MORBILI
A. Definisi
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium
yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001: 211).
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. (Mansjoer,
2000 : 47).
rute udara dari seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001:
2443)
B. Etiologi
Virus Morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama masa
Virus morbili yang berasal dari secret saluran pernafasan, darah, dan urine dari orang
yang terinfeksi. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan droplet dari orang
yang terinfeksi. Masa inkubasi selama 10-20 hari, dimana periode yang sangat menular
adalah hari pertama hingga hari ke 4setelah timbulnya rash (pada umumnya pada stadium
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili
paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan
mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah
umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila
seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50%
kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau
III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau
seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal
C. Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal.
Di tempat ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini
berinti banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang
rentan terhadap infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid
masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus
infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke
permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, usus.
Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan konjungtiva, 12
lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali
ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran napas
diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit
berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu ulsera kecil pada
mukosa pipi yang disebut bercak koplik. Muncul ruam makulopapular pada hari ke-14
sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya
daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap
antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang
mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah.
Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di
kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan
dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat
D. Manifestasi Klinik
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan
1. Stadium Kataral (Prodormal) Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala
sebagai berikut:
a. Panas
b. Malaise
c. Batuk
d. Fotofobia
e. Konjungtivitis
f. Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak
koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu
sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak
koplik dan penderita pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu
terakhir.
2. Stadium Erupsi
f. Splenomegali
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan
3. Stadium konvalensensi
2,1985).
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk,
fotofobia, konjungtivis, dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili,
tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung
jarum dan dikelilingi oleh eritema, lokasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah.
2. Stadium erupsi
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.
diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di belakang
telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah,
kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit, rasa gatal, muka bengkak.
3. Stadium Konvalesensi
yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Suhu menurun sampai menjadi normal,
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian
belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul
gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah 3-4 hari,
kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak
bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik.
E. Komplikasi
Pneumoni
Oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang
klebsiela.
Gastroenteritis
Ensefalitis
Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah), menderita komplikasi.
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga data terjadi
energi (uji berkulin yang semula positif berubah menjadi negative). Keadaan ini
ensefalitis, bronkopneumonia.
bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energy protein, penderita penyakit
menahun (missal tuberculosis ), leukemia, dan lain lain. Oleh karena itu pada keadaan
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita
morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili
hidup (ensefalitis morbili akut), pada penderita yang sedang mendapat pengobatan
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksanten, angka kematian rendah dan
sisa deficit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah
1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit
ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala
yang terjadi secara tiba- tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan
koma. Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6
bulan- 3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih
bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti- bukti bahwa virus morbili memegang
peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2tahun
sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah
vaksinasi morbili didapatkan kira- kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan penderita SSPE
setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 – 1,1 tiap 10juta, sedangkan setelah infeksi morbili
pada anak dengan morbili yang menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau
Anak FKUI)
F. Pencegahan
1. Imunisasi aktif
digunakan strain Edmonston B, tetapi karena “strain” ini menyebabkan panas tinggi dan
eksantem ada hari ketujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain
Sekarang digunakan starin Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan globulin-gama.
Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung
lama. Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-
10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada
anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak
dapat nenbentuk antibody secara baik karena masih ada antibody dari ibu.
Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal didaerah endemis morbili dan terdapat
banyak tuberculosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi dilakukan
pada umur 5 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk. (1982) pada anak yang
divaksinasi sebelum umur 10 bulan tidak ditemukan antibody, begitu pula setelah
revaksinasi kadang-kadang titer antibody tidak naik secara bermakna. Di Indonesia saat
ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur,
karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan jaringan janin ayam yang secara
antigen adalah berbeda dengan protein telur. Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi
sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat
diberikan kepada penderita tuberculosis aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika.
Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak dengan tuberculosis yang
tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif.
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin
Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan perum biofarma yang terdiri dari
virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Scwarz dan ditumbuhkan dalam
jaringan janin ayam dan kemudian di beku- keringkan. Tiap dosis dari vaksin yang sudah
dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1.00 TCID50 dan neomisin B
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Terjadi
anergi terhadap tuberculin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila seseorang telah
mendapat immunoglobulin atau transfuse darah maka vaksinasi dengan vaksin morbili
harus ditangguhkan sekurang – kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau infeksi akut lainnya yang
disertai demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang diberi pengobatan
2. Imunisasi pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan pemberian
globulin- gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses tuberculosis. (Staf
Pada tahun 1954, Peebles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan
virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus
a. Monovalen
campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai imunisasi dasar dan pada umur
2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian pada anak usia sekolah dasar, diberikan
imunisasi campak yang ketiga pada Bulan imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak boleh diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ, mereka
yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa immunosupresi berat dan tanpa
Kesulitan untuk mencapai dan mempertahankan angka cukup yang tinggi bersama-
sama dengan keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai antibody maternal
hilang merupakan suatu hal yang berat dalam pengendalian campak. Pada anak-anak di
Negara berkembang, antibody maternal akan hilang pada usia 9 bulan, dan pada anak-
2. Kompres udara hangat dengan cara menyeka badan selama 5-10 menit.
4. Berikan anak cairan ( minum ) lebih banyak. Dan makan karena anak perlu nutrisi
untuk penyembuhan
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Tehnik
2. Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai: hyperplasia folikuler yang nyata, senterum germinativum
yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak, sel
ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan
neovaskularisasi.
3. Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
darah dan analisis gas darah), enteritis (feces lengkap), bronkopneumonia (dilakukan
Epitel Cerna
Masuk Sel Nafas Saluran
Kulit Hiperplasi Jaringan
Napas Limfoid
Pengeluaran Mediator
Intake
kimia Kimia
Nutrisi
Ketidakseimbangan
Mempengaruhi
Termostat dalam Nutrisi Kurang dari
Hipotalamus
Kebutuhan Tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi Pertama. Jakarta :
Salemba Medika