Anda di halaman 1dari 47

KARYA ILMIAH POPULER

ANAK YANG MENGALAMI HAMBATAN BELAJAR

NAMA : HADIJA AZHARIANTI


NIM : 857095467
PRODI : PGSD-S1
UPPBJ : JAKARTA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
UPPBJ JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak memiliki perbedaan dalam

perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki dan hambatan yang dihadapi. akan

tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun Setiap anak mempunyai

perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita

berhadapan dengan seorang anak yang pertama harus dilihat, Ia adalah seorang anak bukan

label kesulitan dia semata-mata yang dilihat. dengan kata lain pendidikan melihat anak dari

sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat

berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya sudut pandang seperti

inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah menyerah

dalam menghadapi anak yang berbeda

Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran. ketika

pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan adalah apa yang

menjadi hambatan belajar dan kebutuhan si anak apabila hal itu dapat diketahui oleh guru

maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada Apa yang dibutuhkan oleh seorang anak,

bukan pada apa yang diinginkan oleh guru. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi

pendidikan antara lain untuk memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri

secara optimal sejalan dan potensi yang dimilikinya

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti

bahwa berhasil atau gagal pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses

belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun di lingkungan rumah

atau keluarga sendiri Oleh sebab itu, ketika seorang anak mengalami suatu hambatan belajar

maka pencapaian tujuan pembelajaran untuk mencapai hasil maksimal akan sulit tercapai.
Sehingga, mulai dari awal pembelajaran seorang pendidikan harus lebih tahu kondisi anak

Apakah anak mempunyai hambatan pembelajaran atau tidak Dan seperti apakah hambatan

tersebut. untuk membantu kondisi tersebut maka penulis menyusun makalah ini yang

berjudul anak yang mengalami hambatan belajar

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dari makalah ini

diantaranya :

1. Bagaimana konsep dan definisi anak yang mengalami kesulitan belajar

2. Apa saja Istilah yang digunakan untuk anak yang mengalami kesulitan belajar

3. Bagaimana dampak pada anak yang mengalami kesulitan belajar dan perkembangan
Otaknya
4. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan bahasa

5. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan sosial
dan emosi
6. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perilaku kehidupan
sehari-hari
7. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam kegiatan pembelajaran

8. Bagaimana penanganan anak yang mengalami kesulitan belajar

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari makalah ini diantaranya :

1. Untuk mengetahui konsep dan definisi anak yang mengalami kesulitan belajar

2. Untuk mengetahui terminologi yang digunakan untuk anak yang mengalami kesulitan

belajar

3. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan

kognitif

4. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan

Bahasa
5. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan

sosial dan emosi

6. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perilaku

kehidupan sehari-hari

7. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam kegiatan

pembelajaran

8. Untuk mengetahui penanganan anak yang mengalami kesulitan belajar

D. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini diantaranya :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan khususnya dalam

bidang ilmu Pendidikan sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

pengembang ilmu Pendidikan terutama di kaitkan dengan anak yang mengalami

kesulitan belajar

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

1. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis serta tambahan pengetahuan sekaligus

untuk mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan atau kerangka teoritis

yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri

dalam menjalankan dan memahami suatu penelitian atau studi kasus khususnya

mengenai kesulitan belajar pada siswa

2. Sebagai tugas mata mata kuliah teknik penulisan karya ilmiah.

b. Bagi Pembaca

Sebagai media informasi tentang anak yang mengalami kesulitan belajar.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan Definisi Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup

beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda.

Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain injured dan minimal brain

dysfunction, kelompok ahli psikolinguistik menggunakan istilah language disorder, dan

selanjutnya dalam bidang pendidikan ada yang menyebutnya dengan istilah educationally

handicaped. Namun istilah umum yang sering digunakan oleh para ahli pendidikan adalah

learning disabilities (Donald, 1967:1) yang diartikan sebagai "Kesulitan Belajar”. Karena

sifat kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang mengalami kesulitan belajar ini, disebut

Specific Learning Disabilities yaitu kesulitan belajar khusus (painting, 1983 : Krik,1989).

Dalam dunia pendidikan digunakan istilah educationally handicapped karena anak-

anak ini mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga mereka

memerlukan layanan pendidikan secara khusus (special education) sesuai dengan bentuk dan

derajat kesulitan (Hallahan dan kauffman, 1991). Layanan pendidikan khusus yang dimaksud

tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga dalam strategi atau

pendekatan bantuannya.

Istilah yang digunakan oleh para medis adalah brain injured, minimal Brain

dysfunction, dengan alasan bahwa dari hasil deteksi secara medis anak-anak berkesulitan

belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan otaknya yang diakibatkan oleh

adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak dalam kandungan mengalami

penyimpangan. Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak menimbulkan kelainan

struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi pada otak

(Dikot, Y., 1992:6)


Sementara itu para ahli bahasa menyebutnya dengan istilah language disorder karena

anak-anak berkesulitan belajar mengalami gangguan dalam berbahasa. Gangguan bahasa

yang dimaksud meliputi bahasa ekspresif yaitu kemampuan mengemukakan ide atau pesan

secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu kemampuan menangkap ide atau pesan orang lain

yang disampaikan secara lisan. Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus,

sebagaimana dijelaskan oleh Canadian Association For Children and Adults with Learning

Disabilities (1981) adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah

meskipun kecerdasannya termasuk rata-rata, sedikit di atas rata-rata, atau sedikit di bawah

rata-rata, dan apabila kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk

learning disabilities. Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimal otak (DMO) yaitu

karena adanya penyimpangan dalam perkembangan otak yang dapat berwujud dalam

berbagai kombinasi gejala gangguan seperti: gangguan persepsi, pembentukan konsep

bahasa, Ingatkan, kontrol perhatian atau gangguan motorik keadaan ini tidak disebabkan oleh

gangguan primer pada penglihatan, pendengaran, gangguan motorik, gangguan emosional

retardasi mental atau akibat lingkungan (Wright, dkk., 1985).

Public law (Hallahan dan kauffman, 1991:126) menjelaskan tentang "specific

learning disabilities" sebagai gangguan pada satu proses psikologis Dasar atau yang lebih

terlihat di dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis dengan wujud seperti ketidaksempurnaan

mendengar, memikirkan membicarakan, membaca, menulis, mengucapkan atau melakukan

penghitungan matematis. Di dalam istilah kesulitan belajar tercakup kondisi-kondisi halangan

persepsi, cedera otak, disfungsi minimal otak, disleksia dan aphasi perkembangan. Istilah ini

tidak mencakup anak yang mempunyai masalah yang pada dasarnya sebagai akibat hambatan

visual, pendengaran, tunagrahita, gangguan fisik, gangguan emosi lingkungan budaya dan

ekonomi yang kurang menguntungkan.


The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan

bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang

heterogen yang berupa kesulitan nyata dalam menggunakan pendengaran, percakapan,

membaca,menulis, berfikir, dan kemampuan matematika. Gangguan ini terdapatdidalam diri

seseorang dan dianggap berkaitan dengan disfungsi system syaraf pusat. Sekalipun kesulitan

belajar mungkin berdampingan dengan kondisi-kondisi hambatan lain (misalnya perbedaan

budaya, kekurangan pengajaran, faktor penyebab psikogen), kesulitan belajar bukan akibat

langsung dari kondisi atau pengaruh tersebut.

Memperhatikan ketiga pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus tersebut,

tergambar bahwa sumber penyebabnya yaitu pada “disfungsi sistem syaraf pusat”. Kondisi

“disfungsi” menunjukkan adanya gangguan fungsi dari sistem syaraf sehingga tidak berperan

sebagaimana mestinya. Gangguan yang terjadi pada aspek organis, dan pada proses

psikologis dasar berupa gangguan berbahasa, artikulasi, membaca, menulis ekspresif dan

berhitung tidaklah bersifat permanen, sehingga memungkinkan kembali berfungsi optimal

manakala memperoleh layananyang sesuai.

Berdasarkan gambaran di atas, kita dapat membuat batasan yang lebih ringkas sebagai

berikut. “Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas

akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam psikologis

dasar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk

mengembangkan potensinya secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan

secara khusus”.

1. Karakteristik Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar

memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu :

a. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari

dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga

kemampuan perseptualnya terhambat

Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses

pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman

terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman

terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Bukan faktor-faktor internal tersebut

menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar

anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.

b. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi

Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan

beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka

memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki

kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan

ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik yaitu pada

kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).

c. Tidak Adanya Gangguan Fisik atau Mental

Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik

atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut

ini :

1. Tunagrahita (Mental Retardation)

Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut

menghambat prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.

2. Lamban Belajar (Slow Learner)


Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan,

sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di

bawah rata- rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada

semua mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (“ambang batas”),

yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation

(tunagrahita).

3. Masalah Belajar (Learning Problem)

Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang

mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut

berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau disekolah, dan

lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer atausementara dan mempengaruhi

prestasi belajar.

2. Faktor Penyebab Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada litelatur dan hasil riset
(Harwell, 2001) yaitu :
a. Faktor keturunan/bawaan.

b. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature. Kondisi janin yang tidak
menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibuyang merokok, menggunakan obat-
obatan (drugs) atau meminum alcohol selama masa kehamilan.
c. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi trauma kepala atau pernah
tenggelam.
d. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita.

e. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai system imun yang lemah.

f. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium,arsenik,


merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.

Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selam tahun tahun awal kelahiran sampai

umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya.
Stimulasi pada masa bayi dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa

awal kelahiran samapi usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara

mendengar lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita.Pada beberapa kondisi,

interaksi ini kurang dilakukan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya

kemampuan fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001).

Sementara Krik & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar

sebagai berikut :

a. Faktor Disfungsi Otak

Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat

pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa,

hiperaktivitas dan kerusakan perceptual. Penelitian berlanjut ke area neuropsychology

yang menekankan adanya perbedaan pada hemisfer otak. Menurut Wittrock dan

Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic atau

kemampuan Verbal, hemisfer kanan otak berhubungan dengan tugas-tugas yang

berhubungan dengan auditori termasuk melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-

spasial dan aktivitas nonverbal. Temuan Harness, Epstein dan Gordon mendukung

penemuan sebelumnya bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar menampilkan kinerja

yang lebih baik dari pada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan

berhubungan dengan otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang

berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang

termasuk underachiever memiliki disfungsi system syaraf pusat (dalam kirk &

Ghallager, 1986)

b. Faktor Genetik

Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang factor

herediter menentukan ketidak mampuan dalam membaca, menulis dan mengeja


diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh

Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar identik

dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia pada kembar

identik lebih banyak dari pada kembar tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa

ketidakmampuan membaca, mengeja dan menulis adalah sesuatu yang diturunkan.

c. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi

Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi diusia awal

kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan

munculnya kesulitan belajar pada anak. Gruickshank dan Hallahan (dalam Kirk &

Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara

malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi

sistem syaraf pusat dan kemampuan belajar serta berkembang anak.

d. Faktor Biokimia

Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih

menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Gomfers (dalam

Kirk & Ghallager 1986) menemukan bahwa obat stimulant dalam jangka pendek dapat

mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam

Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya.

Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan

pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan

belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada

anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil.

namun ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan

bahwa memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan. Mulyono

Abdurrahman mengatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
internal dan eksternal. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis,

sedangkan penyebab utama problema belajar adalah factor eksternal, yaitu antara lain

berupa strategi pembelajaranyang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak

Membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan. Hal-hal yang

dapat mempengaruhi faktor neurologis yakni :

1. Faktor genetik

2. Luka pada otak (kekurangan oksigen)

3. Faktor biokimia

4. Pencemaran lingkungan

5. Gizi yang tidak memadai (nutrisi)

6. Pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan anak.

3. Klasifikasi Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

a. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)

Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi :

1. Gangguan Perkembangan Motorik

Gangguan perkembangan motorik disebut dispraksia, mencakup gangguan

pada motorik kasar, motorik halus, penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan

lateralisasi (arah) gerak.

Dispraksia atau sering disebut clumsy adalah keadaan sebagai akibat adanya

gangguan dalam intelegensi audiotori-motorik. Anak tidak mampu melakukan

gerakan anggota tubuh dengan benar walaupun tidak ada kelumpuhan anggota

tubuh. Manifestasinya dapat berupa disfasia verbal (bicara) dan non verbal (menulis,

bahasa isyarat, dan pantomim). Ada beberapa jenis dispraksia,yaitu :

a) Dispraksia ideomotoris ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam

melakukan gerakan praktis sederhana, seperti menggunting, menggosok gigi, atau


menggunakan sendok makan. Gerakannya terkesan canggung dan kurang. luwes.

Dispraksia ini sering merupakan kendala bagi perkembangan bicara.

b) Dispraksia ideosional ditandai anak dapat melakukan Gerakan kompleks tetapi

tidak mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi

lingkungan yang tidak tenang. Kesulitannya terletak pada urutan gerakan, anak

sering bingung mengawali suatu aktivitas, misalnya mengikuti irama musik.

c) Dispraksia Konstruksional ditemukan pada anak yang mengalami kesulitan

dalam melakukan gerakan-gerakan kompleks yang berkaitan dengan bentuk,

seperti menyusun balok dan menggambar. Kondisi ini dapat mempengaruhi

gangguan menulis (disgrafia). Hal ini disebabkan karena kegagalan dalam konsep

visiokonstuktif.

d) Dispraksia oral sering ditemukan pada anak yang mengalami disfasia

perkembangan (gangguan perkembangan Bahasa). Anak mempunyai gangguan

dalam bicara karena adanya gangguan dalam konsep gerakan motoric di dalam

mulut. Berbicara dipandang sebagai bentuk gerakan halus dan terampil dalam

rongga mulut sehingga anak kurang mampu jika diminta menirukan gerakan,

misalnya menjulurkan atau menggerakan lidah, menggembungkan pipi, menarik

bibir kedepan dan sebagainya.

2. Gangguan Perkembangan Bahasa (Disfasia)

Disfasia adalah ketidakmampuan atau keterbatan kemampuan anak

menggunakan simbol linguistik dalam rangka berkomunikasi secara verbal.

Gangguan pada anak yang terjadi pada fase perkembangan ketika anak belajar

berbicara disebut disfasia perkembangan (developmental dysphasia).

Disfasia ada dua jenis, yaitu disfasia reseptif dan disfasiaekspresif. Pada

disfasia
reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak

dapat mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mengerti apa yang didengar

karena mengalami gangguan dalam memproses stimulus yang masuk. Pada disfasia

ekpresif, anak tidak mengalami gangguan pemahaman bahasa. Tapi ia sulit

mengekspresikan kata secara verbal. Anak dengan gangguan perkembangan bahasa

akan berdampak pada kemampuan membaca dan menulis.

3. Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)

Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat

indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan, pendengaran,

perabaan, penciuman, dan pengecap.

4. Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)

Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses

penginderaan sehingga menjadi informasiyang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan

tersebut meliputi :

a) Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang

didengarkan.

b) Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.

c) Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek

yang bergerak atau digerakkan.

d) Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.

e) Gangguan dalam Pemahaman Konsep.

f) Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

g) Gangguan Perkembangan Perilakuh.

h) Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat

internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi : ADD 4 (Attention
Deficit Disorder) atau gangguan perhatian, ADHD (Attention Deficit

Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.

b. Kesulitan Belajar Akademik

Kesulitan Belajar akademik terdiri atas :

1. Disleksia atau Kesulitan Membaca

Disleksia berasal dari kata dys yang bermakna “kesulitan”. Dan lexis yang

berarti “Bahasa”. Jadi, disleksia secara harfiah berarti kesulitan dalam berbahasa.

Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tetapi menulis,

dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan pada anak disleksia tidak

sebanding dengan tingkat inteligensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk

kemampuan membaca dengan lancar dan akurat. Sebab, anak disleksia biasanya

mempunyai level inteligensi normal atau bahkan sebagian diantaranya di atas rata-

rata.

Disleksia merupakan kelainan dengan dasar gejala neurobiologist. Disleksia

ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata secara tepat dan akurat, mengeja,

serta mengode simbol. World Federation of Neurology mendefinisikan disleksia

sebagai gangguan yang dimanifestasikan dengan kesulitan belajar membaca

meskipun memiliki instruksi konvensional, kecerdasan,serta kesempatan sosial

budaya yang memadai. Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu

kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda dari anak normal. Kondisi

tersebut sering ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi

area kognisi, seperti daya ingat, kecepatan memproses input, kemampuan mengatur

waktu, aspek koordinasi,serta pengendalian gerak. Disleksia juga dapat ditandai

kesulitan visual dan fonologis di mana biasanya terdapat perbedaan kemampuan di


berbagai aspek perkembangan. Secara lebih khusus,anak yang mengalami disleksia

biasanya mengalami lima masalah.

Pertama, masalah fonologi. Maksud dari fonologi adalah hubungan sistematik

antara huruf dan bunyi. Misalnya, seorang anak mengalami kesulitan membedakan

kata paku dengan “palu” atau keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi

cukup mirip, misalnya “lima puluh” dengan “lima belas” Kesulitan ini bukan

disebabkan masalah pendengaran, melainkan terkait proses pengolahan input di

dalam otak.

Kedua, masalah mengingat perkataan. Kebanyakan anak disleksia mempunyai

level inteligensi normal atau bahkan di atas rata-rata. Akan tetapi, mereka

mempunyai kesulitan dalam hal mengingat perkataan. Seorang anak yang mengidap

disleksia mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya sehingga memilih

untuk memanggilnya dengan sebutan “temanku disekolah” atau “temanku laki-laki

yang itu”. Boleh jadi, ia dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat

mengingat jawaban untuk suatu pertanyaan sederhana.

Ketiga, masalah penyusunan yang sistematis/berurutan. Anak disleksia

mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan,misalnya susunan bulan

dalam setahun, hari dalam seminggu, atau urutan huruf dan angka. Penderita

disleksia sering lupa terhadap susunan aktivitas yang sudah direncanakan

sebelumnya, sebagai contoh, seorang anak lupa setelah pulang sekolah langsung

pulang ke rumah atau pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah

mengingatkannya, bahkan boleh jadi sudah ditulis didalam agenda kegiatannya.

Anak disleksia juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan

terhadap waktu. Misalnya, seorang anak kesulitan memahami instruksi berikut.

“Waktu untuk mengerjakan soal ujian 45 menit. Sekarang tepat pukul 08.00. Nanti
15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Selain

contoh tersebut, anak disleksia juga dibuat bingung dengan perhitungan uang

sederhana. Misalnya, ia merasa ragu uangnya cukup untuk membeli sepotong kue

atau tidak.

Keempat , masalah ingatan jangka pendek. Anak disleksia mengalami

kesulitan memahami instruksi panjang dalam waktu pendek. Sebagai contoh, ibu

menyuruh anak dengan kalimat berikut. “Simpan tas di kamarmu di lantai atas!

Setelah itu, segera ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi

untuk makan siang bersama lbu, tetapi jangan lupa bawa buku PR matematikanya.”

Kemungkinan besar, anak disleksia tidak mampu melakukan seluruh instruksi

tersebut secara sempurna. Sebab, ia tidak mengingat seluruh perkataan ibunya.

Kelima, masalah pemahaman sintaksis. Anak disleksia sering mengalami

kebingungan dalam memahami tata bahasa terutama jika dalam waktu bersamaan

mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai struktur dan kaidah

berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa kedua apabila

pengaturan tata bahasanya berbeda dari pada bahasa pertama.Sebagai contoh, dalam

bahasa Indonesia dikenal susunan diterangkan-menerangkan (contohnya tas merah,

buku biru, dan sebagainya). Namun, dalam bahasa Inggris, pola yang digunakan

adalah menerangkan-diterangkan (red bag, blue book, dansebagainya).

Masalah-masalah tersebut semakin jelas karena penelitian terkini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan anatomi antara otak anak disleksia dengan

anak normal. Perbedaan tersebut terletak di bagian temporal-parietal oksipitalnya

(otak bagian samping dan belakang). Pemeriksaan functional magnetic resonance

imaging untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata

menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan manusia
normal. Dalam hal ini, perbedaan yang paling utama terletak pada pemrosesan input

huruf ataupun kata yang dibaca, lalu diterjemahkan menjadi suatu makna. Tanda-

tanda anak mengalami diseleksia :

a. Kesulitan mengenali ataupun mengeja huruf

b. Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai.

c. Sering tertukar dalam menuliskan huruf, misalnya “b” tertuka tertukar dengan

“d”, “p” tertukar dengan “q”, “m” dengan “w”, serta “s” tertukar dengan “z”

d. Daya ingat jangka pendek buruk

e. Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau didengar

f. Bentuk tulisan tangan buruk.

g. Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung.

h. Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek.

i. Kesulitan mengingat kata-kata.

j. Kesulitan dalam diskriminasi visual

k. Kesulitan dalam persepsi spasial.

l. Kesulitan mengingat nama-nama.

m. Mengalami kesulitan atau lambat dalam mengerjakan pekerjaan rumah.

n. Kesulitan memahami konsep waktu.

o. Sulit membedakan huruf vokal dengan konsonan.

p. Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol.

q. Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari.

r. Kesulitan membedakan kanan kiri.

s. Membaca lambat, terputus-putus, serta tidak tepat.

Perhatikan beberapa contoh berikut ini,


1. Menghilangkan atau salah membaca kata penghubung, seperti “di”, “ke”,

“pada”, dan sebagainya.

2. Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca misalnya “menulis” hanya

dibaca “tulis”.

3. Tidak dapat membaca atau membunyikan perkataan yang tidak pernah

dijumpai.

4. Kata saling tertukar, misalnya “dia” dengan “ada”. “sama” dengan “masa”,

“lagu” dengan “gula”, “batu” dengan “buta”, “tanam” dengan “taman”,

“dapat” dengan “padat”. “mana” dengan “nama”, dan sebagainya.

Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan belajar membaca

yang berat dinamakan aleksia. Disleksia atau kesulitan membaca adalah

kesulitan untuk memaknai simbol,huruf, dan angka melalui persepsi visual dan

auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman.

Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa :'

a. Penambahan (Addition)

Menambahkan huruf pada suku kata.

Contoh : suruh ◊ disuruh ; gula ◊ gulka ; buku ◊ bukuku

b. Penghilangan (Omission)

Menghilangkan bentuk huruf pada suku kata.

Contoh : kelapa ◊ lapa ; kompor ◊ kopor ; kelas ◊ kela

c. Pembalikan kiri-kanan (inversion)

Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri

kanan.

Contoh : buku ◊ duku ; palu ◊ lupa ; 3 ◊ µ ; 4 ◊ ¼

d. Pembalikan atas-bawah (Reversall)


Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-

bawah.

Contoh : m ◊ w ; u ◊ n ; nana ◊ uaua ; mama ◊ wawa

e. Penggantian (Substitusi)

Mengganti huruf atau angka.

Contoh : mega ◊ meja ; nanas ◊ mamas

Ada dua tipe disleksia, yaitu dileksi audiotoris dan disleksia visual. Gejala-

gejalan disleksia audiotoris sebagai berikut :

a. Kesulitan dalam diskriminasi audiotoris dan persepsi sehingga mengalami

kesulitan dalam analisis fonestik, contohnya anak tidak dapat membedakan

kata “kakak, katak, kapak”.

b. Kesulitan analisis dan sintesis audiotoris, contohnya “ibu” tidak dapat

diuraikan menjadi “i-bu” atau problem sintesa “p-i-ta” menjadi “pita”.

Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja.

c. Kesulitan reaudiotoris bunyi atau kata. Jika diberi huruf tidak dapat

mengingat bunyi huruf atau kata tersebut, atau kalua melihat kata tidak

dapat mengungkapkannya walaupun mengerti arti kata tersebut.

d. Membaca dalam hati lebih baik dari pada membaca lisan.

e. Kadang-kadang disertai gangguan urutan audiotoris.

f. Anak cenderung melakukan aktivitas visual.

Gejala-gejala disleksia visual adalah sebagai berikut :

a. Tendensi terbalik, misalnya b dibaca d, p menjadi g, u menjadin, m

menjadi w, dan sebagainya.

b. Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip.


c. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Jika diberi huruf cetak

untuk menyusun kata mengalami kesulitan,misalnya “ibu” menjadi ubi

atau iub.

d. Memori visual terganggu.

e. Kecepatan presepsi lambat.

f. Kesulitan analisis dan sintesis visual.

g. Hasil tes membaca buruk.

h. Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas audiotori.

2. Disgrafia atau Kesulitan Menulis

Disgrafia adalah kesulitan seseorang dalam menulis, terlepas dari

kemampuannya untuk membaca. Kesulitan belajar menulis yang berat disebut

agrafia. Menurut Feldmen, disgrafia berasal dari bahasa Yunani dengan makna

kesulitan khusus yang membuat anak sulit menulis atau mengekspresikan

pikirannya dalam bentuk tulisan dan menyusun huruf-huruf.

Disgrafia disebabkan oleh faktor neurologis, yakni gangguan pada otak kiri

depan yang berhubungan dengan kemampuan menulis. Kelainan neurologis ini

berwujud hambatan secara fisik,seperti tidak dapat memegang pensil dengan

mantap ataupun hasil tulisan tangan yang buruk. Anak dengan gangguan disgrafia

sejatinya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan

penguasaan gerak otot secara otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian

gangguan belajar terutama pada anak yang berada ditingkat sekolah dasar (SD).

Kesulitan dalam menulis sering kali juga disalah artikan sebagai kebodohan oleh

orang tua dan guru. Akibatnya, seorang anak yang bersangkutan merasa frustrasi

karena pada dasarnya ia sangat ingin mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan
pengetahuannya dalam bentuk tulisan.Akan tetapi, ia memiliki hambatan untuk

melakukan hal itu.Sebagai langkah awal dalam menghadapi anak yang mengalami

disgrafia, orang tua dan guru harus memiliki pemahaman yang tepat. Disgrafia

bukan disebabkan tingkat inteligensi yang rendah,kemalasan, sikap asal-asalan,

ataupun keengganan dalam belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya

perhatian orang tua danguru terhadap anak ataupun keterlambatan proses visual

motorik.

Sebuah penelitian di Amerika menunjukkan bahwa kasus kesulitan belajar

yang terkait ketidak mampuan menulis (disgrafia) lebih banyak ditemui pada anak

laki-laki. Berkebalikan dengan kesulitan membaca seperti disleksia, penelitian

tentang kesulitan menulis masih sangat minim sehingga angka kasusnya juga tidak

jelas. Pada penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 5.700 anak, sekitar 7 – 15

persen dari jumlah tersebut diketahui mengalami gangguan baca-tulis semasa duduk

di bangku sekolah. Persentaseini bervariasi karena bergantung pada kriteria yang

dipakai untuk mendiagnosis masalah. Dalam hal ini, anak laki-laki memiliki

kecenderungan 2-3 kali lebih beresiko terdiagnosis tidak mampu membaca

dibanding perempuan-apapun jenis kriteria yang digunakan.

Secara spesifik, penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti. Namun

demikian, apabila kelainan tersebut terjadi secara tiba-tiba, baik pada anak maupun

orang yang telah dewasa maka disgrafia diduga disebabkan oleh trauma kepala,

entah akibat kecelakaan, penyakit, dan sebagainya. Selain itu, para ahli juga

menemukan bahwa anak yang menderita disgrafia terkadang mempunyaianggota

keluarga dengan gejala serupa. Dengan demikian, ada kemungkinan faktor herediter

ikut berperan dalam disgrafia. Sebagaimana telah diuraikan, disgrafia sering

disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan
yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami

kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan

menguasai gerakan otot saat menuliskan huruf dan angka. Kesulitan ini tidak terkait

denganmasalah kemampuan intelektual, kemalasan, sikap asal serta kemauan

belajar.

Feldmen menyatakan bahwa ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan

disgrafia. Untuk lebih jelasnya perhatikan ciri-ciri berikut ini :

a. Terdapat inkonsistensi bentuk huruf dalam tulisannya.

b. Saat menulis, penggunaan huruf capital (besar) dan kecil masih tercampur.

c. Ukuran dan bentuk huruf pada tulisannya tidak proporsional.

d. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,

pengetahuan, ataupun pemahamannya lewat tulisan.

e. Sulit memegang pulpen ataupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat

tulis sering terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan kertas.

f. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis. Jika tidak demikian, bisa juga

anak tersebut terlalu memerhatikan tangannya yang sedang menulis.

g. Menulisan tidak mengikuti alur garis yang tepat dan serta kurang proporsional

dan Tetap mengalami kesulitan sekalipun hanya diminta menyalin contoh

tulisan yang sudah ada.

Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol-simbol

bunyi menjadi symbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada

beberapa tahap aktivitas menulis, yaitu :

a. Sengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam ucapan atau

tulisan dari suku kata/kata.Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja

antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2)
Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/symbol yang sudah

diurai tadi; untuk (3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.

b. Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung) yaitu aktivitas

membuat gambar simbol tertulis Sebagian anak berkesulitan belajar umumnya

lebih mudah menuliskan huruf cetak yang terpisah-pisah dari pada menulis-huruf

sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang pendek menyulitkan mereka saat

menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak, rentang perhatian yang

dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis “per huruf”.

Sedangkan saat menulis huruf-sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif

lebih Panjang, karena mereka menulis “per kata”.

Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:

1. Ketidak konsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf.

2. Ketiadaan jarak tulisan antar-kata.

3. Ketidakjelasan bentuk huruf.

4. Ketidak konsistenan posisi huruf pada garis.

Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada

kesulitan membaca, seperti :

1. Penambahan huruf/suku kata.

2. Penghilangan huruf/suku kata.

3. Pembalikan huruf ke kanan-kiri.

4. Pembalikan huruf ke atas-bawah.

5. Penggantian huruf/suku kata

c. Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis yang

bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas


ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3) mengeja;

(4) menulis permulaan.

3. Diskalkulia atau kesulitan berhitung

Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskakulia. Kesulitan belajar berhitung yang

berat disebeut akalkulia. Menurut Abdurrahman (1996), diskakulia adalah gangguan

belajar yang berpengaruh terhadap kemampuan matematika. Seorang dengan

diskakulia sering mengalami kesulitan memecahkan masalah matematika serta

konsep dasar aritmetika. Sebagian besar orang yang mengalami diskalkulia

mempunyai masalah dalam prosesvisual. Dalam beberapa kasus, pada bagian

pemrosesan dan pengurutan matematika memerlukan seperangkat prosedur yang

harus diikuti. Masalah ini juga berkaitan dengan kurangnya memori (memory

deficits). Mereka yang sulit mengingat benda-benda / angka akan mengalami

masalah dalam mengingat urutan operasi (order of operations) yang harus diikuti

atau langkah-langkah pengurutan tertentu untuk memecahkan soal-soal matematika.

Diskalkulia juga dikenal dengan istilah mathdifficulty. Sebab, gejala ini menyangkut

gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau

secara kuantitatif yang terjadi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan

mengalkulasi (calculating). Anak yang menderita diskakulia akan menunjukan

kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai

dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka

atau simbol matematika. Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan

bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang

berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari

kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh

karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu


kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat,

kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan

dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami

konsep perkalian dan pembagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di

bawah ini :

a. Kemampuan dasar berhitung, terdiri atas :

1. Mengelompokkan (classification),yaitu kemampuan mengelompokkan objek

sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya. Objek yang sejenis dikelompokkan

dalam suatu himpunan, misalnya himpunan kursi, himpunan kelereng merah,

himpunan bola besar, dan lain-lain. Pada anak yang kesulitan. mengklasifikasi,

anak tersebut kesulitan menentukan bilangan ganjil dan genap, bilangan cacah,

bilangan asli, bilangan pecahan, dan seterusnya.

2. Membandingkan (comparation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran

atau kuantitas dari dua buah objek. Misalnya : Penggaris A lebih panjang dari

penggaris B, Bola X lebih kecil dari Bola Y, Bangku Merah lebih banyak dari

Bangku Biru, dan seterusnya.

3. Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau

kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai

dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau sebaliknya.

Contohnya : Penggaris A paling pendek, Penggaris B agak panjang, dan

Penggaris C paling Panjang; Bola X paling besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola

Z paling kecil; Bangku Merah paling banyak, Bangku Biru lebih sedikit, dan
Bangku Hijau paling sedikit ; 5 – 4 – 3 atau 20 – 40 – 70 – 80 – 100 ; dan

seterusnya.

4. Menyimbolkan (symbolization), yaitu kemampuan membuat symbol atas

kuantitas yang berupa angka bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau simbol tanda

operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda + (penjumlahan), -

(pengurangan), x (perkalian), atau : (pembagian), < (kurang dari), > (lebih

dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain. Penguasaan simbol-simbol tanda ini

akan berguna saat anak melakukan operasi hitung.

5. Konservasi, yaitu kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan

suatu kaidah yang sama dalam proses/operasi hitung yang memiliki

kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi adalah penggunaan rumus atau

kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah operasi hitung berlangsung proses

yang serupa untuk objek kuantitas yang berbeda. Misalnya dengan memahami

konsep penjumlahan anak akan tahu bahwa 2 + 5 adalah 7 dan 4+9 adalah 13

karena meskipun jumlah angkanya berbeda tetapi polahitungannya sama.

Anak akan mengalami kesulitan saat menterjemahkan kalimat bahasa menjadi

kalimat matematis pada soal cerita.

b. Kemampuan dalam menentukan nilai tempat

Dalam berhitung/matematis, pemahaman akan nilai tempat adalah sesuatu

yang penting, karena bilangan ditentukan nilainya oleh urutan atau posisi suatu

angka di antara angka lainnya. Dalam matematika, bilangan yang terletak di

sebelah kiri nilainya lebih besar dari bilangan di sebelah kanan. Misalnya pada

bilangan 15 angka “1” nilainya adalah 1 puluhan sedangkan angka “5” adalah 5

satuan. Konsep nilai puluhan dan satuan melekat pada posisi/tempatnya masing-

masing. Begitu juga nilai ratusan, ribuan, puluh ribuan, dan seterusnya.
Pemahaman mengenai konsep nilai tempat juga penting dalam operasi hitung.

Pada operasi penjumlahan konsep ini akan mengarahkan penentuan berapa nilai

yang disimpan, sedangkan operasi pengurangan konsep nilai tempat akan

mengarahkan penentuan berapa nilai yang dipinjam.

Contoh : Menjumlah semua bilangan tanpa melihat makna nilai tempat.

c. Kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik

menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam. Anak yang

tidak menguasai tahapan konservasi akan kesulitan melakukan operasi hitung.

Anak yang belum menguasai konsep nilai tempat akan mengalami kesulitan

dalam proses operasi hitung penjumlahan dengan menyimpan atau pengurangan

dengan meminjam.

d. Kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian

Konsep perkalian merupakan lanjutan dari konsep operasi penjumlahan.

Perkalian pada dasarnya adalah penjumlahan yang berulang (sebanyak angka

pengalinya). Sedangkan konsep pembagian adalah lanjutan dari konsep operasi

pengurangan. Pembagian pada dasarnya adalah pengurangan yang berulang

(sebanyak angka pembaginya). Kedua konsep operasi hitung ini akan bisa

dikuasai anak hanya bila anak telah menguasai konsep penjumlahan dan

pengurangan. Pada anak yang kesulitan mengalikan atau membagi akan

cenderung menebak-nebak jawaban atau tidak cermat melakukan proses

penghitungan.

Contoh :Perkalian dijadikan penjumlahan = 2 x 5 = 7; Perkalian yang tidak

cermat 2 x 5 = 8; Pembagian dijadikan pengurangan = 12 : 3 = 9; Pembagian

yang tidak cermat = 12 : 3 = 6. Dan seterusnya.

e. Kemampuan Menjumlah dan Megurangi Bilangan Bulat


Bilangan bulat terdiri dari bilangan positif dan negatif. Penjumlahan bilangan

bulat positif dengan bilangan bulat positif lain pada umumnya tidak ditemukan

kendala. Misal : 10 + 3 = 13; 7 + 13 = 20 Pada operasi pengurangan yang nilai

pengurangnya lebih kecil, juga tidak ditemukan kendala. Misal : 10 – 3 = 7; 17 –

8 = 9. kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada operasi penjumlahan dan

pengurangan bilangan bulat yaitu : Penjumlahan bilangan bulat positif dengan

negative.

Contoh : 14 + (-10) = …; Penjumlahan bilangan bulat negative dengan positif.

Contoh : -7 + 9 = ….; Penjumlahan bilangan bulat negative dengan negative.

Contoh : -8 + (-7) = ….: Pengurangan bilangan bulat positif dengan positif

(bilangan pengurangan lebih besar). Contoh : 6 – 10 = ….: Pengurangan bilangan

bulat positif dengan negative. Contoh : 7 – (-10) = ….; Pengurangan bilangan

bulat negative dengan positif. Contoh : -4 – 8 = ….; Pengurangan bilangan bulat

negative dengan negative. Contoh : -3 – (-5) = …

Dari uraian di atas, tampak bahwa kemampuan berhitung merupakan kemampuan

yang sifatnya bertingkat. Dimulai dari tingkat yang paling sederhana, yaitu

kemampuan

dasar (seperti klasifikasi, komparasi, seriasi, serta simbolisasi dan konservasi) sampai

kemampuan yang kompleks (yang sifatnya operasional seperti nilai tempat, operasi

hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian)

Menurut Kirk & Gallagher (1986), kesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi dua

kelompok besar yaitu developmental learning disabilities dan kesulitan belajar akademis.

Komponen utama pada developmental learning disabilities antara lain : perhatian,

memori,gangguan persepsi visual dan motorik, berpikir dan gangguan bahasa. Sedangkan
kesulitan belajar akademis termasuk ketidakmampuan pada membaca, mengeja, menulis, dan

aritmatik.

a. Developmental Learning Disabilities

1. Perhatian (attention disorder). Anak dengan attention disorder akan berespon pada

berbagai stimulus yang banyak. Anak ini selalu bergerak, sering teralih perhatiannya,

tidak dapat mempertahankan perhatian yang cukup lama untuk belajar dan tidak dapat

mengarahkan perhatian secara utuh pada sesuatu hal.

2. Memory Disorder adalah ketidakmampuan untuk mengingat apa yang telah dilihat

atau didengar ataupun dialami. Anak dengan masalah memori visual dapat memiliki

kesulitan dalam me-recall kata-kata yang ditampilkan secara visual. Hal serupa juga

dialami oleh anak dengan masalah pada ingatan auditorinya yang mempengaruhi

perkembangan bahasa lisannya.

3. Gangguan persepsi visual dan motorik. Anak-anak dengan gangguan persepsi visual

tidak dapat memahami rambu-rambu lalu lintas, tanda panah, kata-kata yang tertulis,

dan symbol visual yang lain. Mereka tidak dapat menangkap arti dari sebuah gambar

atau angka atau memiliki pemahaman akan dirinya. Contohnya seorang anak yang

memiliki penglihatan normal namun tidak dapat mengenali teman sekelasnya. Dia

hanya mampu mengenal saat orang tersebut berbicara atau menyebutkan namanya.

Pada anak dengan gangguan persepsi motorik, mereka tidak dapat memahami orientasi

kanan-kiri, bahasa tubuh,visual closure dan orientasi spasial serta pembelajaran secara

motorik.

4. Thinking disorder adalah kesulitan dalam operasi kognitif pada pemecahan masalah

pembentukan konsepdan asosiasi. Thinking disorder berhubungan dekat dengan

gangguan dalam berbahasa verbal. Dalam penelitian oleh Luick terhadap 237 siswa

dengan gangguan dalam berbahasa Verbal yang parah, menemukan bahwa mereka
memperlihatkan kemampuan yang normal dalam tes visual dan motoric namun berada

di bawah rata-rata pada tes persepsi auditori, ekspresi verbal, memori auditori

sekuensial dan grammatic closure

5. Language Disorder Merupakan kesulitan belajar yang paling umum dialami pada anak

prasekolah. Biasanya anak-anak ini tidak berbicara atau berespon dengan benar

terhadap instruksi atau pernyataan verbal.

b. Academic Learning Disabilities adalah kondisi yang menghambat proses belajar yaitu

dalam membaca,mengeja, menulis, atau menghitung. Ketidakmampuan ini muncul pada

saat anak menampilkan kinerja di bawah potensi akademik mereka.

B. Terminalogi yang Digunakan untuk Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

Attention deficit disorder

Clumsy child syndrome

Perceptual handicap

Brain injury

Minimal brain dysfunction

Dyslexia

Dyslogic syndrome

Learning disorder

Learning disabilities

Educational handicap
Mild handicap

Neurological impairment

Hyperactivity

Hyperkinesis

Language disorders

Specific learning disability

Learning difficult

C. Dampak Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar dalam Perkembangan Kognitif

Masalah yang berkaitan dengan kesulitan memori juga meliputi kemampuan dalam

menggunakan strategi kognitif untuk memecahkan masalah. Istilah kognisi digunakan dalam

menggambarkan proses analisis masalah, membuat perencanaan, dan pengaturan yang

diperlukan bagi solusi masalah itu. Anak-anak berkesulitan belajar sering memuncukan sikap

didalam kelas yang menunjukkan kurang kemampuan dalam menganalisis,membuat

perencanaan dan pengaturan suatu masalah. 1ugas-tugas sekolah dapat menunjukkan bukti

bahwa mereka mempunyai sifat tergesa-gesa dan sangat tidak beraturan. Sebagian siswa ini

nampaknya sangat tidak menyadari pentingnya perencanaan dan pengaturan tugas yang

diberikan pada mereka untuk diselesaikan disekolah.

Kesadaran yang membentuk strategi dan kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilah

tugas yang harus diselesaikan ini disebut kesadaran metakognisi. Sebagian peneliti

berpendapat tidak adanya kesadaran tersebut merupakan ciri utama sebagian penyandang

kesulitan belajar. Mereka berpendapat bahwa “kurangnya akses spontan terhadap

kemampuan ini dan memfungsikannya, beserta kemampuan untuk mengoordinasikannya”

adalah masalah yang sangan fundamental bagi sebagian anak penyandang kesulitan belajar

(Reid dan Hresko, 1981, hlm.81). Pengajaran kemampuan metakognitif bagi siswa yang tidak
bisa mengembangkannya dengan spontan adalah subyek yang telah menarik minat dan

antusias dalam bidang kesulitan belajar.

Menurut penelitian, anak-anak dengan hambatan belajar seringkali kesulitan dalam

mengingat fakta, instruksi dan aturan. Berkurangnya fungsi memori pada siswa yang

mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memori yang efektif. Hal

ini dikarenakan cara ini tidak bisa dimengerti dengan baik, anak-anak dengan hambatan

belajar kadang tidak bisa secara spontan melakukan strategi-strategi tersebut untuk membantu

mereka mengingat (Torgensen, 1989). Mereka harus diajarkan secara langsung untuk

melakukannya.

D. Dampak Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar dalam Perkembangan Bahasa

Dalam suatu penelitian pada siswa sekolah dasar, ditemukan bahwa hampir 90% dari 242

siswa yang telah diklasifikasikan sebagai berkesulitan belajar ternyata mempunyai kesulitan

bahasa pada tingkat ringan sampai dengan sedang (Gibbs dan Gooper, 1989).

Menurut penelitian anak-anak yang diberi label penyandang kesulitan belajar (learning

disabled) tersebut ternyata sebelumnya telah diberi label mempunyai “gangguan/hambatan

Bahasa”. Terrell percaya, bila anak-anak dengan hambatan bahasa masuk sekolah, kesulitan

bahasa mereka dapat dikurangi dengan menekankan pada bacaan dan akuisi kemampuan

akademis lainnya. Dia percaya, hambatan bahasa yang sama, yang mereka hadapi pada

awalnya kini semakin jelas terbukti berpengaruh dalam prestasi akademis mereka yang buruk

(Terrell, 1990).

Masalah-masalah bahasa sering kali terjadi yaitu kesulitan dalam memahami orang lain,

berbicara dengan jelas, menemukan kata yang benar untuk mengungkapkan ide dan

kebutuhannya, serta kurang kemampuan dalam mengatur bahasa untuk mendapatkan

komunikasi yang efektif.


Anak LD yang belum berusia sekolah mungkin memiliki banyak masalah auditori dan

atau visual (Johnson & Myklebust, 1967). Sedangkan anak LD usia sekolah mungkin

memiliki penglihatan dan pendengaran yang normal,namun otak mereka tidak mampu

menerjemahkan dengan benar apa yang mereka dengar dan ataupun lihat. Kurangnya

keberfungsian visual dan auditori mungkin dihasilkan karena adanya masalah orientasi ruang,

pengurutan dan pemisahan informasi. Anak LD mungkin juga memiliki kesulitan dalam

membayangkan sesuatu, memahaminnya, lalu melakukannya (Wiig & Semel, 1980).

Anak LD seringkali mengalami kesulitan dalam mengulang Kembali informasi (Wiig &

Semel, 1980). Agar supaya dapat melakukan percakapan,kita harus mampu untuk menarik

kata-kata dari kepala kita. 1idak efisiennya bagian ini mengganggu komunikasi interaksi

dasar dan berdampak pada proses belajar bahasa. Hal ini cukup membuat frustasi.

Anak LD mungkin memiliki sistem neurophysiological yang tidak efisien atau tidak

dewasa (Myklebust & Boshes, 1960). Untuk dapat memahami apa yang orang katakan

kepada kita sama halnya dengan pemahaman kita, tubuh kita harus berkoordinasi. Tubuh

anak LD tidak dapat berkoordinasi dengan mereka, dan mereka mungkin menunjukan

kemampuan mendenngarkan yang kurang baik, hyper-atau hypoactivity, fikiran yang

teralihkan, ketekunan, disinhibition, dan hal lainnya yang berpengaruh pada pola bahasa

anak-anak. Banyak anak LD membutuhkan waktu tambahan untuk dapat menguasai dasar

dari bahasa lisan sebelum merea siap untuk menempuh kurikulum TK. Kebanyakan akan

tetap memiliki masalah dasar bahasa.

E. Dampak Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar dalam Perkembangan Sosial-Emosi

Menurut Pearl (1992) siswa berkesulitan belajar ada pada risiko tinggi memiliki

kesulitan sosial dan emosional. Licht (1987) menemukan pengalaman kegagalan yang

berulang cenderung menciptakan suatu hubungan di mana si anak mengembangkan


kepercayaan dirinya yang mengarah pada prilaku adaptasi yaang salah (maladptive behavior).

Kesulitan yang memungkinkan lainnya bagi masalah-masalah sosial dan emosi yang dihadapi

siswa berkesulitan belajar adalah kurangnya “kecerdasan sosial”. Menurut Bryan (1997),

siswa ini salah membaca isyarat sosial yang biasanya difahami oleh orang lain. Mereka salah

menafsirkan komunikasi emosional dan sosial dari orang lain. Mereka mungkin juga tidak

memahami dampak dari sikapnya sendiri pada orang lain. Sebagimana dijelaskan oleh

Hallahan dan Kauffman; aspek tantangan-tantangan yang dihadapi oleh siswa penyandang

hambatan adalah, “mereka mempunyai kesulitan mengambil perspektif orang lain,

meletakkan dirinya pada keadaan orang lain” (Hallahandan Kauffman, 1994, hlm. 177).

Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional anak

berkesulitan belajar ialah' kelabilan emosional dankeimplusifan. Kelabilan emosional

ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen ke-impulsif-an merujuk

kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.

Salah satu perkembangan emosi adalah belajar. Dengan belajar, anak diharapkan dapat

mengalami proses sehingga anak bisa mengontrol emosinya.Ketika seorang anak mengalami

kesulitan belajar, maka anak akan menjadi lebih emosional. Anak yang mengalami gangguan

emosi menyebabkan keseluruhan prestasinya kurang atau mundur, terutama dalam pelajaran-

pelajaran yang membutuhkan konsentrasi, perhatian, dan daya ingat. Itu dapat menyebabkan

anak menjadi pasif, apatis, dan emosinya tak dapat dikendalikan.

Anak-anak yang mengalami berbagai gangguan yang menyebabkan kesulitan belajar

akan berpengaruh dengan cara belajarnya. Mungkin anak sulit diajarkan. Apa yang diajarkan

oleh orang tua dan guru tidak mampu ia tangkap sehingga ia akan melampiaskannya dengan

amarah dan kekesalan yang dapat menimbulkan emosi. Kesukaran berbahasa akan

menyebabkan orang tua menjadi tegang dan bingung sehingga besar kemungkinan anak akan
turut bingung dan anak akan menjadi gugup. Gugup merupakan pencerminan dari emosi

sebagai akibat hubungan anak dengan orang tua yang kurangserasi.

Konsep diri yang telah tertanam pada diri anak menyebabkan kesulitan belajar. Ketika

orang tua menanamkan konsep diri yang buruk pada anak,maka ia akan menjadi sosok yang

tak berharga. Konsep diri yang buruk akan menyebabkan anak menerima sesuatu yang tidak

baik dari orang tuanya. Anak akan belajar meniru yang tidak baik sehingga anak mengalami

kesulitan belajar. Ini dapat menyebabkan anak frustasi karena orang tuanya tidak menghargai

dirinya dengan menanamkan konsep diri yang buruk dan menyebabkan dia dapat melakukan

emosi yang negatif. Selain itu, Ketika faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar itu

tidak terpenuhi atau terlaksana, maka anak akan cenderung sulit atau bermasalah dalam

belajar yang akan mengakibatkan anak bertingkah laku tidak baik karena anak

melampiaskannya dalam bentuk emosi.

F. Dampak Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar dalam Perilaku Kehidupan Sehari-

hari

Para psikolog perkembangan telah lama mencatat bahwa kemampuan anak-anak

memfokuskan perhatiannya akan bertambah seiring dengan usianya. Sebagian anak yang

terus-menerus tidak dapat memusatkan perhatiannya akan dianggap mempunyai masalah-

masalah perhatian (attention problem). Mereka digambarkan memiliki rentang perhatian

pendek (shortattention span), mudah sekali terganggu perhatian, atau mempunyai

kemunduran perhatian.

Hiperaktivitas seringkali dihubungkan dengan masalah perhatian.Istilahnya sendiri

menunjukan pada gerakan fisik yang dapat dibarengi masalah perhatian. Berlari-lari,

menggeliat, banyak bicara, tidak dapat duduk ditempatnya merupakan sikap-sikap

hiperaktivitas yng sangat mengganggu guru, orang tua dan anak lainnya. Gangguan-gangguan
perhatian dan hiperaktivitas diberi kategori tunggal, yaitu attentation-deficit/hyperactivity

disorders (ADHD) oleh American Psychiatric Association, 1987.

Tentu saja tidak semua siswa berkesulitan belajar akan mempunyai masalah dengan

perhatian dan atau hiperaktivitas. Silver (1990) misalnya,melaporkan lebih dari 20% anak-

anak berkesulitan belajar juga menunjukan sifat-sifat attention-deficit/hyperactivity disorder.

Secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan

terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan

stabilitas emosi. Lagi anak sendiri kondisi sepertiini dapat menimbulkan frustasi atau cemas

yang berlebihan karena dia selalu mengalami kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas

belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas

perkembangan yang harus dicapainya.

Bagi keluarga, kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua.

Apalagi jika orang tua tidak memahami masalah yang dialamianaknya. Kekecewaan,

perasaan dan pikiran aneh bisa muncul pada orang tuadan tak mustahil menimbulkan frustasi

orang tua atau keluarga. Orang tuayang belum dapat menerima kondisi anaknya yang

demikian ini, cenderung masih menyangkal dan semakin menuntut anak itu dengan

memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar,

walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek dan dibandingkan dengan anak

lain.

Akibatnya ia semakin malas untuk berusaha dan belajar terus, rasa benci dan marah

timbul dalam dirinya, baik terhadap teman, guru, dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu

lalu di dekskripsikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin

membuat lingkungan tidak menyukai dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan

perkembangan anak itu. bakat-bakat yang lain potensial ia memiliki juga menjadi terhambat

perkembangannya.
Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar

menimbulkan dampak terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus. Walaupun

demikian penempatan dan pelayanan khusus ini tidak berarti perlu pengadaan kelas khusus

bagi anak berkesulitan belajar. Penyelenggaraan kelas khusus akan membawa dampak kurang

baik karena anak tidak bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan teman sebayanya yang

normal. Penempatan dan pelayanan khusus tersebut akan lebih baik jika diwujudkan dalam

pelayanan semacam resource room, dimana anak memperoleh layanan tanpa harus

dipisahkan dari kelompoknya. Dalam layanan semacam ini, perlu tersedia guru khusus yang

dapat memberikan layanan dan konsultasi bagi guru kelas dimana anak berkesulitan belajar

ada. Melalui kegiatan bersama antara guru kelas dan guru khusus tadi, rancangan layanan

pendidikan dan psikologis dikembangkan.

G. Dampak Anak Yang Mengalami Kesulitan Belajar dalam Belajar

Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai gejala yang

dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun

afektif.

Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh

kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.

2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan

3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari

kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.

4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti : acuh tak acuh,menentang, berpura-

pura, dusta dan sebagainya.


5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, dating terlambat, tidak

mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau

mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.

6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung,mudah

tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.

Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau

menyesal, dan sebagainya.

Karakteristik akademik yang ditampilkan anak LD sifatnya khas untuk masing-masing


anak, tergantung pada berbagai faktor yang mengitarinya. Untuk itu dalam membantu

mengatasi kesulitan belajarnya, perlu dilakukan secara individual (kasuistik) melalui studi

yang mendalam pada anak itu sendiri secara individual. Untuk kepentingan ini diperlukan

suatu assesmen yang mendalam dan komprehensif, sehingga diperoleh informasi yang

obyektif, akurat, dan menyeluruh tentang individu itu sendiri dan lingkungan,untuk dijadikan

dasar dalam perencanaan program treatmen. Kekhasan karakteristik akademik anak LD yang

memiliki inteligensi di atas rata-rata, juga tampak bahwa anak memiliki dua karakteristik

sekaligus, yaitu karakteristik sebagai anak yang memiliki keunggulan intelektual dan

karakteristik sebagai anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.

Sedangkan pemilikan sikap negatif dalam belajar, seperti malas dan sebagainya diduga

kuat muncul sebagai dampak negatif dari keungulan intelektualnya dan atau dampak dari

kesulitan belajarnya. Karena itu diduga kuat pula bahwa sikap belajar yang negatif dan

ketidakmampuan dalam belajar akademik tertentu, dapat saja muncul pada anak-anak

kelompok LD yang lain, yaitu yang memiliki inteligensi rata-rata ataupun di bawah rata-rata.

Secara umum kegagalan di atas dicirikan dengan munculnya gejala penggantian,

penambahan, pengurangan huruf atau kata, dan menebak kata. Munculnya gejala ini pada

akhirnya berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memahami isi bacaan dan sikapnya
dalam membaca. Namun, perlu ditegaskan bahwa kegagalan-kegagalan membaca dan sikap-

sikap tertentu diatas dapat saja muncul pada anak berkesulitan belajar kelompok lain, di luar

yang memiliki inteligensi di atas rata-rata.

Dalam hal menulis, kesulitan yang dihadapi cukup bervariasi tergantung pada faktor yang

melatar belakanginya. Gejala menulis yang dilatarbelakangi oleh aspek motorik halus

cenderung gagal dalam diskriminasi huruf dan aspek keterbacaan. Sedangkan yang disertai

dengan gangguan persepsi, juga mengalami kegagalan dalam analisis struktural. Gejala-

gejala umum yang sering ditemukan adalah pengulangan, penggantian, penambahan, dan

pengurangan huruf atau kata, tulisan jelek sulit dibaca.

Di samping itu mereka mampu menulis dengan cepat, kecuali disertai dengan tremor pada

otot jari. Namun, dilakukan dengan tarikan yang asal, tak terkendali, terburu-buru, kurang

konsentrasi, bahkan penolakan.

Bervariasinya kemampuan menulis di atas, sangat mungkin terjadi mengingat kemampuan

menulis tidak semata-mata ditentukan oleh keterampilan dan keluwesan dalam gerak

pergelangan tangan dan kontrol otot jari, tetapi juga terkait dengan persepsi, konsentrasi,

koordinasi mata tangan,ingatan, perabaan, kinestetik, posisi tubuh (proprioception), posisi

kertas, cara memegang alat tulis, kemampuan bahasa, dan sebagainya. Dilihat dari segi

proses, semua itu harus diorganisasikan, sehingga tampil daam tulisan yang baik. Gangguan

dalam satu atau lebih aspek di atas, cenderung berpengaruh terhadap kualitas proses menulis,

sehingga hasil atau produknya juga beragam.

Satu hal diduga kuat cukup membedakan antara mereka yang memiliki keunggulan

intelektual dan tidak, adalah kenyataan bahwa mereka dapat melakukan aktivitas menulis

dengan cepat, walaupun kurang cermat dan teliti.


Dalam berhitung ditemukan bahwa sekalipun anak LD yang memiliki inteligensi di atas

rata-rata sudah menguasai konsep-konsep dasar bilangan,lambang operasi bilangan, hitungan,

dan operasi hitung, namun cenderung gagal dalam soal-soal operasi hitung yang berbentuk

transformasi, serta ketidakmampuan untuk mengerjakan soal-soal berhitung tersebut dalam

waktu yang relatif lama. Sebenarnya, temuan di atas kurang mampu memberikan gambaran

yang akurat dan representatif tentang karakteristik mereka dalam berhitung. Namun

demikian, temuan di atas cukup memberikan gambaran bahwa sekalipun memiliki

keunggulan intelektual, namun ada kecenderungan kurang memiliki fleksibilitas dalam

berpikir dalam menghadapi persoalan yang dihadapi, mampu menguasai dengan baik suatu

pendekatan tertentu tetapi bingung ketika harus menyelesaikan melalui pendekatan lain.

H. Penanganan Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

Penangan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pada hasil

pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan yang diberikan pada anak dengan

kesulitan belajar meliputi :

1. Penatalaksana dibidang Medis

a. Terapi Obat

Pengobatan yang diberikan adalah sesuai dengan gangguan fisik atau psikiatrik

yang diderita oleh anak, misalnya :

1. Berbagai kondisi depresi dapat diberikan dengan obat golongan anti depresan.

2. GPPH diberikan obat golongan psikostimulansia, misalnya Ritalindan lain-lain.

b. Terapi Perilaku

Terapi perilaku yang sering diberikan adalah modifikasi perilaku. Dalam hal ini

anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi suatu tugas
atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Di lain pihak, ia akan mendapatkan

peringatan jika jikaia memperlihatkan perilaku negative. Dengan adanya penghargaan

dan peringatan langsung ini maka diharapkan anak dapat mengontrol perilaku negatif

yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun dirumah.

c. Psikoterapi Suportif

Dapat diberikan pada anak dan keluarganya. Tujuannya adalah untuk memberi

pengertian dan pemahaman mengenai kesulitanyang ada, sehingga dapat menimbulkan

motivasi yang konsistendalam usaha untuk memerangi kesulitan ini.

d. Pendekatan Psikososial Lainnya.

1. Psikoedukasi orang tua dan guru

2. Pelatihan keterampilan social bagi anak

2. Penatalaksana di bidang Pendidikan

Dalam hal ini terapi yang paling efektif adalah terapi remedial, yaitu bimbingan

langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan belajar anak. Guru remedial

ini akan menyusun suatu metoda pengajaran yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga

melatih anak untuk dapat belajar baik dengan teknik-teknik pembelajaran tertentu (sesuai

dengan jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagianak

dengan kesulitan belajar.

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas

akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam psikologis

dasar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk

mengembangkan potensinya secara optimal mereka memerlukan pelayanan pendidikan

secara khusus.

Terminology yang digunakan pada anak yang mengalami kesulitan belajar diantaranya
attention deficit disorder, lumsy child syndrome, perceptual handicap, brain injury, minimal

brain dysfunction, dyslexia, dyslogic syndrome, learning disorder, learning disabilities,

educational handicap, mild handicap, neurological impairment, hyperactivity, hyperkinesis,

language disorders, specific learning disabilite, learning difficult

Menurut penelitian, anak-anak dengan hambatan belajar sering kali kesulitan dalam

mengingat fakta, instruksi dan aturan. Berkurangnya fungsi memori pada siswa yang

mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memori yang efektif. Hal

ini dikarenakan cara ini tidak bisa dimengerti dengan baik, anak-anak dengan hambatan

belajar kadang tidak bisa secara spontan melakukan strategi-strategi tersebut untuk membantu

mereka mengingat (Torgensen, 1989). Mereka harus diajarkan secara langsung untuk

melakukannya

Masalah-masalah bahasa seringkali terjadi yaitu kesulitan dalam memahami orang lain,

berbicara dengan jelas, menemukan kata yang benar untuk mengungkapkan ide dan

kebutuhannya, serta kurang kemampuan dalam mengatur bahasa untuk mendapatkan

komunikasi yang efektif.

Sebagimana dijelaskan oleh Hallahan dan Kauffman; aspek tantangan-tantangan yang

dihadapi oleh siswa penyandang hambatan adalah, “mereka mempunyai kesulitan mengambil

perspektif orang lain, meletakkan dirinya pada keadaan orang lainz” (Hallahan dan
Kauffman, 1994, hlm. 177). Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik

sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah kelabilan emosional dan keimplusifan.

Secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan

terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan

stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat menimbulkan frustasi atau cemas

yang berlebihan karena dia selalu mengalami kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas

belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas

perkembangan yang harus dicapainya.

Beberapa dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam proses pembelajaran

akan menimbulkan perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :

menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh

kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya, hasil yang dicapai tidak seimbang

dengan usaha yang telah dilakukan, lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya

dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan,menunjukkan sikap-

sikap yang tidak wajar, seperti : acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan

sebagainya, menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat,

tidak mengerjakan pekerjaan rumah,mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau

mencatat pelajaran,tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya, dan menunjukkan

gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak

atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai

rendah, tidak menunjukkan perasaan sedihatau menyesal, dan sebagainya.

Penangan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pada hasil

pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan yang diberikan pada anak dengan

kesulitan belajar meliputi : penatalaksana di bidang medis (terapi obat, terapi perilaku,
psikoterapi suportif, pendekatan psikososial lainnya) dan penata laksana di bidang

pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: Depdikbud RI.
Andriani, Asti. 2010. Anak berkesulitan belajar [online]. Tersedia
http://astriplb2010.blogspot.co.id/2010/12/anak-berkesulitan-belajar.html [22 September

2016]

Feldmen, William. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar pada Anak. Jakarta : Prestasi putra

Learner, Janet. 2999. Learning Disabilities-9th Edition, Boston : Houghton Mifflin Company.

Makmun, Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Putranto, Bambang. 2015 Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian khusus.
Yogyakarta : DIVA Press.
Somantri, Sutjihati T. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama.

Suryani, yulianda E. 2010. "Kesulitan Belajar” dalam Magistra Article [online]


Tersedia : http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/96/56

Tanpa Nama. 2013. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar (online). Tersedia :


https://cryzthine.wordpress.com/2013/03/30/pendidikan-anak-berkesulitan- belajar-
tugas-kuliah/ [25 September 2016]

Trii Wijayanti. Tanpa Tahun. Kesulitan Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya [online].
Tersedia:
http://www.academia.edu/9400506/Kesulitan_Belajar_dan_Faktor_yang_Mempengaruhi
nya [25 September 2016].

Wahyono, Bundi. 2015. Pengertian Kesulitan Belajar dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya [online]. Tersedia :
http://www.pendidikanekonomi.com/2015/04/pengertian-kesulitan-belajar-dan-
faktor.html [22 September 2016]

Yusuf, Munwari., dkk. 2003. Pendidikan Bagi Anak dengan Problem Belajar.
Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Anda mungkin juga menyukai