Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Morbili atau nama lainnya adalah campak, measles, atau rubeola merupakan
endemik pada sebagian besar dunia. Morbili sangat menular, sekitar 90% kontak keluarga
yang rentan mendapat penyakit. Sebelum penggunaan vaksin morbili (campak), puncak
insiden pada umur 5-10 tahun. Sekarang di Amerika Serikat, morbili terjadi paling sering
pada anak umur sekolah yang belum di imunisasi dan pada remaja dan orang dewasa
muda yang telah di imunisasi. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan
kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta)
sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si
bayi dapat menderita morbili.
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga
stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan
terjadi secara droplet dan kontak langsung dengan pasien. Virus morbili terdapat dalam
sekret nasofaring dan darah selama stadium kataral sampai 24 jam setelah timbul bercak
di kulit. Komplikasi yang terjadi apabila anak tidak tertangani dengan tepat yaitu akan
terjadi otitis media akut, pneumonia, kejang demam, laryngitis akut, ensefalitis akut.

Penyakit morbili ini merupakan penyakit yang memerlukan perawatan yang


komprehensif. Oleh karena itu, peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien morbili, serta diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik
klien tetapi juga psikologis klien. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk
menyusun makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada anak dengan morbili di Ruang
Poli Taruma RS Royal Taruma.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah Asuhan


Keperawatan Pada anak dengan morbili di Ruang Poli Taruma RS Royal Taruma.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
1
Diketahuinya asuhan keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli Taruma
RS Royal Taruma.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengkajian pada anak dengan morbili di Ruang Poli Taruma RS
Royal Taruma.
b. Diketahuinya perumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan morbili di
Ruang Poli RS Royal Taruma.
c. Diketahuinya intervensi keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli
Taruma RS Royal Taruma.
d. Diketahuinya implementasi keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli
Taruma RS Royal Taruma.
e. Diketahuinya evaluasi keperawatan pada anak dengan morbili di Ruang Poli
Taruma RS Royal Taruma.

D. Manfaat Pembuatan Makalah


1. RS Royal Taruma
Makalah diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya-upaya peningkatan
pelayanan kesehatan serta asuhan keperawatan khususnya klien dengan morbili.
2. Bagi Penulis
Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan
yang didapat dalam membuat asuhan keperawatan pada klien dengan morbili.

E. Proses Pembuatan Makalah


Proses pembuatan makalah ini terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya:
a. Studi kasus
Tim menganalisa masalah yang akan dijadikan tema diskusi kasus
b. Studi literatur
Tim melakukan kajian pada literatur/textbook terkait teori morbili
c. Pengkajian komprehensif
Tim melakukan pengkajian menyeluruh. Selanjutnya, anggota kelompok menentukan
masalah keperawatan pada pasien terkait.

d. Proses pelaksanaan tindakan keperawatan


Tim melakukan intervensi terhadap pasien yang didiskusikan dan mengevaluasinya
setiap hari
e. Analisa Kasus
Tim mendiskusikan adanya keterkaitan atau kesenjangan antara teori dan kenyataan di
lapangan terkait proses penyakit dan asuhan keperawatan, meliputi: pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
f. Penyimpulan
Tim menyimpulkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.
Campak disebut juga rubeola, morbili, atau measles.
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium prodormal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang
dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik (Ilmu Kesehatann
Anak Edisi 2, th 1991. FKUI).
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh 3 stadium kataral,
stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001:2011).

B. Epidemiologi

3
Di indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga Morbili menduduki tempat
ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam
urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%).
Morbili merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang berkembang. Di
Indonesia penyakit morbili sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau morbili dianggap
sebagai suatu hal yang harus di alami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak
tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit morbili dapat sembuh sendiri
bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa ruam yang keluar banyak semakin baik.
Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada kepercayaan
bahwa penyakit morbili akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam
akan muncul didalam rongga tubuh lain seperti didalam tenggorokan, paru, perut, atau
usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan sesak nafas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian.
Secara biologik, morbili mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak diperlukan
hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya musiman dengan
periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap, hanya memiliki satu
serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif.

C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, dari family Paramyxovirus, genus
Morbillivirus. Virus ini adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunyai satu antigen.
Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza.
Setelah timbulnya ruam kulit, virus aktif dapat ditemukan pada secret nasofaring, darah,
dan air kencing dalam waktu sekitar 34 jam pada suhu kamar.
Virus campak dapat bertahan selama beberapa hari pada temperature 0°C dan selama
15 minggu pada sediaan beku. Di luar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu
kamar sekalipun, virus ini akan kehilangan infektifitasnya sekitar 60% selama 3-5 hari.
Virus ini mudah hancur oleh sinar ultraviolet.

D. Faktor Risiko
Campak umum terjadi sebelum tahun 1966, maka kebanyakan orang yang lahir
sebelum itu mempunyai kekebalan. Orang yang memiliki risiko campak termasuk:

1. Orang yang lahir pada atau sejak tahun 1966 yang belum pernah menderita campak
dan belum pernah menerima vaksinasi, seperti dua dosis vaksin Campak-Gondong-
Rubela (MMR) dari usia 12 bulan.

4
2. Orang yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah (mis. orang yang sedang
menerima kemoterapi atau radioterapi untuk kanker atau orang yang sedang
menerima dosis besar obat steroid) meskipun telah diimunisasi sepenuhnya atau
menderita infeksi campak sebelumnya.
3. Orang yang tidak mempunyai kekebalan dan melakukan perjalanan ke luar negeri
atau Negara berkembang yang kasus campak sangat tinggi.
4. Kekurangan vitamin A. orang yang tidak punya cukup vitamin A dalam diet mereka
lebih mungkin untuk menderita campak dan memiliki gejala yang lebih parah.

E. Patofisiologi
Virus Morbili
Droplet
Masuk saluran respirasi

Menempel pada epitel


nasofaring

Reaksi pertahanan awal Invasi virus pada epitel

↑ Eksudat Proliferasi sel Menyebar ke kelenjar


Reaksi inflamasi
serous mononukleus dan limfe regional
polimorfonukleus

pilek Menyebar ke semua


↑ metabolisme RES

Demam, ↑ RR dan Menuju epitel


Hipertermi
IWL

SSP Kulit System respirasi Gastrointestinal

Gejala ensefalitis Penonjolan sekitar konjungtiva Bercak koplik meluas ke Bercak koplik pada palatum
sebassea dan folikel saluran trakeobronkial durum dan mole
rambut
konjungtivitis
Batuk, pilek Mulut terasa pahit
Eritema membentuk
macula papula di kulit anoreksia
normal Ggn. Pola napas
tak efektif
Rash pada daerah kepala Risti ggn. nutrisi:
5
dan menyebar ke kurang dari
ekstremitas kebutuhan tubuh
Hiperplasi jaringan
Deskuamasi dan
limfoid apendiks
rasa gatal
Ggn. Bersihan jalan
Mukosa usus teriritasi
Ggn. Integritas kulit napas tak efektif

↑ sekresi dan peristaltik

Risti terhadap diare


infeksi
(penyebaran)
Resti Ggn.
Keseimbangan caiaran
dan elektrolit: kurang
F. Manifestasi Klinis dari kebutuhan tubuh

Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian
timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium.

1. Stadium Prodomal (Kataral)


Demam, malaise, batuk, konjungtivitis, koriza, terdapat bercak koplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dikelilingi oleh eritema, terletak di mukosa bukalis
berhadapan dengan molar bawah, timbul dua hari sebelum munculnya rash. stadium
ini berlangsung selama 4-5 hari.
2. Stadium Erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah, terjadi eritema yang berbentuk makula papula
disertai meningkatnya suhu badan. Mula-mula eritema muncul di belakang telinga, di
bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-
kadang terdapat perdarahan ringan di bawah kulit, pembesaran kelenjar getah bening
di sudut mandibula dan di daerah belakang leher.

Gambar 1. Gejala stadium erupsi


3. Stadium Konvalensi

6
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih (hiperpigmentasi)
yang akan menghilang dengan sendirinya. Selanjutnya diikuti gejala anoreksia,
malaise, dan limfadenopati.

G. Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Namun
komplikasi dapat terjadi karena penurunan kekebalan tubuh sebagai akibat penyakit
Campak. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak :

1. Otitis media akut


Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada morbili. Gendang telinga
biasanya hiperemi pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis media purulen.
2. Pneumonia / Bronkopneumoni
Dapat disebabkan oleh virus morbili maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan
batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus.Pada saat suhu
menurun, gejala pneumonia karena virus akan menghilang kecuali batuk yang masih
terus sampai beberapa hari. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan,
dan gejala saluran nafas terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada epitel yang telah dirusak virus.
3. Kejang Demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam
keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
4. Laringitis akut
Laringiris timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah
parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan,
sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan
gejala akan menghilang.
5. Ensefalitis akut
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya sering
terjadi pada hari ke-4-7 setelah timbulnya ruam atau dalam 1 bulan setelah mendapat
imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (encefalitis morbiliakut), pada penderita
yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute Sclerosing
Panencephalitis (SSPE).
6. Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE),
subacut sclerosing panencepalitis merupakan kelainan deganeratif susunan saraf pusat
yang jarang disebabkan oleh karena infeksi oleh virus morbili yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita

7
morbili adalah 0,6-2,2 per100.000 infeksi morbili. Resiko lebih besar pada umur yang
lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, kejang pada umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium
menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap
morbili dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). tidak ada terapi untuk SSPE.
Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula
timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protein losing enteropathy).

H. Pemeriksaan Fisik
1. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2. Kepala : sakit kepala
3. Hidung : banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung
(pada stadium erupsi).
4. Mulut & bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5. Kulit : permukaan kulit (kering), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher, muka, lengan dan kaki (pada stadium konvalensi), evitema,
panas (demam).
6. Pernafasan : pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi, sputum
7. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9. Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
 Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri
 Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
 Pemeriksaan untuk komplikasi
- Ensefalopati/ensefalitis: dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah
- Enteritis: feses lengkap
- Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.

J. Penatalaksanaan Medis
1. Tatalaksana medik
a. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari:
1) Pemberian cairan yang cukup
2) Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanya komplikasi
3) Suplemen nutrisi

8
4) Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5) Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6) Pemberian vitamin A.
b. Indikasi rawat inap: hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral
sulit, atau adanya komplikasi.
c. Campak tanpa komplikasi
1) Hindari penularan
2) Tirah baring di tempat tidur
3) Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
4) Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
d. Campak dengan komplikasi
1) Ensefalopati/ensefalitis
 Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT
ensefalitis
 Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
 Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi
terhadap gangguan elektrolit
2) Bronkopneumonia
 Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
 Oksigen nasal atau dengan masker
 Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3) Enteritis
 Koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
4) Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang
perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta
lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
5) Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
2. Tatalaksana Epidemiologik
a. Langkah Preventif
1) Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun
1982, angka cakupan imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir
sehingga masih dijumpai daerah kantong risiko tinggi transmisi virus campak.
2) Strategi reduksi campak terdiri dari:
 Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A
 Imunisasi campak
- PPI : diberikan pada umur 9 bulan.
- Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur
12-15 bulan
- Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi nasional
- Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6,
disertai dengan keep up dan strengthening.
 Survailans

K. Pencegahan
9
1. Menghindari kontak dengan penderita.
2. Menjaga kebersihan lingkungan.
3. Menjaga daya tahan tubuh. Rajin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan
istirahat yang cukup.
4. Imunisasi campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman
(vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas
dengan. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9-11 bulan
dengan dosis 0,5 cc secara SC di lengan kiri atas. Dalam bentuk MMR, dosis pertama
diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
(yz/sumber:medicastore.com)
L. Tahapan Pemberantasan Penyakit Campak
Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap
yang berbeda-beda:
1. Tahap Reduksi
Tahap reduksi penyakit campak dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi sebesar
80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.
b. Tahap Pencegahan KLB
Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi
penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative
panjang.

Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan
angka kematian campak sebesar 95% dari angka sebelum program imunisasi campak
dilaksanakan. Di Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden
menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan SKRT tahun 1982).

Pada TCG Meeting di Dakka tahun 1999, Indonesia sedang berada pada tahap
reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB. Reduksi campak mempunyai
strategi yaitu:

a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas I
(belum dilaksanakan secara nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
b. Surveilans Campak.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis
data secara terus-menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan

10
(disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan
penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Surveilans memantau
terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan
memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada
agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi
tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).
Surveilans penyakit campak dilakukan untuk menilai perkembangan program
pemberantasan campak dan menentukan strategi pemberantasannya terutama di
daerah.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans
eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah, kelengkapan data/laporan
rutin Rumah Sakit dan Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak
yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-desa
berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di
Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik Pemerintah maupun
Swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak. Dukungan dana
yang belum memadai, terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah
Sakit dan pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans campak
sangat penting untuk menilai perkembangan pemberantasan campak dan untuk
menentukan strategi pemberantasannya di setiap daerah.

Tujuan khusus surveilans:


 Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
 Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini

11
 Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit disease
burden) pada populasi
 Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan
 Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
 Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU,
2002).
c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam upaya reduksi campak di Indonesia, secara epidemiologis ada 2 jenis


wilayah rawan yang perlu penanganan khusus:
a. Reservoar : desa dengan kasus campak yang terjadi terus-menerus sepanjang
tahun.
b. Kantong : kelompok sasaran yang masih rentan karena cakupan imunisasi
campak rendah ( <80%) dalam 3 tahun terakhir.
2. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi ( > 90%), dan
daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus
campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai
tidak terlindung (suspectible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.
3. Tahap Eradikasi
Pada tahap ini, cakupan imunisasi sudah tinggi dan merata, kasus campak sudah
tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputus. Amerika Serikat merupakan
salah satu Negara yang telah mencapai tahap eliminasi.

M. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
 Identitas klien dan keluarga
 Keluhan utama
 Riwayat kesehatan sekarang dan terdahulu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat kehamilan dan kelahiran
 Riwayat imunisasi
 Riwayat tumbuh kembang
 Riwayat nutrisi
b. Pemeriksaan Fisik
1. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2. Kepala : sakit kepala
3. Hidung : banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza,
perdarahan hidung (pada stadium erupsi).

12
4. Mulut & bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
5. Kulit : permukaan kulit (kering), turgor kulit, rasa gatal, ruam
makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stadium konvalensi),
evitema, panas (demam).
6. Pernafasan : pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, ronchi,
sputum
7. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9. Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
2. Diagnosa Keperawatan
a) Hipertermi b.d peningkatan metabolisme tubuh
b) Risiko ketidakseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh
c) Ketidakefektifan pola napas b.d inflamasi system pernapasan’
d) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan secret
e) Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
nafsu makan
f) Risiko infeksi (penyebaran) b.d organisme virulen
g) Gangguan integritas kulit b.d rash pada seluruh tubuh

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi

1. Hipertermi b.d peningkatan Tujuan: Mandiri :


Setelah dilakukan  Identifikasi penyebab atau
metabolism tubuh
tindakan keperawatan factor yang dapat menimbulkan
selama 1x24 jam, peningkatan suhu tubuh:
suhu tubuh normal dehidrasi, infeksi, efek obat,
dengan kriteria hasil: hipertiroid.
 S: 36,5-37,5 C
o
 Observasi fungsi neurologis :
 Kulit tidak teraba
status mental, reaksi terhadap
hangat
stimulasi dan reaksi pupil.
 Nadi normal
 Observasi tanda kejang
 Bibir lembab
mendadak.
 Beri cairan sesuai kebutuhan
bila tidak kontraindikasi.
 Berikan kompres air hangat.
 Berikan cairan dan karbohidrat
yang cukup untuk
meningkatkan

13
hipermetabolisme akibat
peningkatan suhu.
 Anjurkan pasien untuk
mengurangi aktivitas yang
berlebihan bila suhu
naik/bedrest total.
 Anjurkan dan bantu pasien
menggunakan pakaian yang
mudah menyerap keringat.
Kolaborasi :
 Pemberian anti piretik
 Pemberian anti biotic

2. Risiko ketidakseimbangan Tujuan : Mandiri :


Setelah dilakukan  Observasi penyebab
volume cairan: kurang dari
tindakan keperawatan kekurangan cairan : muntah,
kebutuhan tubuh
selama 1x24 jam, diare, kesulitan menelan,
tidak terjadi kekurangan darah aktif,
kekurangan volume diuretic, depresi, kelelahan
cairan dengan kriteria  Observasi TTV
 Observasi tanda-tanda dehidrasi
hasil:  Observasi keadaan turgor kulit,
 Mukosa bibir
kelembaban, membran mukosa
lembab  Monitor pemasukan dan
 Kulit tidak kering
 Turgor kulit pengeluaran cairan bila

kembali cepat kekurangan cairan terjadi


 Intake dan output secara mendadak, ukur
seimbang produksi urine setiap jam, dan
 TTV dalam batas
observasi warna urine.
normal  Catat dan ukur jumlah dan jenis
cairan masuk dan keluar per
shift
 Anjurkan untuk banyak minum
 Anjurkan untuk bed rest
Kolaborasi :
 Pemberian cairan parenteral
sesuai indikasi
 Pemberian obat sesuai indikasi

3 Ketidakefektifan pola Tujuan : Mandiri :


14
napas b.d inflamasi system Setelah dilakukan
pernapasan’ tindakan keperawatan  Monitor fungsi pernapasan :
kecepatan, irama, kedalaman
selama 1x24 jam,
dan suara respirasi
pola napas kembali
 Berikan posisi semifowler
efektif dengan
untuk memaksimalkan ventilasi
kriteria hasil :  Monitor TTV
 Cuping hidung  Auskultasi suara napas
tidak ada  Observasi adanya tanda-tanda
 Tidak sesak hipoventilasi
 RR normal  Lakukan fisioterapi dada jika
 Suara napas
diperlukan
vesikuler  Ajarkan teknik relaksasi kepada
Ketidakefektifan bersihan  Tidak ada otot
.4
pasien dan keluarga untuk
jalan napas b.d bantu pernapasan
memperbaiki pola napas
penumpukan secret
 Ajarkan batuk efektif
 Monitor pola napas
Tujuan:
Bersihan jalan nafas Mandiri:
 Observasi pola nafas anak,
efektif
Kriteria hasil: suara nafas dan usaha anak
Tidak ada suara nafas untuk bernafas
tambahan  Catat dan laporkan gejala
Anak bebas dari takepnea, nafas cuping hidung
5
Risiko ketidakseimbangan
tanda hiperkapnea,  Observasi warna kulit dan
nutrisi kurang dari selaput lendir
hipexia
kebutuhan tubuh b.d Bebas dari sianosis,  Observasi sputum: warna,
penurunan nafsu makan menggunakan otot bau, sifat.
 Ajarkan nafas mulut, teknik
dada untuk
relaksasi dan latihan nafas
bernafas
 Isap lendir bila perlu
 Beri posisi semifowler.
Mandiri:
Tujuan:
 Setelah dilakukan
 Kaji pola makan pasien
6 tindakan
 Observasi mual dan muntah
keperawatan
 Jelaskan pentingnya nutrisi
Risiko infeksi selama 2x24 jam,
yang adekuat untuk
(penyebaran) b.d tidak terjadi
kesembuhan
kekurangan nutrisi

15
organisme virulen hasil:  Kaji kemampuan untuk
 Nafsu makan
mengunyah dan menelan
meningkat
 Auskultasi bising usus, catat
 Porsi makan habis
7 TTV dalam batas adanya penurunan atau
normal hilangnya bising usus.
 Kaji makanan yang disukai dan
Gangguan integritas kulit tidak disukai sesuai diit
b.d rash pada seluruh tubuh  Sajikan makanan dalam
Tujuan:
Setelah dilakukan keadaan hangat dan menarik
tindakan keperawatan  Bantu pasien untuk makan ,
selama 1x24 jam, catat jumlah makanan yang
penyebaran infeksi masuk
tidak terjadi dengan Lakukan perawatan mulut sebelum
kriteria hasil: dan sesudah makan.
 Klien tidak Mandiri :
mengalami infeksi  Tempatkan anak dalam ruang
 Ruam kulit tidak khusus
ada  Pertahankan isolasi yang ketat
Suhu 36,5oC di RS
 Pantau tanda-tanda vital
Tujuan:  Pertahankan pasien untuk
Kulit tetap utuh
Kriteria hasil: istirahat yang cukup
Permukaan kulit utuh  Cuci tangan saat kontak dengan
Tidak ada kemerahan pasien
dan luka Kolaborasi :
Berikan antibiotic sesuai indikasi
Mandiri:
 Berikan pakaian tipis,
longgar, dan tidak mengiritasi
 Hindari pemajanan panas atau
sinar matahari
 Kolaborasi dengan dokter

Perencanaan Pemulangan
 Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, efek samping cara dll
 Melakukan imunisasi jika imunisasi belum lengkap sesuai prosedur
 Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwal
 Memberikan informasi tentang gejala kekambuhan, komplikasi dll.

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Identitas pasien :

Nama : An. N

No. RM : 10181044

TTL : 13 Februari 2013

ALamat : Jl. Marga Jaya No.12 Rt.006 Rw.003

Nama Dokter : dr. Jeffry, Sp. A

Diagnose medis : Morbili

Agama : Islam

Tgl Anamnesa diperoleh dari: Alasan masuk RS:

24/6/2015 (√ ) orang tua demam sejak 4 hari, timbul bintik-bintik


merah di seluruh badan, mual tidak ada
( ) lain-lain
Riwayat penyakit terdahulu/operasi :
AIRWAY (JALAN NAFAS)
Tidak ada
Sumbatan: ( ) Benda asing
Imunisasi yang sudah di dapat:
( ) Sputum
Imunisasi dasar lengkap
( ) Darah
BB lahir : 3100 gr, BB sekarang : 10,5 kg
( √) Tidak ada
Riwayat kelahiran: Normal
BREATHING (PERNAFASAN)
Apgar score: 9/10
Batuk: ( ) Produktif
Air ketuban: jernih
( ) Non produktif
Riwayat kehamilan:
Nafas: ( ) sesak ( ) apnoe

17
( ) retraksi dada ( ) tachypnoe Tidak ada masalah saat kehamilan

( ) cuping hidung ( ) diafragma Pernah dirawat di RS : tidak

Bunyi nafas: ( ) Wheezing ( ) Ronchi Alergi : tidak ada

( ) Stridor Data lain:

Frekuensi: 24 x/mnt ( √) teratur ( ) tdk teratur Kesadaran: (√ ) alert ( ) pain

CIRCULATION (SIRKULASI) ( ) voice ( ) unrespon

Nadi: (√ ) teraba jelas Kepala: luka ( ) ada (√ ) tidak ada

( ) teraba halus & lemah Lingkar kepala: …… cm

( ) tidak teraba Mata :

Frekuensi jantung: 136 x/mnt Pupil: kanan/kiri 2/2 Reaksi +/+

( √) teratur ( ) tidak teratur Konjungtiva: (√ ) normal

Ekstremitas: ( ) dingin (√ ) tidak ( ) perdarahan

Edema: ( ) ada, pada …. ( ) anemis

( √ ) tidak ada Sclera: ( ) ikterik (√ ) anikteris

Sianosis: ( ) sentral ( ) Perifer Leher: ( ) fraktur cervical

Suhu: 38,5oC ( ) trakheostomi

Tekanan darah: mmHg Mulut dan gigi: ( ) pembesaran tonsil

Perdarahan: ml Melalui …….. ( ) stomatitis

Tangis: ( ) merintih ( ) kuat ( ) halitosis/bau mulut

BAK: (√) ada ( ) tidak ada ( ) lain-lain

BAB: frekuensi 1x/hr Abdomen: (√) supel

( ) darah ( ) lender ( ) kembung

( ) Diare……..kali, sejak…………… (√) bising usus +

( ) pemakaian laksatif (√) normal

(√) warna kuning ( ) pembesaran hepar

(√) bab terakhir: tadi pagi ( ) asites

18
Kulit: ( ) pucat (√) erythema Ekstremitas: (√ ) normal/aktif

( ) kering ( ) vesikula ( ) letargi

( ) banyak keringat ( ) lain-lain: ruam Kelainan Bawaan:


pada kulit
( ) athresia ani ( ) labio/palate schizis
( ) jaundice
( ) kelainan jantung ( ) lain-lain
Reflek hisap/menelan: (√) ada ( ) tidak ada
Data social:
Pola makan: 3-4x/hari
Tempat tinggal: (√) rumah orang tua
Minum: ( ) ASI ( ) PASI
( ) panti
Minum air putih cukup: 1000 ml/hari
( ) lain-lain
Mual ( ) ada (√) tidak ada
Neurologi: ( ) kejang
Muntah ( ) ada (√) tidak ada
(√) gelisah
Pola tidur: 7-8 jam/hr
( ) peka rangsang
Dada: (√) simetris
Pemeriksaan penunjang:
( ) asimetris
Radiologi: ( ) RONTGEN….
( ) retraksi
( ) CT-SCAN/MRI
Fraktur/luka: ( ) ada, lokasi…..
( ) lain-lain
(√) tidak ada
Lab: DL, NS+I, bahan +, hasil hb: 12,
LED 17, leukosit 3,2* (nolmal 5-10)

, Ns1 negatif hasil lab lainnya normal.

B. Analisa Data

Masalah Penyebab Data

Hipertermi b.d proses inflamasi/infeksi Data Subjektif:


virus
Keluarga mengatakan bahwa An. N

 Panas sejak 4 hari yang lalu

 Rewel

Data Objektif:

19
 S: 38,5oC

 Pasien tampak gelisah

 RR: 24x/mnt

 Kulit teraba panas

Gangguan integritas b.d Rash pada daerah kepala Data sabjektif: -


kulit dan menyebar ke ekstremitas
Data objekti:

 Ruam pada kulit

 Ada eritema di seluruh permukaan


kulit

 Rasa gatal

Risiko penyebaran b.d Organisme virulen Data Subjektif:-


infeksi
Data Objektif:

 Tenggorokan kemerahan

 S: 38,5oC

 Ruam pada kulit

Risiko
ketidakseimbangan b.d Anoreksia Data Subjektif:
nutrisi: kurang dari
Keluarga mengatakan :
kebutuhan tubuh
 Pasien tidak nafsu makan

 Makan tidak pernah habis

Data Objektif:

 Makan hanya 4 sendok dalam sehari

 BB : 10,5 kg

20
C. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b.d proses inflamasi/infeksi virus

2. Gangguan integritas kulit b.d rash pada daerah kepala dan menyebar ke ekstremitas

3. Resiko penyebaran infeksi b.d organisme virulen

4. Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi

1. Hipertermi b.d proses Tujuan: Mandiri :


Setelah dilakukan  Identifikasi penyebab atau
inflamasi/infeksi virus
tindakan keperawatan factor yang dapat menimbulkan
selama 3x24 jam, peningkatan suhu tubuh:
suhu tubuh normal dehidrasi, infeksi, efek obat,
dengan kriteria hasil: hipertiroid.
 S: 36,5-37,5oC  Observasi fungsi neurologis :
 Kulit tidak teraba
status mental, reaksi terhadap
hangat
stimulasi dan reaksi pupil.
 Nadi normal
 Observasi tanda kejang
 Bibir lembab
mendadak.
 Beri cairan sesuai kebutuhan
bila tidak kontraindikasi.
 Berikan kompres air hangat.
 Berikan cairan dan karbohidrat
yang cukup untuk
meningkatkan
hipermetabolisme akibat
2 peningkatan suhu.
Gangguan integritas kulit
 Anjurkan pasien untuk
b.d Rash pada daerah
mengurangi aktivitas yang
kepala dan menyebar ke Tujuan:
Rash pada daerah berlebihan bila suhu
ekstremitas
kulit berkurang naik/bedrest total.
Kriteria hasil:  Anjurkan dan bantu pasien
Tidak ada rash pada menggunakan pakaian yang
21
permukaan kulit mudah menyerap keringat.
Rasa gatal berkurang Kolaborasi :
 Pemberian anti piretik
 Pemberian anti biotic

Mandiri:
 Berikan pakaian tipis,
longgar, dan tidak mengiritasi
 Hindari pemajanan panas atau
sinar matahari
 Kaji turgor kulit
Kolaborasi dengan dokter

2. Risiko penyebaran infeksi Tujuan: Mandiri :


Setelah dilakukan  Tempatkan anak dalam ruang
b.d organisme virulen
tindakan keperawatan khusus
selama 1x24 jam,  Pertahankan isolasi yang ketat
penyebaran infeksi di RS
 Pantau tanda-tanda vital
tidak terjadi dengan  Pertahankan pasien untuk
kriteria hasil: istirahat yang cukup
 Klien tidak  Cuci tangan saat kontak dengan
mengalami infeksi pasien
 Ruam kulit tidak Kolaborasi :
ada  Berikan antibiotic sesuai
 Suhu 36,5 C
o
indikasi

3. Risiko ketidakseimbangan Tujuan : Mandiri :


Setelah dilakukan
nutrisi: kurang dari
tindakan keperawatan  Kaji pola makan pasien
kebutuhan tubuh b.d
selama 2x24 jam,  Observasi mual dan muntah
anoreksia
tidak terjadi  Jelaskan pentingnya nutrisi
kekurangan nutrisi yang adekuat untuk
hasil: kesembuhan
 Nafsu makan
 Kaji kemampuan untuk
meningkat
mengunyah dan menelan
 Porsi makan habis
 TTV dalam batas  Auskultasi bising usus, catat
normal adanya penurunan atau
hilangnya bising usus.

22
 Kaji makanan yang disukai dan
tidak disukai sesuai diit
 Sajikan makanan dalam
keadaan hangat dan menarik
 Bantu pasien untuk makan ,
catat jumlah makanan yang
masuk
 Lakukan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan.

E. Implementasi dan Evaluasi

Tgl/Jam No.Dx Implementasi Evaluasi

25/6/2015 1.  Mengkaji penyebab atau factor yang S: keluarga mengatakan demamnya


s/d27/6/15 dapat menimbulkan peningkatan suhu sudah menurun
tubuh o
 Mengobservasi fungsi neurologis : O: 37,2 C, N; 100 x/mnt RR:

status mental, reaksi terhadap stimulasi 22x/mnt


dan reaksi pupil. A: masalah teratasi
 Mengobservasi tanda kejang
mendadak. P: Intervensi diberhentikan
 Melakukan kompres air hangat.
 Menganjurkan pasien untuk
mengurangi aktivitas yang
berlebihan/bedrest total.
 Menganjurkan dan membantu pasien
menggunakan pakaian yang mudah
menyerap keringat.
 Melakukan kolaborasi pemberian obat
penurun demam: Sanmol 4x1 cth
 Melakukan kolaborasi pemberian obat
antibiotic: Texegram 3x350 mg

23
2.  Menghindari pakaian tipis dan longgar S:
dan tidak mengiritasi
 Menghindari pemajanan panas dan O: rash pada kulit berkurang, rsa
sinar matahari gatal berkurang
 Mengkaji turgor kulit
A: masalah sebagian teratasi
 Menempatkan anak dalam ruang
P: intervensi dilanjutkan
khusus (ruang isolasi)
 Melakukan isolasi yang ketat di RS
 Mengukur tanda-tanda vital
 Menganjurkan pasien untuk istirahat
S:
3. yang cukup
 Melakukan cuci tangan saat kontak O: Ruam kulit berkurang, pasien
dengan pasien tidak ada batuk
 Melakukan kolaborasi pemberian obat
antibik: Texegram 3x350 mg A: Masalah teratasi

P: intervensi dilanjutkan

4.  Mengkaji pola makan pasien S: Keluarga mengatakan nafsu


 Mengobservasi mual dan muntah makan meningkat

 Menanyakan makanan yang disukai


O: Makan habis 1 porsi
dan tidak disukai sesuai diit
 Memberikan makanan dalam keadaan A: Masalah teratasi

hangat dan menarik P: intervensi diberhentikan


 Membantu pasien untuk makan
 Melakukan perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan.
Kolaborasi dengan dokter: Aminofluid
250cc/24 jam

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini membahas tentang asuhan keperawatan klien dengan morbili terkait

pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi yang

ditemukan pada An. N.

A. Pengkajian
Pada kasus ini klien di diagnosa dengan morbili. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa medis tersebut sangat erat
kaitannya jika dihubungkan dengan perjalanan penyakit yang dialami klien. Menurut
Nelson (2000), morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai
dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam,
scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi. Gejala tersebut sesuai apa yang dialami oleh
An. N yaitu demam tinggi dengan suhu 38,5oC dan terdapat ruam pada seluruh tubuh
pasien. Kesenjangan yang terjadi pada pasien ini diantaranya, pasien tidak mengalami
konjungtivitis, padahal konjungtivitis merupakan salah satu manifestasi dari morbili.

B. Perumusan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan berbeda dengan diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa
keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah
mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa
keperawatan (Schultz & Videbeck dalam Nurjannah, 2005).
Penentuan diagnosa keperawatan dalam kasus An. N ini sudah dilakukan sesuai
dengan SOP baku diagnosa keperawatan sesuai NANDA, disesuaikan dengan data
subjektif dan objektif yang muncul pada klien. Dari data yang di dapatkan maka
diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu hipertermi, gangguan integritas kulit risiko
penyebaran infeksi dan risiko ketidakseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan
tubuh.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada pasien morbili tetapi tidak ada di
pasien ini diantaranya risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Hal
ini mungkin terjadi karena pasien masih mau makan dengan baik walaupun sedikit demi

25
sedikit, dan juga tidak ada gejala mual dan muntah sehingga tidak ada masalah pada
status nutrisi pasien.

C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Intervensi dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul dan mengacu
pada Nursing Intevention Clasification (NIC) yang disesuaikan dengan kondisi An. T.
Implementasi yang sudah dilakukan yaitu mengkaji factor penyebab demam,
melakukan kompres air hangat, memberikan obat anti piretik dan antibiotik,
menganjurkan pasien untuk banyak minum, menempatkan pasien pada ruang isolasi,
mengukur TTV, memantau intake dan output pasien.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
implementasinya sudah berhasil dicapai. Evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor kegiatan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan
implementasi tindakan (Ignatavicus dan Bayne, 1994 dalam Effendi dan Makhfudli,
2009).
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini
bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien
terhadap tindakan keperawatan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Effendi
dan Makhfudli, 2009). Proses evaluasi terdiri dari dua tahap, yaitu mengukur pencapaian
tujuan klien serta gejalanya; dan membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan
dan pencapaian tujuan (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Hasil evaluasi yang didapat dari An. N meliputi data subjektif dan data objektif.
Sampai pada tanggal 26 Juni 2015 : demam sudah tidak ada, suhu tubuh 36,7oC, mukosa
bibir lembab, pasien minum air dengan cukup ±2000 ml, ruam pada tubuh sudah tidak
ada, pasien tampak lebih ceria.
Evaluasi masalah keperawatan: hipertermi sudah teratasi,gangguan integritas
kulit berkurang, risiko penyebaran infeksi tidak terjadi, dan risiko ketidakseimbangan
volume cairan: kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Morbili yang terjadi pada An. N disebabkan oleh virus yang bisa ditularkan melalui
droplet. Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat adalah hipertermi,gangguan integritas
kulit, risiko penyebaran infeksi, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diagnosa keperawatan teratasi karena
pasien mengalami perbaikan kondisi seperti demam menurun, Suhu 37,2 oC, ruam kulit
berkurang dan makan habis 1 porsi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Asrul. Penyakit Campak. Diakses melalui http://dokter-herbal.com/penyakit-campak.html


pada tanggal 13 Desember 2011

Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Darmowandowo, Widodo dan Parwati S. Basuki. 2006. Campak. Diakses melalui


http://www.pediatrik.com pada tanggal 13 Desember 2011

Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Potter, Patricia A, Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC

Suriadi dan Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto. 2005

28
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Semarang: Penerbit Erlangga

http://subversion.assembla.com/svn/dataandry/Dokument/edy%20nitip/ASKEP
%20MORBILI.doc diakses melalui pada tanggal 13 Desember 2011

29

Anda mungkin juga menyukai