Anda di halaman 1dari 18

Jenis-Jenis Kesulitan Belajar

(Learning Disability dan Syndrom)

Di Dusun Oleh : Kelompok 7

Nury Jannaty (210201053)

Faradilla Syahrinaz (210201066)

Elis Mariana (210201161)

Dosen Pengampu: Hadini, S. Ag., M.Ag.

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Diagnosis Kesulitan
Belajar dengan judul “Jenis-Jenis Kesulitan Belajar (Learning Disability dan
Syndrom)”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa banyak khususnya kepada
para pembacanya.

Banda Aceh, 15 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C.Tujuan Masalah ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3


A. Kesulitan Belajar (Learning Disability) ............................................................... 3
B. Kesulitan Belajar (Syndrom) ............................................................................... 9
C. Mendiagnosis Kesulitan Belajar .......................................................................... 12

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 14


A. Kesimpulan .......................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam pendidikan, anak memiliki perbedaan dalam perkembangan yang
dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi. Meskipun setiap
anak mempunyai perbedaan, tetapi mereka juga mempunyai kesamaan yaitu
sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang anak,
maka yang perlu dilihat adalah dirinya sebagai anak-anak bukan label kesulitannya.
Dengan kata lain lihatlah anak itu dari sudut pandang positif dan adanya harapan
bahwa anak akan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Sudut pandang inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap
optimis dan tidak pernah menyerah.
Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran.
Ketika pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang dihitungkan
adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan anak. Apabila hal itu
dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada apa yang
dibutuhkan oleh seorang anak. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi
pendidikan antara lain untuk memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya
sendiri secara optimal sejalan dengan potensi yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan lerning disability ?
2. Apa saja karakteristik lerning disability ?
3. Apa saja jenis-jenis lerning disability ?
4. Apa saja faktor-faktor lerning disability ?
5. Apa saja jenis-jenis syndrome yang mempengaruhi kesulitan belajar ?
6. Bagaimana cara mendiagnosis kesulitan belajar ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian learning disability

1
2. Untuk mengetahui karakteristik learning disability
3. Untuk mengetahui jenis-jenis learning disability
4. Untuk mengetahui faktor-faktor learning disability
5. Untuk mengetahui jenis-jenis syndrome yang mempengaruhi kesulitan
belajar
6. Untuk mengetahui cara mendiagnosis kesulitan belajar

2
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Kesulitan Belajar (Learning Disability)


1. Pengertian Learning Disability
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Leraning
disability" yang memiliki arti ketidak mampuan belajar. Kata disability
diterjemahkan "kesulitan" untuk memberikan kesan optimis bahwa anak
sebenarnya masih mampu untuk belajar. Kesulitan belajar merupakan beragam
gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena
faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. 1
The Nasional Joint Committee Learning Disabilities (NJCLD),
mendefinisikan kesulitan belajar sebagai sekelompok kesulitan yang
dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan nyata dalam kemahiran dan penggunaan
kemampuan, untuk mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, berhitung,
berbahasa, sampai kepada kemampuan persepsi motorik.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan
belajar (Learning Disabilities) adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang
ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan belajar.
Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik disebabkan oleh
problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis lain, sehingga
prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi dan usaha yang dilakukan.

2. Karakteristik Lerning Disability


Kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama 2, yaitu :
a. Gangguan internal

1 Siti Urbayatun, Laila Fatmawati, dkk, Kesulitan Bealajar dan Gangguan Psikologis
Ringan pada Anak, (Yogyakarta: K-Media), h. 6.
2
Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar), (Jakarta: Rinerka Cipta).

3
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang
berasal dari dalam anak itu sendiri.
b. Kesenjangan antara potensi dan prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi
normal, bahkan beberapa di antaranya di atas rata-rata. Namun
demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang
rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata
antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya.
c. Tidak adanya gangguan fisik dan/atau mental
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki
gangguan fisik dan/atau mental.

3. Jenis-Jenis Learning Disability


Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok yaitu:
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities)
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup
gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan
kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.
1) Kesulitan Berbahasa (Disphasia)
Kesulitan dalam berbicara atau berbahasa ini, sering menjadi indikasi awal
bagi kesulitan belajar yang dialami anak. Tanda kesulitan ini, lebih banyak
dipengaruhi oleh ketidakseimbangan kognitif. Membedakan bunyi bicara,
pembentukan konsep, memahami dan transformasi semantik, mengklarifikasi kata,
kemampuan menilai, produksi bahasa, sampai pada proses pragmatik dan memori.
Berdasarkan definisi gangguan ini, ciri-ciri spesifiknya, sebagai berikut:
• Keterlambatan dalam hal pengucapan bunyi bahasa
Anak atau siswa yang mengalami gangguan ini biasanya mengalami masalah
dalam hal pengucapan sesuatu dengan tepat. Sebagai contoh, pada umur 6
tahun Atik masih mengucapkan kata “lakus” yang seharusnya berbunyi “rakus”

4
dan “lesah” untuk “resah”. Keterlambatan perkembangan pengucapan,
sebenarnya sesuatu yang umum terjadi. 10% anak di bawah usia 8 tahun
mengalami kesulitan ini. Untungnya, kesulitan pengucapan dapat diatasi
sepenuhnya dengan mengikuti terapi bicara (wicara).
• Keterlambatan dalam hal mengekspresikan pikiran atau gagasannya melalui
bahasa yang baik dan benar
Sebagian anak yang menderita kesulitan berbahasa (disphasia), biasanya juga
mengalami kesulitan dalam mengekspresikan dirinya saat bicara. Kesulitan
semacam ini disebut juga keterlambatan kemampuan untuk berbahasa dengan
baik dan benar. Tetapi tentu saja gangguan perkembangan berbahasa ini dapat
timbul dalam wujud yang lain. Sebagai contoh, seorang anak berumur 4 tahun
yang hanya dapat mengucapkan dua frase saja, dan seorang anak lain yang
telah berusia 6 tahun tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang sederhana
sekalipun, dapat pula digolongkan sebagai anak yang mengalami kesulitan
dalam hal berbahasa.
• Keterlambatan dalam hal pemahaman bahasa
Sebagian anak atau siswa, menemui kendala dalam mencerna apa yang
diucapkan orang lain (baik gurunya sendiri, teman atau orang tuanya). Kendala
ini terjadi ketika otak mereka berada pada frekuensi yang berbeda, dan sistem
penerimaannya sedang tidak berfungsi atau lemah. Sebagai contoh, seorang
anak yang tidak mampu merespon ketika namanya dipanggil, atau seorang
siswa ketika di kelas yang memberikan penggaris ketika ada yang meminta
pensil padanya. Hakekatnya, pendengaran mereka normal tetapi tidak dapat
memberikan respon yang baik dan benar terhadap suara, kata-kata, atau kalimat
yang didengar. Mereka tampaknya tidak memperhatikan apa yang orang lain
katakan pada mereka. Hal ini terjadi, karena mengucapkan atau
mengekspresikan sesuatu dan memahami apa yang dikatakan orang lain
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Karenanya, orang yang mengalami
masalah dalam memahami bahasa juga mengalami masalah dalam
mengekspresikannya.

5
2) Gangguan Motorik (dispraksia)
Gangguan motorik adalah gangguan pada integrasi auditori-motor (clumsy)
yang ditandai dengan gangguan motorik kasar, aktivitas berjalan, balok
keseimbangan, motorik kasar, loncat, lari cepat, stand up dan lain sebagainya.
Gangguan motorik halus, melempar, menangkap, melipat, menempel. Serta
gangguan penghayatan dan kesadaran tubuh, laiknya ekspresi wajah, permainan
pantomim, menunjuk bagian tubuh dan lain-lain.
Cara kerja motorik manusia, menurut Richard Haier, guru besar saraf dari
Universitas California di Irvine, lebih banyak difungsikan oleh daerah lymbic
temporal (pada pria) dan cyngulatagyrus (pada wanita). Sehingga, anak atau
individu bisa mengalami gangguan dispraksia, bila terjadi ketidakseimbangan
diantara keduanya. Disamping pola kreativitas, penyembuhan, pemecahan masalah,
sampai kepada menikmati hubungan yang sempurna, yang sepenuhnya ada pada
kerja otak kanan.

3) Gangguan Persepsi (dispersepsi)


Persepsi adalah pekerjaan otak. Bila sensasi (masuknya informasi melalui
panca indra), terjadi pada ujung-ujung saraf, maka persepsi terjadi pada pusatnya,
di otak. Mungkin ini pekerjaan paling berat dari otak, karena persepsi membentuk
pikiran dan cara berpikir. Komponen paling penting dari berpikir adalah
mempersepsi. Otak tidak saja mempersepsi informasi yang masuk via panca indra
(artinya, objek itu betul-betul ada), tetapi juga untuk objek yang tidak ada, di sini
dan pada saat ini. Otak, melalui sel kerja saraf, sirkuit saraf dan neurontransmiter
“menangkapnya” untuk dipahami (dipersepsi).
Ketika individu mendengar suara maka yang terlibat adalah mulai dari saraf
pendengaran (saraf VIII, saraf auditoris), area pendengaran di kulit otak dua sisi
kepala, daerah-daerah pemahaman bahasa, daerah asosiasi, daerah motoris dan
persarafan permukaan tubuh. Inilah cara kerja otak manusia sampai kepada persepsi
yang dibakukan. Dapat diasumsikan, jika mekanisme otak diatasada salah satu
yangterlewati dari kerja otak individu, maka hampir dipastikan diasedang
mengalami gangguan dalam mempersepsi, baik persepsivisual dan auditori.

6
4) Gangguan Memori (dismemory)
Penderita kesulitan belajar juga mengalami kesulitan dalam mengingat.
Mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi sehingga dapat disimpan
dalam memori jangka panjang. Sebagai contoh, siswa penderita keterlambatan
balajar akan "belajar" dengan menatap buku catatan atau membaca daftar kata-kata
sukar terus-menerus, di mana hal ini merupakan strategi belajar yang kurang efektif.
Akibatnya, kesulitan dalam mengingat juga akan berpengaruh pada memori jangka
panjang seseorang ketika ia harus menemukan serta mengingat hal dalam waktu
singkat.

5) Gangguan Metakognis (dismetakognition)


Penderita kesulitan belajar, juga memiliki peluang untuk menderita
kelemahan dalam bidang metakognisi, yakni kesadaran tentang bagaimana individu
berpikir serta memantau apa yang dipikirkannya. Hasil riset menyatakan bahwa
penderita kesulitan belajar yang tidak mengetahui strategi kognitif efektif agar
sanggup menerima, mengolah, menyimpan, serta memperlihatkan bahwa ia
mengalami suatu informasi. Kelemahan dalam bidang ini pada akhirnya, akan
memengaruhi kemampuan mereka untuk menerapkan suatu strategi dalam tempat
serta waktu yang tepat. Demikian halnya dengan keahlian mereka dalam memilih
serta memantau penerapan strategi itu

b. kesulitan belajar akademik (academic learnming disabilities).


Kesulitan belajar menurut Ika Maryani, dapat dibagi menjadi tiga jenis 3
yaitu:
1) Kesulitan membaca atau Dysleksia Learning merupakan salah satu
kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Kesulitan membaca ini
dapat disebabkan oleh gangguan pada daya ingat yang dimiliki peserta
didik dalam memproses serta mengelola informasi yang sedang dibaca.

3
Ika Maryani dkk, Model Intervensi Gangguan Kesulitan Belajar, Yogyakarta: K-Media,
2018)

7
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah
dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau siswa tidak lancar atau
ragu-ragu dalam membaca, membaca tanpa irama (monoton), sulit
mengeja, kekeliruan mengenal kata, penghilangan, penyisipan,
pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentak-
sentak, kesulitan memahami, tema paragraf atau cerita, banyak keliru
menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan, serta pola membaca
yang tidak wajar pada anak.
2) Kesulitan belajar menulis atau Dygraphia Learning, kesulitan belajar ini
dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak mengakibatkan kesulitan ketika
peserta didik sudah memasuki sekolah dasar. Karena saat sudah memasuki
usia sekolah, menulis membutuhkan kemampuan yang lebih lanjut dari
pada membaca.
Aktivitas menulis, sebenarnya lebih banyak digerakkan oleh kerja otak kiri
(left himespher), begitu juga pengenalan huruf, kata, linier dan angka,
yang menghasilkan produk berpikir rasional. Bila pemungsian otak kiri
dilakukan dengan baik (dengan banyak berlatih, atau senam otak), dan
tidak ada tanda-tanda patologis, hampir dapat dipastikan bahwa kesulitan
menulis tidak akan terjadi pada anak.
3) Kesulitan membaca menghitung atau Diyscalculia Learning merupakan
gangguan perkembangan yang terjadi dalam ketarmpilan aritmatika atau
matematika. Kesulitan berhitung ini dapat mempengaruhi prestasi
akademik dan juga dapat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari.
Berhitung melibatkan pengenalan angka-angka, pemahaman berbagai
simbol matematis, mengingat berbagai fakta seperti tabel perkalian, dan
pemahaman konsep-konsep abstrak seperti nilai tempat dan pecahan. Hal
seperti ini mungkin terasa sulit bagi anak-anak penderita diskalkulia.

4. Faktor-Faktor Learning Disability


Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap learning disability dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal.

8
a. Faktor internal
• Genetik: Faktor keturunan dapat memainkan peran dalam learning
disability. Anak-anak dengan orang tua atau saudara kandung yang
memiliki learning disability lebih berisiko untuk mengalaminya
sendiri.
• Neurologis: Perbedaan dalam struktur dan fungsi otak dapat
memengaruhi kemampuan belajar seseorang.
• Kesulitan pemrosesan: Kesulitan dalam memproses informasi,
seperti memori, pendengaran, bahasa, atau visual, dapat
menyebabkan learning disability.
b. Faktor eksternal
• Kemiskinan: Kurangnya akses ke pendidikan, sumber daya, dan
layanan kesehatan dapat meningkatkan risiko learning disability.
• Malnutrisi: Kurangnya nutrisi penting dapat memengaruhi
perkembangan otak dan kemampuan belajar.
• Psikososial: Masalah emosional, trauma, dan stres dapat
mengganggu belajar.
• Instruksi yang tidak memadai: Pengajaran yang tidak sesuai dengan
kebutuhan individu dapat menyebabkan learning disability.
Ahli lain menyebutkan bahwa penyebab terjadinya kesulitan belajar
adalah disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: faktor organic dan biologis
(organic dan biological factors), faktor genetika (genetic factors), dan
faktor lingkungan (environmental factors). 4

B. Kesulitan Belajar (Syndrom)


Sindron (syndrome) berarti suatu kondisi di mana seorang individu
mengalami hambatan dalam proses belajarnya yang disebabkan oleh sindrom atau
kumpulan gejala tertentu. Sindrom ini dapat berupa kelainan neurologis, psikologis,

4FKIP UKI, Kesulitan Belajar (Konsep Dasar, Gejala, dan Efek Sosial Psikologisnya) dan
Teknik Pengumpulan Data dan Asesment, 2020

9
atau perkembangan yang memengaruhi kemampuan belajar individu. Yang
termasuk ke dalam learning disability adalah dyslexia, dysgraphia, dyscalculia. 5
Sindrom yang dapat mempengaruhi pembelajaran yaitu :
1. Down Syndrom
Down syndrome merupakan sebuah kelainan genetik yang secara tampak
mengakibatkan seorang anak memiliki wajah dan ciri-ciri fisik lain yang khas.
Selain bentuk fisik Down syndrome juga memengaruhi aspek-aspek lainnya dalam
kesehatan seperti meningkatnya resiko kelainan jantung bawaan, permasalahan
penglihatan dan pendengaran, dsb. 6
Selain itu juga, Down syndrome juga dapat berpengaruh terhadap
pembelajaran. Anak-anak dengan Down syndrome seringkali mencapai milestones
tumbuh kembang lebih lambat dari teman-teman sebayanya. Gangguan kognitif
memang umum bagi para penyandang Down syndrome, tetapi jarang sampai
tingkat parah (kebanyakan ringan sampai sedang).
Down syndrome juga dapat berpengaruh terhadap pembelajaran. Anak-anak
dengan Down syndrome seringkali mencapai milestones tumbuh kembang lebih
lambat dari teman-teman sebayanya. Gangguan kognitif memang umum bagi para
penyandang Down syndrome, tetapi jarang sampai tingkat parah (kebanyakan
ringan sampai sedang). 7

2. Spektrum Autisme
Kemampuan belajar anak dengan spektrum autisme berbeda dengan anak
pada umumnya. Anak autisme memiliki berbagai kesulitan belajar yang tidak
dialami oleh anak non disabilitas.
Dosen pendidikan khusus di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Dr.dr.
Riksma Nurakhmi, M.Pd, menyampaikan beberapa kesulitan belajar yang dapat
dihadapi anak autisme sebagai berikut:

5
Fitrawan Umar, Peranan Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik,
h. 19
6https://kidshealth.org/en/parents/down-syndrome.html (diakses pada tanggal 18 Maret
2024)
77
https://www.down-syndrom.org/en-gb/about-down-syndrome/development/(diakses
pada tanggal 18 Maret 2024)

10
1) Tidak dapat belajar melalui pengalaman sosial
2) Sulit untuk menirukan sesuatu secara spontan
3) Tidak mampu belajar melalui teman sebaya
4) Tidak mampu memahami bahasa tubuh
5) Hanya memproses informasi visual tanpa memproses informasi auditori
6) Terpaku pada perilaku repetitif dan kehilangan kesempatan untuk menggali
informasi baru
“Kalau teman di kelasnya melakukan sesuatu ya kita jangan menganggap
‘kan yang lain juga ngerjain harusnya ikutin dong’ enggak bisa karena anak autisme
enggak ada kemampuan itu,” kata Riksma dalam seminar daring Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) ditulis Selasa
(8/3/2022).8

3. Attention Deficit Hiperaktivity Disorder (ADHD)


Didefinisikan sebagai anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian,
tidak dapat menerima implus-implus dengan baik, suka melakukan gerakan-
gerakan yang tidak terkontrol, dan menjadi lebih hiperaktif. Adapun kriteria anak
hiperaktif pada masa sekolah adalah sebagai berikut:
• Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian (defisit dalam
pemusatan perhatian), sehingga anak tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan kepadanya secara baik
• Mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar dirinya.
• Tidak dapat duduk tenang walaupun dalam batas waktu lima menit dan suka
bergerak serta selalu tampak gelisah, Sering mengucapkan kata-kata
spontan (tidak sadar dan cenderung negatif),
• Sering melontarkan pertanyaan yang tidak bermakna kepada guru selama
pelajaran berlangsung,

8
www-liputan6-com.cdn.ampproject.org (diakses padatanggal 20 Maret 2024 )

11
• Tidak mengikuti petunjuk atau gagal dalam menyelesaikan pekerjaan
sekolah (sering tidak mengerjkan PR, ulangan harian tugas atau takut
mengahadapi ujian)
• Sering menghindar, tidak suka atau enggan terlibat dalam pekerjaan sehari-
hari yang dinilai membebani.

C. Mendiagnosis Kesulitan Belajar


Mendiagnosis kesulitan belajar diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk
menemukan kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan menentukan cara
untuk mengatasinya dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kegiatan belajar. 9
Sugihartono berpendapat bahwa ketidakmampuan belajar dapat diatasi dengan
menawarkan dukungan dalam bentuk program remedial atau instruksi remedial,
layanan nasihat dan konseling, dan merujuk siswa ke profesional dengan
pengalaman Mengatasi ketidakmampuan belajar.10
Menurut Rohmalia Wahab, terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan
untuk menaggulangi kesulitan belajar peserta didik seperti berikut ini: 11
1) Pengumpulan data, dilakukan melalui pengamatan secara langsung dengan
obyek yang bermasalah.
2) Pengelolaan data, setelah data dikumpulkan kemudian diolah secara tepat
dengan cara identifikasi kasus, analisis data, serta menarik kesimpulan.
3) Diagnosis, berarti keputusan menganai hasil pengelolaan data.
4) Prognosis, berarti penyusunan program kegiatan mengenai bantuan yang
akan diberikan untuk menggatasi kesulitan belajar.
5) Treatment, berati perlakuan pemberian bantuan bagi yang mengalami
kesulitan belajar.
Mendiagnosis kesulitan belajar pada peserta didik bertujuan mengetahui
peyebab terjadinya kesulitan belajar yang dialami peserta didik supaya bisa mencari

9
Sugiyanto, “Diagnosis Kesulitan Belajar”, (Yogyakarta:Universitas Negeri
Yogyakarta), h. 116.
10
Sugharto dkk, Psikologis Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2013) h. 158.
11
Rohmalina Wahab, “Psikologi Pendidikan”, h. 199.

12
kemungkinan bantuan yang akan diberikan. 12 Dalam hal ini guru sangat berperan
dalam membantu memecahkan permasalahan kesulitan belajar yang dihadapi.

12Ismail, “Dioagnosis Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah”,


Jurnal Edukasi, Vol. 2. No.1. (2016), h. 79.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Learning disability atau kesulitan belajar adalah istilah untuk mereka yang
mengalami gangguan atau hambatan dalam hal memahami dan mempelajari
sesuatu. Learning disability disebabkan oleh faktor internal atau eksternal.
• Sindron (syndrome) berarti suatu kondisi di mana seorang individu
mengalami hambatan dalam proses belajarnya yang disebabkan oleh
sindrom atau kumpulan gejala tertentu. Sindrom ini dapat berupa kelainan
neurologis, psikologis, atau perkembangan yang memengaruhi kemampuan
belajar individu.
• Anak yang mengalami kesulitan belajar ini perlu mendapat bimbingan dan
penangganan khusus. Mereka bukan tidak bisa belajar, hanya membutuhkan
perhatian lebih serta bimbingan untuk mengatasi kesulitan yang mereka
alami. Peran keluarga khususnya orang tua serta guru sangat di butuhkan
untuk mengarahkan mereka agar bisa seperti layaknya anak normal lain
serta dapat menjalani kehidupannya di lingkungan masyarakat dengan baik.

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh itu
penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar bisa memperbaiki
kekurangan-kekurangan tersebut dan bisa menjadi ilmu bagi penulis dalam
membuat makalah kedepannya.

14
Daftar Pustaka

Abdurrahman. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rinerka Cipta.


FKIP UKI. 2020. Kesulitan Belajar (Konsep Dasar, Gejala, dan Efek Sosial
Psikologisnya) dan Teknik Pengumpulan Data dan Asesment.
https://kidshealth.org/en/parents/down-syndrome.html (diakses pada tanggal 18
Maret 2024)
https://www.down-syndrom.org/en-gb/about-down-
syndrome/development/(diakses pada tanggal 18 Maret 2024)
Id.scribd.com (diakses padatanggal 20 Maret 2024 )
Ika Maryani dkk. 2018. Model Intervensi Gangguan Kesulitan Belajar.
Yogyakarta: K-Media.
Ismail. 2016. “Dioagnosis Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di
Sekolah”, Jurnal Edukasi, Vol. 2. No.1.
Sugharto dkk. 2013..Psikologis Pendidikan,. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyanto. Diagnosis Kesulitan Belajar. Yogyakarta:Universitas Negeri
Yogyakarta.
Umar, Fitrawan . Peranan Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta
Didik.
Urbayatun, Siti. dkk, Kesulitan Bealajar dan Gangguan Psikologis Ringan pada
Anak, Yogyakarta: K-Media
Wahab, Rohmalina . Psikologi Pendidikan.
www-liputan6-com.cdn.ampproject.org (diakses padatanggal 20 Maret 2024 )

15

Anda mungkin juga menyukai