perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki dan hambatan yang dihadapi. akan
tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun Setiap anak mempunyai
perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita
berhadapan dengan seorang anak yang pertama harus dilihat, Ia adalah seorang anak bukan
label kesulitan dia semata-mata yang dilihat. dengan kata lain pendidikan melihat anak dari
sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya sudut pandang seperti
inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah menyerah
pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan adalah apa yang
menjadi hambatan belajar dan kebutuhan si anak apabila hal itu dapat diketahui oleh guru
maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada Apa yang dibutuhkan oleh seorang anak,
bukan pada apa yang diinginkan oleh guru. Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi
pendidikan antara lain untuk memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti
bahwa berhasil atau gagal pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses
belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun di lingkungan rumah
atau keluarga sendiri Oleh sebab itu, ketika seorang anak mengalami suatu hambatan belajar
maka pencapaian tujuan pembelajaran untuk mencapai hasil maksimal akan sulit tercapai.
Sehingga, mulai dari awal pembelajaran seorang pendidikan harus lebih tahu kondisi anak
Apakah anak mempunyai hambatan pembelajaran atau tidak Dan seperti apakah hambatan
tersebut. untuk membantu kondisi tersebut maka penulis menyusun makalah ini yang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dari makalah ini
diantaranya :
2. Apa saja Istilah yang digunakan untuk anak yang mengalami kesulitan belajar
3. Bagaimana dampak pada anak yang mengalami kesulitan belajar dan perkembangan
Otaknya
4. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan bahasa
5. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan sosial
dan emosi
6. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perilaku kehidupan
sehari-hari
7. Bagaimana dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam kegiatan pembelajaran
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari makalah ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui konsep dan definisi anak yang mengalami kesulitan belajar
2. Untuk mengetahui terminologi yang digunakan untuk anak yang mengalami kesulitan
belajar
3. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan
kognitif
4. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan
Bahasa
5. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perkembangan
6. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam perilaku
kehidupan sehari-hari
7. Untuk mengetahui dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam kegiatan
pembelajaran
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
bidang ilmu Pendidikan sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
kesulitan belajar
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
yang ilmiah atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri
dalam menjalankan dan memahami suatu penelitian atau studi kasus khususnya
b. Bagi Pembaca
PEMBAHASAN
Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar (ABB) cukup
beragam. Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda.
Kelompok ahli bidang medis menyebutnya dengan istilah brain injured dan minimal brain
selanjutnya dalam bidang pendidikan ada yang menyebutnya dengan istilah educationally
handicaped. Namun istilah umum yang sering digunakan oleh para ahli pendidikan adalah
learning disabilities (Donald, 1967:1) yang diartikan sebagai "Kesulitan Belajar”. Karena
sifat kelainannya yang spesifik, kelompok anak yang mengalami kesulitan belajar ini, disebut
Specific Learning Disabilities yaitu kesulitan belajar khusus (painting, 1983 : Krik,1989).
anak ini mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga mereka
memerlukan layanan pendidikan secara khusus (special education) sesuai dengan bentuk dan
derajat kesulitan (Hallahan dan kauffman, 1991). Layanan pendidikan khusus yang dimaksud
tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang dihadapinya, tetapi juga dalam strategi atau
pendekatan bantuannya.
Istilah yang digunakan oleh para medis adalah brain injured, minimal Brain
dysfunction, dengan alasan bahwa dari hasil deteksi secara medis anak-anak berkesulitan
adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak dalam kandungan mengalami
struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi pada otak
yang dimaksud meliputi bahasa ekspresif yaitu kemampuan mengemukakan ide atau pesan
secara lisan, dan berbahasa reseptif yaitu kemampuan menangkap ide atau pesan orang lain
yang disampaikan secara lisan. Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus,
sebagaimana dijelaskan oleh Canadian Association For Children and Adults with Learning
Disabilities (1981) adalah mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah
meskipun kecerdasannya termasuk rata-rata, sedikit di atas rata-rata, atau sedikit di bawah
rata-rata, dan apabila kecerdasannya lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk
learning disabilities. Keadaan ini terjadi sebagai akibat disfungsi minimal otak (DMO) yaitu
karena adanya penyimpangan dalam perkembangan otak yang dapat berwujud dalam
bahasa, Ingatkan, kontrol perhatian atau gangguan motorik keadaan ini tidak disebabkan oleh
learning disabilities" sebagai gangguan pada satu proses psikologis Dasar atau yang lebih
terlihat di dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis dengan wujud seperti ketidaksempurnaan
persepsi, cedera otak, disfungsi minimal otak, disleksia dan aphasi perkembangan. Istilah ini
tidak mencakup anak yang mempunyai masalah yang pada dasarnya sebagai akibat hambatan
visual, pendengaran, tunagrahita, gangguan fisik, gangguan emosi lingkungan budaya dan
bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum yang digunakan untuk kelompok gangguan yang
seseorang dan dianggap berkaitan dengan disfungsi system syaraf pusat. Sekalipun kesulitan
budaya, kekurangan pengajaran, faktor penyebab psikogen), kesulitan belajar bukan akibat
tergambar bahwa sumber penyebabnya yaitu pada “disfungsi sistem syaraf pusat”. Kondisi
“disfungsi” menunjukkan adanya gangguan fungsi dari sistem syaraf sehingga tidak berperan
sebagaimana mestinya. Gangguan yang terjadi pada aspek organis, dan pada proses
psikologis dasar berupa gangguan berbahasa, artikulasi, membaca, menulis ekspresif dan
Berdasarkan gambaran di atas, kita dapat membuat batasan yang lebih ringkas sebagai
berikut. “Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam psikologis
dasar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk
secara khusus”.
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar
a. Gangguan Internal
Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari
dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga
terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Bukan faktor-faktor internal tersebut
menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar
kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan
ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik yaitu pada
Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik
atau mental. Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut
ini :
bawah rata- rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada
semua mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (“ambang batas”),
yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation
(tunagrahita).
Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang
berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau disekolah, dan
prestasi belajar.
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada litelatur dan hasil riset
(Harwell, 2001) yaitu :
a. Faktor keturunan/bawaan.
b. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature. Kondisi janin yang tidak
menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibuyang merokok, menggunakan obat-
obatan (drugs) atau meminum alcohol selama masa kehamilan.
c. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi trauma kepala atau pernah
tenggelam.
d. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita.
e. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai system imun yang lemah.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selam tahun tahun awal kelahiran sampai
umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya.
Stimulasi pada masa bayi dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa
awal kelahiran samapi usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara
interaksi ini kurang dilakukan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya
kemampuan fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001).
Sementara Krik & Ghallager (1986) menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar
sebagai berikut :
Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat
pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa,
yang menekankan adanya perbedaan pada hemisfer otak. Menurut Wittrock dan
Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic atau
berhubungan dengan auditori termasuk melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-
spasial dan aktivitas nonverbal. Temuan Harness, Epstein dan Gordon mendukung
yang lebih baik dari pada kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan
berhubungan dengan otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang
termasuk underachiever memiliki disfungsi system syaraf pusat (dalam kirk &
Ghallager, 1986)
b. Faktor Genetik
Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar identik
dan kembar tidak identik yang menemukan bahwa frekwensi disleksia pada kembar
identik lebih banyak dari pada kembar tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa
Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi diusia awal
kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan
munculnya kesulitan belajar pada anak. Gruickshank dan Hallahan (dalam Kirk &
Ghallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara
malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi
d. Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih
menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Gomfers (dalam
Kirk & Ghallager 1986) menemukan bahwa obat stimulant dalam jangka pendek dapat
pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan
belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil.
namun ada juga yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan
bahwa memang ada beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan makanan. Mulyono
Abdurrahman mengatakan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
internal dan eksternal. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis,
sedangkan penyebab utama problema belajar adalah factor eksternal, yaitu antara lain
Membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan. Hal-hal yang
1. Faktor genetik
3. Faktor biokimia
4. Pencemaran lingkungan
pada motorik kasar, motorik halus, penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan
Dispraksia atau sering disebut clumsy adalah keadaan sebagai akibat adanya
gerakan anggota tubuh dengan benar walaupun tidak ada kelumpuhan anggota
tubuh. Manifestasinya dapat berupa disfasia verbal (bicara) dan non verbal (menulis,
lingkungan yang tidak tenang. Kesulitannya terletak pada urutan gerakan, anak
gangguan menulis (disgrafia). Hal ini disebabkan karena kegagalan dalam konsep
visiokonstuktif.
dalam bicara karena adanya gangguan dalam konsep gerakan motoric di dalam
mulut. Berbicara dipandang sebagai bentuk gerakan halus dan terampil dalam
rongga mulut sehingga anak kurang mampu jika diminta menirukan gerakan,
Gangguan pada anak yang terjadi pada fase perkembangan ketika anak belajar
Disfasia ada dua jenis, yaitu disfasia reseptif dan disfasiaekspresif. Pada
disfasia
reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak
dapat mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mengerti apa yang didengar
karena mengalami gangguan dalam memproses stimulus yang masuk. Pada disfasia
tersebut meliputi :
didengarkan.
b) Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi : ADD 4 (Attention
Deficit Disorder) atau gangguan perhatian, ADHD (Attention Deficit
Disleksia berasal dari kata dys yang bermakna “kesulitan”. Dan lexis yang
berarti “Bahasa”. Jadi, disleksia secara harfiah berarti kesulitan dalam berbahasa.
Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tetapi menulis,
dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan pada anak disleksia tidak
kemampuan membaca dengan lancar dan akurat. Sebab, anak disleksia biasanya
mempunyai level inteligensi normal atau bahkan sebagian diantaranya di atas rata-
rata.
ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata secara tepat dan akurat, mengeja,
budaya yang memadai. Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu
kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda dari anak normal. Kondisi
tersebut sering ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi
area kognisi, seperti daya ingat, kecepatan memproses input, kemampuan mengatur
antara huruf dan bunyi. Misalnya, seorang anak mengalami kesulitan membedakan
kata paku dengan “palu” atau keliru memahami kata-kata yang mempunyai bunyi
cukup mirip, misalnya “lima puluh” dengan “lima belas” Kesulitan ini bukan
dalam otak.
level inteligensi normal atau bahkan di atas rata-rata. Akan tetapi, mereka
mempunyai kesulitan dalam hal mengingat perkataan. Seorang anak yang mengidap
yang itu”. Boleh jadi, ia dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat
dalam setahun, hari dalam seminggu, atau urutan huruf dan angka. Penderita
sebelumnya, sebagai contoh, seorang anak lupa setelah pulang sekolah langsung
pulang ke rumah atau pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah
“Waktu untuk mengerjakan soal ujian 45 menit. Sekarang tepat pukul 08.00. Nanti
15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Selain
contoh tersebut, anak disleksia juga dibuat bingung dengan perhitungan uang
sederhana. Misalnya, ia merasa ragu uangnya cukup untuk membeli sepotong kue
atau tidak.
kesulitan memahami instruksi panjang dalam waktu pendek. Sebagai contoh, ibu
menyuruh anak dengan kalimat berikut. “Simpan tas di kamarmu di lantai atas!
Setelah itu, segera ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi
untuk makan siang bersama lbu, tetapi jangan lupa bawa buku PR matematikanya.”
kebingungan dalam memahami tata bahasa terutama jika dalam waktu bersamaan
mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai struktur dan kaidah
pengaturan tata bahasanya berbeda dari pada bahasa pertama.Sebagai contoh, dalam
buku biru, dan sebagainya). Namun, dalam bahasa Inggris, pola yang digunakan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan anatomi antara otak anak disleksia dengan
menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan manusia
normal. Dalam hal ini, perbedaan yang paling utama terletak pada pemrosesan input
huruf ataupun kata yang dibaca, lalu diterjemahkan menjadi suatu makna. Tanda-
c. Sering tertukar dalam menuliskan huruf, misalnya “b” tertuka tertukar dengan
“d”, “p” tertukar dengan “q”, “m” dengan “w”, serta “s” tertukar dengan “z”
dibaca “tulis”.
dijumpai.
4. Kata saling tertukar, misalnya “dia” dengan “ada”. “sama” dengan “masa”,
kesulitan untuk memaknai simbol,huruf, dan angka melalui persepsi visual dan
a. Penambahan (Addition)
b. Penghilangan (Omission)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri
kanan.
bawah.
e. Penggantian (Substitusi)
Ada dua tipe disleksia, yaitu dileksi audiotoris dan disleksia visual. Gejala-
c. Kesulitan reaudiotoris bunyi atau kata. Jika diberi huruf tidak dapat
mengingat bunyi huruf atau kata tersebut, atau kalua melihat kata tidak
atau iub.
agrafia. Menurut Feldmen, disgrafia berasal dari bahasa Yunani dengan makna
Disgrafia disebabkan oleh faktor neurologis, yakni gangguan pada otak kiri
mantap ataupun hasil tulisan tangan yang buruk. Anak dengan gangguan disgrafia
penguasaan gerak otot secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
gangguan belajar terutama pada anak yang berada ditingkat sekolah dasar (SD).
Kesulitan dalam menulis sering kali juga disalah artikan sebagai kebodohan oleh
orang tua dan guru. Akibatnya, seorang anak yang bersangkutan merasa frustrasi
karena pada dasarnya ia sangat ingin mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan
pengetahuannya dalam bentuk tulisan.Akan tetapi, ia memiliki hambatan untuk
melakukan hal itu.Sebagai langkah awal dalam menghadapi anak yang mengalami
disgrafia, orang tua dan guru harus memiliki pemahaman yang tepat. Disgrafia
ataupun keengganan dalam belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya
perhatian orang tua danguru terhadap anak ataupun keterlambatan proses visual
motorik.
yang terkait ketidak mampuan menulis (disgrafia) lebih banyak ditemui pada anak
tentang kesulitan menulis masih sangat minim sehingga angka kasusnya juga tidak
jelas. Pada penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 5.700 anak, sekitar 7 – 15
persen dari jumlah tersebut diketahui mengalami gangguan baca-tulis semasa duduk
dipakai untuk mendiagnosis masalah. Dalam hal ini, anak laki-laki memiliki
demikian, apabila kelainan tersebut terjadi secara tiba-tiba, baik pada anak maupun
orang yang telah dewasa maka disgrafia diduga disebabkan oleh trauma kepala,
entah akibat kecelakaan, penyakit, dan sebagainya. Selain itu, para ahli juga
keluarga dengan gejala serupa. Dengan demikian, ada kemungkinan faktor herediter
disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan
yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami
menguasai gerakan otot saat menuliskan huruf dan angka. Kesulitan ini tidak terkait
belajar.
Feldmen menyatakan bahwa ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan
b. Saat menulis, penggunaan huruf capital (besar) dan kecil masih tercampur.
e. Sulit memegang pulpen ataupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat
f. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis. Jika tidak demikian, bisa juga
g. Menulisan tidak mengikuti alur garis yang tepat dan serta kurang proporsional
bunyi menjadi symbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada
a. Sengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam ucapan atau
antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2)
Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/symbol yang sudah
lebih mudah menuliskan huruf cetak yang terpisah-pisah dari pada menulis-huruf
Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskakulia. Kesulitan belajar berhitung yang
harus diikuti. Masalah ini juga berkaitan dengan kurangnya memori (memory
masalah dalam mengingat urutan operasi (order of operations) yang harus diikuti
Diskalkulia juga dikenal dengan istilah mathdifficulty. Sebab, gejala ini menyangkut
gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau
secara kuantitatif yang terjadi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan
dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka
berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari
kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh
konsep perkalian dan pembagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di
bawah ini :
himpunan bola besar, dan lain-lain. Pada anak yang kesulitan. mengklasifikasi,
anak tersebut kesulitan menentukan bilangan ganjil dan genap, bilangan cacah,
atau kuantitas dari dua buah objek. Misalnya : Penggaris A lebih panjang dari
penggaris B, Bola X lebih kecil dari Bola Y, Bangku Merah lebih banyak dari
kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai
Penggaris C paling Panjang; Bola X paling besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola
Z paling kecil; Bangku Merah paling banyak, Bangku Biru lebih sedikit, dan
Bangku Hijau paling sedikit ; 5 – 4 – 3 atau 20 – 40 – 70 – 80 – 100 ; dan
seterusnya.
dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain. Penguasaan simbol-simbol tanda ini
kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah operasi hitung berlangsung proses
yang serupa untuk objek kuantitas yang berbeda. Misalnya dengan memahami
konsep penjumlahan anak akan tahu bahwa 2 + 5 adalah 7 dan 4+9 adalah 13
yang penting, karena bilangan ditentukan nilainya oleh urutan atau posisi suatu
sebelah kiri nilainya lebih besar dari bilangan di sebelah kanan. Misalnya pada
bilangan 15 angka “1” nilainya adalah 1 puluhan sedangkan angka “5” adalah 5
satuan. Konsep nilai puluhan dan satuan melekat pada posisi/tempatnya masing-
masing. Begitu juga nilai ratusan, ribuan, puluh ribuan, dan seterusnya.
Pemahaman mengenai konsep nilai tempat juga penting dalam operasi hitung.
Pada operasi penjumlahan konsep ini akan mengarahkan penentuan berapa nilai
menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam. Anak yang
Anak yang belum menguasai konsep nilai tempat akan mengalami kesulitan
dengan meminjam.
(sebanyak angka pembaginya). Kedua konsep operasi hitung ini akan bisa
dikuasai anak hanya bila anak telah menguasai konsep penjumlahan dan
penghitungan.
bulat positif dengan bilangan bulat positif lain pada umumnya tidak ditemukan
negative.
yang sifatnya bertingkat. Dimulai dari tingkat yang paling sederhana, yaitu
kemampuan
dasar (seperti klasifikasi, komparasi, seriasi, serta simbolisasi dan konservasi) sampai
kemampuan yang kompleks (yang sifatnya operasional seperti nilai tempat, operasi
Menurut Kirk & Gallagher (1986), kesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi dua
kelompok besar yaitu developmental learning disabilities dan kesulitan belajar akademis.
memori,gangguan persepsi visual dan motorik, berpikir dan gangguan bahasa. Sedangkan
kesulitan belajar akademis termasuk ketidakmampuan pada membaca, mengeja, menulis, dan
aritmatik.
1. Perhatian (attention disorder). Anak dengan attention disorder akan berespon pada
berbagai stimulus yang banyak. Anak ini selalu bergerak, sering teralih perhatiannya,
tidak dapat mempertahankan perhatian yang cukup lama untuk belajar dan tidak dapat
2. Memory Disorder adalah ketidakmampuan untuk mengingat apa yang telah dilihat
atau didengar ataupun dialami. Anak dengan masalah memori visual dapat memiliki
kesulitan dalam me-recall kata-kata yang ditampilkan secara visual. Hal serupa juga
dialami oleh anak dengan masalah pada ingatan auditorinya yang mempengaruhi
3. Gangguan persepsi visual dan motorik. Anak-anak dengan gangguan persepsi visual
tidak dapat memahami rambu-rambu lalu lintas, tanda panah, kata-kata yang tertulis,
dan symbol visual yang lain. Mereka tidak dapat menangkap arti dari sebuah gambar
atau angka atau memiliki pemahaman akan dirinya. Contohnya seorang anak yang
memiliki penglihatan normal namun tidak dapat mengenali teman sekelasnya. Dia
hanya mampu mengenal saat orang tersebut berbicara atau menyebutkan namanya.
Pada anak dengan gangguan persepsi motorik, mereka tidak dapat memahami orientasi
kanan-kiri, bahasa tubuh,visual closure dan orientasi spasial serta pembelajaran secara
motorik.
4. Thinking disorder adalah kesulitan dalam operasi kognitif pada pemecahan masalah
gangguan dalam berbahasa verbal. Dalam penelitian oleh Luick terhadap 237 siswa
dengan gangguan dalam berbahasa Verbal yang parah, menemukan bahwa mereka
memperlihatkan kemampuan yang normal dalam tes visual dan motoric namun berada
di bawah rata-rata pada tes persepsi auditori, ekspresi verbal, memori auditori
5. Language Disorder Merupakan kesulitan belajar yang paling umum dialami pada anak
prasekolah. Biasanya anak-anak ini tidak berbicara atau berespon dengan benar
b. Academic Learning Disabilities adalah kondisi yang menghambat proses belajar yaitu
Perceptual handicap
Brain injury
Dyslexia
Dyslogic syndrome
Learning disorder
Learning disabilities
Educational handicap
Mild handicap
Neurological impairment
Hyperactivity
Hyperkinesis
Language disorders
Learning difficult
Masalah yang berkaitan dengan kesulitan memori juga meliputi kemampuan dalam
menggunakan strategi kognitif untuk memecahkan masalah. Istilah kognisi digunakan dalam
diperlukan bagi solusi masalah itu. Anak-anak berkesulitan belajar sering memuncukan sikap
perencanaan dan pengaturan suatu masalah. 1ugas-tugas sekolah dapat menunjukkan bukti
bahwa mereka mempunyai sifat tergesa-gesa dan sangat tidak beraturan. Sebagian siswa ini
nampaknya sangat tidak menyadari pentingnya perencanaan dan pengaturan tugas yang
Kesadaran yang membentuk strategi dan kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilah
tugas yang harus diselesaikan ini disebut kesadaran metakognisi. Sebagian peneliti
berpendapat tidak adanya kesadaran tersebut merupakan ciri utama sebagian penyandang
adalah masalah yang sangan fundamental bagi sebagian anak penyandang kesulitan belajar
(Reid dan Hresko, 1981, hlm.81). Pengajaran kemampuan metakognitif bagi siswa yang tidak
bisa mengembangkannya dengan spontan adalah subyek yang telah menarik minat dan
mengingat fakta, instruksi dan aturan. Berkurangnya fungsi memori pada siswa yang
mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memori yang efektif. Hal
ini dikarenakan cara ini tidak bisa dimengerti dengan baik, anak-anak dengan hambatan
belajar kadang tidak bisa secara spontan melakukan strategi-strategi tersebut untuk membantu
mereka mengingat (Torgensen, 1989). Mereka harus diajarkan secara langsung untuk
melakukannya.
Dalam suatu penelitian pada siswa sekolah dasar, ditemukan bahwa hampir 90% dari 242
siswa yang telah diklasifikasikan sebagai berkesulitan belajar ternyata mempunyai kesulitan
bahasa pada tingkat ringan sampai dengan sedang (Gibbs dan Gooper, 1989).
Menurut penelitian anak-anak yang diberi label penyandang kesulitan belajar (learning
Bahasa”. Terrell percaya, bila anak-anak dengan hambatan bahasa masuk sekolah, kesulitan
bahasa mereka dapat dikurangi dengan menekankan pada bacaan dan akuisi kemampuan
akademis lainnya. Dia percaya, hambatan bahasa yang sama, yang mereka hadapi pada
awalnya kini semakin jelas terbukti berpengaruh dalam prestasi akademis mereka yang buruk
(Terrell, 1990).
Masalah-masalah bahasa sering kali terjadi yaitu kesulitan dalam memahami orang lain,
berbicara dengan jelas, menemukan kata yang benar untuk mengungkapkan ide dan
atau visual (Johnson & Myklebust, 1967). Sedangkan anak LD usia sekolah mungkin
memiliki penglihatan dan pendengaran yang normal,namun otak mereka tidak mampu
menerjemahkan dengan benar apa yang mereka dengar dan ataupun lihat. Kurangnya
keberfungsian visual dan auditori mungkin dihasilkan karena adanya masalah orientasi ruang,
pengurutan dan pemisahan informasi. Anak LD mungkin juga memiliki kesulitan dalam
Anak LD seringkali mengalami kesulitan dalam mengulang Kembali informasi (Wiig &
Semel, 1980). Agar supaya dapat melakukan percakapan,kita harus mampu untuk menarik
kata-kata dari kepala kita. 1idak efisiennya bagian ini mengganggu komunikasi interaksi
dasar dan berdampak pada proses belajar bahasa. Hal ini cukup membuat frustasi.
Anak LD mungkin memiliki sistem neurophysiological yang tidak efisien atau tidak
dewasa (Myklebust & Boshes, 1960). Untuk dapat memahami apa yang orang katakan
kepada kita sama halnya dengan pemahaman kita, tubuh kita harus berkoordinasi. Tubuh
anak LD tidak dapat berkoordinasi dengan mereka, dan mereka mungkin menunjukan
teralihkan, ketekunan, disinhibition, dan hal lainnya yang berpengaruh pada pola bahasa
anak-anak. Banyak anak LD membutuhkan waktu tambahan untuk dapat menguasai dasar
dari bahasa lisan sebelum merea siap untuk menempuh kurikulum TK. Kebanyakan akan
Menurut Pearl (1992) siswa berkesulitan belajar ada pada risiko tinggi memiliki
kesulitan sosial dan emosional. Licht (1987) menemukan pengalaman kegagalan yang
Kesulitan yang memungkinkan lainnya bagi masalah-masalah sosial dan emosi yang dihadapi
siswa berkesulitan belajar adalah kurangnya “kecerdasan sosial”. Menurut Bryan (1997),
siswa ini salah membaca isyarat sosial yang biasanya difahami oleh orang lain. Mereka salah
menafsirkan komunikasi emosional dan sosial dari orang lain. Mereka mungkin juga tidak
memahami dampak dari sikapnya sendiri pada orang lain. Sebagimana dijelaskan oleh
Hallahan dan Kauffman; aspek tantangan-tantangan yang dihadapi oleh siswa penyandang
meletakkan dirinya pada keadaan orang lain” (Hallahandan Kauffman, 1994, hlm. 177).
ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen ke-impulsif-an merujuk
Salah satu perkembangan emosi adalah belajar. Dengan belajar, anak diharapkan dapat
mengalami proses sehingga anak bisa mengontrol emosinya.Ketika seorang anak mengalami
kesulitan belajar, maka anak akan menjadi lebih emosional. Anak yang mengalami gangguan
emosi menyebabkan keseluruhan prestasinya kurang atau mundur, terutama dalam pelajaran-
pelajaran yang membutuhkan konsentrasi, perhatian, dan daya ingat. Itu dapat menyebabkan
akan berpengaruh dengan cara belajarnya. Mungkin anak sulit diajarkan. Apa yang diajarkan
oleh orang tua dan guru tidak mampu ia tangkap sehingga ia akan melampiaskannya dengan
amarah dan kekesalan yang dapat menimbulkan emosi. Kesukaran berbahasa akan
menyebabkan orang tua menjadi tegang dan bingung sehingga besar kemungkinan anak akan
turut bingung dan anak akan menjadi gugup. Gugup merupakan pencerminan dari emosi
Konsep diri yang telah tertanam pada diri anak menyebabkan kesulitan belajar. Ketika
orang tua menanamkan konsep diri yang buruk pada anak,maka ia akan menjadi sosok yang
tak berharga. Konsep diri yang buruk akan menyebabkan anak menerima sesuatu yang tidak
baik dari orang tuanya. Anak akan belajar meniru yang tidak baik sehingga anak mengalami
kesulitan belajar. Ini dapat menyebabkan anak frustasi karena orang tuanya tidak menghargai
dirinya dengan menanamkan konsep diri yang buruk dan menyebabkan dia dapat melakukan
emosi yang negatif. Selain itu, Ketika faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar itu
tidak terpenuhi atau terlaksana, maka anak akan cenderung sulit atau bermasalah dalam
belajar yang akan mengakibatkan anak bertingkah laku tidak baik karena anak
F. Dampak Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar dalam Perilaku Kehidupan Sehari-
hari
memfokuskan perhatiannya akan bertambah seiring dengan usianya. Sebagian anak yang
kemunduran perhatian.
menunjukan pada gerakan fisik yang dapat dibarengi masalah perhatian. Berlari-lari,
hiperaktivitas yng sangat mengganggu guru, orang tua dan anak lainnya. Gangguan-gangguan
perhatian dan hiperaktivitas diberi kategori tunggal, yaitu attentation-deficit/hyperactivity
Tentu saja tidak semua siswa berkesulitan belajar akan mempunyai masalah dengan
perhatian dan atau hiperaktivitas. Silver (1990) misalnya,melaporkan lebih dari 20% anak-
Secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan
terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan
stabilitas emosi. Lagi anak sendiri kondisi sepertiini dapat menimbulkan frustasi atau cemas
yang berlebihan karena dia selalu mengalami kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas
belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas
Bagi keluarga, kondisi anak seperti itu dapat menimbulkan kekhawatiran orang tua.
Apalagi jika orang tua tidak memahami masalah yang dialamianaknya. Kekecewaan,
perasaan dan pikiran aneh bisa muncul pada orang tuadan tak mustahil menimbulkan frustasi
orang tua atau keluarga. Orang tuayang belum dapat menerima kondisi anaknya yang
demikian ini, cenderung masih menyangkal dan semakin menuntut anak itu dengan
memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar,
walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek dan dibandingkan dengan anak
lain.
Akibatnya ia semakin malas untuk berusaha dan belajar terus, rasa benci dan marah
timbul dalam dirinya, baik terhadap teman, guru, dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu
lalu di dekskripsikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin
membuat lingkungan tidak menyukai dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan
perkembangan anak itu. bakat-bakat yang lain potensial ia memiliki juga menjadi terhambat
perkembangannya.
Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku bermasalah karena kesulitan belajar
demikian penempatan dan pelayanan khusus ini tidak berarti perlu pengadaan kelas khusus
bagi anak berkesulitan belajar. Penyelenggaraan kelas khusus akan membawa dampak kurang
baik karena anak tidak bisa berkomunikasi atau berinteraksi dengan teman sebayanya yang
normal. Penempatan dan pelayanan khusus tersebut akan lebih baik jika diwujudkan dalam
pelayanan semacam resource room, dimana anak memperoleh layanan tanpa harus
dipisahkan dari kelompoknya. Dalam layanan semacam ini, perlu tersedia guru khusus yang
dapat memberikan layanan dan konsultasi bagi guru kelas dimana anak berkesulitan belajar
ada. Melalui kegiatan bersama antara guru kelas dan guru khusus tadi, rancangan layanan
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan tampak dari berbagai gejala yang
afektif.
Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti : acuh tak acuh,menentang, berpura-
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau
tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau
mengatasi kesulitan belajarnya, perlu dilakukan secara individual (kasuistik) melalui studi
yang mendalam pada anak itu sendiri secara individual. Untuk kepentingan ini diperlukan
suatu assesmen yang mendalam dan komprehensif, sehingga diperoleh informasi yang
obyektif, akurat, dan menyeluruh tentang individu itu sendiri dan lingkungan,untuk dijadikan
dasar dalam perencanaan program treatmen. Kekhasan karakteristik akademik anak LD yang
memiliki inteligensi di atas rata-rata, juga tampak bahwa anak memiliki dua karakteristik
sekaligus, yaitu karakteristik sebagai anak yang memiliki keunggulan intelektual dan
Sedangkan pemilikan sikap negatif dalam belajar, seperti malas dan sebagainya diduga
kuat muncul sebagai dampak negatif dari keungulan intelektualnya dan atau dampak dari
kesulitan belajarnya. Karena itu diduga kuat pula bahwa sikap belajar yang negatif dan
ketidakmampuan dalam belajar akademik tertentu, dapat saja muncul pada anak-anak
kelompok LD yang lain, yaitu yang memiliki inteligensi rata-rata ataupun di bawah rata-rata.
penambahan, pengurangan huruf atau kata, dan menebak kata. Munculnya gejala ini pada
akhirnya berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memahami isi bacaan dan sikapnya
dalam membaca. Namun, perlu ditegaskan bahwa kegagalan-kegagalan membaca dan sikap-
sikap tertentu diatas dapat saja muncul pada anak berkesulitan belajar kelompok lain, di luar
Dalam hal menulis, kesulitan yang dihadapi cukup bervariasi tergantung pada faktor yang
melatar belakanginya. Gejala menulis yang dilatarbelakangi oleh aspek motorik halus
cenderung gagal dalam diskriminasi huruf dan aspek keterbacaan. Sedangkan yang disertai
dengan gangguan persepsi, juga mengalami kegagalan dalam analisis struktural. Gejala-
gejala umum yang sering ditemukan adalah pengulangan, penggantian, penambahan, dan
Di samping itu mereka mampu menulis dengan cepat, kecuali disertai dengan tremor pada
otot jari. Namun, dilakukan dengan tarikan yang asal, tak terkendali, terburu-buru, kurang
menulis tidak semata-mata ditentukan oleh keterampilan dan keluwesan dalam gerak
pergelangan tangan dan kontrol otot jari, tetapi juga terkait dengan persepsi, konsentrasi,
kertas, cara memegang alat tulis, kemampuan bahasa, dan sebagainya. Dilihat dari segi
proses, semua itu harus diorganisasikan, sehingga tampil daam tulisan yang baik. Gangguan
dalam satu atau lebih aspek di atas, cenderung berpengaruh terhadap kualitas proses menulis,
Satu hal diduga kuat cukup membedakan antara mereka yang memiliki keunggulan
intelektual dan tidak, adalah kenyataan bahwa mereka dapat melakukan aktivitas menulis
dan operasi hitung, namun cenderung gagal dalam soal-soal operasi hitung yang berbentuk
waktu yang relatif lama. Sebenarnya, temuan di atas kurang mampu memberikan gambaran
yang akurat dan representatif tentang karakteristik mereka dalam berhitung. Namun
berpikir dalam menghadapi persoalan yang dihadapi, mampu menguasai dengan baik suatu
pendekatan tertentu tetapi bingung ketika harus menyelesaikan melalui pendekatan lain.
Penangan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pada hasil
pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan yang diberikan pada anak dengan
a. Terapi Obat
Pengobatan yang diberikan adalah sesuai dengan gangguan fisik atau psikiatrik
1. Berbagai kondisi depresi dapat diberikan dengan obat golongan anti depresan.
b. Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang sering diberikan adalah modifikasi perilaku. Dalam hal ini
anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi suatu tugas
atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Di lain pihak, ia akan mendapatkan
dan peringatan langsung ini maka diharapkan anak dapat mengontrol perilaku negatif
c. Psikoterapi Suportif
Dapat diberikan pada anak dan keluarganya. Tujuannya adalah untuk memberi
Dalam hal ini terapi yang paling efektif adalah terapi remedial, yaitu bimbingan
langsung oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan belajar anak. Guru remedial
ini akan menyusun suatu metoda pengajaran yang sesuai bagi setiap anak. Mereka juga
melatih anak untuk dapat belajar baik dengan teknik-teknik pembelajaran tertentu (sesuai
dengan jenis kesulitan belajar yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagianak
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademiknya, yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak, atau dalam psikologis
dasar, sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya, dan untuk
secara khusus.
Terminology yang digunakan pada anak yang mengalami kesulitan belajar diantaranya
attention deficit disorder, lumsy child syndrome, perceptual handicap, brain injury, minimal
Menurut penelitian, anak-anak dengan hambatan belajar sering kali kesulitan dalam
mengingat fakta, instruksi dan aturan. Berkurangnya fungsi memori pada siswa yang
mengalami hambatan belajar berkaitan dengan tidak adanya strategi memori yang efektif. Hal
ini dikarenakan cara ini tidak bisa dimengerti dengan baik, anak-anak dengan hambatan
belajar kadang tidak bisa secara spontan melakukan strategi-strategi tersebut untuk membantu
mereka mengingat (Torgensen, 1989). Mereka harus diajarkan secara langsung untuk
melakukannya
Masalah-masalah bahasa seringkali terjadi yaitu kesulitan dalam memahami orang lain,
berbicara dengan jelas, menemukan kata yang benar untuk mengungkapkan ide dan
dihadapi oleh siswa penyandang hambatan adalah, “mereka mempunyai kesulitan mengambil
perspektif orang lain, meletakkan dirinya pada keadaan orang lainz” (Hallahan dan
Kauffman, 1994, hlm. 177). Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik
Secara umum perilaku bermasalah yang muncul dari kesulitan belajar terutama akan
terkait dengan masalah penyesuaian diri maupun akademik anak, hubungan sosial, dan
stabilitas emosi. Bagi anak sendiri kondisi seperti ini dapat menimbulkan frustasi atau cemas
yang berlebihan karena dia selalu mengalami kegagalan dalam memenuhi tuntutan dan tugas
belajar. Dengan kata lain dalam banyak hal anak tidak mampu menguasai tugas-tugas
Beberapa dampak anak yang mengalami kesulitan belajar dalam proses pembelajaran
akan menimbulkan perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya, hasil yang dicapai tidak seimbang
dengan usaha yang telah dilakukan, lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya
dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan,menunjukkan sikap-
sikap yang tidak wajar, seperti : acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan
tidak mengerjakan pekerjaan rumah,mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran,tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya, dan menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak
atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai
Penangan yang diberikan pada kasus anak dengan kesulitan belajar tergantung pada hasil
pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja. Penanganan yang diberikan pada anak dengan
kesulitan belajar meliputi : penatalaksana di bidang medis (terapi obat, terapi perilaku,
psikoterapi suportif, pendekatan psikososial lainnya) dan penata laksana di bidang
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
2016]
Feldmen, William. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar pada Anak. Jakarta : Prestasi putra
Learner, Janet. 2999. Learning Disabilities-9th Edition, Boston : Houghton Mifflin Company.
Putranto, Bambang. 2015 Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian khusus.
Yogyakarta : DIVA Press.
Somantri, Sutjihati T. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama.
Trii Wijayanti. Tanpa Tahun. Kesulitan Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya [online].
Tersedia:
http://www.academia.edu/9400506/Kesulitan_Belajar_dan_Faktor_yang_Mempengaruhi
nya [25 September 2016].
Yusuf, Munwari., dkk. 2003. Pendidikan Bagi Anak dengan Problem Belajar.
Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri