Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUTORIAL BLOK 27 SKENARIO 1I

“INTERNAL BLEEDING DENGAN KOMPLIKASI SYOK


HIPOVOLEMIK DAN HEMATOTHORAKS”

OLEH:
KELOMPOK 5

LINA NUR H R (20161880008)


MOCH FRANDO G E (20161880017)
AYU RAHAJENG D N (20161880013)
REYKE FORTUNA M S (20161880025)
RIZKY DWI LESTARI (20161880032)
NADIA ROCHMAYA (20161880036)
ESA WIDHANAR (20161880018)
MAYA RAFIDAH (20161880048)
MUHAMMAD RAMZI (20161880043)
FARISKO AKBAR (20161880051)

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan tutorial ini telah disetujui pada:


Hari :
Tanggal :

Dosen Tutor

dr. April Paramitasari

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR BAGAN vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Skenario 1
1.2 Tujuan Pembelajaran 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Definisi Syok 4
2.2 Etiologi Syok 4
2.3 Ketoasidosis Diabetik (KAD) 10
2.4 Patofisiologi KAD 11
2.5 Penegakan Diagnosis KAD 14
2.6 Diagnosis Banding 16
2.7 Riwayat Pengobatan Pasien 21
2.8 Tatalaksana KAD 25
2.9 Komplikasi 30
2.10 Prognosis 33
2.11 Etik Medikolegal 33
2.12 Kedokteran Islam 41
BAB III FINAL CONCEPT MAP 43
BAB IV PEMBAHASAN 45
BAB V KESIMPULAN 47
5.1 Kesimpulan 47
5.2 Saran 47
DAFTAR PUSTAKA 48

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem aktivasi reticular 4

Gambar 2.2 Struktur Kimia Glimepiride 22

Gambar 2.3 Pola Farmakokinetik Jenis Insulin 23

Gambar 2.4 Alur penatalaksanaan KAD 25

Gambar 2.5 Tahap Penyakit Ginjal Diabetik 33

Gambar 2.6 Contoh Format Persetujuan Tindakan 38

Gambar 2.7 Contoh Format Penolakan Tindakan 39

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan laboraturium 15

Tabel 2.2 Hasil Analisa Gas Darah 16

Tabel 2.3 Perbandingan KAD dan HHNK 18

Tabel 2.4 Gejala klinis 19

Tabel 2.5 Jenis-Jenis Insulin 23

Tabel 2.6 Komposisi Levemir 24

Tabel 2.7 Regulasi Cepat Insulin Intravena dan Subcutan 29

iv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Patofisiologi KAD 13

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario 1

Anamnesis:

Seorang wanita berusia 40 tahun , tiba di RSUD Dr. Soegiri Lamongan


diantar ambulans setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs
sepeda motor. Saat datang pasien tampak lemah, pucat dan penglihatannya kabur.
Dokter jaga menemukan bahwa denyut nadinya 150 kali/ menit, respirasi 36 kali/
menit. Kemudian pasien tampak gelisah, kesadarannya menurun, dan memiliki
ekstremitas dingin. Dari pemeriksaaan fisik ada hematoma di kuadran kiri atas
perut.

Heteroanamnesa Saksi:

Mode of injury. Kejadian diperkirakan pukul 10:00. Pasien tiba di IGD


pukul 12.30. menurut kesaksian orang-orang sekitar, pasien mengendarai sepeda
motor dengan kecepatan sedang lalu ditabrak dari belakang truk oleh truk yang
hendak menyalip. Pasien menggunakan helm, namun sudah dilepas pihak
berwajib selama perjalanan menuju IGD. Lain-lain tidak ada keteranga.

Pemeriksaan fisik :

Airway: Clear, C Spine stabil

Breathing: RR 36 X/m enit, Ves +/+, Ronchi -/- , Whizing -/-, Sonor/sonor,
ekskhoriasi thorax D et parasternal S1/3 bawah

Circulation : TD 60/40, Nadi 150x/menit, akral dingin kering pucat. CRT = 2


detik, Ekskhoriasi abdomen D et S1/3 atas, Vesika urin kosong, produksi urin (-),
pelvis stabil

Disability : Somnolen, GCS 2-3-4, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RC +/+

1
Exposure : Ekskhoriasi Thorax D et Parasternal S1/3 bawah, Ekskhoriasi
abdomen D et

S1/3 atas, pelvis stabil.

Pemeriksaan Penunjang :

Rontgen Thorax : Hematothorax (+) Dextra, Pneumotthorax (-), Fraktur Costae (-)

USG FAST : (+) morison pouch dan paravesica

Lab: HB 8,3 ; Leukosit 5000; BUN 11; SK 0,8; SGOT 56; SGPT 24; Albuin 3,4

15 menit pertama

Tiga puluh menit pasca menerima, didapatkan hasil peniliain ulang sebagai
berikut:

A. Airway: Clear, C Spine stabil


B. Breathing: Gasping, RR 5-6 X/m enit, Ves +/+, Ronchi -/- , Whizing -/-,
Sonor/sonor, ekskhoriasi thorax D et parasternal S1/3 bawah
C. Circulation : Tidak teratur, Nadi kartis tidak teraba, Akral dingin kering
pucat. CRT . 2 detik, monitor EKG Asistol. Ekskhoriasi abdomen D et
S1/3 atas, Kateter urin (+), produksi urin (-), pelvis stabil
D. Disability : Unresponsive, GCS 1-1-1, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RC
+/+
E. Exposure : Ekskhoriasi Thorax D et Parasternal S1/3 bawah, Ekskhoriasi
abdomen D et S1/3 atas, pelvis stabil. Lingkar abdomen bertambah 5 cm.

15 menit kedua

Pasca menerima panggilan cold blue, spesialis anastesi melakukan intubasi di IGD
dan mempersiapkan pasien untuk CITO operasi. Setelah dikonsulkan ke dokter
bedah, didapatkan hasil peniliain ulang sebagai berikut:

A. Airway: Clear, C Spine stabil


B. Breathing: Terkontrol, RR 20 X/m enit, Ves +/+, Ronchi -/- , Whizing -/-,
redup/sonor, ekskhoriasi thorax D et parasternal S1/3 bawah.

2
C. Circulation : TD 87/40, Nadi 103 x/menit, akral dingin kering pucat. CRT
> 2 detik, Ekskhoriasi abdomen D et S1/3 atas, Kateter urin (+), produksi
urin (-), pelvis stabil
D. Disability : Unresponsive, GCS 1-x-1
E. Exposure : Ekskhoriasi Thorax D et Parasternal S1/3 bawah, Ekskhoriasi
abdomen D et S1/3 atas, pelvis stabil.
F. BGA : Ph 7,36; PCO2 29; PO2 437; HCO3 16,4; BE -10

1.2 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mengetahui yang mempengaruhi berkurangnya transport O2 dan


meningkatnya konsumsi CO2 beserta faktor - faktor

2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi, etiologi dan mekanisme syok


secara umum

3. Mahasiswa mampu menjelaskan kompensasi organ tubuh yg terjadi untuk


mengkompensasi syok

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala syok

5. Mahasiswa mampu menjelaskan cara menegakkan diagnosa syok dan


pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan.

6. Mahasiswa mampu mengetahui tata laksana syok pada pasien dalam skenario.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, klasifikasi, patofisiologi syok


hemoragik

8. Mahasiswa mampu menjelaskan respon tubuh dalam mengkompensasi


kehilangan darah

9. Mahasiswa mengetahui monitoring, evaluasi dan tindak lanjut untuk pasien


syok secara umum

10. Mahasiswa mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien syok.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syok


Syok merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen
dengan kecepatan proses transport oksigen, dimana pada syok terjadi penurunan
transport oksigen dan peningkatan konsumsi oksigen sehingga terjadi penggunaan
oksigen yang inadekuat yang dapat menginduksi terjadinya cell hypoxia (Koya
dan Paul, 2020).

2.2 Etiologi Syok


Syok biasanya terjadi akibat dari satu atau kombinasi dari 4 mekanisme
patofisiologis berikut ini:
1. Hilangnya cairan internal atau external (yaitu trauma atau perdarahan
gastrointestinal) yang sering menyebabkan syok hipovolemik
2. Etiologi intracardiac (infark miokard, miopati, atau aritmia) yang
mengakibatkan perubahan kontraktilitas jantung sehingga dapat
menyebabkan syok kardiogenik
3. Etiologi extracardiac dari kegagalan pompa jantung (antara lain emboli
paru, tension pneumothorax, dll) yang dapat menyumbat aliran darah
sehingga jantung tidak mendapat asupan nutrisi yang baik untuk
berkontraksi
4. Efek agen inflamasi (sepsis, keracunan, atau efek vasodilatasi lainnya)
yang sering memediasi peningkatan permeabilitas vaskuler dan hilangnya
tonus vaskular, sehingga dapat menyebabkan syok distributive (Jon et al.,
2019)

4
2.3 Klasifikasi Syok
Tabel 2.1 Klasifikasi Syok (Nurhidayati et al., 2018)

5
KLASIFIKAS PENJELASAN ETIOLOGI
I SYOK KLASIFIKASI
Hypovolemik Syok hipovolemik ini Penyebab umum
sering timbul setelah disebabkan oleh
terjadi perdarahan perdarahan. Bisa
hebat (syok merupakan akibat dari
hemoragik), kehilangan cairan tubuh lain
perdarahan eksternal selain dari darah dalam
akut akibat trauma dan jumlah yang banyak.
perdarahan hebat
kelainan
gastrointestinal.
Kardiogenik Kegagalan fungsi a). Penyakit jantung iskemik
pompa jantung yang (IHD)
mengakibatkan curah b). Obat-obatan yang
jantung menjadi mendepresi jantung
berkurang atau c). Gangguan Irama Jantung.
berhenti sama sekali.
Distributif Volume darah secara Disebabkan baik oleh
abnormal berpindah kehilangan tonus simpatis
tempat dalam atau oleh pelepasan
vaskulatur seperti mediator kimia ke dari sel-
ketika darah sel.
berkumpul dalam
pembuluh darah
perifer.
Neurogenik Terjadi akibat Trauma medula spinalis,
kegagalan pusat Rangsangan hebat yang
vasomotor karena kurang menyenangkan
hilangnya tonus (rasa nyeri hebat pada fraktur
pembuluh darah tulang), Rangsangan pada
secara mendadak di medula spinalis (penggunaan
seluruh tubuh. obat anestesi spinal/lumbal),
sehingga terjadi Trauma kepala, Suhu
hipotensi dan lingkungan yang panas,
penimbunan darah terkejut, takut.
pada pembuluh
tampung (capacitance
vessels).
Anafilaktik Reaksi anafilaksis Disebabkan oleh reaksi
yang disertai hipotensi alergi ketika pasien yang
dengan atau tanpa sebelumnya sudah
penurunan kesadaran. membentuk anti bodi
Reaksi Anafilaktoid terhadap benda asing (anti
adalah suatu reaksi gen) mengalami reaksi anti
anafilaksis yang gen- anti bodi sistemik.
terjadi tanpa
melibatkan antigen-
antibodi kompleks.
Septik
6
Bentuk paling umum Mikroorganisme penyebab
syok distributuf dan syok septik adalah bakteri
disebabkan oleh gram negatif.
infeksi yang menyebar
luas.
2.4 Tanda dan Gejala Syok
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Syok (Cheever, 2010; Porth & Matfin, 2009)

Jenis Syok Smeltzer, Bare, Hinkle, dan Porth dan Matfin


Cheever (2010) (2009)
Kardiogenik Kelelahan, disritmia, Bibir, kuku, dan kulit
peningkatan preload sistemik tampak sianosis.
dan paru, serta takikardia
Penurunan pengeluaran
urin karena terjadi
peningkatan hormon
aldesteron.

Perubahan kesadaran
terjadi karena
penurunan curah
jantung dan penurunan
perfusi cerebral.
Hipovolemi Merasa haus, oliguria, preload Merasa haus,
k sistemik dan paru rendah, dan peningkatan denyut
takikardia. jantung, kulit terasa
dingin dan lembap,
penurunan tekana
darah arteri, penurunan
pengeluaran urin,
Anafilaktik Hipotensi, mengalami Keram pada bagian
gangguan pernapasan, merasa perut, merasa
cemas, dyspnea, dan edema. ketakutan atau cemas,
kulit terasa terbakar,
gatal, mengalami
batuk, sesak dada,
kesulitan bernapas
Septik Peningkatan suhu karena Demam, takikardia,
pirogenik, peningkatan takipnea, hiperglikemia
metabolisme, denyut jantung tanpa adanya penyakit
meningkat, edema paru, diabetes melitus,
oliguria, asidosis metabolik hipotensi, hipoksemia,
karena penumpukkan asam oliguria, serta asidosis
laktat. metabolik.
Neurogenik Kulit kering, bradikardia, Penurunan volume
kehilangan refleks, hipotensi, darah, gangguan fungsi
dan penurunan pengaturan jantung, denyut jantung
suhu. lambat, serta kulit
tampak kering dan
terasa hangat

7
Gambaran klinis syok hipovolemik dipengaruhi oleh besarnya kehilangan
cairan tubuh dan mekanisme kompensasi. Mekanisme kompensasi dapat dikenali
dengan dijumpainya produksi urine yang menurun, ujung ekstremitas dingin dan
capillary refill time yang dapat sedikit memanjang. Mekanisme kompensasi tidak
akan memadai pada kehilangan 15 persen atau lebih. Kesadaran akan menurun,
produksi urine minimal atau tidak ada, ujung ekstremitas dingin dan mottled, nadi
perifer sangat lemah atau tidak teraba, takikardi, tekanan darah menurun atau
tidak terukur. Hipoksia jaringan akan mengakibatkan asidosis dan takipnea.
Dalam keadaan lanjut akan terjadi pernapasan periodic atau apnea yang
selanjutnya disusul dengan henti jantung (Zingarell, 2008).

Perfusi pada kardiogenik syok menyebabkan gejala yang serupa dengan


syok hipovolemik. Tanda bendungan dapat dijumpai seperti peningkatan tekanan
vena jugularis dan pembesaran hati pada kegagalan ventrikel kanan dan ronckhi
basah halus tidak nyaring, takipnea sampai pink frothy sputum dapat dijumpai
pada kegagalan ventrikel kiri. Irama gallop dapat dijumpai pada kegagalan
ventrikel kanan maupun kiri (Zingarell, 2008).

Syok distributif memberikan gambaran gangguan perfusi seperti pada syok


lainnya seperti oliguri dan ganggua kesadaran. Warm shock, umumnya dijumpai
pada awal syok septik, terjadi akibat vasodilatasi vaskular, ditandai dengan
perabaan kulit yang hangat, kemerahan (flushed skin), peningkatan tekanan nadi,
takikardia dan takipnea. Bila penyebabnya adalah sepsis, maka akan dijumpai
pula gejala sepsis yang lain, misalnya gejala disseminated intravascular
coagulation dan acute respiratory distress syndrome (Zingarell, 2008).

2.5 Kompensasi Organ Pada Syok

8
Gambar 2.1 Mekanisme Kompensasi Organ Pada Syok (Worthley, 2000)

Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)
ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali
volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan
pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu
peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung (Wijaya, 2014).

Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang
banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok,
sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media
kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang
bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap
menurunnya produksi urin (Wijaya, 2014).

9
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain (Worthley, 2000).

Mikrosirkulasi

Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan
nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang
melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata
(mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan
turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu (Wijaya, 2014).

2.6 Syok Hemoragik


A. Definisi
Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang
biasanya terjadi akibat perdarahan yang masif (Sudoyo, 2007)
B. Klasifikasi
Sistem klasifikasi syok hemoragik berdasarkan dari American College of
Surgeon Committeeon Trauma dibagi menjadi 4 kelas. Sistem ini berguna
untuk memastikan tanda-tanda dini syok hemoragik.
Tabel 2.3 Klasifikasi Syok Hemoragic (Steven, 2008)

10
C. Patofisiologi

Kehilangan protein Berkurangnya Tekanan


Trauma pada melalui melalui sel protein plasma osmotik
jaringan tubuh yang terkelupas intravaskuler koloid plasma
menurun

Menurunnya Keluarnya
Syok Hipovolemik/Hemoragik volume cairan dari
intravaskule intravaskuler
r ke jaringan

11
Gambar 2.2 Patofisiologi Syok Hemoragik (Sudoyo et al., 2007)

2.7 Kompensasi Tubuh Saat Kehilangan Darah Secara Umum


Bila tubuh mengalami kehilangan darah, maka tubuh akan melakukan
kompensasi hemostatis tubuh. Kompenasasi tersebut dengan melakukan
vasokonstriksi pembuluh darah di perifer, sehingga darah yang menuju perifer
sangat minim. Hal tersebut mengakibatkan darah lebih banyak mengalir menuju
organ vital yaitu : Otak, Jantung, dan ginjal. Apabila terjadi trauma yang
mengakibatkan perdarahan, tubuh akan kehilangan volume sirkulasi. Menurunnya
volume intravaskuler ini akan mengakibatkan volume darah yang masuk ke
ventrikel akan menurun pada akhir diastole, yang mengakibatkan berkurangnya
kontraktilitas jantung dan penurunan cardiac output. Ketika terjadi penurunan
cardiac output maka respons tubuh akan meningkatkan aktifitas saraf simpatik dan
pengeluaran hormone katekolamin. Peningkatan aktivitas saraf simatis akan
mengakibatkan frekuesi denyut jantung meningkat, sedangkan hormone
katekolamin untuk menjaga jumlah kebutuhan tubuh dan menjaga tahanan
pembuluh darah perifer. Pada saat syok tubuh juga mengeluarkan substansi-
substansi yang bersifat vasodilator yaitu : Histamine, bradikinin, sitokinin, beta
endorphin, dan prostanoid. Substansi tersebut berpengaruh pada mikro-sirkulasi
dan permeabilitas pembuluh darah (Setyo et al., 2019).

12
Trauma Blood lost

Cardiac output
menurun

Kebutuhan
oksigen otak ↑

Kompensasi
tubuh

Pengeluaran ↑ aktivitas
hormone katekolamin saraf simpatis

Frekuensi
Menjaga ketahanan
denyut jantung
pembuluh darah

perifer

Gambar 2.3 Kompensasi Tubuh Saat Kehilangan Darah (Setyo et al., 2019)

2.8 Penegakan Diagnosa Syok


Penegakan Diagnosa Syok
1. Syok Hipovolemik
Anamnesa :
a. Perdarahan luar
b. Penurunanan kesadaran
Pemeriksaan fisik :
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. RR
d. Suhu

13
e. Turgor
Pemeriksaan penunjang :
a. Urin analisis
b. Analisis gas darah
c. DL
d. Elektrolit serum
e. BUN dan Serum Kreatinin
f. X-ray, USG, CT Scan
2. Syok Kardiogenik
a. ECG
b. Analisa gas darah
c. Serum elektrolit
d. Darah lengkap
3. Syok Neurogenik
a. Darah lengkap
b. Analisa gas darah
c. EKG
4. Syok Anafilaktik
A. Darah lengkap
B. ECG
C. Analisa Gas Darah
D. X-ray
5. Syok Septik
A. Darah lengkap
B. GCS
C. BGA

2.9 Tata Laksana Awal Pada Syok


Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander R
H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)

1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital.
b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.

14
c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut
dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah
dari bagian tubuh lainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke
jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila
penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan
segera turunkan kakinya kembali (Fitria, 2010).
2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen 6 liter/menit d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat,
berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT (Fitria,
2010).
3. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP) (Fitria, 2010).

2.10 Monitoring dan Evaluasi Tatalaksana Syok


Monitoring pada syok pada peredaran darah :
A. Menentukan jenis syok
B. Pemilihan terapi

15
C. Evaluasi respon terapi pasien terhadap syok
Syok hipovolemik
1. Mempertahankan Suhu Tubuh (Fitria, 2010).
2. Pemberian Cairan Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel.
Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan
tekanan onkotik intravaskule (Fitria, 2010).
3. jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang
hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan
air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air
dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume
intra vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali
volume perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang.
Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap
(Fitria, 2010).
4. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa dan 11 ml/kg pada anak,
diberikan dalam 30-60 menit pertama. Jumlah cairan yang diperlukan
untuk resusitasi sukar diramalkan pada awal evaluasi penderita.
Perhitungan kasar untuk jumlah total volulme kristaloid yang secara akut
diperlukan adalah mengganti setiap millimeter darah yang hilang dengan
3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi volume plasma
yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal
sebagai “hukum 3 untuk 1” (“3 for 1 rule”). Namun lebih penting untuk
menilai respon penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan
oksigenasi organ yang memadai, misalnya keluar urin, tingkat kesadaran
dan perfusi perifer (Bastian, 2019).
5. Evaluasi respon pemberian cairan awal

16
Tabel 2.4 Respon pemberian cairan awal

Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran


urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam pada anakm
dan 2 ml/kg/jam pada bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang atau
makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini
menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambah
penggantian volume dan usaha diagnostik. Bila telah jelas ada perbaikan
hemodinamik (tekanan sistolik ≥100, nadi ≤100, perfusi hangat, urin 0,5
ml/kg/jam), infus harus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak
diperlukan. Bahaya infus yang cepat adalah oedem paru, terutama pasien
geriatri. Perhatian harus ditunjukkan agar jangan sampai terjadi kelebihan
cairan. Namun jika hemodinamik memburuk, teruskan cairan (2-4x
estimatedbloodloss), jika membaik tetapi Hb < 8 gr, Ht<25%, beri
transfusi darah dan koloid. Bila hemodinamik tetap buruk, segera
diberikan transfusi (Bastian, 2019).
6. Indikasi transfusi darah

17
- Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL, Ht<25% pada orang tua,
kelainan paru, kelainan jantung, Hb <10 gr/dL.
- Bedah mayor kehilangan darah > 11% volume darah (Bastian, 2019).

2.11 Komplikasi Syok


Komplikasi yang paling sering terjadi pada trauma thorax seperti Pneumonia,
pneumothorax, hematothorax, empyema, dan kontusio pulmonum.
A. Kontusio pulmonum
Kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS. Karena adanya
cairan yang mengumpul di alveoli sehingga dapat membuat paru – paru
tidak cukup terisi udara dan pasokan oksigen ke aliran darah menjadi
berkurang. Hal ini mengakibatkan organ – organ ginjal dan otak tidak
dapat berkerja maksimal bahkan dapat berhenti karena tidak mendapatkan
oksigen yang cukup (Lugo et al., 2015).
B. Kontusio dan Hematoma dinding thorax
Sering terjadi akibat trauma tumpul dinding thorax karena perdarahan
masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,
subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta (Lugo et al., 2015).
C. Fraktur Costae
Sering terjadi akibat benda tumpul langsung ataupun tidak langsung
dengan karakteristik tergantung dari jenis benturan terhadap dinding dada.
Hal ini dapat meningkatkan resiko atelektasis dan penumonia (Lugo et al,
2015).
D. Flail Chest
Suatu kondisi dimana kosta – kosta yang berdekatan patah baik
unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
Penyebab yang sering terjadi akibat kecelakaan lalulintas (Lugo et al,
2015).
E. Fraktur Sternum
Sering terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat dan seringkali
disertai dengan fraktur costa multiple (Lugo et al., 2015).
F. Kontasio Paarenkim Paru

18
Disebabkan trauma tumpul pada dinding dada secara langsung yang
dapat menyebabkan kerusakan parenkim, edema interstitial dan
perdarahan yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru. Sehingga
menyebabkan hematoma intrapulmoner apabila pembuluh darah besar
didalam paru terluka (Lugo et al., 2015).
G. Pneumothorax
Dapat disebabkan trauma tumpul thorax karena pada saat terjadinya
kompresi dada tiba - tiba menyebabkan peningkatan tekanan intraalveolar
sehingga menyebabkan ruptur alveolar (Lugo et al., 2015).
H. Hematothorax
Adanya darah pada rongga pleura setelah trauma dari dinding dada,
diafragma dan paru-paru (Lugo et al., 2015).
I. Kematian
Apabila terlambatnya dalam mengatasi perdarahan dan penanganan
yang terlambat (Lugo et al., 2015)

2.12 Kedokteran Islam


Bencana adalah fenomena yang sering kali terjadi dalam kehidupan ini.
Bencana alam bisa terjadi semata-mata karena hukum alam dan bisa juga karena
perilaku manusia yang merusak alam. Di luar fenomena alam, bencana terjadi
juga sebagai fenonema sosial sebagai akibat konflik atau perang yang
menyebabkan penderitaan manusia termasuk mereka yang tidak terlibat dalam
kekerasan itu; mereka adalah korban dari perbuatan orang lain. Dalam al-Qur’an
disebutkan bahwa kita harus berhati-hati terhadap bencana yang tidak hanya
menimpa mereka yang berbuat kesalahan (wattaqu fitnatan la tushibanna al-
ladzina dhalamu minkum khashshah). Kewaspadaan terhadap bencana alam dan
sosial sesungguhnya telah diisyaratkan dalam al-Qur’an dalam dialog antara
Allah SWT dan Malaikat menjelang penciptaan Adam AS. Ketika itu, Malaikat
merasa keberatan akan lahirnya makhluk manusia karena akan melakukan
kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi (ataj’alu fiha man yufsidu fiha
wa yasfik al-dima’).

Dalam masyarakat relijius, penggalian nilai-nilai Islam tentang

19
kebencanaan sangat penting untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap
bencana. Kesadaran itu akan terwujud dalam upaya untuk memahami bencana
sebagai fenomena alam maupun sosial sehingga bisa mengurangi tingkat
bencana itu sendiri, mengantisipasinya dan melakukan apa yang terbaik ketika
bencana itu terjadi. Dalam hal-hal seperti itulah, agama memainkan peran yang
penting karena sifat ajaran Islam yang menyentuh seluruh aspek kehidupan
manusia. Menurut pendapat para pemikir hukum Islam, prinsip-prinsip dasar
atau maksud dari setiap ketetapan hukum Islam adalah, di antaranya, menjaga
keselamatan jiwa dan harta manusia. Karena itu, bisa dikatakan bahwa mencegah
timbulnya bencana (syadzdz al-dzari’ah) dan mengurangi akibat bencana, serta
menjaga keselamat jiwa dan harta adalah wajib menurut syariat Islam.

Dalam al-Qur’an ada beberapa kata yang digunakan untuk menyebut


bencana itu. Masing-masing kata memiliki konteksnya yang khas. Kata-kata itu,
di antaranya, musibah (bencana yang menimpa manusia), bala’ (bencana yang
menjadi ujian), fitnah (bencana sosial), dan lain-lain. Berbagai macam bencana
itu harus disikapi secara benar agar memberikan manfaat bagi manusia. Jika
disikapi secara salah, maka bencana akan menimbulkan ataupun memperparah
kerusakan baik ruhani maupun jasmani.

Dari penglihatan terhadap ayat-ayat al-Qur’an, tampak bahwa bencana itu


menjadi ujian bagi manusia untuk mengetahui apakah kualitas manusia yang
mengalami bencana itu menjadi lebih baik atau sebaliknya (liyabluwakum
ayyukum ahsanu amala). Bencana itu bisa juga menjadi peringatan bagi
manusia agar meningkatkan kualitas hidup dan sikapnya untuk menghindari
keadaan yang lebih buruk dan segera kembali ke jalan kebajikan. Di samping
itu, bencana juga bisa menjadi hukuman (’adzab) bagi orang-orang yang telah
melakukan penyimpangan atau kerusakan (fasad) di muka bumi. Kisah-kisah
tentang kehancuran Kaum ’Ad dan Tsamud menggambarkan bencana yang
mereka alami sebagai siksaan Allah di dunia. Di atas itu semua, al-Qur’an
mendorong agar manusia yang mengalami maupun yang menyaksikan bencana
itu untuk mengambil hikmah bagi perbaikan kehidupan individual maupun
kolektif umat manusia selanjutnya. Menilai apakah sebuah bencana merupakan
ujian, peringatan atau ’adzab adalah hak Allah, dan kewajiban manusia adalah
20
mengambil hikmah di baliknya.

Menghadapi kemungkinan munculnya bencana alam maupun bencana


sosial, al-Qur’an mengharuskan manusia untuk terus waspada atau
mengantisipasi karena bencana itu bisa muncul secara tiba-tiba. Dalam al-
Qu’an, Allah menyatakan agar manusia tidak lengah karena bisa jadi bencana
itu muncul di waktu malam ketika manusia sedang tidur (bayatan wahum
naimun) atau pagi hari ketika manusia sedang bermain (dluhan wahum
yal’abun). Selanjutnya Allah mengatakan bahwa mereka yang lengah adalah
orang-orang yang dlalim.

Dalam rangka kewaspadaan itu, maka langkah-langkah mitigasi harus


dilakukan. Mengurangi kemungkinan bencana sosial, maka kita diharuskan
untuk membangunan kehidupan yang tangguh. Ajaran-ajaran Islam tentang
ukhuwwah (persaudaraan), tasamuh (toleransi), ta’awun (saling menolong),
itsar (mengedepankan kebutuhan orang lain), ’afw (memaafkan), tawashi bil
haqq wa al- shabar (saling menasehati dengan kebenaran dan keasabaran), ’adl
(menegakkan keadilan), dan lain-lain. Dengan sikap-sikap seperti itulah maka
kemungkinan timbulnya konflik-konflik sosial bisa dikurangi atau bahkan
dihilangkan.

Sebagai upaya mitigasi terbahap bencana alam, Allah mengharuskan


manusia untuk menjaga kelestarian alam. Dalam al-Qur’an, Allah melarang
manusia untuk merusak alam atau lingkungan (innallah la yuhibb al-mufsidin)
dan menegaskan bahwa bencana alam bisa terjadi akibat ulah manusia
(dhahara al-fasad fi al-barr wa al-bahr bima kasabat aydinnas). Dalam
rangkan membangun sikap positif terhadap alam, Allah secara jelas melarang
manusia berperilaku rakus atau thama’, berfoya- foya atau berlebih-lebihan
dalam mengeksploitasi alam (israf). Allah juga melarang manusia untuk tabdzir
(boros), egoistik dan hanya berfikir untuk kepenting jangka pendek serta
melupakan nasib manusia yang akan datang (waltandhur nafs ma qaddaman
lighadd). Perilaku negatif itu semua akan membawa malapetaka atau bencana.

Di samping prinsip-prinsip untuk mitigasi itu, Allah mengajarkan

21
prinsip- prinsip yang mendorong manusia untuk merespons bencana dengan
baik. Dalam area itu, Islam mengharuskan manusia untuk menjaga keselamatan
baik diri sendiri maupun orang lain (ifsya’ al-salam). Lebih dari itu,
menyelamatkan diri sendiri dari bahaya adalah sebuah kewajiban (wa la tulqu
bi aydikum ila al-tahlukah); dan demikian juga menyelamatkan jiwa orang lain.
Jika tidak melakukan itu, maka seseorang yang sesungguhnya mampu
melakukannya berati termasuk orang yang melakukan pembunuhan secara tidak
langsung (Mughni, 2020).

22
BAB III
FINAL CONCEPT MAP

Trauma Berkurangnya Tekanan


Kehilangan
pada protein osmotik koloid
protein melalui
jaringan plasma plasma
melalui sel yang
tubuh
terkelupas intravaskuler menurun

Syok Menurunnya Keluarnya cairan


Hipovolemik/Hemoragik volume dari intravaskuler
intravaskuler ke jaringan

23
Terapi awal syok dan syok hipovolemik Komplikasi:

1. Posisi Tubuh yang benar 1. Kontusio pulmonum


2. Pertahankan Respirasi 2. Kontusio dan Hematoma dinding
3. Pertahankan Sirkulasi
thorax
4. Penderita hanya boleh minum bila
penderita sadar betul dan tidak ada 3. Fraktur Costae
indikasi kontra, hentikan jika ada mual 4. Flail Chest
dan muntah 5. Fraktur Sternum
5. Pemberian cairan kritaloid isontonik 6. Kontasio Paarenkim Paru
Dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa 7. Pneumothorax
dan 20 ml/kg pada anak, diberikan 8. Hematothorax
dalam 30-60 menit pertama
6. Perhitungan kasar untuk jumlah total
volulme kristaloid yang secara akut Kematian Kontusio pulmonum
diperlukan adalah mengganti setiap
millimeter darah yang hilang dengan 3 Prognosis:
ml cairan kristaloid
Dubia et malam

Pemeriksa
Penunjang
Darah Lengkap Diagnosis Banding Komplikasi
Urine Lengkap KHONK Hipoglikmia
Fungsi Ginjal Hipoglikemi Edema Paru
Serum Elektrolit Laktat Asidosis Edema Serebri
Analisis Gas Darah SIRS Koma
EKG Hipokalemia
FOto Thorax
Kultur Darah

Prognosis
Dubia ad
Terapi malam
ABC – BLS
Cairan: NaCl teragantung status
dehidrasi
Insulin RCI: (n-1) x 4 unit/jam sampai
GDA pasien <250mg/dl. Jika tetap tinggi
peningkatan dosis dan kombinasi dengan
subcutan.
Antibiotik: Spektrum Luas secara IV
Kalsium: jika terjadi penurunan
Bikarbonat: jika pH < 7,0

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang wanita berusia 40 tahun , tiba di RSUD Dr. Soegiri


Lamongan diantar ambulans setelah mengalami kecelakaan lalu lintas
sepeda motor vs sepeda motor. Saat datang pasien tampak lemah, pucat dan
penglihatannya kabur. Dokter jaga menemukan bahwa denyut nadinya 150
kali/ menit, respirasi 36 kali/ menit. Kemudian pasien tampak gelisah,
kesadarannya menurun, dan memiliki ekstremitas dingin. Dari pemeriksaaan
fisik ada hematoma di kuadran kiri atas perut. Kejadian sekitar pukul 10:00.
Pasien tiba di IGD pukul 12.30. menurut saksi, pasien mengendarai sepeda
motor dengan kecepatan sedang lalu ditabrak dari belakang truk oleh truk
yang hendak menyalip. Dari pemeriksaan breathing didapatkan RR
meningkat, pemeriksaan circulation didapatkan takikardi dan hipotensi.
Disability didapatkan Somnolen, GCS 2-3-4, dan Exposure tampak
Ekskhoriasi Thorax D et Parasternal S1/3 bawah, Ekskhoriasi abdomen D et
S1/3 atas, pelvis stabil. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Rontgen
Thorax : Hematothorax (+) Dextra, USG FAST : (+) morison pouch dan
paravesica, Lab: HB 8,3.

Pada 15 menit pertama (tiga puluh menit pasca menerima), didapatkan


hasil peniliain ulang Breathing: Gasping, RR 5-6 X/menit, Circulation
Tidak teratur, Nadi kartis tidak teraba, Akral dingin kering pucat. CRT . 2
detik, monitor EKG Asistol. Dan Disability didapatkan Unresponsive, GCS
1-1-1, pupil bulat isokor 3mm/3mm, RC +/+. Kemudian pada 15 menit
kedua (Pasca menerima panggilan cold blue), spesialis anastesi melakukan
intubasi di IGD dan mempersiapkan pasien untuk CITO operasi. Setelah
dikonsulkan ke dokter bedah, didapatkan hasil peniliain ulang Breathing:
Terkontrol, RR 20 X/m enit, Circulation : TD 87/40, Nadi 103 x/menit,
akral dingin kering pucat. CRT > 2 detik, dan Disability : Unresponsive,

25
GCS 1-x-1. Hasil lab didapatkan BGA : Ph 7,36; PCO2 29; PO2 437; HCO3
16,4; BE -10.

Dari kasus diatas kami menyimpulkan pasien mengalami syok


hipovolemik, atau sering disebut syok hemorargic. Syok hemorargic adalah
suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolic
yang ditandai sengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ vital tubuh. Pada kasus ini pasien mengalami
blood lost yang terjadi di rongga thorax dan abdomen sehingga darah
banyak meningalkan intravaskuler. Terapi yang diberikan pada pasien diatas
pertama-tama yaitu pertahankan jalan nafas tetap stabil, kemudian dilakukan
pemberian cairan cristaloid dengan dosis awal 1-2 liter diberikan selama 30-
60 menit. Kemudian dilakukan evaluasi pemberian cairan, jika syok masih
berlanjut dan memberat dapat diberi dopamine, vasopressin, dobutamin.
Jika pasien sudah stabil dapat diberikan tranfusi darah untuk meningkatkan
hemoglobin darah. Jika dalam kasus tersebut tidak dilakukan terapi yang
adekuat, pasien akan engalami komplikasi. Komplikasi tersering pada kasus
syok hipovolemik meliputi gangguan pada system saraf pusat, organ hati,
ginjal, jantung, dan organ vital lainnya, bahkan pasien dapat mengalami
henti jantung yang mengakibatkan kematian.

26
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pada kasus ini, berdasarkan kondisi pasien, kelompok kami sepakat
mendiagnosis pasien dengan Syok Hypovolemik et causa hematothorax et
internal bleeding. Pasien diketahui merupakan korban Kecelakaan Lalu Lintas
(KLL) yang menderita luka dalam atau tertutup tanpa terlihat oleh mata
telanjang (internal bleeding). Untuk mengeahui seluruh faktor yang
berhubungan dengan Syok hypovolemik, perlunya pemeriksaan penunjang
merupakan kunci dari diagnosis ini. Mulai dari pemeriksaan lab hingga
pemeriksaan radiologi. Prognosis pada pasien ini terantung pada terapi yang
cepat dan tepat sehingga cairan yang hilang dan yang terbendung dapat segera
diatasi tanpa adanya gejalan sekunder yang dialami.

5.2 Saran

Dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan referensi yang


detail dan gambling dalam menjelaskan kasus yang dianalisis. Selain itu, dalam
proses pengeditan laporan ini juga masih belum sempurna. Harapannya untuk
laporan selanjutnya akan lebih baik lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Al Hadits


Bastian, L, 2019. ‘ Syok Hemoragik’. Makalah. Universitas Sumatera Utara

Fitria, C.N, 2010. ‘ Syok dan Penanganannya’, Gaster, 7(2), pp. 593-604

Jon, G.H et al., 2019. ‘Etiology of Shock in the Emergency Department A 12-
Year Population-Based Cohort Study’, Shock journal, 51[1], pp. 60-67

Koya, H.H dan Paul, M., 2020. ‘Shock’, StatPearls Publishing,


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531492/#_NBK531492_pubdet_

Lugo, V.W., Gastelum, A.S., Armas, A.H., Garnica, F.G, Gomez, M.G., 2015.
‘Chest Trauma: An Overview’, Journal of Anesthesia & Critical Care:
Open Accerss, 3[1] Issue 1

Mughni, S.A., 2020. Islam Tentang Bencana, Mengurangi Resiko Bencana dan
Mempertahankan Hidup

Nurhidayati, D et al., 2018. Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan Syok.


Lampung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah
Pringsewu

Porth, C. M & Martfin, G., 2009. Pathophysiology concepts of altered health


states. China: Lippincott Company

Setyo, I et al., 2019. Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Malang : UB


Press

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Brunner &
suddarth’s: Textbook of medical-surgical nursing, 12th edition. China:
Wolters Kluwer Health,Lippincott Williams & Wilkins

Steven, P.N., 2008. Advanced Trauma Life Support (ATLS) for Doctors. Jakarta:
Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI)

28
Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Setiati, S., Simadibrata, M., 2007. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing

Wijaya, I.P., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing

Worthley, I.G., 2000. ‘Shock: A Review of Pathophysiology and Management’,


Departement of critical care medicine. Flinders medical centre. Adelaide,
2:55-65

Zingarelli B., 2008. Shock and reperfusion. Dalam: Nichols DG, penyunting.
Roger’s textbook of Pediatric Intensive Care, edisi ke-4. Philadelphia:
Lippincott Williams &Wilkins, 252- 65

29

Anda mungkin juga menyukai