Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN PADA Tn.

“M” DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL “POST ORIF FRAKTUR
FEMUR SINISTRA” DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT ( ICU )
RSK Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR
SENIN, 15 JANUARI 2018

OLEH :

RESKY
201401030

C.I. LAHAN C.I. INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI NERS JENJANG STRATA SATU (S1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
2018
ASKEP KEGAWATDARURATAN PADA Tn. “M” DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL “POST ORIF FRAKTUR FEMUR SINISTRA”
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT ( ICU )
RSK Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR
SENIN, 15 JANUARI 2018

OLEH :

RESKY
201401344

C.I. LAHAN C.I. INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI NERS JENJANG STRATA SATU (S1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH SIDRAP
2018
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma,
fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur. Fraktur adalah parah
tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur femur
adalah fraktur yang terjadi pada batang femur dan di daerah lutut.
ORIF (Open Reduction Internal Fixtation) adalah fiksasi internal
dengan pembedahan untuk memasukkan paku, sekrup, atau pin ke dalam
tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara
bersamaan.
B. ETIOLOGI
1.Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalu lintas)
b.Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri / duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang)
2.Patologis : Metastase dari tulang
3.Degenerasi
4.Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
5.Pukulan langsung, gerakan muntir mendadak, kontraksi otot eksterna
C. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur Komplit : Fraktur yang mengenai suatu tulang secara
keseluruhan.
b. Fraktur Inkomplet : Fraktur yang meluas secara parsial pada suatu tulang.
c. Fraktur Tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka : Fraktur yang menyebabkan robeknya kulit.
(Hidayat A. Alimul, 2006 :)
D. PATOFISIOLOGI
Patah tulang paling sering disebabkan oleh trauma, trauma pada anak-
anak dan dewasa muda, apabila tulang melemah patah dapat terjadi hanya
akibat trauma minimal atau tekanan ringan hal ini disebut fraktur patologis,
fraktur patologis sering terjadi pada orang tua yang mengidap osteoporosis,
penderita fumor, fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres
tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress juga disebut
fraktur kelelahan biasanya terjadi akibat peningkatan drastis tingkat latihan
pada seorang atlet/pada permukaan aktivitas fisik baru karena kekuatan otot
meningkat secara lebih cepat dibandingkan kekuatan tulang.
Maka tulang yang mengalami fraktur menyebabkan robeknya jaringan
kulit sekitar sehingga terjadi inflamasi dan luka pada kulit hingga kepatahan
tulang. Pada fraktur tertutup terjadi pergeseran fragmen tulang dan menekan
syaraf pada jaringan sekitar dan menimbulkan sindroma kompartemen dan
aliran darah terganggu sehingga O2 dalam darah menurun. Jika kerusakan
jaringan lunak tidak segera diatasi maka terjadi perdarahan yang hebat karena
pada femur terdapat arteri yang sangat besar yaitu arteri femoralis.
(Price, 2002 Dalam Gunners,2012)
E. MANIFESTASI KLINIS
1 Nyeri
2 Pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai proses peradangan.
3 Dapat terjadi gangguan sensasi atau kesemuatan yang mengisyaratkan
kerusakan saraf. Denyut nadi dibagian aistal fraktur harus utuh dan terasa
dengan bagian non fraktur.
4 Kriptus dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat pergeseran
ujung-ujung patahan tulang satu sama lain.
5 Daerah paha yang paha tulangnya sangat membengkak ditemukan tanda
fungtio laesa atau angulasi anterior, endo/eksorotasi. Pada fraktur 1/3
tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan
adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1 Pemeriksaan sinar X dapat membuktikan fraktur tulang.
2 Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stress.
F. PENATALAKSANAAN
1 Fraktur harus segera di imobilisasi hematom fraktur dapat terbentuk dan
untuk memperkecil kerusakan.
2 Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar posisi dan
rentang gerak normal putih. Sebagian besar redukti dapat dilakukan tanpa
intervensi bedah (reduksi tertutup) apabila diperlakukan tindakan bedah
untuk fiksasi (reduksi terbuka) dapat dipasang pen/sekrup untuk
mempertahankan sambungan mungkin diperlukan traksi untuk
mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak. Sedangkan
komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union, malunion,
kekakuan sendi lutut, infeksi, dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang
berlebihan.
PATHWAY

- Pukulan langsung
- Gaya meremuk
- Gerakan puntir mendadak
- Konstraksi otot eksterna

Fraktur

Fraktur terbuka Fraktur tertutup Pembedahan

Robeknya jaringan Terputusnya kontinuitas tulang Luka post operasi


Cemas
kulit sekitar
Nyeri Gerakan fragmen tulang Port de entry
Inflamasi oleh
lingkungan luar
Resti Infeksi
Luka pada kulit Pergeseran
hingga kepatahan fragmen tulang
tulang
Deformitas Menekan
Resiko tinggi
saraf
terhadap infeksi
Hambatan Kerusakan
Mobilitas Fisik jaringan lunak
Sindroma
Nyeri Perdarahan
kompartemen

Aliran darah Output berlebih


terganggu
Gangguan
O2 dalam darah keseimbangan
menurun cairan & elektrolit

Hipoksia

Pola
Nafas tidak efektif

Sumber : Hidayat A. Alimyull 2006


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/ Istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/ sensasi, spasme otd
Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda : Deformitas lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), terlihat kelemahan/hilang fungsi.
d. Nyeri
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera, tak dada nyeri akibat
kerusakan saraf.
Spasme/ kram, perubahan warna.
e. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, perubahan warna.
Pembengkakan lokal.
f. Penyuluhan
Gejala : Lingkungan cidera.
Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan
diri dan tugas pemeliharaan/perawatan rumah.
(Dongoes, 2002 dalam Gunners, 2012)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d output yang
berlebih.
2. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas tulang.
3. Resti infeksi b.d port de entry luka post operasi.
4. Pola Nafas tidak efektif b.d penurunan suplay O2 dalam darah.
5. Hambatan mobilitas fisik b.d pergeseran frekmen tulang

C. INTERVENSI
Dx 1 : Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d output yang
berlebih.
KH : - Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan di
buktikan oleh haluaran urine individu adekuat, tanda
vital stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi : - Awasi tanda vital, pengisian kapiler dan kekuatan nadi
perifer.
- Awasi haluaran urine dan berat jenis.
- Observasi warna urine.
- Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe
pemasukan cairan.
- Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit
plasma albumin.
- Berikan obat sesuai indikasi
Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas tulang.
KH : - Menyatakan nyeri hilang.
- Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi
dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat.
- Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan
aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual.
Intervensi : - Pertahankan imbobilisasi bagian yang sakit dengan tirah
baring.
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
- Evaluasi keluhan nyeri dan karakteristik nyeri.
- Monitor keadaan umum dan TTV pasien.
- Anjurkan pasien untuk teknik relaksasi bila nyeri timbul.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Dx 3 : Resti infeksi b.d port de entry luka post operasi.
KH : Mencapai penyembuhan luka tetap waktu bebas eksudat
purulen dan tidak demam.
Intervensi : - Pantau TTV dan catat munculnya tanda-tanda klinik
proses infeksi.
- Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang
tepat bagi pasien.
- Dorong keseimbangan istirihat adekuat.
- Tingkatkan masukan nutri adekuat.
- Kolaborasi pemberian antibiotik.
- Lakukan perawatan luka dengan teknik anti septik dan
aseptik.
Dx 4 : Pola Nafas tidak efektif b.d penurunan suplay O2 dalam darah.
KH : Mempertahankan tingkat kesadaran yang membaik dan
tanda-tanda vital stabil
Intervensi : - Monitor TTV .
- Monitor pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer.
- Berikan anti koagulan dosis rendah sesuai indikasi.
- Berikan tekanan langsung pada perdarahan bila terjadi
perdarahan.
- Kolaborasi pemberian O2 2 liter
Dx 5 : Hambatan mobilitas fisik b.d pergeseran frekmen tulang
KH : - Mempertahankan posisi fungsional.
- Meningkatkan kekuatan yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
- Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan
aktivitas.
Intervensi : -Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cidera/
pengobatan.
- Libat keluarga dalam perawatan diri pasien
- Dorong aktivitas terapeutik/ rekreasi.
- Bantu perawatan diri/kebersihan.
- Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk,
tongkat.
- Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan
keluhan pusing.
- Berikan diit tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan
mineral.
- Batasi makanan pembentukan gas.
(Dongoes, 2002 dalam Gunners, 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A. Alimul. 2006. Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika :


Jakarta.

Gunners, tiyo. 2012. “Askep Fraktur Femur”.


https://www.scribd.com/doc/91603026/Askep-Fraktur-Femur. diakses
pada pada 15 januari 2018

Tambayong. Jan. 2006. Patofisiologi. FKUI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai