NASKAH PSIKIATRI
F81 Gangguan Perkembangan Belajar
Oleh
Adisty Chandra (P.3179 B)
Larassati Dwi Ananda (P.3181 B)
Preseptor
Dr. dr. Yaslinda Yaunin, Sp. KJ
BAGIAN PSIKIATRI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
Kesulitan membaca merupakan gangguan belajar yang paling banyak
dijumpai dan muncul dengan bentuk tertentu disekitar 5% sampai 15% diantara
populasi secara umum. Gangguan matematika muncul diantara kira-kira 6%
populasi, tetapi kami memiliki informasi yang terbatas tentang prevalensi gangguan
ekspresi tertulis dikalangan anak-anak dan remaja. Studi-studi terdahulu
menunjukkan bahwa lebih banyak anak laki-laki yang memiliki gangguan
membaca dibanding anak perempuan, meskipun penelitian yang lebih kontemporer
menunjukkan bahwa jumlah anak laki-laki dan perempuan yang menyandang
gangguan ini mungkin sebanding. Gangguan belajar dapat menimbulkan sejumlah
akibat yang berbeda, tergantung sejauh mana disabilitasnya dan sejauh mana
dukungan yang tersedia bagi mereka. Sebuah studi menemukan bahwa sekitar 32%
siswa yang memiliki disabilitas belajar drop out dari sekolah. Disamping itu,
employmen rate untuk siswa dengan berbagai gangguan belajar cenderung rendah,
yaitu berkisar anatara 60% dan 70%. Angka yang rendah ini mungkin sebagian
disebabkan oleh ekspektansi siswa yang rendah. Sebuah studi melaporkan bahwa
hanya 50% pelajar yang memiliki disabilitas belajar yang memiliki rencana yang
jelas setelah lulus sekolah. Sebagian individu dengan gangguan belajar dapat
mencapai tujuan pendidikan atau kariernya. Tetapi, hal ini tampaknya akan lebih
sulit dicapai oleh penderita gangguan belajar berat.3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
bahwa gangguan ini muncul dalam beberapa bentuk saat tahun-tahun pertama
sekolah. Anak-anak dapat tertinggal dibawah prestasi sekolahnya pada stadium
akhir dari jenjang pendidikannya (oleh karena kurang minat, pengajaran yang
buruk, gangguan emosional, peningkatan atau perubahan pola kurikulum dsb.),
namun masalah tersebut tidak merupakan bagian dari konsep gangguan
perkembangan belajar khas.
7
pengurangan umur prestasi dari umur mental cenderung salah besar.
Pada praktek klinis yang rutin, syarat pemeriksaan ini jarang dapat
dipenuhi. Dengan demikian, pedoman klinis digunakan yang sederhana
saja yaitu tingkat pencapaian anak harus jauh dibawah prestasi yang
diharapkan pada anak berumur mental yang sebaya.
(c) Hendaya harus dalam masa perkembangan, dalam arti harus sudah ada
pada-awal usia sekolah dan tidak didapat pada proses perjalanan
pendidikan lebih lanjut; Riwayat prestasi sekolah anak harus
mendukung data ini
(d) Harus tidak ada faktor luar yang dapat menjadi alasan untuk kesulitan
skolastik (misalnya: kesempatan belajar, sistem pengajaran, pindah
sekoiah, dsb); seperti disebutkan diatas gangguan perkembangan belajar
khas harus benar-benar berdasarkan bukti gangguan secara klinis yang
nyata dalam prestasi skolastik, yang berhubungan dengan factor
instrinsik dalam perkembangan anak. Untuk dapat belajar dengan
efektif, anak harus memiliki kesempatan belajar yang memadai. Oleh
karena itu, bila jelas-jelas prestasi sekolah buruk berhubungan dengan
absen sekolah yang panjang tanpa pengajaran tambahan dirumah, atau
akibat Pendidikan yang memadai, gangguan tersebut tidak dapat
digolongkan disini. Absen yang sering dari sekolah atau putus
pengajaran karena pindah sekolah, tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis gangguan perkembangan belajar khas, namun Pendidikan
yang buruk dapat menyulitkan atau menambah masalah.
(e) Tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang
tidak terkoreksi Dengan petunjuk diatas, diagnosis gangguan
perkembangan belajar khas harus berlandaskan temuan positif dari
gangguan kinerja skolastik yang secara klinis bermakna, yang berkaitan
dengan faktor-faktor "daLam" (intrinsic) dari perkembangan anak.
8
akibat beberapa kondisi neurologis, dengan yang sekunder akibat beberapa
kondisi neurologis seperti cerebral palsy. Dalam praktek perbedaan ini
seringkali sulit dibuat (oleh karena ketidakpastian dari tanda-tanda neurologis
samar yang multiple), dan penemuan riset tidak memperlihatkan perbedaan
yang jelas pola atau perjalanan penyakit gangguan perkembangan belajar khas
menurut ada atau tidaknya disfungsi neurologis yang jelas. Walaupun tidak
merupakan bagian dari kriteria disgnostik, diperlukan kode terpisah yang sesuai
dengan kondisi neurologis pada klasifikasi.
9
b). Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca (dapat membaca teks
secara tepat namun tidak memahami urutan, kesimpulan, dan arti lebih
dalam dari yang dibaca);
c). Kesulitan mengeja (mungkin menambahkan, meniadakan atau
mengganti huruf konsonan atau vokal);
d). Kesulitan dalam ekspresi menulis (membuat kesalahan pada tata bahasa
atau kesalahan penempatan tanda baca dalam kaimat, pengaturan paragraf
yang buruk, kurangnya kejelasan ekspresi ide yang dia tuliskan);
e). Kesulitan pemahaman tentang angka, atau konsep jumlah, fakta atau
menghitung (memiliki pemahaman yang lemah terhadap jumlah, besaran
dan hubungan; menghitung dengan menggunakan jari untuk perhitungan
satu digit daripada recalling, sering kehilangan jejak dalam perhitungan
aritmatis dan menggunakan prosedur yang tertukartukar);
f). Kesulitan dalam penalaran matematis (memiliki kesulitan yang besar
dalam menerapkan fakta, konsep matematika, atau prosedur untuk
memecahkan masalah kuantitatif).
2). Keterampilan akademik berada di bawah harapan untuk anak seusianya dan
menyebabkan gangguan yang signifikan pada prestasi akademik atau prestasi
kerja atau aktivitas keseharian, dengan menggunakan pengukuran prestasi
secaraindividual dan asesmen klinis secara komprehensif;
3). Kesulitan belajar dimulai saat usia sekolah tetapi tidak sepenuhnya
termanifestasi dengan jelas, hingga muncul tuntutan akademik yang melebihi
kemampuan individu, tes dengan menuntut batasan waktu, membaca atau
menulis laporan panjang dan kompleks dengan batasan waktu yang ketat, beban
akademik yang tinggi;
4). Kesulitan dalam belajar tidak terkait dengan disabilitas intelektual, kendala
visual atau auditori atau gagguan mental dan neurologis lain, adversitas
psikososial dan kurangnya penguasaan bahasa dalam instruksi akademik atau
ketidaktepatan instruksi edukasional yang tidak mencukupi.
10
Gangguan membaca didefinisikan sebagai pencapaian membaca di bawah
tingkat yang diharapkan untuk usia, pendidikan, dan intelegensi anak. Hendaya
ini secara signifikan mengganggu keberhasilan akademik atau aktivitas harian
yang melibatkan membaca. Gangguan ini ditandai dengan gangguan
kemampuan mengenali kata, membaca dengan lambat dan tidak akurat, serta
pemahaman yang buruk.8 Gangguan pada masa anak-anak yang relatif sering
pada usia sekolah sering disertai dengan gangguan ekspresi tulisan, gangguan
matematika, atau salah satu gangguan komunikasi.8
Anak dengan gangguan defisit atensi dan hiperaktivitas (ADHD) juga
memiliki risiko tinggi gangguan membaca.9 Gangguan membaca ditandai oleh
gangguan kemampuan untuk mengenali kata, membaca yang lambat dan tidak
tepat, dan pemahaman yang buruk tanpa adanya kecerdasan yang rendah atau
defisit sensorik yang bermakna.1
11
• Sebagian besar anak dengan gangguan membaca memiliki kemampuan
menyalin teks tertulis yang sesuai dengan usianya, tetapi hampir semuanya
buruk dalam mengeja.
• Masalah penyerta adalah kesulitan bahasa, yang terlihat sebagai gangguan
diskriminasi bunyi dan kesulitan mengurutkan kata dengan tepat.
Gangguan membaca termasuk salah satu karakteristik yang dimiliki oleh
anak kesulitan belajar. Masalahnya dibagi dalam tiga aspek, aspek yang
pertama adalah decoding atau mengalami kesulitan dalam mengubah bahasa
tulisan menjadi lisan. Aspek yang kedua adalah kelancaran (fluency atau
reading fluency), adalah kemampuan untuk mengenali kata demi kata dengan
cepat, membaca kalimat atau wacana yang lebih panjang, dan dapat dengan
mudah menghubungkannya. Aspek yang ketiga adalah mengerti isi bacaan
(comprehension).8
12
• Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat
gangguan perkembangan berbicara atau berbahasa.
• Hakikat yang tepat dari masalah membaca tergantung pada taraf yang
diharapkan dari kemampuan membaca, berbahasa dan tulisan. Namun dalam
tahap awal dari belajar membaca tulisan abjad, dapat terjadi kesulitan
mengucapkan huruf abjad, menyebut nama yang benar dari tulisan, memberi
irama sederhana dari kata-kata yang diucapkan, dan dalam menganalisis atau
mengelompokkan bunyi-bunyi (meskipun ketajaman pendengaran normal).
Kemudian dapat terjadi kesalahan dalam kemampuan membaca lisan atau
defisit dalam memahami bacaan.
• Gangguan emosional dan/atau perilaku yang menyertai biasanya timbul pada
masa usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada masa tahun
pertama sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom hiperaktivitas hampir
selalu ada pada akhir masa kanak dan remaja.5
13
Menurut DSM IV gangguan matematika adalah salah satu gangguan belajar.
Pada gangguan matematika yang terjadi:7
• Keterampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah
matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika)
• Keterampilan perseptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan
mengurutkan kelompok angka)
• Keterampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian dasar dan urutan operasi dasar)
• Keterampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati
simbol operasional dengan benar)
14
• Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam kemampuan matematika adalah
melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya.
15
2.5.3 Gangguan Ekspresi Tulisan
A. Definisi Gangguan Ekspresi Tulisan
Gangguan ekspresi tulisan ditandai oleh keterampilan menulis yang secara
bermakna di bawah tingkat yang diharapkan menurut usia, kapasitas intelektual,
dan pendidikan. Gangguan ini mempengaruhi prestasi sekolah seseorang karena
tuntutan untuk menulis dalam kehidupan setiap hari, dan gangguan
bukandisebabkan oleh defisit neurologis atau sensorik. Komponen
ketidakmampuanmenulis adalah pengejaan yang buruk, kesalahan dalam
tatabahasa dan tandabaca dan tulisan tanganyangburuk.8
Beberapa dekade yang lalu diungkapkan bahwa ketidakmampuan
menulistidak terjadi tanpa adanya gangguan membaca, tetapi sekarang telah
diketahuibahwa gangguan ekspresi menulis dapat
terjadisendirian.Ketidakmampuanmenulis sering kali disertai dengan gangguan
belajar lainnya tetapi dapat didiagnosis lebihlambat dari yang lainnya, karena
menulis ekspresif didapat lebihlambat.8
16
pembedaharaankatanya menjadi lebihabstrak danlebih besar dalam jumlah dan
karakter..8
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ekspresi menulis, antaralain
sebagai berikut :
•Anak dapat berkomunikasi dengan baik namun bermasalah dalamkemampuan
menulis
•Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah,
mengulangkalimat atauperkataan yang sama
• Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan
• Sulit menulis nomor dalam urutannya
• Tidak konsisten dalam membuat tulisan yang bervariasi dalam kemiringan
huruf dan ukuran tulisan
• Kalimat atau kata ditulis tidak lengkap dan sering terdapat huruf atau kata
yang terlewat
• Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dengan
halaman yang lain
• Jarak antar kata tidak konsisten
• Menggenggam alat tulis dengan sangat erat, biasanya anak dengan dysgraphia
menulis dengan bertumpu pada pangkal lengan dan memegang pensil hingga
menempel di kertas
• Sering berbicara sendiri saat menulis
• Selalu memperhatikan tangan yang sedang menulis
• Lambat dalam menulis1
17
(misalnya, menulis kalimat yang tepat secara tata bahasa dan paragraf yang
tersusun).
• Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam keterampilan menulis adalah
melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya. .8
18
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama : An. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal lahir/ Umur : 04-10-2011/9 tahun 6 bulan
Status perkawinan : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minang
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Siswa Kelas 3 SD
Alamat & Telepon : Pasaman Barat
Nama, Alamat, No KTP keluarga terdekat
di Padang (untuk pasien luar kota Padang) :
19
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini
)
a. Pasien sendiri (autoanamnesis) pada tanggal 9 April 2021 di Poliklinik Anak
dan Remaja RSJ Prof Hb Saanin
b. Informan ( alloanamnesis) Ibu pasien dilakukan pada tanggal 9 April 2021
di Poliklinik Anak dan Remaja RSJ Prof Hb Saanin
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Ibu pasien mengeluhkan bahwa pasien kurang motivasi dalam belajar dan
sulit konsentrasi.
20
Ibu pasien telah menerima laporan serupa dari guru di sekolah. Guru
pasien juga mengeluhkan bahwasanya pasien tampak kurang fokus, sering
berjlan-jalan di kelas, mudah terdistraksi saat proses pembelajaran, dan
tidak suka bertanya di kelas. Nilai pasien juga mengaami penurunan (nilai
D).
Ibu pasien mengatakn, saat kecil hingga kelas 1 SD, pasien sering
mengamuk smpai membenturkan kepalanya ke lantai. Saat TK pasien
tidak minat belajar dan suka bermain di bawah meja bersama teman yang
lain.
Karena keluhan-keluhan tersebut, nenek pasien memutuskan untuk
membawa pasien ke RSJ Prof Hb Saanin pada 9 April 2021. Pada
kunjungan yang pertama pada pasien dilakukan tes Intelligence Quotient
(IQ) dengan hasil 90-99. Sekarang merupakan kunjungan poliklinik
yangpertama kalinya bagi pasien.
Riwayat menyendiri tidak ada. Riwayat kehilangan minat untuk
belajar ada. Riwayat mudah lelah tidak ada. Riwayat kurang percaya diri
tidak ada. Riwayat nafsu makan menurun tidak ada. Riwayat pasien suka
menangis sendiri tidak ada. Riwayat kejang tidak ada.
Riwayat sangat bersemangat tidak ada. Riwayat muncul-muncul
ide-ide baru tidak ada. Riwayat banyak bicara tidak ada.
6. Riwayat keluarga
a) Identitas orang tua/ pengganti
21
IDENTITAS Orang tua/ Pengganti Keterangan
Ibu Ayah
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Minang Minang
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Wiraswasta Pedagang
Umur 43 tahun 45 tahun
Alamat Pasaman Barat Pasaman Barat
Hubungan pasien* Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak peduli Tak peduli
Dan lain-lain : :
`Ket : * coret yang tidak perlu
b) Sifat/ Perilaku Orang tua tua kandung/ pengganti............. :
c) Saudara
Jumlah bersaudara 4, pasien anak ketiga.
22
2. Lk/ pr (18 tahun)
3. Lk/ pr (9 tahun)
4. Lk/ pr (10 bulan)
Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak
suka Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum (- ), Pencemas (- )Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut (
- ), Tak bertanggung jawab ( - ) Hubungan dengan pasien* Akrab Biasa
Kurang Tak peduli
Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak
suka Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum (- ), Pencemas (- )Penyedih ( - ), Perfeksionis (+),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( -
), Tak bertanggung jawab ( - ) Hubungan dengan pasien* Akrab Biasa
Kurang Tak peduli
Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak
suka Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum (- ), Pencemas (- )Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( -
), Tak bertanggung jawab ( - ) Hubungan dengan pasien* Akrab Biasa
Kurang Tak peduli
23
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
Pasien tinggal di rumah hanya bersama keluarga inti.
g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit
fisik ( yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota
keluarga o.s :
Anggota Kebiasaan -
Penyakit jiwa Penyakit fisik
keluarga kebiasaan
Ayah - Merokok -
, minum
kopi
Ibu - - -
Saudara 1 - - -
Saudara 2 - - -
Saudara 3 - - -
24
Skema Pedegree
( tiga generasi)
i) Dan lain-lain
25
fisik dan ataukondisi- kondisi mental yang diderita si ibu )
• Kesehatan Fisik : baik
• Kesehatan Mental : baik
- Keadaan melahirkan :
• Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan
(-)
• Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan
(ya/tidak)
• Jenis kelamin anak sesuai harapan (ya/tidak)
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
• Pertumbuhan Fisik : baik, biasa, kurang*
• Minum ASI : ( + ), sampai usia 13 bulan
• Usia mulai bicara : 12 bulan
• Usia mulai jalan : 11 bulan
• Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ), pika
( - ), gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola tidur baik ( - ),
cemas terhadap orang asing sesuai umum ( - ), cemas
perpisahan (- ), dan lain-lain.....
d) Toilet training
Umur : 2 tahun
Sikap orang tua:(memaksa/menghargai/membiarkan/memberikan
arahan) Perasaan anak untuk toilet training ini: biasa, karena
melihat temn seusia sudah tidak memakai popok lagi.
26
menggigau (-), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama ( - ),
trauma kapitis disertai hilangnya kesadaran ( - ), dan lain-lain.
g) Masa Sekolah
27
i) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga
• Mimpi basah (sudah/ belum), usia berapa
• Awal pengetahuan tentang seks (-)
• Hubungan seks sebelum menikah (-)
• Riwayat pelecehan seksual (-)
• Orientasi seksual ( - )
• Keterangan pribadi suami/ istri
j) Situasi sosial saat ini:
1. Tempat tinggal: rumah sendiri/orang tua (+), rumah kontrak
(-), rumah susun (-),apartemen (-), rumah nenek (-), serumah
dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain-lain (-).
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-
lain.
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat atau
lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun kecaman (-
), kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (-), kurang tertarik
untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka aktivitas yang
dilakukan sendiri (-)
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan (-),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau menerima kritik
(-), meragukan kesetiaan orang lain (-), secara intensif mencari- cari
kesalahan dan bukti tentang prasangkanya (-), perhatian yang
berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (-), cemburu
patologik (-), hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif (-).
28
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial (-), ilusi berulang
(-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka dengan orang lain
tampak dingin atau tidak acuh (-).
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual yang
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),melibatkan
dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan tanpa
menghiraukan kemungkinan yang merugikan dirinya (-), melucu
berlebihan (-), kurangnya kebutuhan tidur (-),pesimis (-), putus asa (-),
insomnia (-), hipersomnia (-), kurang bersemangat (-), rasa rendah diri
(-), penurunan aktivitas (-), mudah
merasa sedih dan menangis (-), dan lain-lain
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya (-),
mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-), bereaksi
berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris (-), suka menuntut
(-), dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-), preokupasi
dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan (-),
ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan pujian yang terus
menerus (-), hubungan interpersonal yang eksploitatif (-), merasa
marah, malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (-), dan lain-lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-), tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman (-),
tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial (-),
tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-),
iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-), sering berbohong (-), sangat
cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi
yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien
konflik dengan masyarakat (-)
29
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan identitas (-
), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk berada sendirian (-),
tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa bosan kronik (-), dan lain-
lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain (-), kengganan
untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin disukai (-),
preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam
situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang
banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak (-).
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-), preokupasipada
hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi dan
jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian yang berlebihan (-), kakudan
keras kepala (-), pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan
sehingga menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal (-), pemaksaan yang berlebihan agar orang lain
mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan yang
berlebihan pada kebiasaan sosial (-) dan lain-lain..
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya (-
), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-
)
30
kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-), perampokan (-), ancaman (-),
keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang (-), usaha bangkrut (-
), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk penjara (-),
memasuki masa pubertas(-), memasuki usia dewasa (-), menopause (-),
mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah (-),
kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar
orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-),
cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek
(-), sikap orang tua yang acuh tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang
kasar atau keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian yang lebih
dari orang tua terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di rumah (-
), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol
yang tidak cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam
(-), amukan masa (-), diskriminasi sosial (-), perkosaan(-), tugas militer (-
), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan (-), dan lain-lain.
9. Riwayat Suicide
Tidak pernah ada keinginan suicide
31
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
32
32
III. STATUS INTERNUS
• Keadaan Umum : Baik
• Kesadaran : komposmentis
• Tekanan Darah : tidak dilakukan pemeriksaan
• Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
• Nafas : tidak dilakukan pemeriksaan
• Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
• Tinggi Badan : 110 cm
• Berat Badan : 25 kg
• Status Gizi : Baik
• Sistem Kardiovaskuler : dalam batas normal
• Sistem Respiratorik : dalam batas normal
• Kelainan Khusus : tidak ditemukan
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang
wajar (-), sebentar (-), lama (+).
4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (-), menggoda
(-), bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayangi (-),
selalu menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-),
pasif (-), dan lain-lain
C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi
(sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi (-),afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
mood eutimik (+), mood disforik (-), mood yang meluap-luap
(expansive mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing
mood) (-), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-),
ectasy (-), mood depresi (hipotim) (-), anhedonia (-), dukacita (-),
aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania (-), melankolia (-), La
belle indifference (-), tidak ada harapan (-).
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating-anxiety(-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panik (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-),
rasa malu (-), rasa berdosa/bersalah (-), kontrol impuls (-).
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain):
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
I. Discriminative Judgement :
• Judgment tes : tidak terganggu
• Judgment sosial : tidak terganggu
X. Diagnosis Multiaksial
Axis I : F 81 Gangguan Perkembangan Belajar
Axis II : tidak ada diagnosis
Axis III : tidak ada diagnosis
Axis IV : Masalah dengan pendidikan
Axis V : GAF 80-71
B. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
Memberikan empati, reassurance, kenyamanan, dan dukungan
kepada pasien serta membantu mengidentifikasi faktor pencetus dan
pemecahan masalah secara terarah.
b. Cognitive-Behavioral Therapy
Bertujuan untuk mengubah kondisi maladaptif pada pasien,
membantu pasien untuk berpikir rasional dan logis sehingga pasien
dapat memiliki strategi untuk masalah tersebut.
XIV. PROGNOSIS
Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : dubia ad bonam
Quo et sanctionam : dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI
KESIMPULAN
1. Sadock, BJ dan Sadock, VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Terjemahan
Oleh: Profitasari & Nisa, M.T. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2004.
2. Liederman J, Kantrowitz L, & Flannery K. Male vulnerability to reading
disability is not likely to be a myth: A call for new data. J Learn Disabil. 2005,
38: 109–129.
3. Moll K, Sarah K, Nina N, Jennifer B, Gerd SK. Specific Learning Disorder:
Prevalence and Gender Differences. Netherlands: Utrecht University. 2014.
4. Mercer, Cecil D. & Paige C. Pullen. Students with Learning
Disabilities,Virginia: Merrill/Prentice Hall, 2005.
5. Rusdi, Maslim (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III, 2008, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, Indonesia
6. Oemar, Hamalik. 1983. Metoda Belajar dan Kesulitan – Kesulitan Belajar.
Bandung: Tarsito. 3
7. Shulte-Körne G1. [Specific learning disabilities - from DSM-IV to DSM-5].
Z Kinder Jugendpsychiatr Psychother. 2014 Sep;42(5):369-72; quiz 373-4.
[Article in German; Abstract available in German from the publisher]
8. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., & Grebb, J.A. Sinopsis Psikiatri Edisi 2.
Terjemahan oleh: Widjaja Kusuma. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2010.
9. De castro MV, Marcia ASB, Bruno MP, Silvia CMR, Andreia MD. Effect of
Virtual Environment on The Development of Mathematical Skills in Children
with dyscalculasia. United Kingdom: University of Westminster. 2014
10. Liederman J, Kantrowitz L, & Flannery K. Male vulnerability to reading
disability is not likely to be a myth: A call for new data. J Learn Disabil. 2005,
38: 109–129.
11.Elvira, Sylvia dan Gitayanti Hadisukanti. Buku ajar psikiatri. BadanPenerbit
FK UI. Jakarta,2013 pp 173-198
12.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:Infomedika Jakarta 1985.