Anda di halaman 1dari 22

BIMBINGAN BAGI ANAK TUNA CAKAP BELAJAR

Tugas Makalah Kelompok 5


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Bimbingan dan Konseling

Dosen Pengampu :
MIFTAHUL HIDAYAH, M.Pd

Oleh :

SELI MELINDASARI (1927101040052)


DIAH HENI PRASTIWI (1927101040044)
AJENG ERLIANA (1927101040028)

PROGRAM STRATA 1
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AN NUR LAMPUNG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Bimbingan Bagi Anak Tuna Cakap Belajar”. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah“ Bimbingan dan
Konseling”.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima


kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Tuna Cakap Belajar 6
B. Identifikasi Anak Tuna Cakap Belajar 6
C. Karakteristik Anak Tuna Cakap Belajar 11
D. Jenis-Jenis Tuna Cakap Belajar 13
E. Faktot-Faktor Tuna Cakap Belajar 17
F. Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap anak memiliki kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda,
begitu pula dengan kekurangan atau ketidak mampuannya yang menjadi
masalah bagi siswa salah satunya adalah anank tuna cakap belajar.
Jangankan anak berbakat atau berpotensi, Anak tuna cakap belajar pun
membutuhkan atau lebih membutuhkan seseorang yang dapat memahami
serta menghargai kekurangan dan ketidak mampuannya, atau orang yang
mampu memecahkan masalahnya itu. Karena sifat dasar anak berbeda-beda,
baik tempramennya, gaya, sikap maupun emosinya. Begitu juga dengan anak
tuna cakap belajar akan berbeda dengan anak normal lainnya dan begitu jelas.
Berbagai cara berpikir anak tuna cakap belajar berbeda dengan cara
berpikir anak normal pada umumnya. Karena adanya keterlambatan
dalam berpikir atau menerima materi/stimulus/rangsangan dari orang lain,
khususnya saat belajar. Kita menyadari bahwa kurang adanya perhatian
terhadap kebutuhan anak yang memiliki masalah (anak tuna cakap belajar)
dalam cara berpikir atau merealisasikan sesuatu dan kesempatan. Kesempatan
yang sepadan dan selaras dengan kebutuhan atau ketidak mampuan mereka.
Dengan itu, kita sebagai calon pendidik dan pembimbing sekaligus
orang tua mereka, harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak
didik kita yang mempunyai kelemahan atau ketidak mampuan dalam berpikir
(anak tuna cakap belajar), dan bagaimana cara kita untuk mengetahui anak
tersebut, Untuk itu kita akan membahas tentang cara mengetahui anak tuna
cakap belajar dan cara membimbingnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Tuna Cakap Belajar?
2. Bagaimanakah identifikasi tuna cakap belajar?
3. Bagaimanakah karakteristik anak tuna cakap belajar?
4. Apa sajakah jenis-jenis tuna cakap belajar?
5. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi anak tuna cakap belajar?
6. Bagaimanakah Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar?
C. Tujuan
Untuk mengetahui:
1. Definisi Tuna Cakap Belajar
2. Identifikasi tuna cakap belajar
3. Karakteristik anak tuna cakap belajar
4. Jenis-jenis tuna cakap belajar
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak tuna cakap belajar
6. Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tuna Cakap Belajar


Pengertian tentang murid tuna cakap belajar nampaknya cenderung
belum masyarakat, karena istilah yang sudah lazim digunakan dalam
pendidikan di Indonesia adalah murid yang mengalami kesulitan belajar
dengan sebutan anak
‘’berkesulitan belajar’’.
Secara esensial kedua istilah tersebut dapat dikatakan’’identik’’.
Meskipun jika dilihat dari factor yang menimbulkan ketunacakapan belajar
cenderung lebih bersifat internaal(factor yang berasal dari dalam diri anak).
Namun karena sama- sama menunjukkan ketidakmampuan di dalam
belajar, maka kedua istilah tersebut cenderung sama. Tuna cakap belajar
sebagai terjemahan dari learning disabilities.
Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik
yang merujuk kepada keragaman yang mengalami gangguan dimana
gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan
yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.
Secara umum anak tuna cakap belajar dapat diartikan anak yang
mempunyai masalah kelemahan atau kekurangan dalam hal berpikir atau
menerima materi atau intelegensinya kurang.

B. Identifikasi Anak Tuna Cakap Belajar


Sunaryo ( 1998/ 1999 ) menjelaskan prosedur identifikasi dan metode
mengajar untuk anak tuna cakap belajar, memiliki prinsip dasar yang harus
dipahami, yaitu :
a. Tes atau tekhnik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasa anak,
dan dapat dipahami anak.
b. Tidak ada prosedur tunggal yang bisa digunakan untuk menentukan
program pendidikan yang layak mengetahui masalah berkesulitan
belajar. Ada prosedur yang dikembangkan di Amerika, untuk
menilai seorang
anak termasuk mengalami kesulitan belajar yaitu :
a. Seorang anak yang berkesulitan belajar tidak mampu mencapai
prestasi sesuai usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih
bidang. Seperti : Ekspresi lisan; Mendengarkan pemahaman;
Ekspresi tulisan; Keterampilan membaca dasar; Membaca
pemahaman; Perhitungan matematis; Berpikir matematis.
b. Seorang anak tidak diidentifikasi mengalami kesulitan belajar (
learning disabilities ) jika disebabkan oleh : hambatan visual,
pendengaran atau motorik; keterbelakangan mental; gangguan
emosional; ketakberuntungan lingkungan, kultural atau ekonomis.
c. Ada tim penilai dari berbagai disiplin ilmu, meliputi : guru tetap;
seorang ahli yang mampu melakukan uji diagnostik ( ahli psikologi
dan guru ahli remedial ).
d. Observasi. Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar
murid di kelas. Mengamati murid dalam suatu lingkungan yang
cocok bagi murid sesuai dengan usianya.
e. Laporan tertulis, tim evaluasi membuat laporan tertulis hasil
evaluasi yang meliputi : kesulitan belajar khusus yang dialami murid;
dasar yang digunakan dalam menentukan Janis kesulitan belajar yang
dialami; perilaku-perilaku yang relevan yang tercatat selama
dilakukan temuan medis yang relevan dengan pendidikan;
kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi
tanpa pendidikan dan layanan khusus.
C. Karakteristik Anak Tuna Cakap Belajar

a. Ditinjau dari sifat dan perilaku anak


Setiap anak atau siswa memiliki sifat dan perilaku yang berbeda-
beda, adapun karakteristik anak tuna cakap belajar antara lain :
1. Memiliki kelemahan dalam berpikir dan menerima materi
atau stimulus yang diberikan oleh guru.
2. Intelegensinya dibawah rata-rata.
3. Tidak menunjukan peningkatan prestasi.
4. Lebih cenderung menyendiri, cuek dan pemalu
5. Jika dihadapkan dengan sebuah pertanyaan atau soal cenderung
tidak bisa menjawab atau lambat.
6. Tidur didalam kelas
7. Tidak aktif
8. Nyontek pekerjaan teman.
9. Tidak naik kelas.
Mungkin masih banyak lagi karakteristik yang ada pada
diri siswa/anak yang dikatakan tuna cakap belajar.

b. Karakteristik anak tuna cakap belajar ditinjau dari berbagai aspek


Karakteristik tuna cakap belajar yang ditemukan pada
murid kecenderungan menunjukkan kesulitan dalam hal-hal berikut.
1. Aspek Kognitif
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan
dalam masalah-masalah khusus seperti : kemampuan membaca,
menulis, bicara, mendengarkan, berpikir dan matematis.
Semuanya merupakan penekanan terhadap aspek akademik atau
kognitif. Penekanan seperti ini merefleksikan keyakinan bahwa
masalah murid tuna cakap belajar lebih banyak berkaitan dengan
orientasi akademik dan bukan disebabkan oleh tingkat kecerdasan
yang rendah.
Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di
sekolah merupakan contoh klasik dari kekurang berfungsian aspek
kognitif anak yang mengalami tuna cakap belajar. namun di lain
pihak, tidak jarang mereka menunjukkan kemampuan berhitung
atau matematika yang cukup tinggi. Kasus tersebut
membuktikkan bahwa anak tuna cakap belajar memiliki
kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan
tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi
keterbelakangan akademik (academic retardation), yakni
terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan
dengan apa yang dicapainya secara nyata.
2. Aspek Bahasa
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan
dalam mengeksperikan diri, baik secara lisan (verbal) maupun
tertulis. Dengan kata lain, murid yang mengalami tuna cakap
belajar dalam aspek bahasa cenderung mengalami kesulitan dalam
menerima dan memahami bahasa (bahasa reseptif) serta dalam
mengekspresikan diri secara verbal (bahasa ekspresif).
Di dalam proses belajar, kemampuan berbahasa
merupakan alat untuk memahami dan menyatakan pikiran.
Sehingga aspek kemampuan bahasa dapat dikatakan tidak dapat
dipisahkan dari aspek kognitif, karena proses berbahasa pada
hakikatnya adalah proses kognitif.
3. Aspek Motorik
Masalah motorik merupakan salah satu masalah yang
dikaitkan dengan murid tuna cakap belajar yang berhubungan
dengan kesulitan dalam keterampilan motorik-perseptual
(perceptual-motor problem), yang diperlukan untuk
mengembangkan keterampilan meniru rancangan atau pola.
Kemampuan motorik ini diperlukan untuk menggambar, menulis
atau menggunakan gunting, serta sangat diperlukan koordinasi
yang baik, anatara tangan dan mata, yang dalam banyak hal
koordinasi tersebut kurang dimiliki murid yang mengalami tuna
cakap belajar.
4. Aspek Sosial dan Emosi

Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik


sosial emosional murid tuna cakap belajar ialah kelabilan emosional
dan keimpulsif-an. Kelabilan emosional ditunjukkan oleh sering
berubahnya suasana hati dan temperamen, sementara keimpulsifan
merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap doronggan-
dorongan tersebut.
Karakteristik anak yang mengalami tuna cakap belajar tidak
akan berlaku universal bagi seluruh anak tersebut karena setiap
ketuna-cakapan belajar anak yang spesifik memiliki gejala dan
karakteristik tersendiri seperti yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya, yaitu tentang jenis- jenis tuna cakap belajar.
D. Jenis –Jenis Tuna Cakap
Belajar
a. Minimal Brain Dysfunction
Minimal brain Dysfunction adalah ketidakberfungsian minimal
otak digunakan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal
pada murid ketidakberfungsian ini bisa termanifestasi dalam berbagai
kombinasi kesulitan seperti konseptualisasi, bahasa, memori,
pengendalian , perhatian, impulse(dorongan), atau fungsi motorik.
b. Aphasia
Aphasia merujuk suatu kepada suatu kondisi dimana anak
gagal mnuasi ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3,0
tahun. Ketidakcakapan bicara ini tidak dapat dijelaskan karena
factor ketulia ,keterbelakangan mental, ganngguan organ bicara,tau
factor lingkungan.
Simptom aphasia digolongkan kedalam tiga karakteristik utama yakni:
a) Receptive aphasia
1. Tidak dapat mengeidentifikasi apa yang didengar
2. Tidak mendapat melacak arah
3. Kemiskinan kosa kata
4. Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.
5. Tidak dapat memahami apa yang dia
baca. b) Expressive aphasia
1. Jarang bicara di kelas
2. Kesulitan dalam melakukan peniruan.
3. Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.
4. Jarang menampilkan gesture (gerakan tangan )
5. Ketidakcakapan menggambar dan
menulis. c) Inner aphasia
1. Tidak mampu melakukan asosiasi, oleh karena itu sulit
berfikir abstrak
2. Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan
3. Lamban
merespon d)
Dyslexsia
Dylexia, ketidakcakapan membaca. Adalah jenis lain
gangguan belajar. Yakni anak-anak berkecerdasan normal yang
mengalami kesulitan berkompitisi dengan temannya di sekolah .
Simptom umum dylesia :
1. Kelamahan orientasi kanan –kiri
2. Kecendurungan membaca kata bergerak maju mundur.
Seperti
“dia” dibaca “aid”.
3. Kelemahan keterampilan jari.
4. Kesulitan dalam berhitung
5. Kelmahan memori.
6. Kesulitan auditif.
7. Kelemahan memori visual.
8. Dalam membaca keras tidak mampu mengkonverisikan
symbol visual ke dalam symbol auditif sejalan dengan
bunyi secara benar.
e) Kelemahan Perseptual dan perseptual-motorik
Kelemahan preseptual dan preseptual-motorik sebenarnya merujuk
kepada masalah yang sama, persepsi dapat diidentifikasi tanpa
mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri
membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirnnya harus
diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna.
E. Faktor-Faktor Anak Tuna Cakap
a. Faktor-faktor anak mengalami atau mempunyai kelemahan/ketidak
mampuan dalam berpikir, menerima materi, stimulis dan
rangsangannya (anak tuna cakap) antara lain:
a) Faktor Internal (dalam diri anak)
Faktor Internal adalah kemampuan yang telah ada pada diri individu
sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh
seperangkat proses transformasi.
1. Minimal Brain Dysfunction (ketidak berfungsian minimal otak)
yang bias termanifestasi dalam berbagai kondisi kesulitan seperti:
persepsi, konseptualisasi, bahasa memori, pengendalian perhatian
impuls (dorongan) atau fungsi motorik.
2. Faktor Gangguan Emosional. Gangguan emosional terjadi karena
adanya trauma emosional yang berkepanjangan sehingga menggangu
hubungan fungsional sistem urat syaraf
3.Kelemahan perceptual
4.Malas belajar
5. Kelemahan dalam membaca (dyslexia)
6. Bawaan

b) Faktor Eksternal (dari luar diri anak) adalah situasi perangsang di


luar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan berbeda-beda untuk
setiap kasus. Begitu pula dengan jenis kemampuan belajar yang
berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar sebelumnya yang
berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula
1. Faktor keluarga ialah tempat anak-anak mengembangkan
diri.

Segala aktivitas termasuk aktivitas belajar dalam keluarga.


Dalam aktivitas belajar, peranan orang tua dalam keluarga
adalah memberikan bimbingan belajar dan memenuhi
kebutuhan belajar yang dibutuhkan.
2. Faktor “Pengalaman”. Faktor pengalaman mencakup faktor-
faktor seperti kesenjangan perkembangan dengan kemiskinan
pengalaman lingkungannya. Kondisi seperti ini biasanya
dialami oleh anak yang terbatas memperoleh rangsangan
lingkungan yang layak atau tidak memperoleh kesempatan
menangani peralatan atau mainan tertentu, kesempatan
seperti ini dapat mempermudah anak dalam mengembangkan
keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti
pensil atau bollpoint. Biasanya kemiskinan pengalaman ini
berkaitan erat dengan konisi sosial ekonomi orang tua,
sehingga seringkali juga berkaitan erat dengan masalah
kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat menggamggu
perkembangan dan keberfungsian otak.
3. Lingkungan
4. Beban pikiran karena masalah dengan keluarga
5. Tidak adanya atau kurangnya perhatian dari orang tua
juga keluarga
6. Tidak adanya bimbingan atau pengarahan
b. Pengaruh ketidakmampuan atau kelemahan dalam menerima materi,
stimulus/rangsangan bagi anak yang bersangkutan (anak tuna cakap
belajar) dan temannya antara lain :
a) Pengaruh bagi dirinya sendiri
1. Menjadi suatu masalah atas kelemahannya
2. Menjadi penghambat dalam meraih prestasi
3. Menjadikan kurang percaya diri dan tidak bersemangat
4. Minder dan suka menyendiri
5. Bahan ejekan teman
6. Membuat anak jadi merasa bodoh dan makin tidak
terkontrol emosinya
7. Mudah terpengaruh dengan hal-hal yang negative
8. Dimarahi, diomel orang tua
9. Menambah beban teman
sekelompoknya b) Pengaruh bagi teman-
temannya
1. Menjadi kendala saat kerja kelompok
2. Menimbulkan rasa kasihan
3. Bahan cemoohan atau ledekan
4. Mengurangi saingan dalam berprestasi
5. Mempengaruhi dalam suasana belajar mengajar
c. Langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak yang
mengalami kelemahan atau ketidak mampuan dalam menerima materi,
stimulus dan rangsangan (anak tuna cakap belajar) antara lain:
1. Memberikan perhatian dan kesempatan-kesempatan yang
sepadan, selaras sesuai dengan kebutuhannya.
2. Khususnya bagi orang tua, terimalah kelemahan yang dimiliki
anak dengan kesabaran, tanggung jawab untuk membimbingnya.
3. Maafkan dan jangan dimaki, berilah motivasi atau dorongan
sebagai pemacu semangat mereka.
4. Jangan sekali-kali memberi anak cap bodoh karena itu akan
menjadi beban baginya.
5. Dekatilah dan menjadi teman curhat setia bagi mereka.
6. Pergunakanlah Metode Bimbingan yang sesuai densgan
kebutuhannya.
F. Cara Menilai (Mengevaluasi) Murid Tuna Cakap Belajar
1. Menyusun ilustrasi dari setiap pokok bahasan yang diteskan
2. Mempersiapkan Glosari atau kata-kata khusus dan definisi dari
setiap konsep yang diajarkan
3. Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan
dari setiap pokok bahasan / sub pokok bahasan
4. Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan
yang beragam dalam setiap sub pokok bahasan
5. Membuat majalah dinding
6. Menulis atau merekam berita mengenai suatu hal yang berkaitan
dengan pelajaran
7. Mewancarai seseorang yang memahami topic-topik pelajaran
8. Mempelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan
materi pelajaran
9. Mempersiapkan proposal penelitian
10. Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian videotape bagi
kelompok
Terdapat tiga dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangkan
secara terpadu dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu murid
tuna cakap belajar.
Menurut Jusmawati (2019) Bimbingan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu
agar individu tersebut dapat berkembang dengan baik. Sebagai pembimbing
harus memberikan bimbingan, bantuan yang diberikan kepada peserta didik
dalam rangka menemukan pribadi, mengenali lingkungan.
Jerome Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut, yaitu :
a. Layanan remediasi
Terfokus kepada upaya menyembuhkan, mengurangi, atau
jika mungkin menghilangkan kesulitan. Dalam layanan ini murid
dibantu untuk
mengatasi kekurangan dalam keterampilan perceptual maupun
kecakapan dasar berbahasa, sehingga dia dilengkapi dengan
keterampilan yang dapat menjadikannya mampu memperoleh kemajuan
dalam kondisi pembelajaran normal. Dengan kata lain, remediasi ini
mengubah dan memperbaiki keterampilan murid sehingga dia dapat
belajar dalam kondisi normal dan tidak perlu menyiapkan kondisi sekolah
khusus.
b. Layanan kompensasi
Yaitu mengembangkan komisi pembelajaran khusus luar kondisi
yang normal atau baku yang memungkinkan murid memperoleh
kemajuan yang memuaskan dalam keadaan kekurang terampilan
perceptual dan bahasa. Untuk mencapai tujuan tersebut layanan yang
bersifat kompensasi ini hendaknya memperhatikan patokan atau rambu-
rambu berikut;
1. Pahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan factual
yang di perlukan dalam mempelajari bahan ajaran,
2. Batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang tercantum
pada bahan atau unit ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit;
jika perlu gunakan system jembatan keledai,
3. Sajikan informasi secara jelas tentang apa yang harus murid
pelajari,
4. Nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan
berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki murid,
5. Jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan
dia kepada unit-unit yang lebih besar,
6. Siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru
dalam ingatan murid,
7. Lakukan drill dan, latihan yang paling efektif, jika perlu minta
murid mengatakan dan menuliskan apa yang dia lihat dan dengar.
Selanjutnya Jerome Rosner (1993), mengemukakan petunjuk
pengambilan keputusan dalam melakukan treatment sebagai berikut.
a) Pertama, mengidentifikasi kasus utama tentang ketunacakapan
belajar yang secara signifikan menggangu perkembangan
kemampuan- kemampuan pokok belajar murid. Yang termasuk
kepada kemampuan pokok belajar murid yaitu :
1. keterampilan-keterampilan perceptual, yang dapat
diidentifikasi melalui system “coding” dalam bentuk
bacaan, tulisan, ejaan, dan hitungan.
2. Bahasa, yang berkaitan dengan upaya murid dalam
memperoleh informasi.
b) Kedua, mengidentifikasi dan menilai kemampuan pokok belajar
murid baik dalam hal keterampilan perceptual maupun bahasa.
c) Ketiga,memberikan remediasi terhadap kelemahan-kelemahan
melalui proses pembelajaran .
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mengambil
keputusan
( faktor-faktor prognostic ) untuk melakukan treatment, yaitu :
1. kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan
bahasa atau keterampilan perceptual.
2. Usia murid dan kelemahan dalam prestasi belajarnya di sekolah.
3. Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu dan energi yang
diperlukan dalam program remedial.
c. Prevensi
Langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentikasi
murid sebelum dia mengalami kesulitan atau ketunacakapan belajar di
sekolah. Langkah-langkah ini dilaksanakan melalui tes atau pemeriksaan
terhadap aspek-aspek pribadi murid yaitu sebagai berikut.
1. Kesehatan
Untuk mengetahui kesehatan murid perlu keterangan dari dokter
ahli anak (pediatrician) yang menjelaskan tentang kondisi
kesehatan murid tersebut
2. Perkembangan
Perkembangan murid yang perlu dipahami itu menyangkut aspek-
aspek social, bahasa, motor, dan tingkah laku adaptif.
3. Penglihatan dan Pendengaran
Untuk mengetahui kesehatan atau kondisi kesehatan murid bisa
memeriksakan murid ke dokter ahli mata sedangkan untuk
mengetahui kondisi pendengaranya dapat diperoleh keterangan
dari dokter ahli telinga ( THT ).
4. Keterampilan Perseptual
Untuk mengetahui keterangan perseptual ini dapat melalui
pemeriksaan disamping dari ahli mata juga melalui tes psikologis
tentang keterampilan perceptual, penglihatan, dan pendengaran.
5. Usia Pra Sekolah
Dewasa ini banyak anak yang masuk sekolah sebelum usia lima
tahun. Dalam hal ini, mereka perlu dipilih secara hati-hati apakah
akan mengalami resiko atau tidak.
6. Usia Masuk TK
Menurut aturan anak-anak tidak boleh masuk TK sebelum usia
lima tahun. Pada kenyataannya mungkin saja ditemukan anak
yang belum berusia lima tahun sudah menampilkan
perkembangan yang baik dalam perilaku social, bahasa, dan
penyesuaian dirinya. Namun anak seperti ini relative masih sangat
sedikit.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Murid-murid tuna cakap belajar yaitu anak yang mengalami kesulitan
dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga memerlukan layanan
pendidikan khusus sesuai dengan bentuk dan derajat kesulitannya.layanan ini
tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang di hadapinya tetapi juga dalam
strategi atau pendekatan bantuannya.
Karakteristik Anak Tuna Cakap Belajar Ditinjau dari Berbagai
Aspek yaitu Aspek Kognitif, Aspek Bahasa, Aspek Motorik dan Aspek
Sosial dan
Emosi.
Jenis –Jenis Tuna Cakap Belajar yaitu Minimal Brain Dysfunction,
Aphasia, Inner aphasia, Dyslexsia, Kelemahan Perseptual dan perseptual-
motorik.. Faktor-Faktor Anak Tuna Cakap Anak yaitu Faktor Internal (dalam
diri anak) yang terdiri atas Minimal Brain Dysfunction, Faktor Gangguan
Emosional. Sedangkan faktor eksternal yaitu Faktor keluarga (keturunan),
Faktor “Pengalaman”, Lingkungan, Beban pikiran karena masalah dengan
keluarga, Tidak adanya atau kurangnya perhatian dari orang tua juga
keluarga, tidak adanya bimbingan atau pengarahan.
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai guru harus sedini mungkin mengenal anak
didik kita. Sehingga anak didik kita dapat terdeteksi ketuna cakapan
belajarnya sehingga guru dapat menyusun strategi yang tepat untuk
mengurangi ketuna cakapan belajar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Jusmawati, Satriawati, R. Irman. 2018. Strategi Belajar Mengajar. Makassarz:


Rizky Artha Mulia

Prof. Dr. Gede Sedanayasa, M.Pd. 2014. Bimbingan Belajar, Yogyakarta: Graha
Ilmu

Kartadinata, Sunaryo dkk. 2002. Bimbingan Di Sekolah Dasar. Bandung: CV


Maulana.

Jusmawati, Eka Fitriana HS, 2019. Manajemen Kelas, Banten: CV. AA. Rizky

Anda mungkin juga menyukai