Anda di halaman 1dari 20

KESULITAN BELAJAR

MAKALAH PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pengampu :

Astrid Rizqa Widyastika, S.Psi., M.Psi., Psikolg

Disusun Oleh :

Ika Naila Faiqotus Silvia 40120036

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SLAMET SRI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segalarahmat
dan nikmatNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tanpa hambatan
yang berarti. Tak lupa pula shalawat beriring salam semoga tercurah pada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan kita sebagai pengikutnya sampai
akhir zaman.
Makalah ini berjudul “Kesulitan Belajar” yang membahas tentang macam-
macam kesulitan belajar, teori yang mendukung tentang bagaimana mengatasi
kesulitan belajar pada anak.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam makalah ini, karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya tugas
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
civitas akademika umumnya.

Kendal, 30 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ II

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ....III

BAB I .............................................................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................................
1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
2. Rumusan masalah .................................................................................................... 1
3. Tujuan ..................................................................................................................... 1

BAB II............................................................................................................................
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Definisi Kesulitan Belajar ...................................................................................... 3
B. Faktor- faktor yang menimbulkan kesulitan belajar ................................................ 5
C. Karakteristik anak berkesulitan belajar ................................................................... 7
D. Sebab- sebab kesulitan belajar ................................................................................ 9
E. Identifikasi anak kesulitan belajar ......................................................................... 13
F. Masalah dan dampak dari anak berkesulitan belajar.............................................. 15

BAB III ..........................................................................................................................


PENUTUP .................................................................................................................. 16
Kesimpulan ................................................................................................................. 16
Saran ........................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Setiap anak unik dan luar biasa. Beberapa anak mempunyai perbedaan yang kita sebut
anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus dapat berarti banyak hal.
Kadang-kadang anak belajar secara berbeda, atau mendengarkan dengan alat bantu,
atau membaca dengan huruf Braille. Seorang anak mungkin mempunyai kesulitan
dalam untuk berkomunikasi atau memberikan perhatian. Seorang anak dapat lahir
dengan kebutuhan khusus, atau memperolehnya karena kecelakaan atau kondisi
kesehatannya. Kadang-kadang seorang anak akan mengembangkan perilaku tertentu
dan kemudian menjadi terhambat perkembangannnya. Tetapi apapun masalah yang
dialami seorang anak dalam proses belajarnya, emosi, tingkah laku, atau tubuh fisiknya,
ia tetap seorang manusia. Ia tidak ditentukan oleh ketidakmampannya; alih-alih
ketidakmampuannya adalah sebagian dari jati dirinya.

2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah:
1. Definisi kesulitan belajar
2. Faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan belajar
3. Karateristik anak berkesulitan belajar
4. Sebab-sebab kesulitan belajar
5. Identifikasi anak berkesultan belajar
6. Masalah dan dampak dari anak berkesulitan belajar

3. Tujuan
Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi kesulitan belajar
2. Untuk mengetahui berbagai macam faktor yang menimbulkan kesulitan belajar
3. Untuk mengetahui karateristik anak berkesulitan belajar

1
4. Untuk mengetahui sebab-sebab kesulitan belajar
5. Untuk dapat mengidentifikasi anak berkesulitan belajar
6. Untuk mengetahui masalah dan dampak yang timbul pada anak berkesulitan belajar

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI KESULITAN BELAJAR

Anak berkesulitan belajar termasuk ke dalam kelompok tersendiri yang disebut


learning diabilities atau berkesulitan belajar atau ketakcakapan belajar.

Siapakah anak berkesulitan belajar itu? Tidak kurang dari 40 istilah telah
diusulkan untuk menggambarkan atau merujuk kepada apa yang disebut dengan anak
berkesulitan belajar. Dan tidak kurang dari 38 definisi telah dirumuskan untuk
mengartikan istilah berkesulitan belajar. Banyak istilah atau sebutan yang sering
digunakan di dalam berbagai literatur untuk merujuk anak yang mengalami kesulitan
belajar khusus antara lain sebutan berikut ini.

 Attention deficit disorder


 Clumsy child syndrome
 Perceptual handicap
 Brain injury
 Minimal brain dysfunction
 Dyslexia
 Dyslogic syndrome
 Learning disorder
 Educational handicap
 Mild handicap
 Neurological impairment
 Hyperactivity
 Hyperkinesis

Definisi lain dikemukakan oleh Samuel A.Kirk (1971) bahwa Children Listed
under the caption of specific learning disabilities are children who cannot be grouped
under the traditional categories of exceptional children, but who show significant
retardation in learning to talk, or who do not develop normal visual or auditory

3
perception, or who have great difficulty in learning to read, to spell, to write, or to make
arithmetic calculations.

Haring (1974) menambahkan, “learning disability is a behavioral deficit almost


always associated with academic performance and that can be remediated by precise
individual instruction programming”.

Definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas menunjukkan bahwa


learning disability (ies) tidak digolongkan ke dalam salah satu keluarbiasaan seperti
yang dibahas sebelumnya, melainkan merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan
belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun
ekspresif di dalam proses belajar. Meskipun gangguan ini bisa terjadi di dalam berbagai
tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas normal. Anak-anak yang berkesulitan
belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa
menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan
perseptual-motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini tampak
ketika anak mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca,
berhitung, dan mengeja.

Keragaman jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami seorang anak memang
menimbulkan adanya klasifikasi yang cermat tentang kesulitan belajar ini. Oleh karena
itu muncul berbagai istilah atau sebutan bagi kesulitan belajar seperti telah diutarakan
di atas. Akan tetapi di dalam kenyataan, kesulitan yang satu seringkali dibarengi oleh
kesulitan lain sehingga terjadi tumpang tindih antar kesulitan..

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning
disabilities merupakan istilah generik yang merujuk kepada keragaman kelompok yang
mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan
yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.

4
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MENIMBULKAN KESULITAN BELAJAR

Kephart (1967) mengelompokkan penyebab kesulitan belajar ini dalam tiga kategori
utama yaitu: kerusakan otak, gangguan emosional, dan pengalaman. Kerusakan otak berarti
terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam kasus-kasus encephalitis, meningitis, dan toksik.
Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan untuk proses
belajar pada anak dan remaja. Demikian pula anak-anak yang mengalami disfungsi
minimal otak (minimal brain dysfunction) pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada
saat anak mengalami proses belajar.

1. Faktor Gangguan Emosional


Faktor gangguan emosional yang menimbulkan kesulitan belajar terjadi karena adanya
trauma emosional yang berkepanjangan yang mengganggu hubungan funsional sistem
urat syaraf. Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang terjadi seringkali seperti
perilaku pada kasus kerusakan otak. Namun demikian tidak semua trauma emosional
menimbulkan gangguan belajar.
2. Faktor Pengalaman
Faktor ‘pengalaman’ yang dapat menimbulkan kesulitan belajar mencakup faktor-
faktor seperti kesenjangan perkembangan atau kemiskinan pengalaman lingkungan.
Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak yang terbatas memperoleh rangsangan
lingkungan yang layak, atau tidak pernah memperoleh kesempatan menangani
peralatan dan mainan tertentu, dimana kesempatan semacam itu dapat mempermudah
anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis
seperti pensil dan ballpoint. Kemiskinan pengalaman lain seperti kurangnya rangsangan
auditif menyebabkan anak kurang memiliki perbendaharaan bahasa (berkata-kata) yang
diperlukan untuk berpikir logis dan bernalar. Biasanya kemiskinan pengalaman ini
berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi orang tua sehingga seringkali berkaitan
erat dengan masalah kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat mengganggu
optimalisasi perkembangan dan keberfungsian otak.

5
Bagan 8.1 menelusuri tahapan kesulitan belajar, yang diklasifikasikan ke dalam empat
tataran, dari mulai penyebab sampai hasil. Tataran I menunjukkan penyebab asli, baik
yang terjadi pada saat kelahiran maupun setelah lahir. Hasil dari tataran I ini terwujud
dalam tataran II yang mungkin berupa kerusakan otak, ketidakseimbangan kimiawai,
hambatan emosional, kesenjangan kematangan, dan/atau kemiskinan pengalaman yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam persepsi, pembentukan konsep, memori, dan

6
proses lainnya sebagaimana tampak dalam tataran III. Kesulitan-kesulitan yang terjadi
pada tataran III menghasilkan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak pada tataran
IV. Jika ditilik dari proses tersebut maka suatu kesulitan belajar bisa disebabkan oleh
faktor ganda.

Dengan menilik faktor-faktor diatas, faktor pada tataran I dan II lebih banyak
menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga bidang medis akan lebih
banyak terlibat dalam menangani masalah ini. Pada tataran III akan lebih banyak
melibatkan ahli diagnostik dan ahli psikologi; sedangkan pada tataran IV akan lebih
banyak melibatkan guru dan ahli pendidikan. Untuk kepentingan layanan pendidikan
dan psikologis di dalam diagnosis dan remedial, keragaman gaya belajar seperti tampak
pada tataran IV harus menjadi fokus utama penyembuhan.

Gaya belajar seperti tampak pada tataran IV merupakan hal baru tetapi merupakan
dimensi yang amat penting dalam memahami faktor kesulitan belajar. Sebagai contoh
seorang anak yang mempunyai ga

ya belajar auditif tentu tidak akan efektif mencerna informasi yang disajikan melalui
rangsangan visual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekeliruan dalam gaya
penyajian dapat menimbulkan kelambanan atau kegagalan yang dialaminya dalam
belajar seyogyanya melakukan analisis tugas dan perilaku anak sebagai dasar
pengembangan program pengajaran yang sepadan dengan gaya belajar dan gaya
kognitif anak.

B. KARAKTERISTIK ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Anak yang berprestasi rendah (underachiviers) umumnya kita temui di sekolah


karena tidak menguasai mata pelajaran tertentu yang diprogramkan oleh guru
berdasarkan kurikulum yang berlaku. Sebagian besar dari mereka mempunyai nilai
pelajaran yang sangat rendah ditandai pula dengan hasil tes IQ berada di bawah rerata
normal. Untuk golongan ini disebut dengan istilah lain, yaitu slow learners. Pencapaian
prestasi rendah umumnya disebabkan oleh faktor minimal brain dysfuncton, dyslexia,
atau perceptual disability. Di Amerika Serikat anal yang berprestasi rendah disebut
dengan istilah spesific learning disability.

7
1. Aspek Kognitif

Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan


contoh klasik dari kekurangan keberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan belajar.
Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukkan kemampuan
berhitung atau matematika yang tinggi. Kasus semacam tadi membuktikan bahwa anak
berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan
tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik
(academic retardation) yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan
anak dengan apa yang dicapainya secara nyata.

2. Aspek Bahasa

Di dalam proses belajar kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan
menyatakan pikiran. Oleh karena itu pula aspek kemampuan bahasa seringkali tidak
dipisahkan dari aspek kognitif karena proses berbahasa pada hakikatnya adalah proses
kognitif. Tampak jelas bahwa masalah kemampuan berbahasa anak akan berpengaruh
signifikan terhadap kegagalan belajar.

3. Aspek Motorik

Masalah motorik merupakan masalah yang umumnya dikaitkan dengan kesulitan belajar.
Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik-
perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru rancangan atau
pola. Kemampuan ini sangat diperlukan menggambar, menulis, atau menggunakan
gunting. Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara tangan
dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak berkesulitan
belajar.

4. Aspek Sosial dan Emosi

Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional anak


berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional
ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen. Ke-impulsif-an
merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.

8
C. SEBAB-SEBAB KESULITAN BELAJAR

1. Ketidakberfungsian Minimal Otak (minimal brain dysfunction)

Ketidakberfungsian minimal otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan


syaraf minimal pada anak. Ketidakberfungsian ini bisa didapatkan dalam berbagai
macam kombinasi kesulitan seperti: persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori,
pengendalian perhatian, impulse(dorongan), atau fungsi motorik.

Sekalipun sistem seperti itu bisa mulai tampak pada usia taman kanak-kanak, tetapi
untuk anak tertentu mungkin belum tampak pada saat anak memasuki sekolah dasar.
Mereka mungkin menghadapi kesulitan untuk mengikuti kegiatan kelas seperti
membaca, mengeja, dan berhitung; kesulitan dalam memahami konsep konkrit maupun
abstrak; penampilannya cenderung kacau atau tak beraturan-tinggi dalam bidang tertentu
dan rendah dalam bidang lainnya. Mereka sering menunjukkan gejala kurang mampu
memusatkan perhatian, ketidakstabilan emosi, frustrasi, dan sikap permusuhan.

Beberapa simptom spesifik dari ketidakberfungsian otak minimal ialah:

a. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep

 Kelemahan dalam membedakan ukuran.

 Kelemahan dalam membedakan kiri-kanan dan atas-bawah.

 Kelemahan tilikan ruang.

 Kelemahan orientasi waktu.

 Kelemahan dalam memperkirakan jarak.

 Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan.

 Kelemahan memahami keutuhan.

b. Gangguan bicara dan komunikasi

 Kelemahan membedakan stimulus auditif.

 Perkembangan bahasa yang lamban.

9
 Seringkali kehilangan pendengaran.

 Seringkali berbicara tak teratur.

c. Gangguan funsi motorik

 Seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak.

 Hiperaktivitas.

 Hipoaktivitas.

d. Kemunduran prestasi dan penyesuaian akademik

 Ketidakcakapan membaca.

 Ketidakcakapan berhitung.

 Ketidakcakapan mengeja.

 Ketidakcakapan menulis dan menggambar.

 Kelambanan menyelesaikan pekerjaan.

 Kebimbangan memahami instruksi.

e. Karakteristik emosional

 Impulsif.

 Eksplosif.

 Kelemahan kendali emosi dan dorongan.

 Toleransi rendah terhadap frustasi.

f. Gangguan proses berpikir

 Ketidakcakapan berpikir abstrak.

 Umumnya berpikir konkret.

 Kesulitan membentuk konsep.

10
 Seringkali berpikirnya tak terorganisasi.

 Keterbatasan rentang memori.

 Seringkali berpikir autistik.

2. Aphasia

Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan
bahasa yang bermakna pada usia sekitar 30 tahunan. Ketidakcakapan bicara ini tidak
dapat dijelaskan karena faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara,
atau faktor lingkungan.

Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dengan simptom yang cukup kompleks. Secara
garis besar simptom aphasia dapat digolongkan ke dalam tiga karakteristik utama berikut
ini.

a. Receptive aphasia

 Tidak dapat mengidentifikasi apa yang didengar.

 Tidak dapat melacak arah.

 Kemiskinan kosakata.

 Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.

 Tidak dapat memahami apa yang dia baca.

b. Expressive aphasia

 Jarang bicara di kelas.

 Kesulitan dalam melakukan peniruan.

 Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.

 Jarang menampilkan gesture (gerak tangan).

 Ketidakcakapan menggambar dan menulis.

11
c. Inner aphasia

 Tidak mampu melakukan asosiasi; oleh karena itu sulit berpikir abstrak.

 Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan.

 Lamban merespon.

3. Dyslexia

Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca, adalah jenis lain gangguan belajar.
Semula istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan
pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak berkecerdasan normal yang
mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di sekolah. Simptom umum yang
sering ditampilkan anak disleksa ialah:

 Kelemahan orientasi kanan-kiri.

 Kecenderungan membaca kata bergerak mundur; seperti “dia” dibaca “aid”

 Kelemahan keterampilan jari.

 Kesulitan dalam berhitung, kesalahan hitung.

 Kelemahan memori.

 Kesulitan auditif.

 Kelemahan memori-visual, tidak mampu memvisualkan kembali objek, kata, atau


huruf.

 Dalam membaca keras tidak mampu menkonversikan simbol visual kedalam


simbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar. Kata yang diucapkan
tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya.

4. Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik

Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik sebenarnya merujuk kepada masalah


yang sama. Sebenarnya persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek
motorik. Persepsi itu sendiri berfungsi membedakan stimulus sensoris, yang pada
gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna. Seorang anak

12
membedakan dan menafsirkan objek sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi jika kelemahan
perseptual-motorik itu terjadi, hubungan antara persepsi dan gerak motorik akan terganggu.
Kondisi ini menjadikan anak tidak dapat melakukan pengamatan secara tepat dan tidak
mampu menterjemahkan pengamatan itu ke dalam alur gerak motorik, dan bahkan anak
tidak dapat mendengar dan melihat secara normal. Biasanya anak yang mengalami
gangguan perseptual motorik ini mengalami kesulitan dalam memahami dan menyatakan
ide.

Simptom umum yang sering ditunjukkan oleh anak yang mengalami kelemahan
perseptual atau perseptual-motorik ialah:

 Kemiskinan koordinasi visual-motorik.

 Gangguan keseimbangan badan pada waktu berjalan maju, mundur, dan


menyamping.

 Kurang terampil dalam melompat.

 Kesulitan mengamati diri dalam konteks ruang dan waktu.

 Kesulitan melakukan gerak ritme normal; saat menulis cenderung mengurangi atau
menambah ukuran, bentuk, warna, ketebalan.

 Kesulitan dalam mengikuti konsistensi objek; d menjadi b.

D. IDENTIFIKASI ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Keragaman definisi kesulitan belajar membawa keragaman pula dalam orientasi


filosofis tentang identifikasi dan pengajaran bagi anak berkesulitan belajar. Meskipun
demikian prinsip-prinsip dasar evaluasi bagi seluruh anak berkesulitan belajar perlu
diketahui dan dipahami. Prinsip-prinsip dasar tersebut ialah:

1. Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak, dapat dipahami oleh
anak.

2. Evaluasi harus dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas
seorang guru atau ahli lain yang mengetahui masalah kesulitan belajar.

13
3. Kriteria penetapan kesulitan belajar hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut:

a) Seorang anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika anak tidak mampu
mencapai prestasi sesuai dengan usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih
bidang:

 Ekspresi lisan

 Mendengarkan pemahaman

 Ekspresi tulisan

 Keterampilan membaca dasar

 Membaca pemahaman

 Perhitungan matematis, atau

 Berpikir matematis

b) Seorang anak tidak diidentifikasikan sebagai mengalami kesulitan belajar jika


kesenjangan antara kecakapan dan prestasi disebabkan oleh:

 Hambatan visual, pendengaran, atau motorik

 Keterbelakangan mental

 Gangguan emosional

 Ketidakberuntungan lingkungan, budaya, atau ekonomis.

4. Pelaporan hasil identifikasi hendaknya menyatakan:

a) Kesulitan belajar khusus apa yang dialami anak,

b) Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis kesulitan,

c) Perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukan pengamatan,

d) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian akademik anak,

e) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan,

14
f) Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa pendidikan
dan layanan khusus,

g) Pertimbangan tentang pengaruh ketakberuntungan lingkungan, budaya, dan


ekonomi.

F. MASALAH DAN DAMPAK DARI ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Telah diungkapkan di atas bahwa perilaku bermasalah yang muncul sebagai


akibat dari kesulitan belajar sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi kesulitan itu.
Namun demikian, secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar
terutama akan terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak,
hubungan sosial, dan stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat
menimbulkan kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas belajar. Dengan kata lain
dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas perkembangan yang harus
dicapainya.

Bagi keluarga, kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang
tua, apalagi jika orang tua tidak memahami masalah yang dialami anaknya.
Kekecewaan, perasaan, dan pikiran aneh bisa muncul pada orang tua dan tak mustahil
menimbulkan frustasi orang tua atau keluarga.

Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar


menimbulkan dampat terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus. Meskipun
demikian penempatan dan pelayanan khusus ini tidak berarti perlu penyelenggaraan
kelas khusus bagi anak kesulitan belajar. Penyelenggaraan kelas khusus akan membawa
dampak kurang baik karena anak tidak bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan
teman sebayanya yang normal. Penempatan dan layanan khusus tersebut akan lebih
baik jika diwujudkan dalam layanan semacam resource room, dimana anak
memperoleh layanan tanpa harus dipisahkan dari kelompoknya. Dalam layanan
semacam ini, perlu tersedia guru khusus yang dapat memberikan layanan dan konsultasi
bagi guru kelas dimana anak tersebut ada. Melalui kegiatan bersama antara guru kelas
dan guru khusus tadi, rancangan layanan pendidikan dan psikologis dikembangkan.

Mengingat harapan tersebut di Indonesia masih sulit diwujudkan, maka hal


yang paling mungkin ialah membekali para guru dan calon guru sekolah dasar dengan
pengetahuan/keterampilan memahami dan membantu anak berkesulitan belajar.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik yang
merujuk kepada keragaman kelompok yang mengalami gangguan dimana
gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang
dapat menimbulkan gangguan proses belajar.
 Anak berkesulitan belajar merupakan kelompok tersendiri. Kesulitan belajar
lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun
ekspresif di dalam proses belajar.
B. Saran
Sekolah diharapkan dapat lebih memperhatikan anak yang berkebutuhan khusus
dan mengalami kesulitan belajar. Sehingga anak bersemangat dan mampu
mengikuti pembelajaran dengan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Delphie,Bandi (2007). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam


Setting Pendidikan Inklusi. Sleman:Penerbit KTSP

Somantri.Sutjihati (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung :Penerbit


Refika Aditama

17

Anda mungkin juga menyukai