Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyelenggaran pendidikan di sekolah pada umumnya hanya ditunjukkan
kepada para siswa berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan
lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa yang
berkategori “diluar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat
kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar yang tidak hanya
menimpa siswa yang berkemampuan rata-rata saja, akan tetapi juga yang
berkemampuan rendah dan yang berkemampuan tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari belajar?
2. Apa yang dimaksud dengan kesulitan belajar?
3. Apa saja faktor-faktor kesulitan belajar?
4. Bagaimana diagnosis kesulitan belajar?
5. Bagaimana alternatif pemecahan kesulitan belajar?
6. Bagaimana strategi pemecahan masalahnya?
7. Apa definisi dari media pembelajaran?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari belajar
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kesulitan belajar
3. Untuk mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar
4. Untuk mengetahui diagnosis kesulitan belajar
5. Untuk mengetahui alternatif pemecahan kesulitan belajar
6. Untuk mengetahui strategi pemecahan masalahnya
7. Untuk mengetahui definisi dari media pembelajaran

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hayat.
Hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan
sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar
(Suryabrata, 2002). Dengan demikian, belajar merupakan proses penting yang
terjadi dalam kehidupan setiap orang. Karenanya, pemahaman yang benar tentang
konsep belajar sangat diperlukan, terutama bagi kalangan pendidik yang terlibat
langsung dalam proses pembelajaran.
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah belajar digunakan secara luas. Hal ini
disebabkan karena aktivitas yang disebut belajar itu muncul dalam berbagai
bentuk. Membaca buku, menghafal ayat Al-Qur’an, mencatat pelajaran, hingga
menirukan perilaku tokoh dalam televisi, semua disebut belajar.
B. Pengertian Kesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung
secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat
cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal
semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk
mengadakan konsentrasi.
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini
pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik.
Dalam keadaan ini dimana anak didik/ siswa tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang
rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
non-intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin
keberhasilan belajar.
Karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat, pada setiap
anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah-masalah yang
berhubungan dengan kesulitan belajar.

2
C. Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari
dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal, yaitu:
a. Sebab-sebab kesulitan belajar yang bersifat fisik, yaitu karena sakit atau
menderita cacat tubuh.
b. Sebab-sebab kesulitan belajar yang bersifat psikis, yaitu faktor
intelegensi, bakat, minat, motivasi dan kesehatan mental.
2. Faktor Eksternal, yaitu:
a. Faktor Keluarga
1) Faktor orang tua:
a) Cara mendidik
b) Hubungan orang tua dengan anak
c) Contoh atau bimbingan dari orang tua
d) Suasana rumah atau keluarga
e) Keadaan ekonomi keluarga, baik keadaan ekonomi yang
kurang (miskin) maupun berlebihan (kaya).
b. Faktor sekolah
1) Faktor guru:
a) Guru yang tidak berkualitas
b) Hubungan antara guru dengan peserta didik yang kurang baik
c) Guru yang tidak mempunyai kecakapan dalam usaha
mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.
d) Kesulitan belajar yang ditimbulkan oleh metode mengajar
guru.
2) Faktor alat, karena tanpa adanya alat, terutama bagi pelajaran yang
bersifat praktikum, akan menimbulkan kesulitan belajar. Karena
kesulitan alat, guru cenderung menggunakan metode ceramah yang
dapat menimbulkan kepasifan peserta didik.
3) Faktor gedung sekolah pada umumnya dan ruang kelas pada
khususnya.
4) Faktor kurikulum

3
5) Faktor waktu sekolah dan disiplin yang kurang
c. Faktor media massa dan lingkungan sosial, baik teman bergaul,
lingkungan tetangga, maupun aktivitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab kesulitan
belajar ini dapat berupa sebab-sebab individual maupun sebab-sebab
yang kompleks.

D. Diagnosis Kesulitan Belajar


Diagnosis kesulitan belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan
kesulitan belajar. Sebagai prosedur maka diagnosis kesulitan belajar terdiri dari
langkah-langkah yang tersusun secara sistematis. Agar pelaksanaan diagnosis
kesulitan belajar dapat menghasilkan sesuai dengan keinginan, maka taat pada
prosedur itu merupakan suatu keharusan.
Beberapa langkah pokok/prosedur dan teknik pelaksanaan diagnosis kesulitan
belajar adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar;
Beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mengidentifikasi
peserta didik yang mengalami kesulitan sebagai berikut:
a. Menandai peserta didik dalan satu kelas atau dalam satu kelompok yang
diperkirakan mengalami kesulitan dalam belajar baik yang sifatnya umum
maupun yang sifatnya lebih khusus dalam bidang studi tertentu.
b. Teknik yang dapat ditempuh bermacam-macam antara lain dengan:
1) Meneliti nilai ujian
2) Menganalisis hasil ujian dengan melihat tipe kesalahan yang dibuatnya
3) Observasi pada saat peserta didik dalam proses belajar mengajar
4) Memeriksa buku catatan pribadi yang ada pada petugas bimbingan
5) Melaksanakan sosiometri untuk melihat hubungan sosial psikologi
yang terdapat pada para peserta didik.
2. Penggunaan Catatan waktu belajar Efektif;
Dalam lembaga pendidikan tertentu, untuk bidang studi dan oleh guru
tertentu, telah mulai diadakan pencatatan beberapa waktu yang secara efektif

4
digunakan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah soal atau
mengerjakan tugas tertentu.
Dalam konteks kelas lazimnya waktu dialokasikan untuk bidang studi
dan tiap jam pelajaran tertentu (40-50 menit). Dalam konteks tugas individual
ditetapkan berdasarkan perhitungan hari/minggu tertentu. Catatan ini amat
berharga, sehingga dapat menggambarkan siapa peserta didik yang selalu
lebih cepat, selalu terlambat dan peserta didik yang tepat waktu. Dengan
membandingkan durasi dan frekuensi peserta didik itu secara berkelompok
maka kita mudah mengetahui atau menemukan kasus-kasus yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3. Penggunaan Catatan Kehadiran (Presensi) dan Ketidakhadiran (Absensi)
Frekuensi dari absensi inipun sangatlah berharga untuk menandai
peserta didik yang diduga mengalami kesulitan belajar. Dengan membuat
rangking mulai dari yang banyak angka ketidakhadirannya, kita dengan
mudah menemukan siapa yang bermasalah. Kemungkinan akan tampak
relevansi frekuensi ketidakhadiran ini dengan prestasi.
4. Penggunaan Catatan Partisipasi (Partisipasi Chat);
Dalam bidang tertentu ada yang sangat mengutamakan keterampilan-
keterampilan khusus seperti komunikasinya, interaksi sosialnya dalam
menyumbangkan pikiran, menambahkan dan lain-lain, ini merupakan catatan
partisipasi amat berharga. Dengan demikian kita dapat mengetahui peserta
didik mana yang aktif di kelas, dan mana yang pasif.
5. Penggunaan Catatan dan Bagan Sosiometri;
Dalam bidang tertentu juga kadang dibutuhkan kerjasama peserta didik
dalam kelompok. Dalam kerjasama ini dibutuhkan suatu kondisi saling
menerima, saling percaya, saling menyenangi di antara sesama anggota. Dari
ini kita dapat mengetahui mana peserta didik yang memilih dan dipilih dan
mana yang tidak meilih dan dipilih, mana peserta didik yang disenangi dan
mana yang kurang disenangi atau terisolasi. Dengan ini maka kita dapat
menjadikan peserta didik yang terisolasi ini sebagai peserta didik yang patut
dijadikan kasus bimbingan penyesuaian sosial.

5
E. Alternatif Pemecahan Kesulitan Belajar
Berikut ini beberapa alternatif pemecahan dalam kesulitan belajar:
1. Observasi Kelas
Pada tahap ini observasi kelas dapat membantu mengurangi kesulitan dalam
tingkat pelajaran, misalnya memeriksa keadaan secara fisik bagaimana
kondisi kelas dalam kegiatan belajar, cukup nyaman, segar, sehat dan hidup
atau tidak. Kalau suasana kelas sangat nyaman, tenang dan sehat, maka itu
semua dapat memotivasi peserta didik untuk belajar lebih semangat lagi.
2. Pemeriksaan Alat Indera
Dalam hal ini dapat difokuskan pada tingkat kesehatan peserta didik khusus
mengenai alat indera. Diupayakan minimal dalam sebulan sekali pihak
sekolah melakukan tes atau pemeriksaan kesehatan di Puskesmas/Dokter,
karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang pelajaran yang baik
pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut dapat
menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke setiap individu.
3. Teknik Main Peran
Disini, seorang guru bisa berkunjung ke rumah peserta didik. Di sana
seorang guru dapat leluasa melihat, memperhatikan peserta didik berikut
semua yang ada disekitarnya. Di sini guru dapat langsung melakukan
wawancara dengan orang tuanya mengenai kepribadian anak, keluarga,
ekonomi, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu juga, guru bisa melihat keadaan
rumah, kondisi dan situasinya dengan masyarakat secara langsung.
4. Tes Diagnosis Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
Dalam hal ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang
dapat dilihat dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan
sederhana. Dengan latihan psikotes dapat diambil beberapa nilai
kepribadian, peseta didik secara praktis dari segi dasar, logika dan privasi
seseorang.
5. Menyusun Program Perbaikan
Penyusunan program hendaklah dimulai dari segi pengajar dulu. Seorang
pengajar harus menjadi seorang yang konservator, transmitor, transformator,
dan organisator. Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga atau alat yang

6
lainnya yang menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan kelengkapan-
kelengkapan yang lebih kompleks, motivasi belajar pun akan dengan mudah
didapat oleh para peserta didik.[6]
F. Strategi Pemecahan Masalah (Memahami dan Mendiagnosis Masalah,
Menciptakan Solusi, dan Mengevaluasi Solusi)
1. Memahami dan Mendiagnosis Masalah
Seperti telah dijelaskan murid yang mengalami kesulitan belajar itu memiliki
hambatan-hambatan sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati
oleh guru dan pembimbing.
Beberapa gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar. Misalnya:
a. Menunjukkan prestasi yang rendah/di bawah rata-rata yang dicapai oleh
kelompok kelas.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia
berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti: acuh tidak acuh, berpura-
pura, dan lain-lain.
e. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan.
Anak-anak yang mengalami kesulitan belajar itu biasa dikenal dengan
sebutan prestasi/kurang (under achiever). Anak ini tergolong memiliki IQ
tinggi tetapi prestasinya belajar rendah (di bawah rata-rata kelas). Secara
potensial mereka yang IQ-nya tinggi memiliki prestasi yang tinggi pula.
Tetapi anak yang mengalami kesulitan belajar tidak demikian. Timbul
kesulitan belajar itu berkaitan dengan aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan
belajar, pola-pola pendidikan yang diterima dari keluarganya.
Dari gejala-gejala yang tampak itu, guru (pembimbing) bisa
menginterpretasi bahwa ia kemungkinan mengalami kesulitan belajar.
Disamping melihat gejala-gejala yang tampak, guru pun bisa mengadakan
penyelidikan antara lain dengan:
a. Observasi: cara memperoleh data dengan langsung mengamati terhadap
objek. Data-data yang dapat diperoleh dengan observasi, misalnya:

7
1) Bagaimana sikap siswa dalam mengikuti pelajaran, adalah tanda-
tanda cepat lelah, mudah mengantuk, sukar memusatkan perhatian
pada pelajaran.
2) Bagaimana kelengkapan catatan, peralatan dalam pelajaran.
b. Interview: adalah cara mendapatkan data dengan wawancara langsung
terhadap orang yang diselidiki atau terhadap orang lain yang dapat
memberikan informasi tentang orang yang diseleksi.
Untuk menyelidiki siswa yang mengalami kesulitan
belajar, interview bisa dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung.
Langsung artinya: kepada murid yang diselidiki. Tidak langsung: kepada
orang-orang yang tahu tentang keadaan diri anak.
c. Tes diagnostik: adalah suatu cara mengumpulkan data dengan tes.
d. Dokumentasi: adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-
catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan orang
yang diselidiki. Untuk mengenal murid yang mengalami kesulitan belajar
bisa melihat:
1) Riwayat hidupnya;
2) Kehadiran murid di dalam mengikuti pelajaran;
3) Kumpulan ulangan;
4) Raport, dan lain-lain.
Setelah data terkumpul kemudian diseleksi, tinggal data-data yang
diperlukan. Untuk dapat mengatakan murid mana yang mengalami kesulitan
belajar, diperlukan patokan kesulitan belajar.
2. Menciptakan Solusi & Mengevaluasi Solusi
Mengatasi kesulitan kesulitan belajar, tidak dapat tidak dapat
dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar sebagaimana diuraikan di atas.
Karena itu mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab
penyerta lainnya, adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi
kesulitan belajar.
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka
mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu:

8
a. Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan
banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu
diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan
data. Menurut Sam Isbani dan R. Isbani, dalam pengumpulan data dapat
dipergunakan berbagai metode, di antaranya adalah:
1) Observasi
2) Kunjungan rumah
3) Case Study
4) Case History
5) Daftar pribadi
6) Meneliti pekerjaan anak
7) Tugas kelompok dan,
8) Melaksanakan tes (baik tes IQ maupun tes prestasi/ sachievement
test).[9]
b. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, tidak ada
artinya jika tidak diadakan pengolahan secara cermat. Semua data harus
diolah dan dikaji untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab kesulitan
belajar yang dialami oleh anak.
c. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan mengenai hasil dan pengolahan
data). Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1) Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak.
2) Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber
penyebab kesulitan belajar.
3) Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar dan
sebagainya.
d. Prognosis
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap
diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan

9
ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk
membantu mengatasi masalahnya.
e. Treatment/Perlakuan
Perlakuan di sini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak
yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengn
program yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut.
Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan, adalah:
1) Melalui bimbingan belajar kelompok
2) Melalui bimbingan belajar individual
3) Melalui pengajaran remedial dalam beberapa bidang studi tertentu.
4) Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah
psikologis.
f. Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui,
apakah treatment yang telah diberikan di atas berhasil dengan baik,
artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau
ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada
pengecekan kembali ke belakang faktor-faktor apa yang mungkin
menjadi penyebab kegagalan treatment tersebut. Mungkin program yang
disusun tidak tepat, sehingga treatment-nya juga tidak tepat, atau
mungkin diagnosisnya yang keliru, dan sebagainya. Alat yang digunakan
untuk evaluasi ini berupa Tes Prestasi Belajar (Achievement Test).
Untuk mengadakan pengecekan kembali atas hasil treatment yang
kurang berhasil, maka secara teoteris langkah-langkah yang perlu
ditempuh, adalah sebagai berikut:
1) Re Ceking data (baik itu pengumpulan maupun pengolahan data).
2) Re Diagnosis.
3) Re Prognosis.
4) Re Treatment, dan
5) Re Evaluasi.
Begitu seterusnya sampai benar-benar dapat berhasil mengatasi
kesulitan belajar anak yang bersangkutan.

10
G. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima
pesan. Menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Assocaiton/ NEA) media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak
maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dimanipulasi,
dapat dilihat, didengar dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada
persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat
serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
2. Pengembangan Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat dipilih dengan pertimbangan akan
memberikan dukungan terhadap isi bahan pembelajaran dan kemudahan
untuk memperolehnya. Tetapi jika pembelajaran yang sesuai belum tersedia,
maka guru perlu berupaya mengembangkannya sendiri. Pengembangan
media sederhana dapat dikembangkan oleh guru sendiri.
a. Media Berbasis Visual
Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan
kepada siswa dapat dikembangkan dalam bentuk seperti foto,
gambar/ilustrasi, sketsa/gambar grafis, grafik, bagan, chart, dan gabungan
dari dua bentuk atau lebih.
Keberhasilan penggunaan media berbasis visual ditentukan oleh
kualitas dan efektivitas bahan-bahan visual dan grafik itu. Tampilan visual
harus dapat dengan mudah dimengerti, terang/dapat dibaca, dan dapat
menarik perhatian sehingga ia mampu menyampaikan pesan yang dinginkan
oleh pengguna.
b. Media Proyeksi
Over Head Projector (OHP), merupakan media proyeksi visual yang
relatif sederhana, yang berfungsi memproyeksikan gambar pada transparan.

11
c. Media Berbasis Audio Visual
Media audio dan audio visual merupakan bentuk media
pembelajaran yang bisa dilihat dan didengar. Contohnya seperti: televisi dan
video.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Definisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hayat. Hampir
semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan
sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar
(Suryabrata, 2002).
2. Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini
pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak
didik. Dalam keadaan ini dimana anak didik/ siswa tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.
3. Faktor-faktor Kesulitan Belajar
a. Faktor internal
b. Faktor eksternal
4. Diagnosis Kesulitan Belajar
a. Identifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar;
b. Penggunaan Catatan waktu belajar Efektif;
c. Penggunaan Catatan Kehadiran (Presensi) dan Ketidakhadiran (Absensi)
d. Penggunaan Catatan Partisipasi (Partisipasi Chat);
e. Penggunaan Catatan dan Bagan Sosiometri;
5. Alternatif Pemecahan Kesulitan Belajar
a. Observasi Kelas
b. Pemeriksaan Alat Indera
c. Teknik Main Peran
d. Tes Diagnosis Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
e. Menyusun Program Perbaikan
6. Strategi Pemecahan Maslah (Memahami dan Mendiagnosis Masalah,
Menciptakan Solusi, dan Mengevaluasi Solusi)
a. Memahami dan Mendiagnosis Masalah

13
b. Menciptakan Solusi & Mengevaluasi Solusi
7. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
b. Pengembangan Media Pembelajaran
1) Media Berbasis Visual
2) Media Proyeksi
3) Media Berbasis Audio Visual

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Dalyono. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto & Mohammad Farid. 2015. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Gava
Media.
Khodijah, Nyayu. 2011. Psikologi Pendidikan. Palembang: Grafika Telindo Press.
S. Sadiman, Arief dkk. 2010. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sumantri, Mohammad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rajawali
Pers.

15

Anda mungkin juga menyukai