Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas anugrahNya sehingga
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Anak DKB (Diagnosis
Kesulitan Belajar)”. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada Nabi
Muhammad SAW, sebagai suri tauladan sekaligus pencerah dari jalan gelap
gulita menuju jalan yang terang benerang, yakni Addinul Islam. Semoga kita
semua mendapatkan barokah dan syafa’at Beliau di hari akhir nanti.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas
pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis telah berusaha untuk dapat
menyusun makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami
memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa yang jauh dari
kata sempurna.
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi
teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik serta
saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami
untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita
bersama sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesulitan belajar yang dialami individu atau siswa yang belajar dapat
diidentifikasi melalui faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar. Faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari dalam diri siswa
sangat terkait dengan kondisi-kondisi fisiologis dan psikologisnya ketika
belajar sedangkan faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari luar diri
siswa banyak yang bersumber pada kurangnya fasilitas, sebagai salah satu
faktor penunjang keberhasilan aktivitas atau perbuatan belajar.
Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai suatu
ketuntasan materi tidak dapat dilihat hanya pada satu faktor saja, akan tetapi
banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi dalam proses belajar
mengajar.
Faktor yang dapat dipersoalkan adalah siswa yang belajar, jenis kesulitan
yang dihadapi dan kegiatan-kegiatan dalam proses belajar. Jadi, yang
terpenting dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan belajar adalah
menemukan letak kesulitan belajar dan jenis kesulitan belajar yang dihadapi
siswa agar pengajaran perbaikan (learning corrective) yang dilakukan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Proses belajar merupakan hal yang
kompleks, di mana siswa sendiri yang menentukan terjadi atau tidak
terjadinya aktivitas atau perbuatan belajar. Dalam kegiatan-kegiatan
belajarnya, siswa menghadapi masalah-masalah secara intern dan ekstern.
Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka siswa tidak dapat belajar
dengan baik.
Kenyataan lain yang juga harus dihadapi guru adalah meski mereka
menghadapi kelompok kelas dengan umur yang relatif sama tetapi guru tidak
bisa memperlakukan sama terhadap perbedaan karakteristik peserta didik .
Setiap satuan kelas itu berbeda dalam hal motivasi belajar, kemampuan
belajar, taraf pengetahuan, latar belakang, dan sosial ekonomi. Hal ini
1
mengharuskan guru memperlakukan satuan kelas itu dengan pendekatan yang
berbeda. Memahami heterogenitas peserta didik berarti menerima apa adanya
mereka dan merencanakan pembelajaran sesuai dengan keadaannya. Program
pembelajaran di sekolah dasar akan berlangsung efektif jika sesuai dengan
karakteristik peserta didik yang belajar. Sebaliknya, jika pembelajaran
disajikan tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, maka yang
terjadi adalah timbulnya masalah gangguan kesulitan belajar pada peserta
didik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan DKB?
2. Apa yang dimaksud dengan disleksia?
3. Apa yang dimaksud dengan disgrafia ?
4. Apa yang dimaksud dengan diskalkulia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Depdikbud, Modul Diagnostik Kesulitan Belajar (Jakarta: Universitas Terbuka Press, 2008), 53.
2
Dimyanti, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Direktorat Jenderal, 2001), 74.
3
4
3
Ibid., 75.
4
Prayitno, Materi Layanan Pembelajaran (Jakarta: Depdikbud Press, 2004), 81.
5
5
Ibid., 83.
6
Ibid., 84.
6
B. Disleksia
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “dys” yang berarti
“sulit dalam” dan “lex” (berasal dari legein, yang artinya “berbicara”).
Menderita disleksia berarti menderita kesulitan yang berhubungan dengan kata
atau simbol-simbol tulis atau “kesulitan membaca”. Ada nama-nama lain yang
menunjukkan kesulitan membaca yaitu corrective readers dan remedial
readers.
Sedangkan menurut Learner, kesulitan belajar membaca yang berat
sering disebut aleksia (alexia). Istilah dileksia banyak digunakan dalam dunia
kedokteran dan dikaitkan dengan adanya gangguan fungsi neurofisiologis.
Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Marcer mendefinisikan disleksia sebagai
suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dalam
kalimat, mengintregasikan komponen-komponen kata dalam kata dan kalimat
dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan
masa.8
Adapun menurut Orban Dyslexia of the USA disleksia adalah salah satu
dari beberapa ketidakmampuan belajar. Disleksia ditunjukkan dengan
kesulitan dalam aspek-aspek bahasa yang berbeda, termasuk problem
membaca, problem dalam memperoleh kecakapan dalam menulis dan
mengeja. Definisi ini memuat beberapa point, yakni disleksia adalah salah dari
7
Ibid., 86.
8
Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar (Yogyakarta: Nuha Letra, 2010), 153.
7
satu kesulitan belajar, kesulitan dalam fonologi, dan problem mengeja dan
menulis.9
Snowling mendefinisikan disleksia adalah gangguan kemampuan dan
kesulitan yang memberikan efek terhadap proses belajar, diantaranya adalah
gangguan dalam proses membaca, mengucapkan, menulis dan terkadang sulit
untuk memberikan kode (pengkodean) angka ataupun huruf. Disamping itu,
mungkin dapat diidentifikasikan melalui proses kecepatan area dalam otak,
yang menyangkut short-term memory (ingatan jangka pendek), perilaku,
pendengaran, atau persepsi visual, berbicara dan ketrampilan motorik.
Disleksia adalah ketidakmampuan belajar secara neurologis yang menghambat
proses dan penguasaan bahasa.10
Karakteristik disleksia menurut Thomson & Watkins dalam
Abdurrahman mengatakan bahwa disleksia memiliki kesulitan dalam tugas-
tugas berikut:
1. Membaca dan menulis
2. Mengorganisir dan memahami waktu
3. Mengingat urutan nomor dan berkonsentrasi dalam jangka waktu yang
lama
4. Belajar dan memahami ucapan dan tulisan
5. Mengenali dan mengulang kembali tulisan atau ucapan
6. Menemukan dan mengolah informasi tekstual.11
Menurut Mercer ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar
membaca, yaitu berkenaan dengan:
1. Kebiasaan membaca
2. Kekeliruan mengenal kata
3. Kekeliruan pemahaman
4. Gejala-gejala serba aneka
9
Ibid., 155.
10
Hargio Santoso, Cara Memahami & Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta:
Gosyeb Publishing, 2011), 115.
11
Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan ABK jilid 1 (Depok, LPSP3 UI, 2014), 96.
8
14
Ibid., 131.
15
Ibid., 132.
10
C. Disgrafia
Disgrafia berasal dari bahasa yunani berarti kesulitan khusus yang
membuat anak sulit untuk menulis atau mengekspresikan pikiran kedalam
bentuk suatu tulisan dan menyusun huruf-huruf. Disgrafia adalah gangguan
biologis berbasis otoric, dan otak. Lebih khusus lagi, disgrafia adalah masalah
kerja memori. Dalam disgrafia, individu gagal untuk mengembangkan
hubungan normalcantara daerah otak berbeda yang dperlukan untuk menulis,
orang dengan disgrafia mengalami kesulitan dalam mengingat dan secara
otomatis menguasai urutan gerakan otoric yang diperlukan untuk menulis
huruf datau angka.16
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak anak tidak bisa menulis
atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan karena mereka tidak
bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan
motorik halusnya (tangan) untuk menulis.
Disgrafia adalah kekurangan dalam kemampuan menulis, terutama dalam
hal tulisan tangan, tetap juga dalam hal koherensi. Hal ini terjadi terlepas dari
kemampuan untuk membaca, bukan karena gangguan intelektual. Disgrafia
adalah cacat transkripsi, yang berarti bahwa disgrafia adalah gangguan
menulis yang terkait dengan tulisan tangan terganggu, coding ortografi
(otografi, proses penyimpan kata-kata), dan mengurutkan jari (gerakan otot
yang dibutuhkan untuk menulis).17
Orang dengan disgrafia sering dapat menulis pada tingkat tertentu dan
mungkin kurang keterampilan motorik halus, misalnya mereka dapat
menemukan tugas-tugas, seperti mengikat sepatu sulit, tetapi tidak
mempengaruhi semua keterampilan motorik halus. Orang dengan disgrafia
juga sering mengalami kesulitan yang tidak biasa dengan tulisan tangan dan
ejaan yang dapat dapat gilirannya dapat menyebabkan kelelahan menulis.
Umumnya orang dengan dengan disgrafia mereka tidak memliki tata
bahasa dasar dan keterampilan ejaan (misalnya, mengalami kesulitan dengan
16
Jati Rinarki, Pendidikan dan Bimbingan ABK (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), 271.
17
Aphrodita, Panduan Lengkap Orang Tua & Guru untuk Anak Disgrafia (Yogyakarta: Javalitera,
2013), 55.
11
huruf ‘p’,’q’,’b’, dan ‘d;), dan sering akan menulis kata yang salah ketika
mencoba merumuskan pikiran mereka dikertas, kelainan ini umumnya
muncul ketika anak pertama kali diperkenalkan untuk menulis. Orang
dewasa, remaja, maupun anak-anak semua bisa mengalami disgrafa. Anak
yang mengalami disgrafia memiliki kesulitan khusus, yaitu anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pkirannya ke dalam bentuk tulisan karena
mereka tidak bisa menyusun huruf atau kata dengan baik dan
mengoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Jadi dapat
disimpulkan bahwa disgrafia adalah kesulitan khusus dimana,anak-anak sulit
untuk menulis mengekspresikan kata-kata dengan baik.18
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Lambat dalam menulis
2. Menulis dengan huruf yang terbalik, seperti huruf “b” ditulis “d”, huruf
“m” ditulis “w”.
3. Terdapat tidak konsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
4. Saat menulis, pengguna huruf kapital dan huruf kecil masih tercampur.
5. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proposional.
6. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
7. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap, caranya
memegang alat tulis sering terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan
kertas.
8. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu
memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis
9. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proposional.
10.Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh
tulisan yang sudah ada.19
18
Jati Rinarki, Pendidikan dan Bimbingan ABK..., 276.
19
Ibid., 278.
12
20
Hibana Rahman, Bimbingan dan Konseling Pola ABK (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2018), 87.
13
21
Ibid., 89.
22
Patrisia, Diskalkulia (Kesulitan Matematika) (Malang: CV Jaya, 2012), 41.
14
23
Ibid., 43.
24
Akhmadi, Kebijakan Pendidikan Anak di Indonesia (Bandung: PT Media Utama, 2011), 79.
15
25
Ibid., 81.
16
26
Ibid., 83.
17
29
Ibid., 67.
30
Ibid., 68.
19
31
Iftayani Azhari, Gangguan Belajar Diskalkulia (Medan: PT Tiga Press, 2016), 31.
32
Ibid., 32.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, Kebijakan Pendidikan Anak di Indonesia. Bandung: PT Media Utama,
2011.
Aphrodita, Panduan Lengkap Orang Tua & Guru untuk Anak Disgrafia.
Yogyakarta: Javalitera, 2013.
Azhari, Iftayani, Gangguan Belajar Diskalkulia. Medan: PT Tiga Press, 2016.
Depdikbud, Modul Diagnostik Kesulitan Belajar. Jakarta: Universitas Terbuka
Press, 2008.
Dimyanti, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal, 2001.
Gunadi, Tri, Kurikulum Bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar.
Jakarta: Penebar Plus, 2009.
Mangunsong, Frieda, Psikologi dan Pendidikan ABK jilid 1. Depok, LPSP3 UI,
2014.
Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Nuha Letra, 2010.
Patrisia, Diskalkulia (Kesulitan Matematika). Malang: CV Jaya, 2012.
Prayitno, Materi Layanan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud Press, 2004.
Rahman, Hibana, Bimbingan dan Konseling Pola ABK. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2018.
Rinarki, Jati, Pendidikan dan Bimbingan ABK. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2017.
Santoso, Hargio, Cara Memahami & Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Gosyeb Publishing, 2011.
Zein, Muhammad, Prespektif Gender dalam Pembelajaran Matematika. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014.
21