HIPERTIROID
Oleh
Preseptor :
dr. Arnelis, Sp.PD-KGEH
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas nikmat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tinjauan
kepustakaan dengan judul “Hipertiroid”.
Penulisan tinjauan kepustakaan ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND
RSUP DR M. Djamil Padang. Penulis menyadari bahwa penulisan tinjauan
kepustakaan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tinjauan
kepustakaan ini.
Akhirnya izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
staf pengajar di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND RSUP DR M. Djamil
Padang, khususnya Ibu dr.Arnelis, Sp.PD-KGEH yang telah memberikan
bimbingan dalam menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini. Semoga amalan dan
kebaikan beliau dapat balasan dari Allah SWT.
Penulis
Halaman
Halaman Sampul Dalam i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v
Daftar Singkatan vi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid 3
2.2 Fisiologi 4
2.2.1 Fisiologi Pembentukan Hormon Tiroid 5
2.3 Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid 6
2.4 Efek Hormon Tiroid Pada Tubuh 8
2.5 Definisi Hipertiroid 9
2.6 Epidemiologi 9
2.7 Etiologi 10
2.8 Patofisiologi 11
2.9 Manifestasi Klinis 12
2.10 Diagnosis 14
2.11 Tatalaksana 17
2.12 Komplikasi 19
2.13 Prognosis 19
BAB 3 PENUTUP 21
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Halaman
DIT : Diiodotirosin
GD : Grave Disease
MIT : Monoiodotirosin
T3 : Triiodotironin
T4 : Tiroksin
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Fisiologi
Sel folikel menghasilkan dua hormone yang mengandung iodium yang berasal dari
asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Kedua
hormone, yang secara kolektif disebut hormone tiroid, adalah regulator penting laju
metabolic basal (BMR) keseluruhan.6
Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon
tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang
sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan
dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di
sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid
Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine
(TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam
proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel
parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.3
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar
ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan
terhadap sekresi hor mon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH)
dari hipotalamus.5
Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui
pompa iodium. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasi
untuk disimpan di tiroid untuk membentuk hormone tiroid. Iodium tidak memiliki fungsi lain
di tubuh.5
Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormone tiroid tetap tersimpan dalam
bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormone tiroid yang tersimpan
umumnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.3
Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian dari koloid yang
mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis. Lisosom menyerang vesikel yang
ditelah tersebut dan memisahkan produk-produk beriodium tiroglobulin. Hormone tiroid
karena sangat lipofilik, mudah melewati membrane luar sel folikel dan masuk ke dalam
sirkulasi. MIT dan DIT mengalami deiodinasi, dan iodium yang bebas didaur ulang untuk
membentuk hormone baru. Setelah hormone tiroid dikeluarkan ke dalam sirkulasi, molekul-
molekul hormone tiroid yang sangat lipofilik berikatan dengan protein plasma. Sebagian
besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine-binding globulin, yang secara selektif berikatan
hanya dengan hormone tiroid. Kurang dari 0.1% T4 dan kurang dari 1% T3 tetap berada
dalam bentuk bebas (tak terikat). Hanya bentuk bebas dari keseluruhan hormone tiroid yang
memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek.6
2.6 Epidemiologi
Berdasarkan Riset kesehatan RI (Riskesdas,2013) prevalensi penyakit hipertiroid di
Indonesia sebanyak 0,6% pada wanita dan 0,2% pada pria dengan rincian pada usia 15-24
tahun 0,4%, usia 25-34 tahun 0,3%, dan sama/diatas 35 tahun 0,5%.10
Penyakit Graves (GD) menetap sebagai etiologi hipertiroidisme yang paling sering
ditemui yang menyebabkan sekitar 60-80% dari semua kasus tirotoksikosis di seluruh dunia.
Hal ini juga lebih sering ditemukan pada wanita dengan rasio perempuan-laki-laki 8: 1 dan
tampaknya bermanifestasi pada dekade ketiga dan keempat kehidupan.11
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran
yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi
cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini
mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam,
berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid
yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar
hipofisis anterior.4
2.10 Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan oleh peningkatan serum total atau kadar hormon
T4 atau T3 bebas, penurunan kadar TSH, dan serapan radioiodin yang tinggi di kelenjar tiroid
bersama dengan fitur tirotoksikosis. Gejala yang umum adalah iritabilitas, intoleransi panas
dan keringat berlebih, palpitasi, penurunan berat badan dengan peningkatan nafsu makan,
peningkatan frekuensi usus, dan oligomenorrhoea. Orang dengan hipertiroidisme juga sering
memiliki takikardia, tremor halus, kulit hangat dan lembab, kelemahan otot, dan kelopak
mata atau kelambanan kelopak mata.11
Kecurigaan klinis hipertiroidisme harus segera dilakukan pengujian laboratorium.
Beberapa dokter terlebih dahulu memilih tes TSH, yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas
tertinggi untuk hipertiroidisme, dan kemudian memperoleh kadar tiroksin bebas (T4) dan
total triiodothyronine (T3) (tes T3 bebas tidak divalidasi dengan baik) jika tingkat TSH
rendah. Banyak laboratorium melakukan pengujian T4 bebas, jika TSH ditekan. Tingkat
serum imunoglobulin menstimulasi tiroid atau antibodi reseptor TSH membantu
membedakan penyakit Graves dari penyebab lain hipertiroidisme pada pasien yang tidak
memiliki tanda patognomonik penyakit Graves dan memiliki kontraindikasi terhadap
pengambilan dan pemindaian iodin radioaktif.3
2.12 Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik.
Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi,
selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak
terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang
menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak
diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi.
Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi atrium
dan kelainan ventrikel akan sulit terkontrol. Pada orang Asia dapat terjadi episode paralisis
yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya hipokalemia dapat
terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan
hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi, berkurangnya jumlah sperma, dan
ginekomastia13.
2.13 Prognosis
Tingkat remisi di kalangan orang dewasa lebih tinggi daripada anak-anak. ATD dapat
menyebabkan remisi permanen dalam 30-50% kasus. Jika kambuh terjadi pada pasien GD
yang diobati dengan ATD, maka terapi destruktif lebih mungkin menjadi pilihan yang lebih
tepat. Setelah 12-18 bulan pemberian ATD, sekitar lebih dari 50% pasien akan mengalami
kekambuhan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat TSH-R Ab yang tinggi sebelum
penghentian terapi diduga terkait dengan tingkat relaps yang tinggi.
Rasio T3 / T4 lebih dari 20 terkait dengan lebih dari 80% risiko kambuh. Tingkat
TSH rendah 4 minggu setelah penghentian ATD telah berkorelasi dengan kejadian
KESIMPULAN
Penyakit kelenjar tiroid dapat mengganggu proses metabolik di tubuh, karena hormon
tiroid mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai proses metabolisme
(metabolisme protein, karbohidrat, lemak) dan aktivitas fisiologik pada hampir semua sistem
organ tubuh manusia, kekurangan maupun kelebihan hormone tiroid akan mengganggu
berbagai proses metabolisme dan aktivitas fisiologi serta mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan berbagai jaringan termasuk sistem saraf dan otak.
2. Krinamurti Deni. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tiroid pada Pasien Hipertiroidisme
Rawat Jalan di RSUD DR. Soetomo Surabaya Periode 2007-2012. Universitas Gadjah
Mada ; 2013. p. 1-2.
3. Sjamsuhidajat R, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta: EGC; 2010
4. Guyton&hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
5. Ross D.S, Burch et all. 2016 American Thyroid Association Guidelines for Diagnosis
and Management of Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis. Mary Ann
Liebert Endocr Pract. 2016 May-Jun;17(3):456-520.
6. Sherwood, lauralee. 2009. Human physiology from cells to system 6th Ed. Jakarta :
EGC.
11. The Indonesian Society of Endocrinology Task Force on Thyroid Diseases. 2012.
Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism. JAFES. 2012 May:
27(1).
12. Igor kravets, MD, Stony Brook University School of Medicine, Stony Brook, New
YorkAm Fam Physician. 2016 Mar 1;93(5):363-370.