Anda di halaman 1dari 10

LEARNING DISABILITY

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Psikologi Pendidikan
Semester Ganjil 2022/2023

Dosen Pengampu:
Sukma Adi Galuh Amawidyati S.Psi., M.Psi.

Disusun Oleh:
- Siti Nuroniah Magreth Febriola Haryanto (1511422146)
- Amalia Wada Sabillah (1511422153)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya yang diberikan kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu. Makalah yang kami susun ini berisi penjelasan mengenai
“Learning Disability” pada psikologi pendidikan.

Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Sukma selaku dosen mata kuliah Psikologi
Pendidikan yang telah memberikan bimbingan dan pengajarannya kepada kami sehingga
kami dapat mengerjakan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna, namun besar harapan kami untuk menerima kritik, saran, maupun masukan
supaya dalam penyusunan makalah yang selanjutnya kami dapat memberikan hasil yang
lebih baik.

Semarang, 7 September 2023

DAFTAR ISI

ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..............................................................................................................................2
2.1 Pengertian Learning Disability atau Gangguan pada Belajar................................................2
2.2 Gejala Learning Disability.....................................................................................................2
2.3 Instrumen Asesmen Diagnosis Learning Disability...............................................................3
2.4 Faktor Demografi dan Durasi Gangguan...............................................................................3
2.5 Komorbiditas yang Diasosiasikan dengan Learning Disability.............................................4
2.6 Pengobatan dan Hasil.............................................................................................................5
BAB III............................................................................................................................................6
KESIMPULAN................................................................................................................................6
DAFTAR.........................................................................................................................................7
PUSTAKA.......................................................................................................................................7

BAB I
PENDAHULUAN

iii
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya
berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari
belajar. Belajar bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu
hasil karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan
berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu learning disability?
2. Bagaimana gejala dari learning disability?
3. Apa saja instrumen untuk melakukan asesmen diagnosis learning disability?
4. Apa saja faktor demografis yang mempengaruhi learning disability?
5. Komorbiditas apa yang diasosiasikan dengan learning disability?
6. Bagaimana proses dan hasil pengobatan yang diupayakan untuk mengatasi learning
disability?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari learning disability.
2. Mengetahui apa saja gejala learning disability.
3. Mengetahui instrumen untuk melakukan asesmen diagnosis learning disability.
4. Mengetahui faktor demografis dan durasi dari learning disability.
5. Mengetahui komorbiditas apa yang sering diasosiasikan dengan learning disability.
6.Mengetahui bagaimana pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi learning disability
dan bagaimana hasilnya.

BAB II
PEMBAHASAN

iv
2.1 Pengertian Learning Disability atau Gangguan pada Belajar
Learning disability atau gangguan pada proses belajar merupakan suatu gangguan
disfungsi otak yang mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis
ataupun menyimpan sebuah informasi. Learning disability biasanya banyak dihadapi oleh anak-
anak terutama pada awal pendidikan sekolah dasar. Anak yang memiliki gangguan belajar dapat
mengalami hambatan-hambatan di dalam kegiatan belajar, seperti gangguan membaca
(disleksia), gangguan menulis (disgrafia), gangguan berhitung (diskalkulia), atau kesulitan
belajar non-verbal sehingga sang anak tidak mampu mencapai prestasi akademik yang baik.
Seorang anak yang memiliki learning disability bisa saja mempunyai tingkat
intelegensi yang sama atau bahkan melebihi jika dibandingkan dengan teman sebayanya,
tetapi mungkin memang memerlukan usaha yang lebih untuk belajar supaya dapat
mendapatkan hasil yang yang sama dengan teman sebayanya. Anak-anak dengan learning
disability yang tidak diterapi dapat mempengaruhi kepercayaan diri mereka. Oleh karena
itu anak-anak yang memiliki learning disability ini harus ditangani dan diawasi oleh
orang yang mengerti akan hal ini.

2.2 Gejala Learning Disability

Menurut DSM-5, diagnosis gangguan belajar tertentu meliputi gejala-gejala berikut:

1. Kesulitan yang terus-menerus dalam keterampilan membaca, menulis, berhitung, atau


penalaran matematis selama tahun-tahun sekolah formal. Gejalanya mungkin termasuk
pembacaan yang tidak akurat atau lambat dan susah payah, ekspresi tertulis yang buruk
dan kurang jelas, kesulitan mengingat fakta bilangan, atau penalaran matematis yang
tidak akurat.

2. Keterampilan akademis saat ini harus jauh di bawah kisaran skor rata-rata dalam tes
membaca, menulis, atau matematika yang sesuai dengan budaya dan bahasa. Oleh karena
itu, penderita disleksia harus membaca dengan susah payah dan tidak dengan cara yang
sama seperti pembaca pada umumnya.

3. Kesulitan belajar dimulai pada usia sekolah.

4. Kesulitan individu tidak boleh lebih baik dijelaskan oleh gangguan perkembangan,
neurologis, sensorik (penglihatan atau pendengaran), atau motorik dan harus secara
signifikan mengganggu prestasi akademik, kinerja pekerjaan, atau aktivitas kehidupan
sehari-hari (APA, 2013).

2.3 Instrumen Asesmen Diagnosis Learning Disability

v
Sejumlah instrumen terstandarisasi tersedia untuk penilaian learning disability. Untuk
mengukur kemampuan kognitif, seperti skala kecerdasan Wechsler umumnya digunakan untuk
hal ini. Pengukuran lainnya yang sering digunakan yaitu Woodcock-Johnson IV, Wechsler
Individual Achievement Test II, dan Wide Range Achievement Test III. terdapat juga beberapa
tes khusus, seperti tes komprehensif pemrosesan fonologis dan penilaian kefasihan sperti tes
efisiensi membaca kata.
Hasil penilaian dari beberapa tes di atas nantinya akan membantu untuk mendiagnosis,
perencanaan intervensi, dan mengidentifikasi kondisi atau masalah komorbiditas tambahan yang
mungkin saja mengganggu jalannya pengobatan. Anak-anak yang tumbuh dalam budaya yang
berbeda harus dinilai dengan instrumen yang berbeda. Jadi instrumen ini nantinya akan
disesuaikan kembali dengan budaya dimana sang anak dengan learning disability berada.

2.4 Faktor Demografi dan Durasi Gangguan


A. Umur
Survei Wawancara Kesehatan Nasional (NHIS) memperkirakan prevalensi LD yang
dilaporkan orang tua antara tahun 1997 hingga 2008 adalah 5 persen pada anak usia 3 hingga 10
tahun, dan 9,3 persen pada anak usia 11 hingga 17 tahun (Boyle dkk., 2011). LD adalah suatu
kondisi yang berlangsung seumur hidup dan kemungkinan besar tidak akan teratasi setelah
seorang anak lulus, meskipun banyak orang belajar untuk berhasil mengakomodasi LD mereka.

B. Jenis Kelamin
Berbagai sumber menunjukkan bahwa tingkat LD lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa untuk anak usia 6
hingga 17 tahun, 2,8 persen laki-laki menderita LD, sedangkan 1,6 persen perempuan
menderita LD. Data IDEA juga menunjukkan bahwa 66 persen siswa yang teridentifikasi
menderita LD adalah laki-laki. NHIS secara konsisten menunjukkan bahwa laki-laki
lebih mungkin didiagnosis menderita LD oleh sekolah atau profesional kesehatan
dibandingkan perempuan (Pastor dan Reuben, 2008). Survei NHIS memperkirakan
prevalensi ketidakmampuan belajar yang dilaporkan orang tua antara tahun 1997 hingga
2008 di kalangan anak laki-laki (3-17 tahun) adalah sekitar 9 persen, dan di kalangan
anak perempuan sebesar 5 persen (Boyle et al., 2011). Namun, ketika identifikasi tidak
bergantung pada identifikasi guru dan laporan orang tua, melainkan pada penilaian
kognitif langsung terhadap anak, maka prevalensi laki-laki dan perempuan hampir setara.
Guru dapat menggunakan perilaku laki-laki yang lebih aktif dan berpotensi mengganggu
sebagai faktor rujukan siswa untuk evaluasi (Shaywitz, 1990).
C. Ras atau Etnis
Kesenjangan ras telah diamati dalam tingkat LD di antara anak-anak dalam
beberapa penelitian, namun tidak pada penelitian lain. Menurut data NHIS, prevalensi LD
pada anak-anak berkulit hitam umumnya lebih tinggi dibandingkan prevalensi LD pada
anak-anak berkulit putih atau Hispanik; pada tahun 2010, misalnya, prevalensi LD pada
anak usia sekolah adalah 1,7 persen pada anak kulit putih non-Hispanik, 1,9 persen pada
vi
anak kulit hitam non-Hispanik, 0,9 persen pada anak Asia, dan 1,2 persen pada anak
Latin/Hispanik. Menurut Survei Kesehatan Anak Nasional (NSCH) tahun 2011/2012,
perkiraan prevalensi LD ringan berdasarkan ras adalah 3,4 persen pada anak-anak
Hispanik, 4,4 persen pada anak-anak kulit putih, 3,9 persen pada anak-anak kulit hitam
non-Hispanik, dan 3,6 persen pada anak-anak lain. anak-anak non-Hispanik. Perkiraan
prevalensi LD berat menurut ras menurut NSCH adalah 3,8 persen untuk anak-anak
Hispanik, 3,9 persen untuk anak-anak kulit putih non-Hispanik, 5,7 persen untuk anak-
anak kulit hitam non-Hispanik, dan 3,2 persen untuk anak-anak non-Hispanik lainnya.
Variasi tingkat LD berdasarkan ras harus ditafsirkan secara hati-hati. Bahkan setelah
memperhitungkan pengaruh status sosial ekonomi, terdapat beberapa bukti bahwa bias
tes dan bias diagnostik berkontribusi terhadap disparitas yang diamati antara kategori ras
atau etnis dalam identifikasi anak-anak dengan LD (Coutinho et al., 2002; Jencks dan
Phillips, 1998).
D. Status Sosial Ekonomi
Perbedaan angka LD berdasarkan ras dan etnis harus mempertimbangkan peran
kemiskinan. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa risiko LD lebih tinggi pada
anak-anak miskin. Data nasional AS pada tahun 2010 menunjukkan bahwa untuk anak-
anak usia 5 hingga 17 tahun, prevalensi LD adalah 2,6 persen pada anak-anak di bawah
garis kemiskinan federal (FPL), sedangkan prevalensi LD adalah 1,5 persen pada anak-
anak yang berada di atas garis kemiskinan. Hasil NSCH tahun 2011/2012 menunjukkan
adanya hubungan langsung antara kemiskinan dan angka LD parah. Angka prevalensi LD
berat pada anak di rumah tangga dengan FPL 0 hingga 99 persen adalah 6,7 persen, pada
FPL 100 hingga 199 persen adalah 4,2 persen, pada FPL 200 hingga 299 persen adalah
3,3 persen, dan pada FPL 400 persen atau lebih tinggi adalah 2,6 persen.

2.5 Komorbiditas yang Diasosiasikan dengan Learning Disability


Learning disability sering kali dikaitkan dengan kondisi tertentu lainnya, dan penting
untuk mempertimbangkan kondisi ini dalam menilai gangguan dan merencanakan intervensi.
Pengenalan terhadap kesulitan-kesulitan terkait hal ini bervariasi tergantung pada usia sang anak
dan juga tingkat keparahan serta luasnya masalah belajar. Biasanya learning disability terjadi
pada saat anak masuk sekolah, namun learning disability bisa saja didahului oleh adanya
keterlambatan bahasa yang dapat meningkatkan resiko terjadinya learning disability.
Learning disability juga dikaitkan secara kompleks dengan berbagai masalah lain,
termasuk gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Untuk anak-anak dengan
kesulitan yang lebih besar, kegagalan sekolah yang berulang-ulang mungkin saja
berhubungan dengan timbulnya kecemasan dan depresi pada masa kanak-kanak dan
remaja. Mungkin juga adanya peningkatan resiko perundungan. Meskipun kesulitan
belajar sering kali tetap ada hingga dewasa, banyak individu yang mampu
mengembangkan strategi kompensasi dan dapat melakukan aktivitas dengan baik saat
dewasa. Learning disability umumnya dikaitkan dengan banyaknya kondisi medis, seperti

vii
kondisi genetik dan bawaan memiliki learning disability sebagai temuan fenotip yang
sering kali terjadi.

2.6 Pengobatan dan Hasil


Banyak strategi intervensi dan akomodasi yang berbeda kini tersedia dan dapat
membantu anak-anak, remaja, dan orang dewasa dengan LD. Tidak peduli seberapa
cerdas seseorang yang menderita disleksia, disleksia akan menghambat kefasihan,
sehingga individu tersebut memerlukan waktu ekstra untuk menyelesaikan tugas
membaca dan menulis serta mengerjakan ujian. Ada juga berbagai bentuk bantuan yang
dapat digunakan untuk mengakomodasi individu-individu ini, mulai dari teknologi
rendah hingga teknologi sangat tinggi, misalnya alat bantu visual, jadwal, perangkat
lunak organisasi, dan perangkat lunak text-to-speech.

Perencanaan pengobatan harus komprehensif, mengatasi kelemahan dan juga


mengenali kelebihannya. Kisaran layanan yang diberikan di sekolah dapat bervariasi dari
tingkat dukungan yang sangat intensif, misalnya intervensi individual atau kelas
pendidikan khusus, hingga dukungan yang kurang intensif, seperti bantuan tambahan di
kelas umum atau pekerjaan rumah dan bimbingan belajar khusus. Dukungan sering juga
diberikan melalui rencana pembelajaran khusus, dengan individu dikelompokkan
berdasarkan tingkat prestasi, dan penilaian yang sering dilakukan serta keterlibatan guru
yang lebih intensif. Modifikasi dalam lingkungan kelas—misalnya, dalam penempatan
anak, modifikasi dalam pekerjaan rumah, modifikasi persyaratan ujian, atau waktu
tambahan dalam ujian—dapat membantu. Sumber daya elektronik dan lainnya, seperti
penggunaan komputer dengan pemeriksaan ejaan, text-to-speech atau pidato-ke-teks, dan
permainan khusus serta materi pembelajaran, juga digunakan. Hanya ada sedikit data
mengenai keefektifan prosedur-prosedur ini di kelas reguler.

Bagi siswa yang memenuhi syarat, penyediaan dukungan ruang sumber daya atau
kelas khusus serta rencana pendidikan individual sering kali merupakan pendekatan yang
paling membantu. Penting bagi sekolah untuk fokus pada bidang kekuatan dan
kelemahan, misalnya membantu anak berprestasi di bidang olahraga atau musik serta
bidang akademik tradisional (Shaywitz, 1990).
Pendekatan pengobatan lainnya berkaitan dengan mengatasi apa yang dianggap sebagai masalah
mendasar dalam pemrosesan informasi, seperti perhatian. LD sering kali menghadirkan
tantangan pada anak di bidang lain, termasuk interaksi dengan teman sebaya. Dukungan terhadap
program-program di bidang ini, serta tantangan akademis yang lebih spesifik, dapat membantu.
Meskipun banyak individu dengan kesulitan belajar menjalani kehidupan yang aktif dan
produktif saat dewasa, ada pula yang mengalami tantangan belajar yang menyebabkan penarikan
dini dari sekolah dan rendahnya tingkat pencapaian pekerjaan.

viii
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut, kami dapat menyimpulkan bahwa learning disability


merupakan gangguan yang biasanya terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar. Anak-anak
tersebut pun membutuhkan perhatian khusus dari orang-orang disekitarnya, supaya mereka dapat
berkembang seperti teman sebayanya dengan baik. Untuk dapat mengetahui apakah sang anak
mengidap learning disability pun juga tidak sembarangan, tetapi harus melewati beberapa proses
atau tahapan tes untuk memastikan apakah sang anak benar-benar mengalami learning disability.
Oleh karena itu, ada baiknya orang tua memeriksakan tumbuh kembang anak secara rutin, guna
mengetahui hal-hal seperti kasus ini supaya dapat ditangani sedini mungkin.

ix
DAFTAR
PUSTAKA

Suherti, B. (2023, January 17). Learning disorder ( Mengenal Kesulitan Belajar . Bag.2 ).
Gurusiana.

Raharjo, Trubus., Kawuryan, Fajar., Nur Ahyani, Latifah. (2011). Identifikasi Learning
Disability pada Anak Sekolah Dasar. Medianeliti.com

Anda mungkin juga menyukai