PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Morbili atau nama lainnya adalah campak, measles, atau rubeola merupakan
endemik pada sebagian besar dunia. Morbili sangat menular, sekitar 90% kontak keluarga
yang rentan mendapat penyakit. Sebelum penggunaan vaksin morbili (campak), puncak
insiden pada umur 5-10 tahun. Sekarang di Amerika Serikat, morbili terjadi paling sering
pada anak umur sekolah yang belum di imunisasi dan pada remaja dan orang dewasa
muda yang telah di imunisasi. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan
kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta)
sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si
bayi dapat menderita morbili.
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan
terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Virus morbili terdapat dalam
sekret nasofaring dan darah selama stadium kataral sampai 24 jam setelah timbul bercak
di kulit. Komplikasi yang terjadi apabila anak tidak tertangani dengan tepat yaitu akan
terjadi otitis media akut, pneumonia, kejang demam, laryngitis akut, ensefalitis akut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
1
Diketahuinya asuhan keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli Taruma
RS Royal Taruma.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengkajian pada anak dengan morbili di Ruang Poli Taruma RS
Royal Taruma.
b. Diketahuinya perumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan morbili di
Ruang Poli RS Royal Taruma.
c. Diketahuinya intervensi keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli
Taruma RS Royal Taruma.
d. Diketahuinya implementasi keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli
Taruma RS Royal Taruma.
e. Diketahuinya evaluasi keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli
Taruma RS Royal Taruma.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.
Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles.
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium prodormal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang
dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik (Ilmu Kesehatann
Anak Edisi 2, th 1991. FKUI).
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh 3 stadium kataral,
stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001:2011).
B. Epidemiologi
3
Di indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga Morbili menduduki tempat
ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam
urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%).
Morbili merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang berkembang. Di
Indonesia penyakit morbili sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau morbili dianggap
sebagai suatu hal yang harus di alami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak
tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit morbili dapat sembuh sendiri
bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa ruam yang keluar banyak semakin baik.
Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada kepercayaan
bahwa penyakit morbili akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam
akan muncul didalam rongga tubuh lain seperti didalam tenggorokan, paru, perut, atau
usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan sesak nafas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian.
Secara biologik, morbili mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak diperlukan
hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya musiman dengan
periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap, hanya memiliki satu
serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif.
C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, dari family Paramyxovirus, genus
Morbillivirus. Virus ini adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunyai satu antigen.
Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza.
Setelah timbulnya ruam kulit, virus aktif dapat ditemukan pada secret nasofaring, darah,
dan air kencing dalam waktu sekitar 34 jam pada suhu kamar.
Virus campak dapat bertahan selama beberapa hari pada temperature 0°C dan selama
15 minggu pada sediaan beku. Di luar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu
kamar sekalipun, virus ini akan kehilangan infektifitasnya sekitar 60% selama 3-5 hari.
Virus ini mudah hancur oleh sinar ultraviolet.
D. Faktor Risiko
Campak umum terjadi sebelum tahun 1966, maka kebanyakan orang yang lahir
sebelum itu mempunyai kekebalan. Orang yang memiliki risiko campak termasuk:
1. Orang yang lahir pada atau sejak tahun 1966 yang belum pernah menderita campak
dan belum pernah menerima vaksinasi, seperti dua dosis vaksin Campak-Gondong-
Rubela (MMR) dari usia 12 bulan.
4
2. Orang yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah (mis. orang yang sedang
menerima kemoterapi atau radioterapi untuk kanker atau orang yang sedang
menerima dosis besar obat steroid) meskipun telah diimunisasi sepenuhnya atau
menderita infeksi campak sebelumnya.
3. Orang yang tidak mempunyai kekebalan dan melakukan perjalanan ke luar negeri
atau Negara berkembang yang kasus campak sangat tinggi.
4. Kekurangan vitamin A. orang yang tidak punya cukup vitamin A dalam diet mereka
lebih mungkin untuk menderita campak dan memiliki gejala yang lebih parah.
E. Patofisiologi
Virus Morbili
Droplet
Masuk saluran respirasi
Gejala ensefalitis Penonjolan sekitar konjungtiva Bercak koplik meluas ke Bercak koplik pada palatum
sebassea dan folikel saluran trakeobronkial durum dan mole
rambut
konjungtivitis
Batuk, pilek Mulut terasa pahit
Eritema membentuk
macula papula di kulit anoreksia
normal Ggn. Pola napas
tak efektif
Rash pada daerah kepala Risti ggn. nutrisi:
5
dan menyebar ke kurang dari
ekstremitas kebutuhan tubuh
Hiperplasi jaringan
Deskuamasi dan
limfoid apendiks
rasa gatal
Ggn. Bersihan jalan
Mukosa usus teriritasi
Ggn. Integritas kulit napas tak efektif
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian
timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium.
6
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih (hiperpigmentasi)
yang akan menghilang dengan sendirinya. Selanjutnya diikuti gejala anoreksia,
malaise, dan limfadenopati.
G. Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Namun
komplikasi dapat terjadi karena penurunan kekebalan tubuh sebagai akibat penyakit
Campak. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak :
7
morbili adalah 0,6-2,2 per100.000 infeksi morbili. Resiko lebih besar pada umur yang
lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, kejang pada umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium
menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap
morbili dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). tidak ada terapi untuk SSPE.
Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).
H. Pemeriksaan Fisik
1. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2. Kepala : sakit kepala
3. Hidung : banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung
(pada stadium erupsi).
4. Mulut & bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5. Kulit : permukaan kulit (kering), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher, muka, lengan dan kaki (pada stadium konvalensi), evitema,
panas (demam).
6. Pernafasan : pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi, sputum
7. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9. Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri
Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
Pemeriksaan untuk komplikasi
- Ensefalopati/ensefalitis: dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah
- Enteritis: feses lengkap
- Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
J. Penatalaksanaan Medis
1. Tatalaksana medik
a. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari:
1) Pemberian cairan yang cukup
2) Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanya komplikasi
3) Suplemen nutrisi
8
4) Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5) Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6) Pemberian vitamin A.
b. Indikasi rawat inap: hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.
c. Campak tanpa komplikasi
1) Hindari penularan
2) Tirah baring di tempat tidur
3) Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
4) Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
d. Campak dengan komplikasi
1) Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT
ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi
terhadap gangguan elektrolit
2) Bronkopneumonia
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3) Enteritis
Koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
4) Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang
perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta
lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
5) Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
2. Tatalaksana Epidemiologik
a. Langkah Preventif
1) Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun
1982, angka cakupan imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir
sehingga masih dijumpai daerah kantong risiko tinggi transmisi virus campak.
2) Strategi reduksi campak terdiri dari:
Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A
Imunisasi campak
- PPI : diberikan pada umur 9 bulan.
- Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur
12-15 bulan
- Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi nasional
- Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6,
disertai dengan keep up dan strengthening.
Survailans
K. Pencegahan
9
1. Menghindari kontak dengan penderita.
2. Menjaga kebersihan lingkungan.
3. Menjaga daya tahan tubuh. Rajin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan
istirahat yang cukup.
4. Imunisasi campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman
(vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas
dengan. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9-11 bulan
dengan dosis 0,5 cc secara SC di lengan kiri atas. Dalam bentuk MMR, dosis pertama
diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
(yz/sumber:medicastore.com)
L. Tahapan Pemberantasan Penyakit Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap
yang berbeda-beda:
1. Tahap Reduksi
Tahap reduksi penyakit campak dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi sebesar
80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.
b. Tahap Pencegahan KLB
Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi
penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative
panjang.
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan
angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak
dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden
menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).
Pada TCG Meeting di Dakka tahun 1999, Indonesia sedang berada pada tahap
reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Reduksi campak mempunyai
strategi yaitu:
a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I
(belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
b. Surveilans Campak.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis
data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan
10
(disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan
penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau
terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan
memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada
agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi
tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).
Surveilans penyakit campak dilakukan untuk menilai perkembangan program
pemberantasan campak dan menentukan strategi pemberantasannya terutama di
daerah.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans
eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan
rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak
yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa
berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di
Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun
Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana
yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah
Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak
sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk
menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.
11
Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit disease
burden) pada populasi
Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU,
2002).
c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium
M. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas klien dan keluarga
Keluhan utama
Riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat imunisasi
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat nutrisi
b. Pemeriksaan Fisik
1. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2. Kepala : sakit kepala
3. Hidung : banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza,
perdarahan hidung (pada stadium erupsi).
12
4. Mulut & bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
5. Kulit : permukaan kulit (kering), turgor kulit, rasa gatal, ruam
makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stadium konvalensi),
evitema, panas (demam).
6. Pernafasan : pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi,
sputum
7. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9. Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
2. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermi b.d peningkatan metabolisme tubuh
b) Risiko ketidakseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh
c) Ketidakefektifan pola napas b.d inflamasi system pernapasan’
d) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan secret
e) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
nafsu makan
f) Risiko infeksi (penyebaran) b.d organisme virulen
g) Gangguan integritas kulit b.d rash pada seluruh tubuh
13
hipermetabolisme akibat
peningkatan suhu.
Anjurkan pasien untuk
mengurangi aktivitas yang
berlebihan bila suhu
naik/bedrest total.
Anjurkan dan bantu pasien
menggunakan pakaian yang
mudah menyerap keringat.
Kolaborasi :
Pemberian anti piretik
Pemberian anti biotic
15
organisme virulen hasil: Kaji kemampuan untuk
Nafsu makan
mengunyah dan menelan
meningkat
Auskultasi bising usus, catat
Porsi makan habis
7 TTV dalam batas adanya penurunan atau
normal hilangnya bising usus.
Kaji makanan yang disukai dan
Gangguan integritas kulit tidak disukai sesuai diit
b.d rash pada seluruh tubuh Sajikan makanan dalam
Tujuan:
Setelah dilakukan keadaan hangat dan menarik
tindakan keperawatan Bantu pasien untuk makan ,
selama 1x24 jam, catat jumlah makanan yang
penyebaran infeksi masuk
tidak terjadi dengan Lakukan perawatan mulut sebelum
kriteria hasil: dan sesudah makan.
Klien tidak Mandiri :
mengalami infeksi Tempatkan anak dalam ruang
Ruam kulit tidak khusus
ada Pertahankan isolasi yang ketat
Suhu 36,5oC di RS
Pantau tanda-tanda vital
Tujuan: Pertahankan pasien untuk
Kulit tetap utuh
Kriteria hasil: istirahat yang cukup
Permukaan kulit utuh Cuci tangan saat kontak dengan
Tidak ada kemerahan pasien
dan luka Kolaborasi :
Berikan antibiotic sesuai indikasi
Mandiri:
Berikan pakaian tipis,
longgar, dan tidak mengiritasi
Hindari pemajanan panas atau
sinar matahari
Kolaborasi dengan dokter
Perencanaan Pemulangan
Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, efek samping cara dll
Melakukan imunisasi jika imunisasi belum lengkap sesuai prosedur
Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwal
Memberikan informasi tentang gejala kekambuhan, komplikasi dll.
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitas pasien :
Nama : An. N
No. RM : 10181044
Agama : Islam
17
( ) retraksi dada ( ) tachypnoe Tidak ada masalah saat kehamilan
18
Kulit: ( ) pucat (√) erythema Ekstremitas: (√ ) normal/aktif
B. Analisa Data
Rewel
Data Objektif:
19
S: 38,5oC
RR: 24x/mnt
Rasa gatal
Tenggorokan kemerahan
S: 38,5oC
Risiko
ketidakseimbangan b.d Anoreksia Data Subjektif:
nutrisi: kurang dari
Keluarga mengatakan :
kebutuhan tubuh
Pasien tidak nafsu makan
Data Objektif:
BB : 10,5 kg
20
C. Diagnosa Keperawatan
2. Gangguan integritas kulit b.d rash pada daerah kepala dan menyebar ke ekstremitas
Mandiri:
Berikan pakaian tipis,
longgar, dan tidak mengiritasi
Hindari pemajanan panas atau
sinar matahari
Kaji turgor kulit
Kolaborasi dengan dokter
22
Kaji makanan yang disukai dan
tidak disukai sesuai diit
Sajikan makanan dalam
keadaan hangat dan menarik
Bantu pasien untuk makan ,
catat jumlah makanan yang
masuk
Lakukan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan.
23
2. Menghindari pakaian tipis dan longgar S:
dan tidak mengiritasi
Menghindari pemajanan panas dan O: rash pada kulit berkurang, rsa
sinar matahari gatal berkurang
Mengkaji turgor kulit
A: masalah sebagian teratasi
Menempatkan anak dalam ruang
P: intervensi dilanjutkan
khusus (ruang isolasi)
Melakukan isolasi yang ketat di RS
Mengukur tanda-tanda vital
Menganjurkan pasien untuk istirahat
S:
3. yang cukup
Melakukan cuci tangan saat kontak O: Ruam kulit berkurang, pasien
dengan pasien tidak ada batuk
Melakukan kolaborasi pemberian obat
antibik: Texegram 3x350 mg A: Masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini membahas tentang asuhan keperawatan klien dengan morbili terkait
A. Pengkajian
Pada kasus ini klien di diagnosa dengan morbili. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa medis tersebut sangat erat
kaitannya jika dihubungkan dengan perjalanan penyakit yang dialami klien. Menurut
Nelson (2000), morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai
dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam,
scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi. Gejala tersebut sesuai apa yang dialami oleh
An. N yaitu demam tinggi dengan suhu 38,5oC dan terdapat ruam pada seluruh tubuh
pasien. Kesenjangan yang terjadi pada pasien ini diantaranya, pasien tidak mengalami
konjungtivitis, padahal konjungtivitis merupakan salah satu manifestasi dari morbili.
25
sedikit, dan juga tidak ada gejala mual dan muntah sehingga tidak ada masalah pada
status nutrisi pasien.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
implementasinya sudah berhasil dicapai. Evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor kegiatan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan
implementasi tindakan (Ignatavicus dan Bayne, 1994 dalam Effendi dan Makhfudli,
2009).
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini
bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Effendi
dan Makhfudli, 2009). Proses evaluasi terdiri dari dua tahap, yaitu mengukur pencapaian
tujuan klien serta gejalanya; dan membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan
dan pencapaian tujuan (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Hasil evaluasi yang didapat dari An. N meliputi data subjektif dan data objektif.
Sampai pada tanggal 26 Juni 2015 : demam sudah tidak ada, suhu tubuh 36,7oC, mukosa
bibir lembab, pasien minum air dengan cukup ±2000 ml, ruam pada tubuh sudah tidak
ada, pasien tampak lebih ceria.
Evaluasi masalah keperawatan: hipertermi sudah teratasi,gangguan integritas
kulit berkurang, risiko penyebaran infeksi tidak terjadi, dan risiko ketidakseimbangan
volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
26
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Morbili yang terjadi pada An. N disebabkan oleh virus yang bisa ditularkan melalui
droplet. Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat adalah hipertermi,gangguan integritas
kulit, risiko penyebaran infeksi, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diagnosa keperawatan teratasi karena
pasien mengalami perbaikan kondisi seperti demam menurun, Suhu 37,2 oC, ruam kulit
berkurang dan makan habis 1 porsi.
27
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Potter, Patricia A, Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC
Suriadi dan Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto. 2005
28
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Semarang: Penerbit Erlangga
http://subversion.assembla.com/svn/dataandry/Dokument/edy%20nitip/ASKEP
%20MORBILI.doc diakses melalui pada tanggal 13 Desember 2011
29