Anda di halaman 1dari 23

INTERVENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

LEARNING DISABILITIES: KASUS DISLEKSIA

Oleh :
Umniyah Saleh, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog
NIP: 19840223 2009122 004

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah


menganugerahkan nikmat kekuatan, kesehatan, dan kesempatan sehingga makalah ini
bisa terselesaikan dengan baik. Tak lupa pula kita panjatkan shalawat serta salam
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan
menjadi teladan dalam menuntut ilmu.
Makalah ini berisi informasi mengenai rancangan intervensi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus Learning Disabilities kasus Disleksia. Dalam tulisan ini,
memuat penjelasan mengenai Anak Berkebutuhan Khusus, Masalah anak Kesulitan
belajar (kasus disleksia) sebagai salah satu jenis dari ABK, serta bentuk intervensi
yang diberikan.
Penulis menyadari bahawa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena ini kami sangat senang dan terbuka untuk menerima umpan
balik dari pembaca untuk perbaikan makalah ini. Terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu psikologi khususnya di bidang Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………i


Kata Pengantar …………………………………………………………....... ii
Daftar Isi ……………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………3
A. Kesulitan Belajar ………………………………………………………. 3
1. Pengertian Kesulitan Belajar ……………………………………….3
2. Klasifikasi Kesulitan Belajar ……………………………………… 4
3. Penyebab Kesulitan Belajar ……………………………………….. 5
B. Disleksia ……………………………………………………………….. 5
1. Pengertian Disleksia ………………………………………………..5
2. Karakteristik Disleksia …………………………………………… 5
3. Kebutuhan Khusus pada Anak Disleksia, Orang Tua dan Guru … 7
4. Asesmen Pada Kasus Disleksia ………………………………… 7
BAB III PEMBAHASAN KASUS DAN RANCANGAN INTERVENSI …… 10
A. Contoh Kasus ……………………………………………………… 10
B. Rancangan Intervensi untuk Kasus Disleksia ……………………… 11
1. Intervensi yang Berorientasi pada Individu …………………… 12
2. Intervensi yang Berorientasi pada Sekolah ……………………… 16
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………… 19
Daftar Pustaka …………………………………………………………………… 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pemahaman mengenai hakekat anak berkebutuhan khusus sangat


diperlukan untuk menghindari kesalahan penggunaan istilah tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Istilah Anak berkebutuhan khusus (ABK) merujuk kepada
anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya,
membutuhkan perlakuan dan pelayanan spesifik yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan potensi mereka. Yang termasuk ke dalam anak berkebutuhan
khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, anak berbakat.
Karakteristik dan hambatan yang dimiliki oleh ABK menimbulkan
konsekuensi pentingnya memberikan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki, misalnya bagi
penyandang tunanetra membutuhkan tulisan dalam huruf Braille untuk memudahkan
dalam membaca, atau tunarungu yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat
(bahasa tubuh). Pemberian pendidikan khusus tersebut merujuk pada pasal 15 UU
No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, yang menyatakan bahwa jenis pendidikan bagi
Anak Bekebutuhan Khusus adalah Pendidikan Khusus. Pendidikan Khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan
atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Anak berkebutuhan khusus seyogianya mendapatkan perlakuan yang sama
dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu. Namun pada kenyataanya,
ABK sering kali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dalam pendidikan,
diskriminasi bahkan menjadi korban bullying. Hal ini disebabkan kurangnya
pemahaman masyarakat akan ABK, baik dalam hal karakteristik, hambatan serta
perlakukan yang tepat untuk ABK. Sehingga dalam hal ini diperlukan kerjasama
yang terintegrasi, baik pihak orang tua, sekolah, masyarakat dan pemerintah dalam
melakukan deteksi dini dan itervensi untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

1
Makalah ini menyajikan informasi mengenai Anak Berkebutuhan Khusus,
dalam hal ini fokus pada anak yang mengalami kesulitan belajar; kesulitan membaca
(disleksia). Melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
komprehensif dari sudut pandang Psikologi mengenai kesulitan belajar jenis
disleksia, mulai dari deteksi dini, contoh kasus, asesmen hingga rancangan bentuk
intervensi yang diberikan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KESULITAN BELAJAR

1. PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR


Pemahaman mengenai hakekat kesulitan belajar sangat diperlukan
untuk menghindari kesalahan penggunaan istilah tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa memahami hakekat kesulitan belajar, akan sulit untuk
menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada akhirnya juga
akan sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka. Dengan
memahami hakekat kesulitan belajar, maka jumlah dan klasifikasi penderita
dapat ditentukan dan strategi penanggulangan yang efektif dan efisien dapat
dilakukan. Selain itu, penyebab kesulitan belajar juga perlu dipahami dengan
tujuan untuk melakukan usaha-usaha preventif maupun kuratif.
Kesulitan belajar merupakan konsep multidisipliner yang digunakan
dalam lapangan ilmu pendidikan, psikologi maupun kedokteran. Definisi
kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of
Education (USOE) pada tahun 1977 yang dikenal dengan Public Law (PL),
definisi tersebut dikutip oleh Hallahan & Kauffman (1988) seperti berikut:
” Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau
lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan
penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tidak
mencakup anak-anak yang memiliki problem belajar yang penyebab
utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan,
pendengaran atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena
gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya,
atau ekonomi”.

3
Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang mengalami kesulitan
belajar karena ada gangguan persepsi. Mereka sebenarnya memiliki tingkat
inteligensi cukup baik, namun prestasi belajarnya kurang. Dengan kata lain,
learning disabilities (kesulitan belajar) menggambarkan suatu keadaan anak
dengan taraf inteligensi normal tapi mempunyai masalah belajar. Kondisi ini
biasanya juga dikenal sebagai minimal brain injury, slow learner, dyslexic dan
perceptual disabled (Hallahan & Kauffman,1988). Kearney (2006) juga
menjelaskan bahwa learning disorder menunjukkan suatu kondisi dimana
prestasi seseorang dalam hal membaca, matematika, dan menulis lebih
rendah dari kemampuan yang seharusnya dapat dicapai oleh anak seusianya,
dalam tingkat pendidikan yang sama, dan dengan taraf inteligensi yang sama.

2. KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR


Membuat klasifikasi kesulitan belajar tidak mudah karena kesulitan
belajar merupakan kelompok kesulitan heterogen. Kesulitan belajar memiliki
banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan remediasi yang
berbeda-beda.
Mulyono (1999) menyebutkan bahwa secara garis besar, kesulitan
belajar dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok (1) kesulitan belajar yang
berhubungan dengan perkembangan. Kesulitan belajar ini mencakup
gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan
kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. (2) kesulitan belajar
akademik. Kesulitan ini menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan
pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang
diharapkan. Kegagalan –kegagalan tersebut mencakup penguasaan
keterampilan dalam membaca, menulis dan matematika.
Pembahasan kesulitan belajar dalam makalah ini akan difokuskan pada
kesulitan belajar membaca (disleksia) yang mencakup definisi, karakteristik,
asesmen serta intervensi yang akan dilakukan.

4
3. PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Disfungsi neurologis: genetik, luka pada otak karena trauma fisik atau
karena kekurangan oksigen, biokimia yang hilang, biokimia yang dapat
merusak otak, pencemaran lingkungan, gizi yang tidak memadai, pengaruh-
pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.

B. DISLEKSIA
1. PENGERTIAN DISLEKSIA
Nevid, dkk (2005) menyatakan bahwa disleksia mengacu pada anak-
anak yang memiliki perkembangan keterampilan yang buruk dalam
mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Disleksia ditandai dengan
adanya kesulitan dalam membaca pada anak dan dewasa yang seharusnya
menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan
akurat. Disleksi merupakan salah satu masalah tersering terjadi pada anak
dan dewasa. Angka kejadian di dunia berkisar antara 5-17 % pada anak usia
sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah
belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia
(Sekartini, 2007).

2. KARAKTERISTIK DISLEKSIA
Mulyono (1999) menyebutkan bahwa ada empat kelompok
karakteristik kesulitan belajar membaca yaitu: yang berkenaan dengan
kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal kata, kekeliruan pemahaman dan
adanya gejala-gejala serbaneka.
Secara umum dapat dikatakan bahwa karakteristik utama pada anak
yang mengalami disleksia, antara lain:
• Kesulitan membaca
• membaca dengan lambat.
• Mengubah, menghilangkan, atau mengganti kata-kata.

5
• Kesulitan menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya dan kesulitan
menerjemahkannya menjadi kata-kata yang tepat.
• Terbalik dalam mempersepsikan huruf dan kesulitan dalam
membedakan antara karakter dan ukuran huruf.
Marshall (2007) menyebutkan ada beberapa simptom yang tampak pada
penderita disleksia, diantaranya yaitu:
 Melihat beberapa huruf secara terbalik (dari belakang ke depan)
 Tidak bisa membedakan huruf-huruf yang memiliki kesamaan bentuk,
seperti huruf o, e dan c
 Tidak bisa membedakan huruf-huruf yang memiliki kesamaan bentuk tapi
orientasi yang berbeda, seperti huruf b, p, d dan q.
 Huruf-huruf terlihat seperti bercampur aduk dan tidak sesuai aturan
 Huruf dan kata terlihat bergerombol bersama
 Melihat huruf dari kata secara terbalik (dari belakang) seperti kata grup 
dilihat purg atau bird  drib
 Huruf dan kata terlihat tidak ada masalah, tapi penderita disleksia bisa
tiba-tiba mengalami sakit kepala atau sakit perut setiap kali mencoba
membaca
 Mampu mengenali huruf tapi tidak mampu mengucapkan katanya  tidak
mampu menghubungkan antara huruf dengan pengucapannya
 Bisa menghubungkan antara huruf dan pengucapan kata, tapi tidak bisa
mengenali kata yang telah dilihat sebelumnya, meskipun telah berkali-kali
melihatnya.
 Bisa membaca kata-kata, tapi tidak mampu memaknai atau mengingat
apa yang telah dibaca, sehingga harus kembali membaca secara
berulang-ulang.

6
3. KEBUTUHAN KHUSUS PADA ANAK DISLEKSIA, ORANG TUA DAN
GURU
Kebutuhan Anak Kebutuhan Orang Tua Kebutuhan Guru
o Mendapatkan perhatian o Mendapatkan informasi o Pengetahuan
dan pendampingan serta pengetahuan mengenai metode
khusus dari pihak orang yang cukup mengenai pengajaran yang
tua dan guru kondisi anak tepat dalam
o Mendapatkan metode o Pengetahuan mengenai mendampingi serta
pengajaran yang tepat bagaimana cara atau membimbing anak
dalam menghadapi metode yang tepat disleksia.
kebutuhan belajarnya dalam membantu anak o Dukungan fasilitas
yang khusus. belajar dari sekolah untuk
o Tidak disalahkan o Dukungan dari anggota menunjang proses
karena kondisi khusus keluarga lain, termasuk pembelajaran
yang dimilikinya dukungan sosial, o Kerjasama dengan
o Mendapatkan dukungan fasilitas dan pihak orang tua dan
penghargaan setiap kali tenaga untuk sekolah dalam proses
berhasil menunjukkan mendampingi anak pendampingan anak
kemajuan, meskipun selama dalam proses o Bantuan dari pihak
dalam skala yang kecil belajar. lain seperti rekan
kerja.

4. ASESMEN PADA KASUS DISLEKSIA


Asesmen kesulitan belajar membaca (disleksia) dapat dilakukan secara
formal maupun informal. Guru dapat menggunakan instrumen informal
(mendengarkan anak saat membaca, membacakan cerita/dongeng kepada
anak, memberikan soal cerita) sebagai landasan dalam memberikan
pengajaran remedial. Asesmen informal dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya berbagai kesalahan dalam membaca lisan dan
membaca pemahaman.

7
Untuk asesmen formal, membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan
dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan untuk menilai fonologi anak
adalah Comprehensive Test of Phonologica (CTOPP). Tes ini mencakup
kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah
distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.
Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai
apakah anak tersebut dapat menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah
Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading Mastery Test. Kefasihan
berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai kecepatan
membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE).
Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada
seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau
tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu
terdapat masalah yang berhubungan dengan proses fonologik.
Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa
atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang
berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan
belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang
menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita
disleksia.
Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di
sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut
mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat
berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca
pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran
sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan
tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.
Berdasarkan DSM – IV –TR , seseorang didiagnosis mengalami kesulitan
belajar (learning disabilities) apabila prestasi seseorang dalam hal membaca,
matematika, dan menulis lebih rendah dari kemampuan yang seharusnya

8
dapat dicapai oleh anak seusianya, dalam tingkat pendidikan yang sama, dan
dengan taraf inteligensi yang sama (Kearney, 2006).
Kesulitan belajar (Learning disabilities) tidak didiagnosa jika:
• Terbatasnya kesempatan untuk belajar.
• Guru yang “jelek”
• Adanya faktor budaya
• Malnutrisi
• Defisit sensori
Ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan dalam melakukan
asesmen terhadap anak yang mengalami kesulitan belajar, diantaranya yaitu;
• Lakukan pengkajian secara detil, karena gangguan dapat dalam berbagai
bentuk (mis ketidakmampuan mengorganisasikan, inability stay on task,
problem persepsi.
• Ketidakmampuan pada hal yang kecil sekalipun dapat mengkibatkan
masalah yang luas terhadap kemampuan akademik secara keseluruhan.
• Asessor harus selalu memperhatikan bahwa karakteristik kognitif dapat
mempengaruhi perilaku (mis defisit bahasa dapat mengakibatkan social
withdrawl)
• Lingkungan sosiokultural yang meliputi status sosial ekonomi dapat
berdampak terhadap motivasi sekolah anak, persaingan, prestasi, dan
sikap.
• Perhatikan apakah ada hubungan dengan faktor biologis
• Tes psikologis reading dan listening comprehension
Untuk asesmen khusus pada penderita disleksia dapat dilakukan “The Dyslexia
Screening Instrument”, yang beberapa itemnya mencakup hal-hal sebagai
berikut:
 Kemampuan merangkai huruf dan kata
 Kemampuan mengorganisasikan
 Masalah yang berhubungan dengan alphabet (belajar dan
pengucapan).

9
BAB III
PEMBAHASAN KASUS DAN RANCANGAN INTERVENSI

A. CONTOH KASUS
S adalah seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang saat ini duduk
di kelas 2 SD. Selama bersekolah, S mengalami berbagai kesulitan dalam
tugas/tes membaca dan mengeja. Kesulitan membaca ini mempengaruhi nilai-
nilai mata pelajaran yang lain seperti matematika dan ilmu pengetahuan alam
(sains), karena tugas-tugas mata pelajaran ini banyak menggunakan soal cerita
yang membutuhkan keterampilan yang lebih dalam membaca dan menulis.
Berdasarkan laporan dari wali kelas, diperoleh informasi bahwa S memiliki
kemampuan yang rendah dalam memahami bacaan serta mengalami masalah
dalam memusatkan perhatian terhadap materi pelajaran yang dibacakan.
Sebagai contoh, dalam pelajaran bahasa Indonesia, guru akan membacakan
sebuah cerita dan setelah itu guru akan memberikan pertanyaan berdasarkan isi
cerita. Pada umumnya, siswa dapat menjawab pertanyaan sederhana,
meskipun beberapa siswa harus berusaha keras untuk menjawab pertanyaan
yang lebih kompleks. Tetapi lain halnya dengan S, ia tidak dapat menjawab
meskipun hanya pertanyaan-pertanyaan sederhana. Salah satu penyebabnya
yaitu karena S kurang memperhatikan saat guru membacakan cerita, ia sering
kali berjalan-jalan atau keliling kelas. Bila ditegur oleh guru, S akan berhenti tapi
setelah itu ia akan mengulang atau melakukannya lagi.
Guru melaporkan bahwa S mengalami masalah dalam mengenali atau
mengidentifikasi kata-kata baru dan berbeda (seperti: candi, kendi, kerdil).
Misalnya, S kesulitan dalam mengidentifikasi atau mengenali hampir semua
kata pada judul sebuah buku baru, tapi ironisnya, S tidak mengalami masalah
dalam mengenali huruf-huruf alphabet dan bila diberikan waktu yang cukup
lama maka dia akan mampu mengartikan makna kata tersebut dan
menyimpulkan bacaannya. Tapi sayangnya waktu yang dibutuhkan S jauh lebih
lama dibandingkan anak-anak lain.

10
Sebagai informasi tambahan, guru mengatakan bahwa masalah
membaca yang dialami S, berhubungan dengan masalah dalam mengeja
kata yang disebutkan secara lisan. Selain itu, S juga mengalami masalah
dalam menyalin tulisan dari buku atau menulis kembali kata-kata dalam
beberapa waktu.

B. RANCANGAN INTERVENSI UNTUK KASUS DISLEKSIA

INTERVENSI YANG BERORIENTASI PADA


INDIVIDU

FASE
PRA INTERVENSI

FASE
PROGRAM
INSTRUKSIONAL

FASE
FOLLOW-UP

11
1. FASE PRA INTERVENSI
A. Sebelum melakukan intervensi, diperlukan beberapa alat tes untuk
menentukan diagnostik dan intervensi yang tepat, yaitu:
- Phoneme Identity/Identitas Fonem.
Tes ini berisi dua pasang kata dengan permulaan bunyi yang sama. Contoh:
Taman dengan tamu, baru dengan barang.
- Rhyme recognition/Pengulangan Sajak
Tes ini berisi beberapa pilihan kata sebagai alternatif jawaban dari
pertanyaan sebuah sajak.
Contoh: Angka berapa yang bersajak dengan kata mangga, pilihan jawaban:
(a) satu, (b) dua, (c) tiga [jawaban yang benar adalah (c) tiga.
- Letter knowledge/Pengetahuan huruf
Terdiri dari beberapa kartu yang berisi huruf-huruf. Tester mengucapkan
huruf kemudian Cahyo diminta untuk menunjukkan huruf yang sesuai pada
kartu.
Contoh: Pilihlah huruf F di antara kartu-kartu ini.
- Knowledge about print/Pengetahuan bacaan
Tes ini berisi beberapa pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui konsep
Cahyo terhadap gambar atau tulisan.
Contoh: Ini apa? (Jawaban yang diharapkan: Buku) Buku ini untuk apa?
(Jawaban yang diharapkan: Dibaca)
- Receptive vocabulary/Kosakata yang dimiliki
Tes ini menggunakan The Peabody Picture Vocabulary Test-revised (PPVT-
R)
- Expressive vocabulary/Kosakata Gambar atau Benda
Tes ini menggunakan The Hundred Pictures Naming Test
- Block Design/Desain Balok
Tes ini menggunakan WPPSI-R
- Raven’s Coloured Proggresive Matrices.
Tes ini menggunakan RCPM
- Temperamen Questionnaire/Kuisioner mengenai temperamen

12
Tes ini menggunakan The Rutter Child Behavior Scale. Tes ini terdiri dari
beberapa pernyataan yang mengungkap aspek temperamen seperti
kecemasan atau hiperaktif.

B. Pemberian tes yang berisi per bidang mengenai kemampuan anak


- Initial phoneme segmentation/Inisial kosakata
Berisi beberapa huruf konsonan seperti /f/, /v/, /s/, /z/ dan /l/ atau /r/. Huruf
ini dimasukkan dalam suku kata yang kemudian tester meminta anak untuk
mengeja suku kata tersebut.
- Wordspan/Jeda kata
Anak diminta untuk mengeja kata-kata dengan jeda tertentu setiap katanya.
Contoh: yang, dia, aku, mereka
- Sentence memory/Ingatan terhadap kalimat
Tes ini menggunakan salah satu subtes dalam WPPSI-R
- Speech discrimination/Diskriminasi percakapan
Tes ini terdiri dari beberapa kata yang memiliki konsep setiap katanya, yaitu
konsonan-vokal-konsonan.
Contoh: Bank dengan Bang
- Articulation rate/Rentang artikulasi
Berisi beberapa pasang kata yang diucapkan dengan kecepatan tertentu.
Contoh: meja/kursi, baju/tidur, lampu/mati

C. Prosedur
Fase ini terbagi dalam tiga sesi. Sesi pertama adalah tes Identitas Fonem,
Pengetahuan huruf, Sajak, Kosakata gambar atau benda, dan Pengetahuan
bacaan. Sesi kedua: RCPM, PPVT-R, dan Balok desain. Dilanjutkan dengan tes-
tes per bidang. Keseluruhan tes berlangsung selama kurang lebih 25-35 menit.

13
2. FASE PROGRAM INSTRUKSIONAL
Tujuan utama dari intervensi ini adalah:
 Mengerti mengenai prinsip huruf
 Melatih mengucapkan kata-kata dengan benar.
 Melatih agar dapat mengatakan sebuah kalimat secara utuh sesuai
dengan apa yang dimaksud
A. Materi Pembelajaran
Materi ini bertujuan untuk melatih kemampuan berbahasa, diwujudkan dalam
bentuk kartu permainan. Setiap kartu berisi beberapa kata. Kartu-kartu tersebut
mewakili huruf konsonan awal (/s/,/l/) dan huruf konsonan akhir (/m/,/t/,/g/, dan
/p/).

Di dalam materi ini terdapat juga:


- Kalimat yang harus dilengkapi oleh anak
Contoh: Ibu dan Bapak sedang pergi ke ....... (titik-titik ini diisi oleh anak).
- Mengulang kalimat
Contoh: Tester mengungkapkan kalimat, seperti ”Mengapa mereka pergi ke
rumah sakit?” kemudian meminta anak untuk mengulangi kalimat tersebut.
- Menceritakan ulang dengan bahasa sendiri sebuah cerita yang dibaca
Contoh: Terdapat kartu cerita yang dibaca oleh anak kemudian anak diminta
untuk mengulangi cerita yang dibaca tersebut dengan bahasanya sendiri.

B. Materi Asesmen
Materi ini berisi pelatihan-pelatihan membaca, yaitu membaca dengan
bimbingan yang setiap kata memuat huruf /s/, /m/, /l/, /t/, /f/, /n/, /b/, dan /k/.
Pelatihan ini dikemas melalui beberaa pilihan gambar yang mana anak
diminta untuk menunjukkan gambar mana yang sesuai dengan perintah.
Contoh: Terdapat pilihan gambar: (a) Susu, (b) Minum, (c) Buku, (d) Kuda.
Berikan pada Saya gambar Buku. Lalu ini gambar apa?

14
Materi lain berupa kata-kata yang dikemas dalam kartu-kartu, kemudian
anak diminta untuk menunjukkan kata yang diminta. Kata-kata yang diajukan
adalah kata-kata yang mirip diantaranya.
Contoh kata: mat, sat, pat, tap, sam, pam

C. Prosedur
Setiap sesi dilakukan kurang lebih 30 menit. Kata yang dilatihkan adalah
kata yang memiliki huruf awal /s/, /m/, /p/, /l/, /t/, dan /ae/ serta kata yang
berakhiran dengan huruf /s/, /m/, /p/, /l/, dan /t/. Latihan ini berlangsung
selama 3 bulan kemudian diamati perkembangan kemampuan membaca
yang dimiliki anak.

3. FASE FOLLOW-UP
Setelah 3 bulan, untuk mengetahui perkembangan membaca yang dimiliki
anak dilakukan pengetesan ulang sebagaimana tes awal yang diberikan.
Beberapa kata juga diberikan untuk mengetahui perkembangan. Kata yang
diteskan adalah kata yang berkembang dari kata yang hanya terdiri dari dua
huruf hingga empat huruf, seperti: om, ag, sim, asp, ust, drob, bram. Follow up
yang akan diberikan disesuaikan dengan perkembangan kemampuan membaca
anak dengan teknik yang serupa dengan fase dua.

15
INTERVENSI YANG BERORIENTASI PADA LINGKUNGAN SEKOLAH

PROGRAM REMEDIASI
AKADEMIK

Program remediasi akademik


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan program
remediasi, diantaranya yaitu (Snowling,2000):
– Program remediasi harus menjelaskan kemungkinan keberhasilan yang
akan diperoleh dan menyediakan lebih banyak waktu untuk
memberikan pendampingan kepada siswa. Program ini juga harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangakan
kemampuan dan keterampilan di bidang lain. Guru harus secara terus
menerus memberikan umpan balik (masukan) serta mengikuti
perkembangan siswa dalam bidang akademik yang mengalami
hambatan
– Program remediasi harus sangat terstruktur dan bersifat langsung
(direktif).
Penekanan pada konsep konkret, mengurangi hambatan dan
pencapaian kemajuan bersifat tahap demi tahap.
Untuk kasus disleksia program remediasi yang disarankan yaitu ”
keterampilan pengenalan (recognizing) dan pengkodean
(decoding) kata.
Program remediasi ini dilakukan dengan teknik (Beitchman, 1997):
1. One-on-one teaching (satu guru mengajar satu siswa)  proses
pendampingan lebih intensif
2. Mastery learning  tujuan diarahkan pada tercapainya penguasaan
materi pelajaran.
3. Pemberian penguatan (reinforcement) setiap berhasil mengusai
keterampilan yang ditargetkan

16
Pelaksanaan program Remediasi pada ”Kasus S”
a. Berdasarkan kesepakan dan hasil kerjasama dengan pihak
sekolah/guru, maka S akan mendapatkan kelas tambahan yaitu
satu jam/hari.
b. Program ini juga melibatkan peran serta orang tua  mendampingi
anak belajar di rumah (minimal 30 menit setiap malam)
c. Fokus perhatian yaitu pada masalah ”membaca dan proses
pengkodean (reading and decoding problem)

Tahapan-tahapan yang dilakukan:


1. Pengulangan konsep dasar  pengetahuan tentang perbedaan
antara fonem vokal dan konsonan, kombinasi fonem (contoh:
“ou” dan “sp”), serta menggabungkan huruf menjadi kata.
2. Penguasaan materi bacaan, dilakukan dengan cara:
a. Guru mereviu bagian-bagian penting dari suatu buku dan
menuliskan kata-kata yang dianggap sering menimbulkan
masalah pada anak disleksia.
b. Kata-kata tersebut ditulis dalam kartu-kartu yang menarik
dan diberikan kepada siswa untuk kemudian dilakukan
proses pengkodean.
c. Siswa berlatih untuk mengidentifikasi huruf dari masing-
masing kata, memadukan/menggabungkan huruf dan
mempelajari definisi atau makna dari kata tersebut.
d. Jika siswa berhasil berlatih masing-masing kata sebanyak
dua kali tanpa kesalahan, guru membaca keseluruhan
bagian/kalimat dan siswa mengikuti sambil menunjuk bagian
tersebut dengan jari atau pensil
e. Siswa kemudian membaca kalimat tersebut dengan suara
keras dan diperdengarkan kepada guru dan dirinya sendiri
f. Tiap-tiap halaman dari buku diulang sampai anak berhasil
mencapai target  minimal dua kesalahan tiap halaman.

17
3. Penambahan jumlah kosakata, dilakukan dengan cara :
o Siswa diberikan 3 kata setiap hari dan dipelajari di rumah
o Kata-kata tersebut akan diujikan pada tes mengeja dan
kosakata pada ke esokan harinya.
o Siswa harus mengeja atau menyebutkan kata tersebut
secara lisan dan menuliskan definisinya.
o Memberikan reinforcement setiap kali anak berhasi
menguasai kata-kata tersebut baik dari segi pengejaan
maupun maknanya.

18
BAB III
PENUTUP

Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan pelayanan dan pendidikan


khusus sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Salah satu jenis
anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kesulitan belajar, lebih
spesifik mengalami disleksia. Penanganan kasus disleksia seyogianya bersifat
komprehensif melibatkan peran multidisiplin seperti pendidikan, psikologi dan
kedokteran.
Intervensi yang diberikan untuk penanganan kasus disleksia dapat dibagi
menjadi dua bentuk intervensi, yaitu intervensi yang berorientasi pada individu dan
intervensi yang berorientasi pada lingkungan sekolah. Intervensi yang berorientasi
pada individu bertujuan untuk mengenali lebih lengkap hambatan yang dialami
dalam membaca, menlatih kemampuan anak untuk fokus pada pengenalan prinsip
huruf, mengucapkan kata-kata dengan tepat, serta membentuk kalimat dengan
tepat. Sedangkan intervensi yang berorientasi pada lingkungan sekolah,
menekankan pada program remediasi dan pendampingan guru kepada anak yang
mengalami disleksia.

19
DAFTAR PUSTAKA
Beitchman,J.H. & Brownlie (1997). Learning disoder With A Special Emphasis On
Reading Disorder: A Review of the past 10 years. Journals of the American
Academy of Child And Adolescent Psychiatry, 36, 1020-1032.

Hallahan & Kauffman, 1988. Exceptional Children. Introduction to Special Education.


New Jersey: Prentice Hall.

Kearney, C.A. 2006. Casebook in Child Behavior Disorder. USA : Thomson


Wadsworth

Marshall.2007. Symptom and Diagnosis Dyslexia. http://www.dyslexia.com/.


Diakses 25 April 2007.

Mulyono, 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Nevid, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Snowling, M.J. 2000. Dyslexia. Australia: Blackwell Publishing

20

Anda mungkin juga menyukai