(Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Pendidikan anak usia dini
Jurusan Pendidikan Luar Biasa Semester ganjil)
DISUSUN OLEH :
NAMA : ASWITA
NIM : 1945042001
KELAS : 19 / C
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐
Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan
makalah ini sebagai tugas di mata kuliah “Pengantar dan Profesi Pedidikan”.
Didalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan
dengan topik “Pendidikan Profesi Guru”. Dimana didalam topik tersebut ada beberapa hal
yang bisa kita pelajari khususnya pengetahuan tentang profesi keguruan Pendidikan anak luar
BAB l
PENDULUAN…………………………………………………………………
a. Latar belakang
b. rumusan
BAB ll
PEMBAHASAN………………………………………………………………
1. Apakah yang dimaksud dengan anak luar biasa?
2. Bagaimana konsep dasar ortopedagogik?
3. Apa landasan dan bagaimana perkembangan pendidikan anak luar biasa?
BAB lll
PENUTUP ……………………………………………………………………..
SESIMPULAN………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pedidikan luar biasa merupakan salah satu komponen dalam salah satu system pemberian
layanan yang kompleks dalam memebantu individu untuk mencapai potensinya secara
maksimal.pendidikan luar biasa di ibaratkan sebagai sebuah kendaraan dimana siswa
penyandang cacat,meskipun berada di sekolah umum, diberi garansi untuk mendapatkan
pendidikan yang secara khusus di rancang untuk membantu mereka mencapai potensi yang
maksimal. Pendidikan luar biasa tidak di batasi oleh tempat umum pemikiran kontemporer
menyarankan bahwa layanan sebaiknya diberikan dilngkungan yang lebih alami dan normal
yang sesuai dengan kebutuhan anak.individu-individu penyandag cacat hendaknya dipandang
sebagai individu yang sama bukannya berbeda dari teman–teman sebaya lainnya dan yang
harus di ingat bahwa pandanglah mereka sebagai pribadi bukan kecacatannya.
Maka dari itu, kami membuat makalah ini sebagai penunjang pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan yang terkhusus ke “Pendidikan Anak Luar Biasa dalam Profesi
Kependidikan”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat
ditarik beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut:
Ada tiga pengertian tentang anak luar biasa yang sering membingunkan, yaitu :
1. pengertian tentang anak cacat atau anak yang menyandang ketunaan (handicapped
children),
2. pengertian tentang anak luar biasa atau anak berkelainan (exceptional children), dan
3. pengertian anak berkebutuhan khusus (children with special need).
Kirk dan Gallager (1979) mengemukakan defenisi anak luar biasa sebagai anak yang
menyimpan dari rata-rata normal dalam ; karakteristik mental, kemampuan sensoris,
karakteristik neurotic atau fisik, perilaku social atau kemampuan berkomunikasi, dan
gangguan dari variable tersebut (campuran dari hal tersebut). Bertolak dari defenisi yang
dikemukakan oleh Kirk dan Gallager dapat simpulkan bahwa meskipun anak memiliki
penyimpangan, anak tersebut tidak dapat digolongkan anak luar biasa/berkelainan atau anak
berkebutuhan khusus (children with special need) jika tidak memerlukan pelayanan
pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa untuk mengembangkan kapasitas
(potensinya) secara optimum.
Tujuan dilakukan klasifikasi anak luar biasa bukan untuk memisahkan mereka dari anak
normal tetapi hanya untuk keperluan pembelajaran. Untuk keperluan pembelajaran Kirk dan
Gallager (1979) mengklasifikasikan anak luar biasa ke dalam lima kelompok yaitu :
A. Kelainan mental, meliputi anak-anak yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa
tinggi (intellectually superior) dan lambing dalam belajar (mental retarded).
B. Kelainan sensorik, meliputi anak-anak dengan kerusakan pendengaran dan kerusakan
penglihatan.
C. Gangguan komunikasi, meliputi anak-anak dengan kesulitan belajar dan gangguan
dalam bicara dan bahasa.
D. Gangguan perilaku, meliputi gangguan emosional dan ketidaksesuaian perilaku social
atau tunalaras.
E. Tuna ganda atau cacat berat, meliputi macam-macam kombinasi kecacatan seperti
celebral palsy dengan tunagrahita, tunanetra dengan tunagrahita dang sebagainya.
Klasifikasi lain untuk keperluan pembelajaran anak luar biasa dikemukakan oleh Dembo
(1981) seperti berikut :
Adapun secara umum berdasarkan penyandang ketunaan, kelainan anak luar biasa
diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Tuna netra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi
memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan
maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan
indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan
pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus
bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape
recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar
biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta
bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari
alumunium)
B. Tuna rungu/wicara
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen
maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan
pendengaran adalah:
1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan
individu menggunakanbahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional
sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah
sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa
verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam
memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
C. Tuna daksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan
pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan
aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki
keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki
keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
D. Tuna grahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah
rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul
dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
E. Tuna Laras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan
kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan
karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar
Secara etimologis Ortopedagogik berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari tiga buah kata,
yaitu pertama kata orto, yang berasal dari kata orthos yang berarti lurus, baik, atau sehat.
Kata kedua peda yang berasal dari kata paeda yang berarti anak; dan yang
ketiga agogik yang berasal dari kata agogos yang berarti pendidikan. Jadi, ortopedagogik
dapat diratikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas pendidikan yang diberikan
untuk membantu pendidikan anak luar biasa.
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple
Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic,
Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
7. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis,
Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
8. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
9. Autis
10. Indigo
Adapun jenis-jenis SLB untuk masing-masing kategori kecacatan SLB itu di
kelompokkan menjadi :
Pada mulanya ortopedagogiik bukan merupakan suatu disiplin ilmu karena hanya aplikasi
dari teori-teori disiplin ilmu tertentu, terutama ilmu kedokteran dan psikologi. Para
psikologi, khususnya yang berkecimpung dalam psikologis klinis, juga menghadapi
masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh para dokter. Oleh karena itu,
ortopedagogik sebagai teknik penyembuhan dalam ilmu kedokteran dan psikologi belum
dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang otonom.
Bidang telaah atau objek ontologis atau objek forma ilmu pendidikan atau pedagogic
adalah situasi pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan. Ada dua syarat asumsi
keilmuan, yaitu harus relevan dengan bidang dan tujuan suatu disiplin ilmu, dan harus
disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya dan yang bukan seharusnya. Asumsi
tersebut hendaknya merupakan pernyataan kebenaran secara empiris dan dapat diuji,
maka ortopedagogik pada tahap ini menggunakan analisis keilmuannya tidak lagi
berdasarkan asumsi ilmu kedokteran dan psikologi juga sikologi tetapi menggunakan
asumsi dalam ilmu pendidikan atau pedagogic, yaitu manusia sebagai mahlukk yang
harus dan dapat dididik atau animal educandum.
4. Ortopedagogik sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom
Adapun persyaratan untuk menjadi diisiplin ilmu yang otonom tersebut sudah ada, yaitu
adanya bidang telaah khusus atau objek ontologis berupa situasi pendidikan anak luar
biasa. Penegasan dikemukakan oleh Gelder (1988) bahwa objek ontologis dari
ortopedagogik adalah situasi pendidikan dari anak yang memiliki hambatan dalam
mencapai kedewasaan. Kedewasaan yang dimaksud, bukan hanya kedewasaan biologis
tetapi juga kedewasaan mental dan moral social.
5. Ilmu-ilmu Penunjang Ortopedagogik
Ilmu penunjang ortopedagogik adalah disiplin ilmu yang memungkinkan untuk menjalin
kerja sama multidipliner dengan ortopedagogik dalam memecahkan masalah pendidikan
anak luar biasa. Melalui pendekatan multidisipliner analisis masalah pendidikan anak luar
biasa menjadi lebih tajam sehingga pemecahan masalah tersebut diharapakan menjadi
lebih efektif.
1. Landasan
Ada empat landasan yang menjadi bahasan pada bagian ini, yaitu;
(a) landasan idiil atau filosofis,
(b) landasan yuridis formal,
(c) landasan religi, dan
(d) landasan empirik.
Hal ini menandai adanya kesamaan manusia, pandangan tersebut telah diterprestasikan
sebagai kesamaan untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Pandangan semacam itu
mengimplikasikan pemberian kesempatan kepada semua anak untuk memperoleh
pendidikan. Dengan demikian, setiap anak, apakah normal atau luar biasa, berhak
memperoleh bantuan dalam pendidikan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi
kemanusiaannya. Implikasi dari pandangan itu pula, sekolah-sekolah telah dimodifikasi
dengan menyediakan program-program bagi anak luar biasa di sekolah-sekolah reguler.
Di sekolah-sekolah reguler pada saat ini telah disusun program pendidikan bukan hanya
untuk kepentingan anak-anak normal tetapi juga untuk anak-anak luar biasa.
b. Landasan Yuridis Formal
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan
pembentukan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu
usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui pendidkan. Dalam UUD
1945 BAB XII Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan UUD 1945 tersebut maka hakikatnya tidak terdapat perbedaan hak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran antara warga negara yang normal dan warga
negara yang tergolong luar biasa termasuk yang tergolong cacat.
Berdasarkan USPN Pasal 8 ayat (1) maka turunlah Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 1991 tentang Pendidikan dinyatakan bahwa Pendidikan Luar Biasa. Dalam PP
Nomor 72 Tahun 1991 Bab 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa Pendidikan luar biasa adalah
pendidikan khusus yang diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan
fisik dan/atau mental. Adapun yang dimaksud dengan peserta didik yang menyandang
kelainan fisik dan/atau mental dijelaskan pada Bab III Pasal 3 dari ayat (1) hingga ayat
(5) yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :
1) Jenis kelainan peserta didk terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental atau prilaku.
2) Kelainan fisik meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
3) Kelainan mental meliputi tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang.
4) Kelainan perilaku meliputi tunalaras.
5) Kelainan peserta didik dapat juga berwujud sebagai kelainan ganda.
Adapun tujuan pendidikan luar biasa tertera pada Bab II pasal 2 yang dinyatakan bahwa
pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik
dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuan dalam dunia kerja, mengikuti pendidikan lanjutan.
Mengenai USPN pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Hingga saat
ini belum ada peraturan yang mengaturnya. Bagaimanapun juga, landasan pendidikan
bagi anak berbakat atau yang dalam USPN disebut warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa telah ada dan perlu dikembangkan.
C. Landasan Religi
D. Landasan Empirik
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, ortopedagogik melakukan penelitian-penelitian
empirik yang hasilnya digunakan sebagai landasan tindakan-tindakan ortopedagogik.
Meskipun demikian, banyak hasil penelitian empirik dari disiplin ilmu lain yang dapat
digunakan sebagai landasan tindakan ortopedagogik. Hasil-hasil penelitian tersebut
umumnya berasal dari ilmu kedokteran dan biologi atau yang biasa disebut ilmu-ilmu
penunjang ortopedagogik. Pemakaian hasil-hasil penelitian empirik semacam itu tidak
mengurangi otonom suatu disiplin ilmu karena masing-masing memiliki asumsi dan objek
telah berbeda-beda. Hasil penelitian tentang struktur otak anak berbakat misalnya, dapat
digunakan dalam tindakan ortopedagogis tentang bagaimana memberikan pelayanan
pendidikan bagi anak berbakat. Hasil penelitian psikologis tentang anak autisme dapat
digunakan sebagai landasan dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak luar biasa
jenis autisme tersebut. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian empirik, baik yang
dilakukan oleh ilmuwan ortopedagogik maupun ilmuwan dari disiplin-disiplin ilmu lain
yang menunjang ortopedagogik, dapat digunakan sebagai landasan tindakan
ortopedagogis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Anak luar biasa sebagai anak yang menyimpan dari rata-rata normal dalam ; karakteristik
mental, kemampuan sensoris, karakteristik neurotic atau fisik, perilaku social atau
kemampuan berkomunikasi, dan gangguan dari variable tersebut (campuran dari hal
tersebut).
2. Ortopedagogik diartikan sebagai pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki,
menyembuhkan, atau menormalkan anak-anak berkelaian atau anak luar biasa. Dengan
kata lain ortopedagogik adalah ilmu pendidikan bagi anak luar biasa.
3. Ada empat landasan yang menjadi bahasan pada bagian ini, yaitu; (a) landasan idiil atau
filosofis, (b) landasan yuridis formal, (c) landasan religi, dan (d) landasan empiric.
DAFTAR PUSTAKA