber pengkajian data
nyaman keperawatan 1 x 12 jam klien saat ini. Langkah ini tingkat kenyamanan bisa
diharapkan klien merasa dapat digunakan untuk berupa subjektif, objektif,
nyaman dengan Kriteria membantu meningkatkan primer, sekunder, fokus
hasil: rasa nyaman klien. (Kolcaba, 2003; Wilkinson &
a) Mampu mengontrol 2. Instruksikan pasien untuk VanLeuven, 2007).
kecemasan menggunakan teknik 2. Mambantu klien untuk
b) Kualitas tidur dan relaksasi mendapatkan rasa nyaman
istirahat adekuat tanpa teknik farmakologi.
Daftar Pustaka
Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based
Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Anonimous. 2011. Hemaptoe.


http://uzanxwsdcito.blogspot.com/2011/07/hemaptoe.html.Diakses pada
tanggal 22 januari 2018

Anonimous. 2012. Asuhan keperawatan pada pasien hemaptoe (batuk darah).


http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-hemaptoe.html. Diakses pada tanggal 22 April 2013

Bicley LS, Szilagy P. 2009. Guide to Physical Examination, Ed 10. Philadelphia:


Lippincott, Williams and Wilkins.

Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM et al. 2008. Assesment of Pain. Br J Anaesth;


101 (1): 17-24.

Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta :


EGC.

Deane G, Smith HS. 2008. Overview of Pain Management in Older Persons. Clin
Geriatr Med; 24: 185-20.
.
Dunwoody CF, K renzischek DA, Pasero C et al. 2008. Assesment,
Physiologycal Monitoring, and Consequences of Inadequately Treated Pain. J
Perianesth Nurs; 23 (1A): S27.

Fauci A, Braunwald E, Kasper DL et al. 2008. Harrison’s principles of internal


medicine, ed 17. New York: McGraw-Hill.

Flores RJ, Sunder S. 2006. Massive Hemoptysis. Hospital Physician: 37-43.

Jurdao L, Otilia VV. 2011. Review Articel Tuberculosis: New Aspect of An Old
Disease. International Journal of Cell Biology: 1-13.

Kalkman CJ, Visser K, Moen J et al. 2003. Preoperative Predication of Severe


Postoperative Pain. Pain; 57: 415-423.

Kolcaba K. 2003. Comfort Theory and Practice A Holistic Vision for Health Care.
New York: Springer.

Kusmiati T, Laksmi W. 2011. Terapi Bedah pada Penderita dengan Persistent


Hemoptysis. Majalah kKedokteran Respirasi, 2 (1); 26.
Ming Wah IJ. 2008. Pain Management in The Hospitalized Patient. Md Clin N Am;
92: 371-385.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth


Edition.USA: Mosbie Elsevier.

Nakhoda N. 2012. Hemoptysis. mDhil. http://www.mdhil.com/hemoptysis/. Diakses


pada tanggal 22 April 2013

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2009-


2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

O’Regan P. 2009. Nutrition for Patients in Hospital. Nurs Stand; 23 (32): 35-41.

Parvizi J, Reines D, Steege J et al. 2007. CSI: investigating Acute Postoperative Pain:
Improving Outcomes and Clinical Horizons.

Pasero C. 2003a. Multimodal Balanced Analgesia in the PACU. J Perianesth Nurs;


18 (4): 265-268.

-----------. 2009a. Challenges in Pain Assesment. J Perianesth Nurs; 24 (1): 50-54.

Shay LE, Shobert JL, Seibert D et al. 2009. Adult Weight Management: Translating
Resource and Guidelines Into Practice. J Am Acad Nurse Pract; 21 (4): 197-
206.

Smeltzer SC, Brenda GB. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Tafti SF, Mehran M, Seyed MM, Mehdi KD. 2005. Outcome and Evaluation of
Hemoptysis in Patients with Old Pulmonary TB. Tanaffos; 4 (15) : 43-8.

The American Pain Society (APS). 2008. Principle of Analgesic Use in Acute and
Chronic Pain, ed. 6. Glenview, IL: The Society.

Wilkinson J, VanLeuven K. 2007. Fundamental of Nursing. Philadelphia: E.A Davis.

Wong M, Elliot M. 2009. The Use of Medical Orders in Acute Care Oxygen
Therapy. Br J Nurs; 18 (8): 462-464.
LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN PADA Tn. “M”
DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI “TB PARU + HEMOPTISIS”
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT ( IGD )
RSK Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR
SENIN, 22 JANUARI 2018

OLEH :

RESKY

201401030

C.I. LAHAN C.I. INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI NERS JENJANG STRATA SATU (S1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
2018
RESUME KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA Tn. “M”
DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI “TB PARU + HEMOPTISIS”
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT ( IGD )
RSK Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR
SENIN, 22 JANUARI 2018

OLEH :

RESKY

201401030

C.I. LAHAN C.I. INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI NERS JENJANG STRATA SATU (S1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
2018

Anda mungkin juga menyukai