Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang
dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Masalah belajar
yang terjadi dikalangan murid sering kali terjadi dan menghambat kelancaran proses belajar
siswa.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-
kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi
dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja
dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa
mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan
kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru
yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan
penelitian terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan
cara mengajar

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah penyebab siswa malas belajar ?
2.      Bagaimana peran guru sebagai media motivasi ?
3.      Bagaimana cara mengajar yang efektif ?
4.      Apa saja metode pembelajaran yang digunakan guru ?
5.      Bagamana cara mengatasi kemalasan belajar siswa ?
C.    Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab siswa malas belajar
2.     Untuk mengetahu bagaimana peran guru sebagai media motivasi
3.     Untuk mengetahui bagaimana cara mengajar yang efektif
4.      Untuk mengetahui apa saja metode pembelajaran yang digunakan guru
5.      Untuk mengetahui bagamana cara mengatasi kemalasan belajar siswa
D.    Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis

Agar dapat menambah wawasan penulis dalam mengatasi kemalasan belajar siswa
dalam proses belajar mengajar dan menambah pengalaman penulis dalam menyusun
karya ilmiah
2. Bagi Pembaca

Secara Teoritis penulisan ini diharapkan dapat memberikan tambahan refrensi bacaan

bagi para pembaca, khususnya mengenai dalam mengatasi kemalasan belajar siswa

dalam proses belajar mengajar di SMK Negeri 2 Pinggir..


BAB II
KAJIAN TEORY

A. Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan siswa tidak dapat belajar

sebagaimana mestinya (Dalyono, 1997:229). Menurut Sabri (1995:88) kesulitan

belajar yaitu kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah.

Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai

tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.

Ada beberapa kasus kesulitan dalam belajar, sebagaimana yang telah dikemukakan

oleh Abin Syamsudin M, yaitu :

(1) Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar.

(2) Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran,

dan situasi belajar. (3) Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar

yang salah. (4) Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara

kondisi obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental

impuls dan lingkungannya. (http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-

kesulitan-belajar.html)

Adanya kesulitan belajar akan menimbulkan suatu keadaan di mana siswa

tidak dapat belajar sebagaimana mestinya sehingga memiliki prestasi belajar yang

rendah. Siswa yang mengalami masalah dengan belajarnya biasanya ditandai adanya

gejala: (1) prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok

kelas; (2) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan; (3)

lambat dalam melakukan tugas belajar (Entang, 1983:13). Kesulitan belajar bahkan

dapat menyebabkan suatu keadaan yang sulit dan mungkin menimbulkan suatu

keputusasaan sehingga memaksakan seorang siswa untuk berhenti di tengah jalan.

Adanya kesulitan belajar pada seorang siswa dapat dideteksi dengan kesalahan-
kesalahan siswa dalam mengerjakan tugas maupun soal-soal tes. Kesalahan adalah

penyimpangan terhadap jawaban yang benar pada suatu butir soal. Ini berarti

kesulitan siswa akan dapat dideteksi melalui jawaban-jawaban siswa yang salah

dalam mengerjakan suatu soal.

Siswa yang berhasil dalam belajar akan mengalami perubahan dalam aspek

kognitifnya. Perubahan tersebut dapat dilihat melalui prestasi yang diperoleh di

sekolah atau melalui nilainya. Dalam kenyataannya masih sering dijumpai adanya

siswa yang nilainya rendah. Rendahnya nilai atau prestasi siswa ini adanya kesulitan

dalam belajarnya. Menurut Entang (1983:12) bahwa siswa yang secara potensial

diharapkan akan mendapat nilai yang tinggi, akan tetapi prestasinya biasa-biasa saja

atau mungkin lebih rendah dan teman lainnya yang potensinya lebih kurang darinya,

dapat dipandang sebagai indikasi bahwa siswa mengalami masalah dalam

aktivitasnya. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

menghalangi atau memperlambat seorang siswa dalam mempelajari, memahami

serta menguasai sesuatu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah

segala sesuatu yang membuat tidak lancar (lambat) atau menghalangi seseorang

dalam mempelajari, memahami serta menguasai sesuatu untuk dapat mencapai

tujuan. Adanya kesulitan belajar dapat ditandai dengan prestasi yang rendah atau di

bawah rata- rata yang dicapai oleh kelompok kelas, hasil yang dicapai tidak

seimbang dengan usaha yang dilakukan dan lambat dalam melakukan tugas belajar.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan sukar dalam menyerap materi-materi

pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga ia akan malas dalam belajar, serta

tidak dapat menguasai materi, menghindari pelajaran, serta mengabaikan tugas-tugas

yang diberikan guru.


1. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar

Faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah itu banyak dan

beragam. Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar,

penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian

besar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan

faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal). Menurut Dalyono

(1997:239) menjelaskan faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan dalam

belajar, yaitu faktor intern atau faktor dari dalam diri siswa sendiri dan faktor

ekstern yaitu faktor yang timbul dari luar siswa.

a. Faktor Intern

1) Sebab yang bersifat fisik : karena sakit, karena kurang sehat atau sebab cacat

tubuh.

2) Sebab yang bersifat karena rohani : intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor

kesehatan mental, tipe-tipe khusus seorang pelajar.

b. Faktor Ekstern

1) Faktor Keluarga, yaitu tentang bagaimana cara mendidik anak, hubungan

orang tua dengan anak. Faktor suasana : suasana sangat gaduh atau ramai.

Faktor ekonomi keluarga : keadaan yang kurang mampu.

2) Faktor Sekolah, misalnya faktor guru, guru tidak berkualitas, hubungan guru

dengan murid kurang harmonis, metode mengajar yang kurang disenangi oleh

siswa. Faktor alat : alat pelajaran yang kurang lengkap. Faktor tempat atau

gedung. Faktor kurilulum : kurikulum yang kurang baik, misalnya bahan-bahan

terlalu tinggi, pembagian yang kurang seimbang. Waktu sekolah dan disiplin kurang.

3) Faktor Mass Media dan Lingkungan Sosial, meliputi bioskop, TV, surat kabar,

majalah, buku-buku komik. Lingkungan sosial meliputi teman bergaul,

lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat. Menurut Drs. Oemar Hamalik,


(2005:117) faktor-faktor yang bisa menimbulkan kesulitan belajar dapat digolongkan

menjadi 4 (empat) yaitu

a. Faktor-faktor dari diri sendiri, yaitu faktor yang timbul dari diri siswa itu

sendiri, disebut juga faktor intern. Faktor intern antara lain tidak

mempunyai tujuan belajar yang jelas, kurangnya minat, kesehatan yang sering

terganggu, kecakapan mengikuti pelajaran, kebiasaan belajar dan kurangnya

penguasaan bahasa.

b. Faktor-faktor dari lingkungan sekolah, yaitu faktor-faktor yang berasal dari

dalam sekolah, misal cara memberikan pelajaran, kurangnya bahan-bahan

bacaan, kurangnya alat-alat, bahan pelajaran tidak sesuai dengan

kemampuan dan penyelenggaraan pelajaran yang terlalu padat.

c. Faktor-faktor dari lingkungan keluarga, yaitu faktor-faktor yang berasal dari

dalam keluarga siswa, antara lain kemampuan ekonomi keluarga, adanya

masalah keluarga, rindu kampung (bagi siswa dari luar daerah), bertamu dan

menerima tamu dan kurangnya pengawasan dari keluarga

d. Faktor-faktor dari lingkungan masyarakat, meliputi gangguan dari jenis kelamin

lain, bekerja sambil belajar, aktif berorganisasi, tidak dapat mengatur waktu

rekreasi dan waktu senggang dan tidak mempunyai teman belajar bersama.

Menurut Sumadi Suryabrata, (1997:233) faktor internal kesulitan belajar siswa

digolongkan menjadi dua yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis

ini dibedakan menjadi dua macam yaitu keadaan tonus jasmani dan fungsi fisiologis

tertentu terutama panca indra. Keadaan tonus jasmani pada umumnya dapat

melatarbelakangi aktivitas belajar. Dengan keadaan jasmani yang segar dan tidak lelah

akan mempengaruhi hasil belajar dibandingkan dengan keadaan jasmani yang kurang

segar dan lelah. Sedangkan faktor psikologis dalam belajar merupakan hal yang

mendorong aktivitas belajar siswa. Seperti sifat ingin tahu dan menyelidiki, sifat

kreatif, sifat mendapatkan simpati dan orang lain, sifat memperbaiki kegagalan di
masa lalu dengan usaha yang baru. Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar siswa

adalah faktor yang berasal dan luar siswa. Faktor ini dapat digolongkan menjadi dua

golongan yaitu faktor sosial dan faktor non sosial (Sumadi Suryabrata,1997:233-234).

Faktor sosial adalah faktor yang berasal dari manusia baik manusia itu ada

(kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran orang lain pada waktu

sedang belajar, sering kali mengganggu aktivitas belajar. Suara gaduh pada waktu

siswa sedang belajar juga akan mengganggu siswa. Dalam lingkungan sosial yang

mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang

terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya.

b. Lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru,

kepala sekolah serta karyawan lainnya.

c. Lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota

masyarakat.

Sedangkan faktor non sosial adalah faktor yang berasal bukan dari manusia.

Faktor ini antara lain keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-

alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.

a. Keadaan udara mempengaruhi proses belajar siswa. Apabila udara terlalu

lembab atau kering kurang membantu siswa dalam belajar. Keadaan udara

yang cukup nyaman di lingkungan belajar siswa akan membantu siswa untuk

belajar dengan lebih baik.

b. Waktu belajar mempengaruhi proses belajar siswa misalnya : pembagian

waktu siswa untuk belajar dalam satu hari.


c. Cuaca yang terang benderang dengan cuaca yang mendung akan berbeda bagi

siswa untuk belajar. Cuaca yang nyaman bagi siswa membantu siswa untuk lebih

nyaman dalam belajar.

d. Tempat atau gedung sekolah mempengaruhi belajar siswa. Gedung sekolah yang

efektif untuk belajar memiliki ciri.-ciri sebagai berikut: letaknya jauh dari tempat-

tempat keramaian (pasar, gedung bioskop, bar, pabrik dan lain-lain), tidak

menghadap ke jalan raya, tidak dekat dengan sungai, dan sebagainya yang

mernbahayakan keselamatan siswa.

e. Alat-alat pelajaran yang digunakan baik itu perangkat lunak (misalnya, program

presentasi) ataupun perangkat keras (misalnyaLaptop, LCD).

B. Pengertian Kemalasan

Malas memiliki arti tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu dan kemalasan

memiliki arti sifat (keadaan) malas. Kemalasan dalam belajar berarti peserta didik tidak

mau mengikuti pelajaran. Kemalasan ini ditimbulkan dari beberapa aspek diantaranya

guru atau pengajar, peserta didik itu sendiri, lingkungan bermain atau keluarga. Zaques

(2008: 36) menyatakan rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk

melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Beberapa hal yang

termasuk rasa malas diantaranya menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa

sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, dan lain-lain.

Kemalasan berarti tidak mengerjakan sesuatu, kemalasan merupakan penghalang

utama dari semua aktivitas manusia individu atau peserta didik dalam melaksanakan

suatu pekerjaan harus bisa memelihara keseimbangan dan semua inderanya. Sifat malas

merupakan bagian dari bentuk-bentuk pikiran yang menghalangi timbulnya pengetahuan


dalam meningkatkan kualitas batin manusia (Thursan, 2015: 43). Kemalasan peserta

didik adalah keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau

sebaiknya dilakukan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah menolak tugas,

tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari

kewajiban

Kemalasan peserta didik adalah sebuah bentukan, Artinya, perilaku itu bisa

dibentuk kembali menjadi baik atau tidak malas. Pembentukan kembali perilaku

seseorang tadi sebetulnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, bisa orang tua,

teman, atau orang lain di sekitarnya. jadi, dalam mengubah perilaku seseorang, yang

paling mendasar adalah mengubah persepsinya. Untuk itu, perlu mempelajari dan

mengambil sistem nilai yang bisa mengubah persepsinya atau memberikan sistem nilai

lain yang baru baginya (Khudori, 2015: 17).

Aziz (dalam Megayanti, 2016: 2849) menyatakan bahwa malas berbeda dengan

lamban. Anak lamban, masih memiliki kemauan untuk melakukan sesuatu walaupun

lama dalam prosesnya, sedangkan anak malas cenderung menunjukan tidak adanya

kemauan. Rasa malas dalam belajar dapat berupa tidak mengerjakan pekerjaan rumah

(PR), malas belajar pelajaran sekolah, menunda-nunda pekerjaan, bahkan tidak

mengikuti pembelajaran di kelas. Musbikin (2009: 9) menyatakan bahwa malas belajar

timbul dari beberapa sebab, yaitu faktor dari dalam diri (intrinsik) dan faktor dari luar

diri (ekstrinsik). Rasa malas yang timbul dalam diri anak dapat disebabkan tidak adanya

motivasi diri. Selain itu, kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya

kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Faktor dari luar diri anak (ekstrinsik)

atau faktor eksternal, disebabkan karena tidak adanya dukungan dari orangtua, faktor
kemiskinan, lingkungan yang tidak nyaman, dan fasilitas yang tidak mendukung.

Perilaku itu bisa dibentuk kembali menjadi baik atau tidak malas. Pembentukan

kembali perilaku seseorang tadi sebetulnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan

sekitarnya, bisa orang tua, teman, atau orang lain di sekitarnya. Dalam mengubah

perilaku seseorang, yang paling mendasar adalah mengubah persepsinya. Untuk itu,

perlu mempelajari dan mengambil sistem nilai yang bisa mengubah persepsinya atau

memberikan sistem nilai lain yang baru baginya. Rasa malas dikaitkan dengan masalah

belajar, maka kemalasan belajar adalah suatu kondisi psikologis dimana anak tidak

dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan

baik yang dating dari diri sendiri maupun faktor luar sehingga menyebabkan kemalasan

dalam proses belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang

menyebabkan kesulitan belajar. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar

khusunya dalam pembuatan blus paling dominan adalah faktor intern, yaitu faktor yang

timbul dari diri siswa itu sendiri, Faktor intern antara lain tidak mempunyai tujuan

belajar yang jelas, kurangnya minat, kesehatan yang sering terganggu, kecakapan

mengikuti pelajaran, kebiasaan belajar dan kurangnya penguasaan bahasa.

C.Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam kegiatan belajar mengajar.

Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan

terjadinya proses belajar pada peserta didik (Instruction is a set of events that affect
learners in such a way that learning is facilitated). Pembelajaran adalah suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran,

serta pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi

belajar bagi peserta didik (Muktiani, 2014: 26). Sudjana yang dikutip Sugihartono

(2007: 80) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan

dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan

kegiatan belajar.

Senada dengan pendapat di atas, Mulyaningsih (2009: 54) menyatakan

pembelajaran ialah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun

teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran

merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran

merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai

pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Dalam

pembelajaran, terdapat tiga konsep pengertian. Sugihartono (dalam Fajri & Prasetyo,

2015: 90) konsep-konsep tersebut, yaitu:

1) Pembelajaran dalam pengertian kuantitatif

Secara kuantitatif pembelajaran berarti penularan pengetahuan dari guru kepada

peserta didik. Dalam hal ini, guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang dimiliki

sehingga dapat menyampaikannya kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya.

2) Pembelajaran dalam pengertian institusional

Secara institusional, pembelajaran berarti penataan segala kemampuan mengajar,

sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru dituntut untuk selalu siap
mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam- macam peserta didik yang

memiliki berbagai perbedaan individual.

3) Pembelajaran dalam pengertian kualitatif

Secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahkan kegiatan

belajar peserta didik. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar

menjejalkan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga melibatkan peserta didik

dalam aktivitas belajar yang efektif dan efisien.

Diungkapkan oleh Rahyubi (2014: 234) bahwa dalam pembelajaran mempunyai

beberapa komponen-komponen yang penting, yaitu tujuan pembelajaran, kurikulum,

guru, peserta didik, metode, materi, media, dan evaluasi. Masing-masing dijelaskan

sebagai berikut:

1) Tujuan Pembelajaran

Tujuan setiap aktivitas pembelajaran adalah agar terjadi proses belajar dalam diri

peserta didik. Tujuan pembelajaran adalah target atau hal-hal yang harus dicapai dalam

proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran biasanya berkaitan dengan dimensi kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Tujuan pembelajaran bisa tercapai jika pembelajar atau

peserta didik mampu menguasai dimensi kognitif dan afektif dengan baik, serta cekatan

dan terampil dalam aspek psikomotornya.

2) Kurikulum

Secara etimologis, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa yunani “curir”

yang artinya “pelari” dan “curere” yang berarti “tempat berpacu”. Yaitu suatu jarak

yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finis. Secara terminologis,

kurikulum mengandung arti sejumlah materi atau mata pelajaran yang harus ditempuh
atau diselesaikan peserta didik guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah. Kurikulum

sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam

seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam

pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan

kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.

3) Guru

Guru atau pendidik yaitu seorang yang mengajar suatu ilmu. Dalam bahasa

Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memfasilitasi,

menilai, dan mengevaluiasi peserta didik. Peranan seorang guru tidak hanya terbatas

sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing,

pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan

belajar peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4) Peserta didik

Peserta didik atau peserta didik adalah seseorang yang mengikuti suatu program

pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan dibawah bimbingan seorang atau

beberapa guru, pelatih, dan isntruktur.

5) Metode

Metode pembelajaran adalah suatu model dan cara yang dapat dilakukan untuk

menggelar aktivitas belajar mengajar agar berjalan dengan baik. Metode pembelajaran,

khususnya dalam pembelajaran motorik ada beberapa metode yang sering diterapkan

yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode demonstrasi,

metode karyawisata, metode eksperimen, metode bermain peran/simulasi, dan metode


eksplorasi.

6) Materi

Materi merupakan salah satu faktor penentu keterlibatan peserta didik. Jika

materi pelajaran yang diberikan menarik, kemungkinan besar keterlibatan peserta didik

akan tinggi. Sebaliknya, jika materi yang diberikan tidak menarik, keterlibatan peserta

didik akan rendah atau bahkan tidak peserta didik akan menarik diri dari proses

pembelajaran motorik.

7) Alat Pembelajaran (media)

Media pada hakikatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran.

Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai

dengan proses pembelajaran secara menyeluruh.

8) Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-

dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas peserta didik, guna mengetahui sebab

akibat dan hasil belajar peserta didik yang dapt mendorong dan mengembangkan

kemampuan belajar. Evaluasi yang efektif harus mempunyai dasar yang kuat dan tujuan

yang jelas. Dasar evaluasi yang dimaksud adalah filsafat, psikologi, komunikasi,

kurikulum, managemen, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran

adalah usaha sadar dari guru untuk membuat peserta didik belajar, yaitu terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang belajar, dimana perubahan itu

dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama

dan karena adanya usaha.


BAB III
PEMBAHASAN

A.    Penyebab Siswa Sulit Belajar


Pada dasarnya keadaan siswa mampu memahami materi pelajaran dengan baik, asalkan
mereka bisa diperhatikan situasi dan kondisi sewaktu belajarnya. Dengan strategi dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, maka proses dan hasil pembelajaran akan
tercapai dengan baik. Yang harus diperhatikan oleh guru dalam hubungannya dengan kegiatan
pembelajaran adalah kondisi dan lingkungan belajar di mana siswa itu berada. Ini sangat
menentukan sekali, maka dalam hal ini bagi guru harus menjadi fokus perhatian sebelum dan
sesudah kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Hal yang membuat siswa malas belajar :
1. Gurunya lebih sering marah-marah dibanding mengajar
2. Sebutan guru killer membuat sebagian siswa tidak senang dengan gurunya sehingga
malas belajar pada mata pelajaran tersebut
3. Guru tidak ramah
4. Guru jarang memperhatikan siswanya
5. Siswa tidak memahami makna dari suatu mata pelajaran
Sebagai guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak hanya mengajar untuk
menyampaikan materi pelajaran saja. Menyampaikan materi sesuai dengan program tanpa
memperhatikan kondisi siswa pada saat mereka menerima pelajaran tersebut. Bisa saja dengan
materi yang sama disampaikan dengan kondisi siswa yang berbeda akan diterima dengan hasil
yang berbeda. Pada saat siswa sakit atau sedang jengkel atau marah, pelajaran diterimanya
dengan malas. Sebelum guru menghadapi siswa, dia harus memperhatikan kondisi siswa
tersebut. Tidak asal tersampaikannya materi pelajaran sesuai target yang ingin dicapainya.

B.     Guru Sebagai Media Motivasi


Guru tidak hanya mengajarkan kita tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, guru juga
mendidik dan membina siswa dalam membangun kepribadian siswa. Coba bayangkan, apabila
seorang guru seperti sang motivator terkenal “Mario Teguh” maka pasti tidak ada yang malas
belajar apalagi meninggalkan kelas. Pada umumnya siswa senang belajar karena guru mata
pelajaran tersebut yang disenangi sehingga mata pelajarannya pun juga ikut disenangi. Apabila
gurunya selalu murah senyum, penuh canda tawa, dan juga membuktikan dirinya bahwa ia bisa
jadi panutan, maka siswa akan meresponnya dengan baik sehingga siswa percaya dengan guru
tersebut dan siap mengikuti mata pelajaran yang ia bawakan.
Guru sebagai media motivasi para siswa  harus lebih kreatif dalam proses pembelaran.
Contohnya sang guru harus menghubungkan materi yang ia bawakan dengan kehidupan tokoh-
tokoh yang berhasil dalam suatu bidang agar siswa dapat lebih baik mencerna pelajaran dengan
bukti yang konkrit seperti yang dipaparkan sang guru. Guru juga perlu memaparkan bahwa dasar
dari kesuksesan itu adalah belajar.

C.    Cara Mengajar Efektif


Mengajar adalah suatu seni. Guru yang cakap mengajar dapat merasakan bahwa
mengajar di mana saja adalah suatu hal yang menggembirakan, yang membuatnya melupakan
kelelahan. Selain itu guru juga dapat mempengaruhi muridnya melalui kepribadiannya. Guru
yang ingin murid-muridnya mengalami kemajuan, perlu mengadakan pengamatan dan penelitian
terhadap teori dan praktek mengajar sehingga ia dapat terus-menerus meningkatkan cara
mengajar. Sepuluh jenis prinsip dasar dalam cara mengajar yang disajikan di bawah ini, dapat
dipakai sebagai petunjuk oleh para pengajar guna meningkatkan cara mengajar mereka. 
1. Menguasai Isi Pengajaran. 
Hukum yang pertama dalam teori “Tujuh Hukum Mengajar” dari John Milton Gregory
berbunyi: “Guru harus mengetahui apa yang diajarkan.” Jika guru sendiri mengetahui
dengan jelas inti pelajaran yang akan disampaikan, ia dapat meyakinkan murid dengan
wibawanya, sehingga murid percaya apa yang dikatakan guru, bahkan merasa tertarik
terhadap pelajaran. 
2. Mengetahui dengan Jelas Sasaran Pengajaran. 
Pengajaran yang jelas sasarannya membuat murid melihat dengan jelas inti dari pokok
pelajaran itu. Mereka dapat menangkap seluruh liputan pelajaran, bahkan mengalami
kemajuan dalam proses belajar. Empat macam ciri khas yang harus diperhatikan pada saat
memilih dan menuliskan sasaran pengajaran: 1.    Inti dari sasaran harus disebutkan dengan
jelas. 2.    Ungkapan penting dari sasaran harus bertitik tolak dari konsep
murid. 3.    Sasaran harus meliputi hasil belajar. 4.    Hasil sasaran yang dapat dicapai.
Contoh: Contoh-contoh di atas telah menjelaskan empat macam hasil belajar yang berbeda:
pengetahuan, pengertian, sikap, dan ketrampilan. 
3. Utamakan Susunan yang Sistematis. 
Pengajaran yang tidak bersistem bagaikan sebuah lukisan yang semrawut, tidak memberikan
kesan yang jelas bagi orang lain. Tidak adanya inti, tidak tersusun, tidak sistematis, akan
sulit dipahami dan sulit diingat. Oleh sebab itu inti pengajaran harus disusun dengan teratur
dan sistematis.
4. Banyak Gunakan Contoh Kehidupan. Pada saat mengajar, seringlah menggunakan
contoh atau perumpamaan kehidupan sehari-hari atau yang pernah dialami misalnya dalam
perdagangan, rental, nilai uts / uas, dan lain sebagainya. Contoh kehidupan adalah jembatan
antara kebenaran ilmu dan dunia nyata.
5. Cakap Menggunakan Bentuk Cerita. Bentuk cerita tidak hanya diutarakan dengan kata-
kata, namun juga boleh dicoba dengan menambahkan gerakan-gerakan, yang memperdalam
kesan murid. Bentuk yang paling lazim adalah menggunakan perumpamaan untuk
menjelaskan kebenaran. 
Menggunakan Panca Indera Murid. Penggunaan bahan pengajaran yang berbentuk audio
visual berarti menggunakan panca indera murid. Bahan pengajaran audio visual bukan saja
cocok untuk Sekolah Minggu anak-anak, juga untuk Sekolah Minggu pelbagai usia.
Ensiklopedia adalah buku yang sering dipakai oleh para ilmuwan, namun di dalamnya terdapat
banyak penjelasan yang menggunakan gambar-gambar. Itu berarti bahwa para ilmuwan pun
perlu bantuan gambar untuk mengadakan penelitian. Para ahli pernah mengadakan catatan
statistik selama 15 bulan, sebagai hasilnya mereka mendapatkan persentase dari isi pelajaran
yang masih dapat diingat oleh murid: bagi murid yang hanya tergantung pada indera
pendengaran saja masih dapat mengingat 28%, sedangkan bagi murid yang menggunakan indera
pendengaran ditambah dengan indra penglihatan dapat mengingat 78%. 
Melibatkan Murid dalam Pelajaran. Melibatkan murid dalam pelajaran dapat menambah
ingatan mereka, juga motivasi dan kegemaran mereka. Cara itu dapat menghilangkan
kesalahpahaman yang mungkin terjadi ditengah pertukaran pikiran antara guru dan murid, selain
mengurangi tingkah laku yang mengacau. Misalnya: biarkan murid menggunakan kata-katanya
sendiri untuk menjelaskan argumentasi atau pendapatnya; biarlah murid menggali dan
menemukan hubungan antar konsep yang berbeda, biarlah murid bergerak sebentar. Jika murid
sibuk melibatkan diri dengan pelajaran, maka tidak ada peluang lagi untuk mengacau atau
membuat ulah. 
Menguasai Kejiwaan Murid. Guru yang ingin memberikan pelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan murid, tentu harus memahami perkembangan jiwa murid pada setiap usia. Ia juga
harus mengetahui dengan jelas kebutuhan dan masalah pribadi mereka. Pengertian antara guru
dan murid adalah syarat utama untuk komunikasi timbal balik. Komunikasi yang baik dapat
membuat penyaluran pengetahuan menjadi lebih efektif. 
Gunakanlah Cara Mengajar yang Hidup. Sekalipun memiliki cara mengajar yang paling
baik, namun jika terus digunakan dengan tidak pernah diubah, maka cara itu akan hilang
kegunaannya dan membuat murid merasa jemu. Cara yang terbaik adalah menggunakan cara
mengajar yang bervariasi dan fleksibel, untuk menambah kesegaran. 
Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Teladan. Masalah umum para guru adalah dapat
berbicara, namun tidak dapat melaksanakan. Pengajarannya ketat sekali, namun kehidupannya
sendiri banyak cacat cela. Cara mengajar yang efektif adalah guru sendiri menjadikan diri
sebagai teladan hidup untuk menyampaikan kebenaran, dan itu merupakan cara yang paling
berpengaruh. Kewibawaan seseorang terletak pada keselarasan antara teori dan praktek. Jikalau
guru dapat menerapkan kebenaran yang diajarkan pada kehidupan pribadinya, maka ia pun
memiliki wibawa untuk mengajar.

D.    Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran atau strategi mengajar adalah suatu cara menyampaikan pesan
yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi
atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran
adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki
peran dan fungsi yang sangat penting dalam proses belajar itu sendiri. Karena dengan ini,
memperkecil peluang siswa untuk malas belajar.
Metode yang digunakan guru dalam mengajar disekolah :
1. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang
paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan
literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Metode ini
berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir perkuliahan ditutup dengan Tanya
jawab antara dosen dan mahasiswa.

2. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan
kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru
menjawab pertanyaan murid itu. ( Soetomo, 1993 :150 )
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru (Syaiful Bahri
Djamarah 2000: 107). Metode ini dipandang lebih baik dari pada metode pembelajaran
konvensional yaitu metode ceramah. Alasannya karena metode ini dapat merangsang siswa
untuk berfikir dan berkreativitas dalam proses pembelajaran. Metode Tanya jawab juga dapat
digunakan untuk mengukur atau mengetahui seberapa jauh materi atau bahan pengajaran yang
telah dikuasai oleh siswa.

3. Metode Diskusi

Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang
sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga
disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation).
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu
permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan,
menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat
suatu keputusan ( Killen, 1998 ). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu
argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu
secara bersama - sama. Metode diskusi dapat pula diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan
ajar yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan
suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Guru, peserta didik atau kelompok peserta didik
memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.
• Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan
gagasan dan ide - ide.
• Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan.
• Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di
samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :
• Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki
keterampilan berbicara.
• Kadang - kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
• Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang
direncanakan.
• Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol.
Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu
iklim pembelajaran.

4. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu
agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran
terlalu banyak, sementara waktu sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses
belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa
mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping,
mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan.
Metode Demonstrasi. Menurut Muhibbin (2000) Metode demonstrasi adalah metode mengajar
dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik
secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok
bahasan atau materi yang sedang disajikan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000) Metode
demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja
suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.

5. Metode Eksperimen

Metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (2000:95) adalah cara penyajian pelajaran,
di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam
proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami
sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau
proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran,
atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang
dialaminya itu.

6. Metode Simulasi, Bermain Peran, dan Sosiodrama/Psikodrama

Metode ini menampilkan symbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses kejadian atau
benda yang sebenarnya. Metode ini adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui
pengembangan dan penghayatan anak didik. Metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa
atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan
tokoh yang ia lakoni, mereka berinteraksi sesama mereka.

7. Metode Karyawisata / Widyawisata

Metode ini dmaksudkan untuk menunjukkan kepada siswa secara langsung beberapa hal yang
dipelajari di sekolah. Seperti kunjungan Museum, Labolatorium Budaya dll. Disebutkan juga
sebagai bentuk format interaksi belajar mengajar yang di berikan kesempatan kepada siswa
untuk mempelajari, melengkapi dan memperdalam bahan pembelajaran, dan mendapat
pengalaman langsung atas objek yang di pelajari di luar kelas pembelajaran.

8. Metode Pengajaran Unit

Dapat di artikan sebagai suatu cara belajar antara siswa dan guru yang mengarahkan kegiatan
pada pemecahan masalah yang dapat di rumuskan secara bersama-sama. Metode ini pada
dasarnya bertujuan untuk melatih siswa memecahkan suatu permasalahan dari berbagai disiplin
ilmu atau berbagai aspek, sehingga mereka memiliki pemikiran dan pemahaman yang lebih baik.

9. Metode Penemuan ( Discovery-inquiry )

Dapat diartikan sebagai format KBM di mana para siswa menemukan sendiri informasi yang
diperlukan untuk mencapai tujuan – tujuan pembelajaran. Dalam metode ini, dapat berupa
kegiatan belajar terentang dari penemuan terbimbing
( Discovery ) sampai ke penemuan tidak terbimbing ( inquiry )
Tujuan dari metode ini pada dasarnya untuk meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
mendapatkan formasi, mengarahkan siswa sebagai pelajar seumur hidup, mengurangi
ketergantungan kepada guru, serta melatih siswa untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak habis-habisnya digali.
Kelebihan metode penemuan
• Dapat membangkitkan kegairahan belajar pada diri siswa
• Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengan kampuan masing-masing
• Teknik ini mampu membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta
penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif atau pengarahan siswa
• Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sebagai sangat pribadi atau individual sehingga
dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut
Kelemahan metode penemuan
• Ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu meningkatkan proses pengertian saja
• Teknik ini tidak memberikan kesempatan berfikir secara kreatif
• Para siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental
• Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini kurang berhasil
• Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional akan
kecewa bila diganti dengan teknik penemuan

10. Metode Panel

Panel merupakan sebuah bentuk diskusi yang membahas masalah umum yang bersifat lengkap,
yang terdiri dari beberapa orang yang dianggap ahli dalam bidangnya. Sekolah biasanya
dilakukan oleh sekelompok guru yang memilih topik sesuai kebutuhan pesera didiknya. Seorang
moderator diharapkan dapat memimpin, mengarahkan para panelis sedemikian rupa sehingga
kegiatan dapat diikuti dengan baik oleh pendengar.

11. Metode Simposium

Metode yang memaparkan suatu seri pembicara dalam berbagai kelompok topik dalam bidang
metri tertentu. Materi-materi tersebut disampaikan oleh ahli dalam bidangnya, setelah itu peserta
dapat menyampaikan pertanyaan dan sebagainya kepada pembicara.
Sebuah simposium hampir menyerupai panel, karena simposium harus pula terdiri atas beberapa
pembicara sedikitnya dua orang. Tetapi symposium berbeda dengan panel didalam cara
pembahasan persoalan. Sifatnya lebih formal. Seorang anggota symposium terllebih dahulu
menyiapkan pembicaraannya menurut satu titik pandangan tertentu. Terhadap sebuah persoalan
yang sama diadakan pembahasan dari berbagai sudut pandangan dan disoroti dari titk tolak yang
berbeda-beda.
12. Metode Seminar

Merupakan kegiatan belajar sekelompok siswa untuk membahas topik, masalah tertentu. Setiap
anggota kelompok seminar dituntut agar berperan aktif dankepada mereka dibebankan
tanggungjawab untuk mendapatkan solusi dari topic, masalah yang dipecahkannya. Guru
bertindak sebagai nara sumber. Tidak jarang seminar melahirkan rekomendasi dan resolusi.
13. Metode Forum

Suatu tempat yang terbuka yang membicarakan suatu persoalan oleh semua orang ikut di
dalamnya, kegiatan ini biasanya bersifat informal dan singkat, sehingga sulit mengatur
pembicaraan-pembicaraan apalagi masalah yang di bahas adalah masalah yang hangat dan peka
secara emosional.

E.     Mengatasi Kemalasan / Kesulitan Belajar Siswa


Siswa yang sedang malas belajar biasanya mereka berpikir bahwa untuk apa saya belajar
hal ini. Maka dari itu  guru perlu memberikan arahan yang baik seperti :
1.      Memberi sentuhan pada titik peka anak. Pada kondisi anak malas belajar, sebagai orangtua
sekaligus sebagai pendidik bagi anak harus memiliki kesabaran untuk memulai menyentuh titik
peka anak dengan memberi perhatian khusus pada hal-hal yang amat menarik perhatian anak.
Hal ini perlu  dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan perhatian anak. Dengan demikian
anak tentunya akan terbuka menerima pendapat dengan perasaan senang dan gembira, bebas dari
perasaan tertekan, takut dan terpaksa. Pada akhirnya anak akan menerima pemahaman, betapa
penting dan dibutuhkan proses belajar untuk mencapai tujuan (memperoleh keperkasaan menurut
daya nalarnya). Dalam hatinya pun tergerak untuk melakukan dan merencanakan kegiatan
belajarnya. Hanya saja di sini dibutuhkan kesabaran kita untuk melakukan pendekatan kepada
anak.
2.      Anak malas belajar harus dibangkitkan nilai plus anak. Satu pengharapan orangtua tentunya
menginginkan anak itu terpacu semangatnya untuk belajar. Anak belajar atas inisiatif, kesadaran
sendiri dan proses belajar itu sudah menjadi suatu kesadaran kebutuhannya untuk mencapai suatu
kecakapan khusus serta ingin menonjolkan kelebihan-kelebihannya lebih dari yang lainnya.
Untuk menyentuh perasaan atau keinginan bawah sadar anak agar dirinya merasa “tertantang”
untuk melakukan sesuatu yang positif, kita dapat mengambil contoh dari tokoh film herois dan
tokoh dunia yang sukses. Kita dapat mengungkapkan, bahwa untuk menjadi orang yang sukses
dibutuhkan perencanaan belajar, cara-cara belajar yang baik, tahu apa yang hendak dipelajari dan
tahu menerapkan apa yang dipelajari, sehingga tertanam pemahaman belajar yang bukan asal
belajar.
3.      Mengembangkan cita-cita anak. Anak malas belajar harus di dorong agar memiliki cita-cita
hidup sesuai dengan taraf perkembangan daya nalarnya dan usianya untuk itu kita harus aktif
berperan dalam proses ini. Cita-cita anak selalu berubah sesuai dengan perkembangan usia dan
daya nalar anak. Kita dapat memberi contoh agar anak mau mengembangkan imajinasi dirinya
atau mengidentifikasikan dirinya jika sudah dewasa ingin menjadi apa dirinya. Dengan
terpatrinya sebuah cita-cita hidup dalam hati nurani anak, akan menumbuhkan motivasi instrinsik
pada diri anak untuk lebih giat belajar dan lebih terbuka untuk mengembangkan perencanaan
belajarnya.
4.      Menentukan waktu belajar anak yang tepat. Jika anak telah sadar dan tergerak hatinya untuk
melakukan kegiatan belajar kesempatan yang baik ini jangan kita sia-siakan. Anak malas belajar
harus kita arahkan untuk menentukan kapan waktu belajarya. Hal-hal yang perlu diperhitungkan
dalam menentukan waktu belajar anak di rumah, antara lain: sesuai dengan keinginan anak,
jangan berbenturan dengan waktu keinginan-keinginan lain yang dominan pada anak, seperti
ingin menonton film kartun favoritnya, dan sebagainya. Kondisi fisik dan psikis anak dalam
keadaan fresh (segar) bebas dari rasa lelah, mengantuk, gangguan penyakit, rasa marah dan
sebagainya.
5.      Mengembangkan tujuan belajar. Anak malas belajar agar tahu manfaat dan arah apa yang
dipelajarinya, biasakan belajar dengan bertujuan. Dengan adanya tujuan belajar akan lebih
bermakna, karena anak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dipelajari dan apa yang
dikuasainya. Anak pun akan mudah memusatkan perhatian pada pelajarannya.
6.      Mengembangkan cara-cara belajar yang baik pada anak. Anak malas belajar harus
ditumbuhkan gairah  belajarnya, gairah belajar itu akan tumbuh jika dirinya mengetahui
bagaimana cara belajar yang efektif dan efesien. Untuk mencapai tujuan belajar anak, Anda perlu
membekali anak bagaimana cara-cara belajar yang efektif dan efesien. Kita dapat mananamkan
pengertian pada anak bahwa dalam belajar juga sangat dibutuhkan teknik belajar yang baik, agar
belajar itu lebih bermakna dan memudahkan pencapaian tujuan belajar.
7.      Anak malas belajar harus dikembangkan rasa percaya dirinya. Sudah tentu menjadi suatu
keharusan bagi kita untuk bisa membangkitkan dan memupuk rasa percaya diri anak sedini
mungkin. Rasa percaya diri adalah sumber motivasi yang besar bagi anak untuk memusatkan
perhatian pada pelajarannya. Dengan adanya percaya diri pada anak, akan tumbuh semangat “dia
mampu berbuat atau melakukan”. Sesuatu yang sulit dalam pelajaran menjadi tantangan untuk
ditaklukkan dan untuk dikuasai. Anak punya keyakinan mampu melakukan tidak akan gampang
menyerah dalam menghadapi kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kreativitas dan imajinasi
berpikir akan berkembang untuk mencari cara-cara mengatasi kesulitan.
Agar guru lebih efektif, maka jalan yang harus dilakukan adalah :
1. Guru melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa, memposisikan siswa
sebagai teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2. Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa, jangan sampai siswa terlambat
dihukum sedangkan guru yang sering terlambat dibiarkan saja.
3. Guru selalu berkreasi, berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan
hidup.
4. Guru hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat menerima dan
memahami yang telah diajarkan guru.
5. Guru harus memberikan penilaian kepada siswa dengan adil, transparan, jujur dan tidak
merekayasa.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada dasarnya keadaan siswa mampu memahami materi pelajaran dengan baik, asalkan
mereka bisa diperhatikan situasi dan kondisi sewaktu belajarnya. Dengan strategi dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, maka proses dan hasil pembelajaran akan
tercapai dengan baik.
Sebagai guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak hanya mengajar untuk
menyampaikan materi pelajaran saja. Menyampaikan materi sesuai dengan program tanpa
memperhatikan kondisi siswa pada saat mereka menerima pelajaran tersebut. Bisa saja dengan
materi yang sama disampaikan dengan kondisi siswa yang berbeda akan diterima dengan hasil
yang berbeda. Pada saat siswa sakit atau sedang jengkel atau marah, pelajaran diterimanya
dengan malas. Sebelum guru menghadapi siswa, dia harus memperhatikan kondisi siswa
tersebut. Tidak asal tersampaikannya materi pelajaran sesuai target yang ingin dicapainya.
Guru sebagai media motivasi para siswa  harus lebih kreatif dalam proses pembelaran.
Contohnya sang guru harus menghubungkan materi yang ia bawakan dengan kehidupan tokoh-
tokoh yang berhasil dalam suatu bidang agar siswa dapat lebih baik mencerna pelajaran dengan
bukti yang konkrit seperti yang dipaparkan sang guru. Guru juga perlu memaparkan bahwa dasar
dari kesuksesan itu adalah belajar.
B.     Saran
Makalah yang saya susun masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saya mengharap
kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2013). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Aunurrahman. (2010). Belajar dan pembelajaran. Cetakan ke-4. Bandung: Alfabeta.

Desmita. (2010). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hurlock, E.B. (2008). Perkembangan anak jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana Media Group. Khudori.

(2015). Psikologi komunikasi rasa malas dalam diri. Jakarta: Rineka

Cipta.

Lutan, R. (2004). Belajar keterampilan motorik pengantar teori dan metode.

Jakarta: P2LPTK Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai