Anda di halaman 1dari 46

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI
F81 Gangguan Perkembangan Belajar

Oleh
Adisty Chandra (P.3179 B)
Larassati Dwi Ananda (P.3181 B)

Preseptor
Dr. dr. Yaslinda Yaunin, Sp. KJ

BAGIAN PSIKIATRI
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah SWT dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas case report dengan
judul “Gangguan Perkembangan Belajar” yang merupakan salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Dalam usaha penyelesaian tugas case report ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Yaslinda Yaunin,
Sp.KJ selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini. Kami menyadari bahwa di
dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun guna
penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.

Padang, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 4
1.2 Batasan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan ........................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6
2.1 Definisi Gangguan perkembangan belajar ............................................... 6
2.2 Etiologi Gangguan perkembangan belajar............................................... 6
2.3 Diagnosis Gangguan perkembangan belajar............................................ 7
2.4. Diagnosis Banding Gangguan Perkembangan Belajar .......................... 8
2.5 Klasifikasi Gangguan Perkembangan Belajar ......................................... 9
2.5.1 Gangguan Membaca ................................................................................. 10
2.5.2 Gangguan Matematika ............................................................................. 13
2.5.3 Gangguan Ekspresi Tulisan ..................................................................... 16
BAB III ILUSTRASI KASUS ............................................................................ 19
I. IDENTITAS ................................................................................................. 19
II.RIWAYAT PSIKIATRI ............................................................................. 20
III.STATUS INTERNUS ................................................................................ 33
IV.STATUS NEUROLOGIKUS.................................................................... 33
V.STATUS MENTAL ..................................................................................... 29
BAB IV DISKUSI................................................................................................ 37
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan perkembangan belajar khas adalah suatu gangguan pada pola
normal kemampuan penguasaan keterampilan, yang terganggu sejak stadium awal
dari perkembangan (specific developmental disorders of scholastic skills).
Gangguan dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung dari gangguan yang
lain (seperti retardasi mental, defisit neurologis yang besar, masalah visus dan daya
dengar yang tidak terkoreksi, atau gangguan emosional), walaupun mungkin
terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut.1

Kesulitan belajar membutuhkan beberapa strategi yang disesuaikan pada


kondisi anak. Kesulitan membaca, kesulitan dalam ekspresi tulisan, dan kesulitan
dalam proses berhitung merupakan bagian dari kesulitan belajar pada kelompok
masalah prestasi akademik. Hallahan dan Kaufman sebagaimana di kutip
Mangunsong, menyatakan bahwa beberapa karakteristik yang umumnya dimiliki
oleh siswa dengan kesulitan belajar, dikelompokkan kedalam enam macam
masalah, yaitu masalah prestasi akademis; masalah perseptual, perseptual-motor,
dan kordinasi umum; gangguan atensi dan hiperaktivitas; masalah memori,
kognitif, dan metakognitif; masalah sosial-emosional; dan masalah motivasional.
Dari klasifikasi tersebut masalah prestasi akademik terbagi dalam istilah disleksia,
diskalkulia dan disgrafia.2

Penelitian yang dilakukan Young dan Beitcmnen menunjukkan estimasi


prevalensi gangguan belajar berkisar antara 5% sampai 10% meskipun frekuensi
diagnosis inintampaknya meningkat di wilayah-wilayah yang lebih sejahtera di AS.
Diyakini bahwa hampir 4 juta anak di Amerika Serikat ditengarai memiliki
gangguan belajar tertentu Tampaknya ada perbedaan rasial diagnosis gangguan
belajar. Kira-kira 1% anak-anak kulit putiha dan 2,6% anak-anak kulit hitam
menerima pelayanan untuk maslah-masalah belajar selama tahun 2001. Tetapi
penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbedaan tersebut berhubungan dengan
status ekonomi anak, dan bukan dengan latar belakang etnis mereka.2

4
Kesulitan membaca merupakan gangguan belajar yang paling banyak
dijumpai dan muncul dengan bentuk tertentu disekitar 5% sampai 15% diantara
populasi secara umum. Gangguan matematika muncul diantara kira-kira 6%
populasi, tetapi kami memiliki informasi yang terbatas tentang prevalensi gangguan
ekspresi tertulis dikalangan anak-anak dan remaja. Studi-studi terdahulu
menunjukkan bahwa lebih banyak anak laki-laki yang memiliki gangguan
membaca dibanding anak perempuan, meskipun penelitian yang lebih kontemporer
menunjukkan bahwa jumlah anak laki-laki dan perempuan yang menyandang
gangguan ini mungkin sebanding. Gangguan belajar dapat menimbulkan sejumlah
akibat yang berbeda, tergantung sejauh mana disabilitasnya dan sejauh mana
dukungan yang tersedia bagi mereka. Sebuah studi menemukan bahwa sekitar 32%
siswa yang memiliki disabilitas belajar drop out dari sekolah. Disamping itu,
employmen rate untuk siswa dengan berbagai gangguan belajar cenderung rendah,
yaitu berkisar anatara 60% dan 70%. Angka yang rendah ini mungkin sebagian
disebabkan oleh ekspektansi siswa yang rendah. Sebuah studi melaporkan bahwa
hanya 50% pelajar yang memiliki disabilitas belajar yang memiliki rencana yang
jelas setelah lulus sekolah. Sebagian individu dengan gangguan belajar dapat
mencapai tujuan pendidikan atau kariernya. Tetapi, hal ini tampaknya akan lebih
sulit dicapai oleh penderita gangguan belajar berat.3

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis gangguan perkembangan belajar.

1.3 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis
gangguan perkembangan belajar.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan perkembangan belajar


Gangguan perkembangan belajar khas adalah suatu gangguan pada pola
normal kemampuan penguasaan keterampilan yang terganggu sejak stadium awal
dari perkembangan. Bukan semata-mata akibat dari kurangnya kesempatan belajar
ataupun berhubungan dengan cedera otak yang didapat atau penyakit lain.
Gangguan ini lebih banyak diperkirakan berasal dari kelainan proses kognitif,
khususnya beberapa tipe disfungsi biologis. Seperti kebanyakan gangguan
perkembangan yang lain, kondisi ini lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki
daripada perempuan.

Gangguan perkembangan belajar khas terdiri dari sekelompok gangguan


yang ditandai oleh adanya hendaya yang khas dan bermakna dalam belajar
keterampilan skolastik. Hendaya dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung
dari gangguan yang lain (seperti retardasi mental, defisit neurologis yang besar,
masalah visus dan daya dengar yang tidak terkoreksi, atau gangguan emosional),
walaupun mungkin terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut. Gangguan
perkembangan belajar khas sering kali terdapat bersama dengan sindrom klinis lain
(seperti gangguan pemusatan perhatian atau gangguan tingkah laku) atau gangguan
perkembangan lain (seperti gangguan perkembangan motorik khas atau gangguan
perkembangan khas berbicara atau berbahasa).

2.2 Etiologi Gangguan perkembangan belajar

Etiologi dari gangguan perkembangan belajar khas tidak diketahui, tetapi


diduga bahwa manifestasi gangguan ini disebabkan oleh faktor biologis yang
berinteraksi dengan faktor nonbiologis (seperti kesempatan belajar dan kualitas
pengajaran). Walaupun gangguan ini dihubungkan dengan kematangan biologis,
tetapi tidak dimaksudkan bahwa anak dengan gangguan ini berada pada batas
bawah dari suatu kontinum normal). dan oleh karena itu, akan dapat menyusul
dikemudian hari. Dalam banyak hal, Sebagian kasus mungkin berlangsung sampai
remaja atau dewasa muda. Disamping itu, ada gambaran diagnostic yang penting

6
bahwa gangguan ini muncul dalam beberapa bentuk saat tahun-tahun pertama
sekolah. Anak-anak dapat tertinggal dibawah prestasi sekolahnya pada stadium
akhir dari jenjang pendidikannya (oleh karena kurang minat, pengajaran yang
buruk, gangguan emosional, peningkatan atau perubahan pola kurikulum dsb.),
namun masalah tersebut tidak merupakan bagian dari konsep gangguan
perkembangan belajar khas.

2.3 Diagnosis Gangguan perkembangan belajar


Terdapat beberapa syarat dasar untuk diagnosis gangguan perkembangan
belajar khas:
(a) Secara klinis terdapat hendaya yang bermakna dalam keterampilan
skolastik tertentu. Keparahan kelainan ditentukan berdasarkan istilah
skolastik (misalnya derajat keterampilan yang diharapkan berada
dibawah 3% anak sekolah), beratnya gangguan perkembangan yang
mendahului (kesulitan akolastik didahului oleh keterlambatan atau
penyimpangan dalam perkembangan terutama dalam berbicara atau
berbahasa pada usia prasekolah), pada masalah yang terkait (seperti
minat yang menurun, aktivitas berlebihan, gangguan emosional atau
kelainan tingkah laku), pada pola (yaitu adanya abnormalitas kualitatif
yang bukan merupakan bagian dari perkembangan normal), dan pada
respons (yaitu kesulitas skolastik tidak segera dan membaik dengan
menigkatnya pengajaran tambahan dirumah dan/atau disekolah).
(b) hendaya-nya harus khas dalam arti bahwa tidak semata-mata dapat
dijelaskan dari retardasi mental atau hendaya ringan dalam inteligensi
umum, oleh karena IQ dan prestasi sekolah tidak selalu sejajar, maka
perbedaan tersebut hanya dapat dibuktikan berdasarkan hasil prestasi tes
individual yang baku dan IQ yang sesuai dan relevan dengan budaya
serta system Pendidikan setempat. Tes tersebut harus dipakai bersama
dengan table statistic yang menyediakan data taraf rata-rata pencapaian
yang diharapkan untuk berbagai tingkat IQ pada berbagai usia
kronologis. Syarat yang disebut terakhir ini perlu oleh karena
pentingnya efek regresi statistik; diagnosis yang berdasarkan

7
pengurangan umur prestasi dari umur mental cenderung salah besar.
Pada praktek klinis yang rutin, syarat pemeriksaan ini jarang dapat
dipenuhi. Dengan demikian, pedoman klinis digunakan yang sederhana
saja yaitu tingkat pencapaian anak harus jauh dibawah prestasi yang
diharapkan pada anak berumur mental yang sebaya.
(c) Hendaya harus dalam masa perkembangan, dalam arti harus sudah ada
pada-awal usia sekolah dan tidak didapat pada proses perjalanan
pendidikan lebih lanjut; Riwayat prestasi sekolah anak harus
mendukung data ini
(d) Harus tidak ada faktor luar yang dapat menjadi alasan untuk kesulitan
skolastik (misalnya: kesempatan belajar, sistem pengajaran, pindah
sekoiah, dsb); seperti disebutkan diatas gangguan perkembangan belajar
khas harus benar-benar berdasarkan bukti gangguan secara klinis yang
nyata dalam prestasi skolastik, yang berhubungan dengan factor
instrinsik dalam perkembangan anak. Untuk dapat belajar dengan
efektif, anak harus memiliki kesempatan belajar yang memadai. Oleh
karena itu, bila jelas-jelas prestasi sekolah buruk berhubungan dengan
absen sekolah yang panjang tanpa pengajaran tambahan dirumah, atau
akibat Pendidikan yang memadai, gangguan tersebut tidak dapat
digolongkan disini. Absen yang sering dari sekolah atau putus
pengajaran karena pindah sekolah, tidak cukup untuk menegakkan
diagnosis gangguan perkembangan belajar khas, namun Pendidikan
yang buruk dapat menyulitkan atau menambah masalah.
(e) Tidak langsung disebabkan oleh hendaya visus atau pendengaran yang
tidak terkoreksi Dengan petunjuk diatas, diagnosis gangguan
perkembangan belajar khas harus berlandaskan temuan positif dari
gangguan kinerja skolastik yang secara klinis bermakna, yang berkaitan
dengan faktor-faktor "daLam" (intrinsic) dari perkembangan anak.

2.4. Diagnosis Banding Gangguan Perkembangan Belajar


Secara klinis penting untuk dibedakan antara gangguan perkembangan
belajar khas yang muncul tanpa gangguan neurologis, dengan yang sekunder

8
akibat beberapa kondisi neurologis, dengan yang sekunder akibat beberapa
kondisi neurologis seperti cerebral palsy. Dalam praktek perbedaan ini
seringkali sulit dibuat (oleh karena ketidakpastian dari tanda-tanda neurologis
samar yang multiple), dan penemuan riset tidak memperlihatkan perbedaan
yang jelas pola atau perjalanan penyakit gangguan perkembangan belajar khas
menurut ada atau tidaknya disfungsi neurologis yang jelas. Walaupun tidak
merupakan bagian dari kriteria disgnostik, diperlukan kode terpisah yang sesuai
dengan kondisi neurologis pada klasifikasi.

2.5 Klasifikasi Gangguan Perkembangan Belajar


DSM-5 membagi gangguan belajar atas tiga gangguan belajar khusus, yaitu
gangguan dalam membaca, gangguan mengeja, dan gangguan dalam
matematika. Masing-masing dari gangguan belajar dijelaskan oleh subskill
tertentu.7
Gangguan belajar khusus didiagnosis melalui tinjauan klinis riwayat
perkembangan, medis, pendidikan, dan keluarga individu, laporan skor tes dan
observasi guru, dan respons terhadap intervensi akademik. Diagnosis
membutuhkan kesulitan persisten dalam membaca, menulis, berhitung, atau
keterampilan penalaran matematis selama tahun-tahun sekolah formal. Gejala
mungkin termasuk pembacaan yang tidak akurat atau lambat dan efisien,
ekspresi tertulis yang buruk yang tidak memiliki kejelasan, kesulitan mengingat
nomor, atau penalaran matematis yang tidak akurat.
Gangguan belajar khusus dari DSM 5 memiliki kriteria : 7
1) Kesulitan dalam belajar dan menggunakan keterampilan akademik,
sebagaimana ditunjukkan dengan adanya minimal satu dari simptom berikut
dan muncul minimal selama enam bulan, dengan kesulitan:
a). Membaca kata-kata secara tidak akurat atau lambat dan memerlukan
usaha keras dalam membaca kata (misalnya membaca sebuah kata dengan
keras dan ragu-ragu, kadang menebak-nebak kata, mengalami kesulitan
untuk mengucapkan kata-kata);

9
b). Kesulitan memahami arti dari apa yang dibaca (dapat membaca teks
secara tepat namun tidak memahami urutan, kesimpulan, dan arti lebih
dalam dari yang dibaca);
c). Kesulitan mengeja (mungkin menambahkan, meniadakan atau
mengganti huruf konsonan atau vokal);
d). Kesulitan dalam ekspresi menulis (membuat kesalahan pada tata bahasa
atau kesalahan penempatan tanda baca dalam kaimat, pengaturan paragraf
yang buruk, kurangnya kejelasan ekspresi ide yang dia tuliskan);
e). Kesulitan pemahaman tentang angka, atau konsep jumlah, fakta atau
menghitung (memiliki pemahaman yang lemah terhadap jumlah, besaran
dan hubungan; menghitung dengan menggunakan jari untuk perhitungan
satu digit daripada recalling, sering kehilangan jejak dalam perhitungan
aritmatis dan menggunakan prosedur yang tertukartukar);
f). Kesulitan dalam penalaran matematis (memiliki kesulitan yang besar
dalam menerapkan fakta, konsep matematika, atau prosedur untuk
memecahkan masalah kuantitatif).
2). Keterampilan akademik berada di bawah harapan untuk anak seusianya dan
menyebabkan gangguan yang signifikan pada prestasi akademik atau prestasi
kerja atau aktivitas keseharian, dengan menggunakan pengukuran prestasi
secaraindividual dan asesmen klinis secara komprehensif;
3). Kesulitan belajar dimulai saat usia sekolah tetapi tidak sepenuhnya
termanifestasi dengan jelas, hingga muncul tuntutan akademik yang melebihi
kemampuan individu, tes dengan menuntut batasan waktu, membaca atau
menulis laporan panjang dan kompleks dengan batasan waktu yang ketat, beban
akademik yang tinggi;
4). Kesulitan dalam belajar tidak terkait dengan disabilitas intelektual, kendala
visual atau auditori atau gagguan mental dan neurologis lain, adversitas
psikososial dan kurangnya penguasaan bahasa dalam instruksi akademik atau
ketidaktepatan instruksi edukasional yang tidak mencukupi.

2.5.1 Gangguan Membaca


A. Definisi Gangguan Membaca

10
Gangguan membaca didefinisikan sebagai pencapaian membaca di bawah
tingkat yang diharapkan untuk usia, pendidikan, dan intelegensi anak. Hendaya
ini secara signifikan mengganggu keberhasilan akademik atau aktivitas harian
yang melibatkan membaca. Gangguan ini ditandai dengan gangguan
kemampuan mengenali kata, membaca dengan lambat dan tidak akurat, serta
pemahaman yang buruk.8 Gangguan pada masa anak-anak yang relatif sering
pada usia sekolah sering disertai dengan gangguan ekspresi tulisan, gangguan
matematika, atau salah satu gangguan komunikasi.8
Anak dengan gangguan defisit atensi dan hiperaktivitas (ADHD) juga
memiliki risiko tinggi gangguan membaca.9 Gangguan membaca ditandai oleh
gangguan kemampuan untuk mengenali kata, membaca yang lambat dan tidak
tepat, dan pemahaman yang buruk tanpa adanya kecerdasan yang rendah atau
defisit sensorik yang bermakna.1

B. Gambaran Klinis Gangguan Membaca


Anak yang mengalami gangguan membaca biasanya dapat diidentifikasi
pada usia 7 tahun (kelas 2). Pada kasus yang berat, kesulitan membaca sudah
mulai tampak pada umur 6 tahun (kelas 1).10 Kesulitan membaca dapat tampak
jelas pada anak di dalam kelas saat keterampilan membaca diharapkan
diperoleh pada kelas satu. Anak kadang-kadang dapat mengompensasi
gangguan membaca pada tingkat dasar awal dengan menggunakan memori dan
kesimpulan, terutama ketika gangguan ini disertai dengan intelegensi yang
tinggi.1 Ciri-ciri anak yang mengalami dyslexia adalah sebagai berikut:
• Anak dengan gangguan membaca membuat banyak kesalahan dalam
membaca ditandai dengan menghilangkan, menambahkan, atau penyimpangan
kata.
• Memiliki kesulitan dalam membedakan antara karakter dan ukuran huruf yang
tercetak, terutama terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya.
• Kecepatan membaca lambat, sering kali dengan pemahaman yang minimal
dalam arti anak tidak mengerti apa isi cerita yang dibacanya.

11
• Sebagian besar anak dengan gangguan membaca memiliki kemampuan
menyalin teks tertulis yang sesuai dengan usianya, tetapi hampir semuanya
buruk dalam mengeja.
• Masalah penyerta adalah kesulitan bahasa, yang terlihat sebagai gangguan
diskriminasi bunyi dan kesulitan mengurutkan kata dengan tepat.
Gangguan membaca termasuk salah satu karakteristik yang dimiliki oleh
anak kesulitan belajar. Masalahnya dibagi dalam tiga aspek, aspek yang
pertama adalah decoding atau mengalami kesulitan dalam mengubah bahasa
tulisan menjadi lisan. Aspek yang kedua adalah kelancaran (fluency atau
reading fluency), adalah kemampuan untuk mengenali kata demi kata dengan
cepat, membaca kalimat atau wacana yang lebih panjang, dan dapat dengan
mudah menghubungkannya. Aspek yang ketiga adalah mengerti isi bacaan
(comprehension).8

C. Pedoman Diagnostik Gangguan Membaca


Pedoman diagnostik gangguan membaca menurut DSM-IV adalah sebagai
berikut:
• Kemampuan membaca anak seperti yang diukur oleh tes baku yang diberikan
secara individual tentang keakuratan atau pemahaman membaca, jelas berada
dibawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis pasien, inteligensia
yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia.
• Gangguan di atas secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau
aktivitas kehidupan sehari-hari yang menentukan keterampilan membaca.
• Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan membaca adalah melebihi apa yang
biasanya berhubungan dengannya.

Pedoman diagnostik gangguan membaca menurut PPDGJ-III adalah sebagai


berikut:
• Kemampuan membaca anak harus secara bermakna lebih rendah tingkatannya
daripada kemampuan yang diharapkan berdasarkan pada usianya, intelegensia
umum, dan tingkatan sekolahnya.

12
• Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat
gangguan perkembangan berbicara atau berbahasa.
• Hakikat yang tepat dari masalah membaca tergantung pada taraf yang
diharapkan dari kemampuan membaca, berbahasa dan tulisan. Namun dalam
tahap awal dari belajar membaca tulisan abjad, dapat terjadi kesulitan
mengucapkan huruf abjad, menyebut nama yang benar dari tulisan, memberi
irama sederhana dari kata-kata yang diucapkan, dan dalam menganalisis atau
mengelompokkan bunyi-bunyi (meskipun ketajaman pendengaran normal).
Kemudian dapat terjadi kesalahan dalam kemampuan membaca lisan atau
defisit dalam memahami bacaan.
• Gangguan emosional dan/atau perilaku yang menyertai biasanya timbul pada
masa usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada masa tahun
pertama sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom hiperaktivitas hampir
selalu ada pada akhir masa kanak dan remaja.5

D. Terapi Gangguan Membaca


Terapi terpilih untuk gangguan membaca adalah remedial educational
approach.10 Banyak program terapi remedial yang efektif dimulai dengan
mengajari anak tersebut untuk membuat hubungan yang akurat antara huruf dan
bunyi. Setelah keterampilan itu dikuasai, terapi remedial dapat menargetkan
komponen maembaca yang lebih besar, seperti suku kata dan kata. Fokus pasti
setiap program membaca hanya dapat ditentukan setelah dlakukan penilaian
akurat mengenai defisit spesifik seorang anak serta kelemahannya.1

2.5.2 Gangguan Matematika


A. Definisi Gangguan Matematika
Gangguan matematika adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan
keterampilan aritmetika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat
pendidikan seseorang. Katerampilan aritmetika diukur dengan tes yang
dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya kemampuan
matematika yang diharapkan akan mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas
hidup sehari-hari.

13
Menurut DSM IV gangguan matematika adalah salah satu gangguan belajar.
Pada gangguan matematika yang terjadi:7
• Keterampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah
matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika)
• Keterampilan perseptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan
mengurutkan kelompok angka)
• Keterampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian dasar dan urutan operasi dasar)
• Keterampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati
simbol operasional dengan benar)

Gangguan lain sering kali menyertai gangguan matematika, termasuk gangguan


membaca, gangguan koordinasi perkembangan, dan gangguan bahasa
reseptif/ekspresif campuran.8

B. Gambaran Klinis Gangguan Matematika


Gambaran gangguan matematika yang lazim ditemukan mencakup
kesulitan mempelajari nama angka, mengingat tanda untuk penambahan dan
pengurangan, mempelajari tabel perkalian, menerjemahkan soal dalam kata
menjadi perhitungan, dan melakukan perhitungan dengan kecepatan yang
diharapkan.1

C. Pedoman Diagnostik Gangguan Matematika


Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Matematika
Pedoman diagnostik gangguan membaca menurut DSM-IV adalah sebagai
berikut:
• Kemampuan matematika yang diukur oleh tes baku yang diberikan secara
individual berada dibawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis
pasien, inteligensia yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia.
• Gangguan di atas secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau
aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan kemampuan matematika.

14
• Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam kemampuan matematika adalah
melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya.

Pedoman diagnostik gangguan matematika menurut PPDGJ-III adalah


sebagai berikut:
• Gangguan ini meliputi hendaya yang khas dalam kemampuan berhitung yang
tidak dapat diterangkan berdasarkan adanya retardasi mental umum atau tingkat
pendidikan di sekolah yang tidak adekuat. Kekurangannya ialah penguasaan
pada kemampuan dasar berhitung yaitu tambah, kurang kali, bagi (bukan
kemampuan matematika yang lebih abstrak dalam aljabar, trigonometri,
geometri atau kalkulus)
• Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada
tingkat yang seharusnya dicapai berdasarkan usianya, inteligensia umum,
tingkat sekolahnya, dan terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan untuk
kemampuan berhitung yang baku.
• Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam batas normal sesuai dengan
umur mental anak.
• Kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan pengajaran yang tidak adekuat,
atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau fungsi
neurologis, dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan neurologis,
gangguan jiwa atau gangguan lainnya.5

D. Terapi Gangguan Matematika


Terapi untuk gangguan matematika adalah remedial educational approach.
Selain itu terapi lain yang dapat diberikan adalah menggabungkan antara
mengajarkan konsep matematika dengan praktik terus-menerus di dalam
menyelesaikan soal matematika. Defisit keterampilan sosial dapat turut
berperan di dalam keengganan anak untuk meminta bantuan sehingga anak
yang diidentifikasi dengan gangguan matematika bisa mendapatkan
keuntungan dari mendapatkan keterampilan menyelesaikan masalah di dalam
lingkungan sosial juga di dalam matematika.1

15
2.5.3 Gangguan Ekspresi Tulisan
A. Definisi Gangguan Ekspresi Tulisan
Gangguan ekspresi tulisan ditandai oleh keterampilan menulis yang secara
bermakna di bawah tingkat yang diharapkan menurut usia, kapasitas intelektual,
dan pendidikan. Gangguan ini mempengaruhi prestasi sekolah seseorang karena
tuntutan untuk menulis dalam kehidupan setiap hari, dan gangguan
bukandisebabkan oleh defisit neurologis atau sensorik. Komponen
ketidakmampuanmenulis adalah pengejaan yang buruk, kesalahan dalam
tatabahasa dan tandabaca dan tulisan tanganyangburuk.8
Beberapa dekade yang lalu diungkapkan bahwa ketidakmampuan
menulistidak terjadi tanpa adanya gangguan membaca, tetapi sekarang telah
diketahuibahwa gangguan ekspresi menulis dapat
terjadisendirian.Ketidakmampuanmenulis sering kali disertai dengan gangguan
belajar lainnya tetapi dapat didiagnosis lebihlambat dari yang lainnya, karena
menulis ekspresif didapat lebihlambat.8

B. Manifestasi Klinis Gangguan Ekspresi Tulisan


Anak-anak dengan gangguan ekspresimenulis menunjukkan kesulitanpada
kelas-kelas pertamanya dalammengeja kata dan mengekspresikanpikirannya
menurutaturan tata bahasa yang sesuai menurut usianya. Kalimat yang
diucapkan dan ditulis mengandung sejumlah besar kesalahantata bahasa
yangtidak lazim dan susunan paragraph yang buruk. Selama dan setelah kelas
dua,anak-anak sering kali membuat kesalahan tata bahasa sederhana dalam
menuliskalimat pendek. Sebagaicontoh,mereka sering kali gagal, walaupun
terus-menerus diingatkan, untuk memulai huruf pertama suatu kalimat dengan
hurufkapital dan mengakhiri kalimat dengan spasi..8
Saat mereka menjadi semakin besar dan naik ke kelas yang lebih tinggi
disekolahnya, kalimat yang diucapkan dan ditulis anak tersebut menjadi lebih
primitive, aneh, dan inferior dibandingkan apa yang diharapkan dari pelajari
dalam kelasnya. Pemilihan kata anak adalah salah dan tidak tepat;
paragrafnyatidak tersusun tepat; dan pengejaan menjadi semakin sulit saat

16
pembedaharaankatanya menjadi lebihabstrak danlebih besar dalam jumlah dan
karakter..8
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ekspresi menulis, antaralain
sebagai berikut :
•Anak dapat berkomunikasi dengan baik namun bermasalah dalamkemampuan
menulis
•Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah,
mengulangkalimat atauperkataan yang sama
• Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan
• Sulit menulis nomor dalam urutannya
• Tidak konsisten dalam membuat tulisan yang bervariasi dalam kemiringan
huruf dan ukuran tulisan
• Kalimat atau kata ditulis tidak lengkap dan sering terdapat huruf atau kata
yang terlewat
• Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dengan
halaman yang lain
• Jarak antar kata tidak konsisten
• Menggenggam alat tulis dengan sangat erat, biasanya anak dengan dysgraphia
menulis dengan bertumpu pada pangkal lengan dan memegang pensil hingga
menempel di kertas
• Sering berbicara sendiri saat menulis
• Selalu memperhatikan tangan yang sedang menulis
• Lambat dalam menulis1

C. Diagnosis Gangguan Ekspresi Tulisan


Kriteria DSM untuk Diagnostik untuk Gangguan Ekspresi Tulisan7
• Keterampilan menulis, seperti yang diukur oleh tes baku yang diberikan secara
individual (atau penilaian fungsional keterampilan menulis), adalah jelas di
bawah tingkat yang diharapkan menurut usia kronologis pasien, intelegensia
yang terukur, dan pendidikan yang sesuai dengan usia
• Gangguan di atas secara bermakna mengganggu pencapaian akademik atau
aktivitas kehidupan sehari-hari yang memerlukan komposis teks tertulis

17
(misalnya, menulis kalimat yang tepat secara tata bahasa dan paragraf yang
tersusun).
• Jika terdapat defisit sensorik, kesulitan dalam keterampilan menulis adalah
melebihi apa yang biasanya berhubungan dengannya. .8

D. Terapi Gangguan Ekspresi Tulisan


Gangguan ekspresi menulis berespon terhadap terapi yang terbaik sekarang
ini adalah terapi menulis. Cara terapi tersebut yaitu guru pada sekolah khusus
mencurahkan perhatiannya selama dua jam sehari untuk instruksi menulis
tersebut. Masalah emosional dan perilaku penyerta atau sekunder
harusdiperhatikan langsung, dengan terapipsikiatrik yang sesuai dan
konselingorangtua.8
Terapi untuk gangguan ekspresi tertulis mencakup praktik
langsungmengeja danmenulis kalimat, serta mengkaji ulang aturantata bahasa.
Pemberianterapi menulis kreatif dan ekspresif yang intensif, berkelanjutan dan
dirancangkhusus secara individual dan satu-satutampak memberi hasil yang
baik.1

18
BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama : An. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal lahir/ Umur : 04-10-2011/9 tahun 6 bulan
Status perkawinan : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku bangsa : Minang
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Siswa Kelas 3 SD
Alamat & Telepon : Pasaman Barat
Nama, Alamat, No KTP keluarga terdekat
di Padang (untuk pasien luar kota Padang) :

KETERANGAN DIRI ALLO/ INFORMAN


Nama (Inisial) : Ny.E
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Alamat & Telepon : Pasaman Barat (085263782981)
Hubungan dengan pasien : Ibu
Keakraban dengan pasien : Akrab
Sudah berapa lama mengenal pasien : Sejak lahir
Kesan pemeriksa/ dokter terhadap keterangan yang diberikannya:
(Dapat dipercaya/ kurang dapat dipercaya)

19
II. RIWAYAT PSIKIATRI

Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini
)
a. Pasien sendiri (autoanamnesis) pada tanggal 9 April 2021 di Poliklinik Anak
dan Remaja RSJ Prof Hb Saanin
b. Informan ( alloanamnesis) Ibu pasien dilakukan pada tanggal 9 April 2021
di Poliklinik Anak dan Remaja RSJ Prof Hb Saanin

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain

2. Sebab Utama
Ibu pasien mengeluhkan bahwa pasien kurang motivasi dalam belajar dan
sulit konsentrasi.

3. Keluhan Utama (Chief Complaint)


Pasien tidak ada keinginan sendiri untuk belajar dan ke sekolah, namun
bisa kalau disuruh atau dipaksa.

4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh ibu pasien karena mengeluhkan bahwa
pasien kurang bermotivasi dalam belajar. Pasien harus disuruh untuk
mengerjakan tugas, dan dipaksa untuk berangkat ke sekolah. Ibu pasien
mengatakan, pasien bisa mengerjakan tugasya an tetap mau berangkat
sekolah setelah dipaksa. Pasien tidak melawan saat disuruh mengerjakan
tugas dan pergi sekolah.

20
Ibu pasien telah menerima laporan serupa dari guru di sekolah. Guru
pasien juga mengeluhkan bahwasanya pasien tampak kurang fokus, sering
berjlan-jalan di kelas, mudah terdistraksi saat proses pembelajaran, dan
tidak suka bertanya di kelas. Nilai pasien juga mengaami penurunan (nilai
D).
Ibu pasien mengatakn, saat kecil hingga kelas 1 SD, pasien sering
mengamuk smpai membenturkan kepalanya ke lantai. Saat TK pasien
tidak minat belajar dan suka bermain di bawah meja bersama teman yang
lain.
Karena keluhan-keluhan tersebut, nenek pasien memutuskan untuk
membawa pasien ke RSJ Prof Hb Saanin pada 9 April 2021. Pada
kunjungan yang pertama pada pasien dilakukan tes Intelligence Quotient
(IQ) dengan hasil 90-99. Sekarang merupakan kunjungan poliklinik
yangpertama kalinya bagi pasien.
Riwayat menyendiri tidak ada. Riwayat kehilangan minat untuk
belajar ada. Riwayat mudah lelah tidak ada. Riwayat kurang percaya diri
tidak ada. Riwayat nafsu makan menurun tidak ada. Riwayat pasien suka
menangis sendiri tidak ada. Riwayat kejang tidak ada.
Riwayat sangat bersemangat tidak ada. Riwayat muncul-muncul
ide-ide baru tidak ada. Riwayat banyak bicara tidak ada.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit psikiatri sebelumnya.
b. Riwayat Gangguan Medis
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan medis sebelumnya.
c. Riwayat Penggunaan NAPZA
Pasien tidak pernah merokok, minum minuman beralkohol dan
mengonsumsi NAPZA.

6. Riwayat keluarga
a) Identitas orang tua/ pengganti

21
IDENTITAS Orang tua/ Pengganti Keterangan

Ibu Ayah
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Minang Minang
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Wiraswasta Pedagang
Umur 43 tahun 45 tahun
Alamat Pasaman Barat Pasaman Barat
Hubungan pasien* Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak peduli Tak peduli
Dan lain-lain : :
`Ket : * coret yang tidak perlu
b) Sifat/ Perilaku Orang tua tua kandung/ pengganti............. :

Ibu (Dijelaskan oleh Ibu dapat dipercaya/ diragukan)


Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-),
Peminum (- ), Pencemas (+ )Penyedih ( - ), Perfeksionis (-), Dramatisasi (
- ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( - ), Tak
bertanggung jawab ( - )

Bapak ( Dijelaskan oleh Ibu dapat dipercaya/ diragukan )

Pemalas ( - ), Pendiam ( + ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ), Tak


suka Bergaul ( - ), Banyak teman (+), Pemalu ( - ), Perokok berat ( - ),
Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pecemas ( - ), Penyedih ( - ), Perfeksi ( - ),
Dramatisi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( - ),
Tak bertanggung jawab ( - ).

c) Saudara
Jumlah bersaudara 4, pasien anak ketiga.

d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk


pasien sendiri lingkari nomornya.*
1. Lk/ pr (22 tahun)

22
2. Lk/ pr (18 tahun)
3. Lk/ pr (9 tahun)
4. Lk/ pr (10 bulan)

e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan


pasien terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan
serupa dengan yang dinyatakan pada gambaran sikap/ perilaku pada
orang tua.*

Saudara pertama (Dijelaskan oleh Ibu dapat dipercaya/ diragukan)

Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak
suka Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum (- ), Pencemas (- )Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut (
- ), Tak bertanggung jawab ( - ) Hubungan dengan pasien* Akrab Biasa
Kurang Tak peduli

Saudara kedua (Dijelaskan oleh Ibu dapat dipercaya/ diragukan)

Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak
suka Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum (- ), Pencemas (- )Penyedih ( - ), Perfeksionis (+),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( -
), Tak bertanggung jawab ( - ) Hubungan dengan pasien* Akrab Biasa
Kurang Tak peduli

Saudara keempat (Dijelaskan oleh Ibu dapat dipercaya/ diragukan)

Pemalas ( - )**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak
suka Bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-),
Penjudi (-), Peminum (- ), Pencemas (- )Penyedih ( - ), Perfeksionis (-),
Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ), Egois ( - ), Penakut ( -
), Tak bertanggung jawab ( - ) Hubungan dengan pasien* Akrab Biasa
Kurang Tak peduli

23
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
Pasien tinggal di rumah hanya bersama keluarga inti.
g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit
fisik ( yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota
keluarga o.s :

Anggota Kebiasaan -
Penyakit jiwa Penyakit fisik
keluarga kebiasaan

Ayah - Merokok -
, minum
kopi
Ibu - - -

Saudara 1 - - -

Saudara 2 - - -

Saudara 3 - - -

Nenek (dari ibu) - - Hipertensi

Kakek (dari Ibu) - - -

24
Skema Pedegree
( tiga generasi)

h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:

No Rumah tempat Keadaan rumah


tinggal
Tenang Cocok Nyaman Tidak nyaman

1. Rumah orangtya Tenang Cocok Ya Tidak

i) Dan lain-lain

7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut


dengan perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit
(premorbid) yang meliputi :
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit

25
fisik dan ataukondisi- kondisi mental yang diderita si ibu )
• Kesehatan Fisik : baik
• Kesehatan Mental : baik

- Keadaan melahirkan :
• Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan
(-)
• Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan
(ya/tidak)
• Jenis kelamin anak sesuai harapan (ya/tidak)
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
• Pertumbuhan Fisik : baik, biasa, kurang*
• Minum ASI : ( + ), sampai usia 13 bulan
• Usia mulai bicara : 12 bulan
• Usia mulai jalan : 11 bulan
• Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ), pika
( - ), gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola tidur baik ( - ),
cemas terhadap orang asing sesuai umum ( - ), cemas
perpisahan (- ), dan lain-lain.....

c) Gejala-gejala sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai


pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari ( - ), ngompol ( -
), BAB di tempat tidur(- ), night teror ( - ), temper tantrum ( - ),
gagap ( - ), tik ( - ), masturbasi ( - ), mutisme selektif ( - ), dan lain-
lain.

d) Toilet training
Umur : 2 tahun
Sikap orang tua:(memaksa/menghargai/membiarkan/memberikan
arahan) Perasaan anak untuk toilet training ini: biasa, karena
melihat temn seusia sudah tidak memakai popok lagi.

e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai

26
menggigau (-), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama ( - ),
trauma kapitis disertai hilangnya kesadaran ( - ), dan lain-lain.

f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu (-), gelisah ( + ) overaktif


( - ), menarik diri ( - ), suka bergaul ( + ), suka berolahraga ( - ),
dan lain-lain.

g) Masa Sekolah

Perihal SD Kelas 1 SD Kelas 2 SD Kelas 3

Umur 7 thn 8 thn 9 thn

Prestasi* Baik Baik Baik

Sedang Sedang Sedang

Kurang Kurang Kurang

Aktifitas Sekolah* Baik Baik Baik

Sedang Sedang Sedang

Kurang Kurang Kurang

Sikap Terhadap Baik Baik Baik


Teman *
Kurang Kurang Kurang

Sikap Terhadap Baik Baik Baik


Guru
Kurang Kurang Kurang

Kemampuan (-) (-) (-)


Khusus (Bakat)
Tingkah Laku (baik) (baik) (baik)

h) Riwayat Pekerjaan Pasien belum bekerja

27
i) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga
• Mimpi basah (sudah/ belum), usia berapa
• Awal pengetahuan tentang seks (-)
• Hubungan seks sebelum menikah (-)
• Riwayat pelecehan seksual (-)
• Orientasi seksual ( - )
• Keterangan pribadi suami/ istri
j) Situasi sosial saat ini:
1. Tempat tinggal: rumah sendiri/orang tua (+), rumah kontrak
(-), rumah susun (-),apartemen (-), rumah nenek (-), serumah
dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain-lain (-).

2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain-
lain.
Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ), diisi

(+) atau (-)ai : atas indikasi

k) Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian


(untuk axis II)
Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)

Kepribadian Gambaran Klinis

Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan hangat atau
lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian maupun kecaman (-
), kurang teman (-), pemalu (-), sering melamun (-), kurang tertarik
untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka aktivitas yang
dilakukan sendiri (-)
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan berlebihan (-),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-), tidak mau menerima kritik
(-), meragukan kesetiaan orang lain (-), secara intensif mencari- cari
kesalahan dan bukti tentang prasangkanya (-), perhatian yang
berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (-), cemburu
patologik (-), hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif (-).

28
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial (-), ilusi berulang
(-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka dengan orang lain
tampak dingin atau tidak acuh (-).
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual yang
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),melibatkan
dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan tanpa
menghiraukan kemungkinan yang merugikan dirinya (-), melucu
berlebihan (-), kurangnya kebutuhan tidur (-),pesimis (-), putus asa (-),
insomnia (-), hipersomnia (-), kurang bersemangat (-), rasa rendah diri
(-), penurunan aktivitas (-), mudah
merasa sedih dan menangis (-), dan lain-lain
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya (-),
mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan (-), bereaksi
berlebihan terhadap hal-hal sepele (-), egosentris (-), suka menuntut
(-), dependen (-), dan lain-lain.
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-), preokupasi
dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan (-),
ekshibisionisme (-), membutuhkan perhatian dan pujian yang terus
menerus (-), hubungan interpersonal yang eksploitatif (-), merasa
marah, malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (-), dan lain-lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-), tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman (-),
tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial (-),
tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-),
iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-), sering berbohong (-), sangat
cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi
yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien
konflik dengan masyarakat (-)

29
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil (-),
kurangnya pengendalian terhadap kemarahan (-), gangguan identitas (-
), afek yang tidak mantap (-), tidak tahan untuk berada sendirian (-),
tindakan mencederai diri sendiri (-), rasa bosan kronik (-), dan lain-
lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain (-), kengganan
untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin disukai (-),
preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam
situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang
banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak (-).
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-), preokupasipada
hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi dan
jadwal (-), perfeksionisme (-), ketelitian yang berlebihan (-), kakudan
keras kepala (-), pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan
sehingga menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal (-), pemaksaan yang berlebihan agar orang lain
mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu (-), keterpakuan yang
berlebihan pada kebiasaan sosial (-) dan lain-lain..
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya (-
), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-
)

8. Stresor psikososial (axis IV)


Pertunangan (-), perkawinan (-), perceraian (-), kawin paksa (-),
kawin lari (-), kawin terpaksa (-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-
), problem punya anak (-), anak sakit (-), persoalan dengan anak (-),
persoalan dengan orang tua (-), persoalan dengan mertua (-), masalah
dengan teman dekat (-), masalah dengan atasan/ bawahan (-), mulai
pertama kali bekerja (-), masuk sekolah (-), pindah kerja (-), persiapan
masuk pensiun (-), pensiun (-), berhenti bekerja (-), masalah di sekolah
(+), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-), pindah rumah (-), pindah ke

30
kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-), perampokan (-), ancaman (-),
keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang (-), usaha bangkrut (-
), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk penjara (-),
memasuki masa pubertas(-), memasuki usia dewasa (-), menopause (-),
mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit fisik yang parah (-),
kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar
orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-),
cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek
(-), sikap orang tua yang acuh tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang
kasar atau keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian yang lebih
dari orang tua terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di rumah (-
), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol
yang tidak cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam
(-), amukan masa (-), diskriminasi sosial (-), perkosaan(-), tugas militer (-
), kehamilan (-), melahirkan di luar perkawinan (-), dan lain-lain.

9. Riwayat Suicide
Tidak pernah ada keinginan suicide

10. Riwayat pelanggaran hukum


Tidak ada riwayat pelanggaran hukum

11. Riwayat agama


Pasien beragama Islam, pasien melaksanakan shalat lima waktu
setiap hari dan pandai mengaji.

12. Persepsi Dan Harapan Keluarga


Berharap pasien dapat memiliki motivasi yang bagus untuk belajar.

13. Persepsi Dan Harapan Pasien


Pasien ingin bersemangat dan bermotivasi untuk belajar.

31
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Juli-Agustus 2018 2018 - 2020 April 2021

Pasien kurang bermtivasi belajar, suka jalan-jalan di kelas, tidak


suka bertanya saat diskusi, pasien mengerjakan tgas jika
disuruh, pasien berangkat sekkolah jika dipaksa.

Pasien akhirnya dibawa oleh


Keluargauntuk berobat ke
psikiatri pertama kali April
2021.

32
32
III. STATUS INTERNUS
• Keadaan Umum : Baik
• Kesadaran : komposmentis
• Tekanan Darah : tidak dilakukan pemeriksaan
• Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
• Nafas : tidak dilakukan pemeriksaan
• Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
• Tinggi Badan : 110 cm
• Berat Badan : 25 kg
• Status Gizi : Baik
• Sistem Kardiovaskuler : dalam batas normal
• Sistem Respiratorik : dalam batas normal
• Kelainan Khusus : tidak ditemukan

IV. STATUS NEUROLOGIKUS (Pemeriksaan tanggal 9 April 2021)


GCS : E4V5M6 = 15
Tanda ransangan Meningeal : tidak ada
Tanda-tanda efek samping piramidal :
• Tremor tangan : tidak ada
• Akatisia : tidak ada
• Bradikinesia : tidak ada
• Cara berjalan : biasa
• Keseimbangan : baik
• Rigiditas : tidak ada
• Kekuatan motorik:
555 555
555 555
• Sensorik : baik
• Refleks : fiologis (+), patologis (-)
V. STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium : composmentis (+), somnolen (-), stupor (-
), kesadaran berkabut (-), konfusi (-), koma (-), delirium (-), kesadaran
berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan
• Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+)
• Cara berpakaian : rapi (+), biasa (+), tak menentu (-),sesuai dengan
situasi (-), kotor (-), kesan (dapat mengurus diri)*
• Kesehatan fisik : sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak
tangan basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-)

3. Kontak psikis
Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (+), kurang
wajar (-), sebentar (-), lama (+).

4. Sikap
Kooperatif (+), penuh perhatian (-), berterus terang (-), menggoda
(-), bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayangi (-),
selalu menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-),
pasif (-), dan lain-lain

5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor


• Cara berjalan biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik
(-), rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea flexibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-
),otomatisme(-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi psikomotor
(-), hiperaktivitas/hiperkinesis (-), tik (-), somnabulisme (-),
akathisia (-), kompulsi(-), ataksia, hipoaktivitas (-), mimikri (-), agresi (-),
acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-), distonia (-),
bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-), convulsi (-), seizure (-),
piromania (-), vagabondage (-).

Ket : ( ) diisi (+) atau (-)

B. Verbalisasi dan cara berbicara


• Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
• Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
• Perbendaharaan* : biasa, sedikit, banyak
• Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
• Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
• Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
• Penekanan pada pembicaraan* : Ada/ tidak
• Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
• Logorrhea (-), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap (-
), afasia(-), bicara kacau (-).

C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak
adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi
(sempit/luas), arus emosi (biasa/lambat/cepat).

1. Afek
Afek appropriate/ serasi (+), afek inappropriate/ tidak serasi (-),afek
tumpul (-), afek yang terbatas (-), afek datar (-), afek yang labil (-).
2. Mood
mood eutimik (+), mood disforik (-), mood yang meluap-luap
(expansive mood) (-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing
mood) (-), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-),
ectasy (-), mood depresi (hipotim) (-), anhedonia (-), dukacita (-),
aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-), mania (-), melankolia (-), La
belle indifference (-), tidak ada harapan (-).

3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating-anxiety(-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panik (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-),
rasa malu (-), rasa berdosa/bersalah (-), kontrol impuls (-).

4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood


Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi
diurnal (-), penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-),
pseudocyesis (-), bulimia (-).
D. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)
• Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
• Mutu proses pikir (jelas/tajam)

1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran


Gangguan mental (-), psikosis (-), tes realitas (terganggu /tidak),
gangguan pikiran formal (-), berpikir tidak logis(-), pikiran autistik
(-), dereisme (-), berpikir magis (-), proses berpikir primer (-).

2. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran


Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-
), inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-),
kondensasi (-), jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi
(-), derailment (-), flight of ideas (-), clang association (-), blocking (-
), glossolalia (-)
3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran
• Kemiskinan isi pikiran (-), Gagasan yang berlebihan (-)
• Delusi/ waham
waham bizarre (-),waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan
dengan mood (-), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham
nihilistik (-), waham kemiskinan (-), waham somatik (-), waham
persekutorik (-), waham kebesaran (-), waham referensi (-),though of
withdrawal (-), though of broadcasting (-), though of insertion (-),
though of control (-), waham cemburu/ waham ketidaksetiaan (-)
waham menyalahkan diri sendiri (-), erotomania (-), pseudologia
fantastika (-).
• Idea of reference (-)
• Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-),
kompulsi (-), koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia
(-), fobia(-) noesis (-), unio mystica (-)
E. Persepsi
• Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik (-), halusinasi hipnopompik (-),
halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik (-),
halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-),
halusinasi liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi yang
tidak sejalan dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi
perintah (command halusination), trailing phenomenon (-).
• Ilusi (-)
• Depersonalisasi (-), derealisasi (-)

F. Mimpi dan Fantasi


• Mimpi : -
• Fantasi : -
G. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual
1. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/
terganggu),orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi situasi
(baik/ terganggu).
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-),
hipervigilance (-
), dan lain-lain
3. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi (baik/terganggu),
4. Memori (daya ingat): gangguan memori jangka lama/ remote (-),
gangguan memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan
memori jangka pendek/ baru saja/ recent (-), gangguan memori
segera/ immediate (-), amnesia (-), konfabulasi (-), paramnesia(-).
5. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu
6. Pikiran konkrit: baik/ terganggu / sulit dinilai
7. Pikiran abstrak: baik/ terganggu/ sulit dinilai
8. Kemunduran intelek: (Ada/ tidak), Retardasi mental (-), demensia
(-), pseudodemensia (-).

H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain):
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative Judgement :
• Judgment tes : tidak terganggu
• Judgment sosial : tidak terganggu

VI. Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya


Tidak ada
VII. Pemeriksaan oleh Psikolog / petugas sosial lainnya
Pemeriksaan IQ

VIII. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Telah diperiksa pasien An. H berusia 9 tahun, agama Islam, suku
Minang dan belum menikah. Pasien dibawa oleh ibu pasien ke RSJ
Prof Hb Saanin karena mengalami kurang motivsi dalam belajar dan
sult konsentrasi. Pasien harus disuruh membuat tugas dan dipaksa
untuk pergi ke sekolah, nilai pasien elek (D)
Pada pemeriksaan mental didapatkan penampilan rapi, sesuai gender
dan sesuai umur pasien, sikap saat wawancara kooperatif, kontak
psikis dapat dilakukan, psikomotor normoaktif, verbalisasi spontan,
orientasi tidak terganggu, afek sesuai, mood eutim, proses pikir
koheren, tidak terdapat waham dan halusinasi.

IX. Formulasi Diagnosis


Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat
perjalanan penyakit, dan pemeriksaan pada pasien. Ditemukan adanya
gejala gangguan belajar yang secara klinis bermakna. Maka, berdasarkan
PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan
jiwa. Untuk memastikan diagnosis gangguan jiwa, diperlukan wawancara
yang baik untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai gejala yang
bermakna, jangka waktu, awitan, episode, dan perjalanan penyakitnya.
Hasil autoanamnesis, alloanamnesis dan rekam medis tidak
ditemukan hipertensi, DM, trauma kepala, kejang, atau penyakit berat
lainnya sehingga diagnosis F0 gangguan mental organik (gangguan mental
yang disebabkan oleh penyakit primer di otak atau penyakit sekunder di
luar otak yang menyebabkan disfungsi otak) dapat disingkirkan. Dari auto-
anamnesis, alloanamnesis dan rekam medis pasien didapatkan tidak
pernah mengkonsumsi zat psikoaktif dan alkohol. Oleh sebab itu diagnosis
F1 gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Dari keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang dapat
disimpulkan bahwa pada pasien ini mengalami gangguan perkembangan
belajar. Oleh karena itu, diagnosis lebih diarahkan pada F81 Gangguan
Perkembangan Belajar.
Dari riwayat kepribadian pasien, tidak didapatkan adanya gangguan
kepribadian dan tidak ada riwayat retardasi mental. Pada pasien ini tidak
ditemukan kondisi medis umum yang bermakna sehingga tidak ada
diagnosis pada aksis III. Pada pasien ini didapatkan masalah utama yang
menyebabkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran pada pasien
sehingga dapat ditegakkan diagnosis pada aksis IV.

X. Diagnosis Multiaksial
Axis I : F 81 Gangguan Perkembangan Belajar
Axis II : tidak ada diagnosis
Axis III : tidak ada diagnosis
Axis IV : Masalah dengan pendidikan
Axis V : GAF 80-71

XI. Diagnosis Banding Axis I

XII. Daftar Masalah


• Organobiologik
Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala atau riwayat kejang
sebelumnya. Pasien tidak mengalami retardasi mental.
• Psikologik
Pasien memiliki kesulitan untuk berkonsentrasi saat pembelajaran,
pasien mudah terdistrksi denga hal lain saat belajar. Ibu guru
pasien juga mengeluhkan bahwasanya pasien akhir-akhir ini
kurang fokus dan suka berjalan-jalan di kelas. Nilai pasien tidak
mengalami peningkatan dari nilai D.
• Lingkungan Psikososial
Pasien tinggal bersama aya, ibu, dan 3 saudaranya.
XIII. Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
Risperidone 2x0.125 mg
Asam folat 2x1 mg
Methylphenidat 1x1/2, 10 mg
Vit.B1 2x1 mg

B. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
Memberikan empati, reassurance, kenyamanan, dan dukungan
kepada pasien serta membantu mengidentifikasi faktor pencetus dan
pemecahan masalah secara terarah.
b. Cognitive-Behavioral Therapy
Bertujuan untuk mengubah kondisi maladaptif pada pasien,
membantu pasien untuk berpikir rasional dan logis sehingga pasien
dapat memiliki strategi untuk masalah tersebut.

XIV. PROGNOSIS
Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : dubia ad bonam
Quo et sanctionam : dubia ad bonam
BAB IV

DISKUSI

Berdasarkan anamnesis dengan cara autoanamnesis dan alloanamnesis


disertai pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien, ditegakkan diagnosis F81
Gangguan Perkembangan Belajar. Penyebab terjadinya gangguan belajar
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal pasien dapat
berupa kurangnya motivasi belajar, tidak sesuai lingkungan belajar dan sulit
konsentrasi. Faktor eksternal dapat disebabkan karena kurangnya fasilitas belajar
dari keluarga, lingkungan sekolah yang kurang kondusif.

Diagnosis gangguan belajar didasarkan pada pedoman DSM V. Terdapat


kesulitan dalam belajar dan menggunakan keterampilan akademik minimal satu
gejala selama 6 bulan, keterampilan akademik dibawah harapan untuk anak seusia
dibuktikan dengan nilai rapor pasien yang selalu D, kesulitan dimulai saat usia
sekolah taman kanak-kanak, dan tidak berhubungan dengan disabilitas intelektual
(dibuktikan dengan IQ: 90-99 dalam batas normal), tidak disebabkan karena
disabilitas visual atau auditorik.

Pada pasien diberikan terapi farmakoterapi dan psikoterapi. Farmakoterapi


yang diberikan yaitu stimulant: methylphenidat 10 mg (1/2); anti psikotik
Risperidone 2x 0,125 mg, asam folat 2x1mg, dan vitamin b1 2x1mg Psikoterapi
yang diberikan berupa psikoterapi suportif dengan memberikan dukungan,
kehangatan, empati, dan optimistik kepada pasien, membantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya. Serta anjuran pasien untuk
belajar khusus atau les privat.

Kepada keluarga juga diberikan psikoedukasi berupa penjelasan yang


bersifat komunikatif, informatif, dan edukatif tentang penyakit pasien (penyebab,
gejala, hubungan antara gejala dan perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis).
Pemberian edukasi pada keluarga bertujuan agar keluarga daat mendukung dan
membantu percepatan proses penyembuhan pada pasien.
BAB V

KESIMPULAN

Gangguan perkembangan belajar khas terdiri dari sekelompok gangguan yang


ditandai oleh adanya hendaya yang khas dan bermakna dalam belajar keterampilan
skolastik. Hendaya dalam belajar ini tidak merupakan hasil langsung dari gangguan
yang lain (seperti retardasi mental, defisit neurologis yang besar, masalah visus dan
daya dengar yang tidak terkoreksi, atau gangguan emosional), walaupun mungkin
terdapat bersamaan dengan kondisi tersebut. Etiologi dari gangguan perkembangan
belajar khas tidak diketahui, tetapi diduga bahwa manifestasi gangguan ini
disebabkan oleh faktor biologis yang berinteraksi dengan faktor nonbiologis
(seperti kesempatan belajar dan kualitas pengajaran). Diagnosis gangguan belajar
didasarkan pada pedoman DSM V yaitu secara klinis terdapat hendaya yang
bermakna dalam keterampilan skolastik tertentu; hendaya harus dalam masa
perkembangan, dalam arti harus sudah ada pada-awal usia sekolah dan tidak didapat
pada proses perjalanan pendidikan lebih lanjut; Harus tidak ada faktor luar yang
dapat menjadi alasan untuk kesulitan skolastik (misalnya: kesempatan belajar,
sistem pengajaran, pindah sekoiah, dsb); dan Tidak langsung disebabkan oleh
hendaya visus atau pendengaran yang tidak terkoreksi. Terapi yang diberikan pada
gangguan perkembangan belajar terdiri dari terapi farmakoterapi dan psikoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ dan Sadock, VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Terjemahan
Oleh: Profitasari & Nisa, M.T. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2004.
2. Liederman J, Kantrowitz L, & Flannery K. Male vulnerability to reading
disability is not likely to be a myth: A call for new data. J Learn Disabil. 2005,
38: 109–129.
3. Moll K, Sarah K, Nina N, Jennifer B, Gerd SK. Specific Learning Disorder:
Prevalence and Gender Differences. Netherlands: Utrecht University. 2014.
4. Mercer, Cecil D. & Paige C. Pullen. Students with Learning
Disabilities,Virginia: Merrill/Prentice Hall, 2005.
5. Rusdi, Maslim (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III, 2008, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, Indonesia
6. Oemar, Hamalik. 1983. Metoda Belajar dan Kesulitan – Kesulitan Belajar.
Bandung: Tarsito. 3
7. Shulte-Körne G1. [Specific learning disabilities - from DSM-IV to DSM-5].
Z Kinder Jugendpsychiatr Psychother. 2014 Sep;42(5):369-72; quiz 373-4.
[Article in German; Abstract available in German from the publisher]
8. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., & Grebb, J.A. Sinopsis Psikiatri Edisi 2.
Terjemahan oleh: Widjaja Kusuma. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
Indonesia, 2010.
9. De castro MV, Marcia ASB, Bruno MP, Silvia CMR, Andreia MD. Effect of
Virtual Environment on The Development of Mathematical Skills in Children
with dyscalculasia. United Kingdom: University of Westminster. 2014
10. Liederman J, Kantrowitz L, & Flannery K. Male vulnerability to reading
disability is not likely to be a myth: A call for new data. J Learn Disabil. 2005,
38: 109–129.
11.Elvira, Sylvia dan Gitayanti Hadisukanti. Buku ajar psikiatri. BadanPenerbit
FK UI. Jakarta,2013 pp 173-198
12.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:Infomedika Jakarta 1985.

Anda mungkin juga menyukai