Anda di halaman 1dari 10

KESULITAN BELAJAR & BERBAKAT

MAKALAH

Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen Pengampu

Devi Candra Nindiya, M.Pd

Disusun Oleh:

Husniatur Robithoh

Hanifatus Sholihah

PONDOK GONDANG

UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA BLITAR

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

2021
I

Pendahuluan

A. Latar belakang masalah


Aktivitas belajar merupakan salah satu pokok kegiatan pendidikan di
sekolah. Berhasil tidaknya proses pendidikan sangat ditentukan oleh hasil
belajar yang dicapai oleh siswa. Untuk mencapai hasil belajar siswa
sebagaimana yang diharapkan, guru berupaya sekuat tenaga dalam
menciptakan situasi belajar yang sebaikbaiknya.Namun kenyataannya, ada
beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Sebaliknya, ada anak yang dilahirkan dengan kelebihan-kelebihan
sehingga disebut anak jenius, berbakat atau superior. Anak yang mempunyai
kecerdasan di atas rata-rata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
seperti dikemukakan oleh Sutratinah Tirtonegoro yaitu; Superior (IQ; 110-
130), Gifted (IQ 130-140) dan Genius (IQ 140-200).1
Berdasar permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan kajian
tentang anak berkesulitan belaar dan anak berbakat.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana gambaran umum anak berkesulitan belajar?
2. Bagaimana gambaran umum anak berbakat?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mendeskripsikan anak berkesulitan belajar.
2. Untuk mendeskripsikan anak berbakat.

1
Nandi Warnandi, “Layanan Pendidikan Anak Berbakat di Sekolah Dasar,” (Skripsi,
Fakultas Ilmu Kependidikan Institut Keguruan dan Kependidikan Bandung ,2005). Hlm.2
II

Pembahasan

A. Kesulitan belajar
Menurut Muhibbin Syah,2 kesulitan belajar adalah siswa yang
dikategorikan “di luar rata-rata” (sangat pintar dan bodoh) tidak mendapat
kesempatan memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya”.
Menurut Dalyono, “kesulitan belajar adalah keadaan di mana anak didik atau
siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya”.3 Seorang siswa diduga
mengalami kesulitan belajar apabila yang bersangkutan menunjukkan
kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan
belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut: Siswa dikatakan gagal
apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran
tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran
tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru. Siswa
dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau
mencapai prestasi yang semestinya.Siswa dikatakan gagal apabila yang
bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk
penyesuaian sosial dan fase perkembangan tertentu, seperti yang berlaku bagi
kelompok sosial dan usia yang bersangkutan.
Menurut Makmun, “Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan
tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai
prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.4 Sudah menjadi
harapan setiap pendidik, agar peserta didiknya dapat mencapai
hasil belajar yang sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan yang telah digariskan
dalam proses belajar mengajar di sekolah. Namun, kenyataannya yang
dihadapi tidak selalu menunjukkan apa yang diharapkan itu dapat terealisir
sepenuhnya. Banyak peserta didik yang menunjukkan tidak dapat mencapai

2
Muhibbin, Syah..Psikologi Belajar. (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada: 2006) hal 182
3
Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta:2007).hal 229
4
Makmun,Abin, Syamsuddin. Psikologi Pendidikan. (Bandung.Yudhistira. 2005.) hal 307-308
hasil belajar sebagaimana yang diharapkan oleh para pendidiknya. Guru
sering menghadapi dan menemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar. Dalam hal ini menghadapi peserta didik yang mengalami kesulitan
dalam belajar, pemahaman yang utuh dari guru tentang kesulitan belajar yang
dialami oleh peserta didiknya, merupakan dasar dalam usaha memberikan
bantuan dan bimbingan yang tepat. Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa
itu akan termanifestasi dalam berbagai gejala. Menurut Sugihartono :lebih
lanjut menjelaskan tentang ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar
dan hal ini yang menjadi indikator kesulitan belajar :
a. Prestasi belajar yang rendah, ditandai dengan adanya nilai yang diperoleh
di bawah standar yang telah ditetapkan (di bawah nilai 6), mendapatkan
rangking yang terakhir di kelasnya.
b. Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan, ditandai
dengan sering mengikuti les tambahan tetapi hasilnya tidak maksimal.
c. Terlambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar maupun
terlambat datang ke sekolah.
d. Menunjukkan sikap yang tidak peduli dalam mengikuti pelajaran, ditandai
dengan mengobrol dengan teman ketika proses pelajaran berlangsung,
makan di dalam kelas ketika mengikuti pelajaran.
e. Menunjukkan perilaku yang menyimpang, seperti suka membolos
sekolah, keluar masuk kelas ketika mengikuti pelajaran.
f. Menunjukkan adanya gejala emosional yang menyimpang, misalnya
mudah marah, pemurung, teriak-teriak ketika mengikuti pelajaran dan
sebagainya.5
Menurut Dalyono6, dari gejala-gejala yang tampak itu, guru bisa
menginterpretasi bahwa ia kemungkinan mengalami kesulitan belajar. Di
samping melihat gejala-gejala yang tampak, guru pun bisa mengadakan
penyelidikan antara lain dengan:

5
Sugihartono, dkk.Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press. 2007.) hal 154
6
Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta:2007). Hal 248-249
a. Observasi: cara memperoleh data dengan langsung mengamati terhadap
objek.
b. Interview: adalah cara mendapatkan data dengan wawancara langsung
terhadap orang yang diselidiki atau terhadap orang lain yang dapat
memberikan informasi tentang orang yang diselidiki (guru, orangtua,
teman).
c. Tes diagnostik: adalah suatu cara mengumpulkan data dengan tes.
d. Dokumentasi: adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat catatan
catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen, yang berhubungan dengan orang
yang diselidiki.
Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus
ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan
belajar).Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai
indikator adanya keabnormalan psikis (Reber) yang menimbulkan
kesulitan belajar itu.
a. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
b. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
c. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.7
Menurut Syah, Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya
tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya8.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri
atas dua macam, yakni:8
a. Faktor anak didik; anak didik adalah subjek yang belajar, anak didik
merasakan langsung penderitaan akibat kesulitan belajar. Karena anak
adalah orang yang belajar, bukan guru yang belajar. Guru hanya mengajar
dan mendidik. Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak hanya yang
bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha
tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat

7
Arthur, Reber..Dictionary Of Pshycology. (London : Pinguin Book:1985) hal 14
8
Muhibbin, Syah. Psikologi Belajar.( Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada: 2006.)hal 55
menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik, kebiasaan belajar yang
tidak baik adalah faktor non-intelektual yang bisa dihilangkan.
b. Faktor sekolah; sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat
pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik. Ditempat inilah anak
didik menimba ilmu pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati
mulia. Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi
tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan
dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh
mana kondisi dan sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan
yang kondusif dan kreatif. Sarana dan prasarana sudahkah mampu
dibangun dan memberikan layanan yang memuaskan bagi anak didik.
c. Faktor keluarga; keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar
sekolah) yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peranannya
tidak kalah pentingnya dalam lembaga formal dan non-formal. Bahkan
sebelum anak didik mamasuki sekolah, anak sudah mendapatkan
pendidikan dalam keluarga yang bersifat kodrati.
d. Faktor masyarakat sekitar; jika keluarga adalah komunitas terkecil, maka
masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang
tersebar. Dalam masyarakat sosial terpatri strata sosial yang merupakan
yang merupakan penjelmaan dari suku, ras, agama, pendidikan, dan
status.

B. Anak berbakast
Istilah gifted (anak berbakat) sering digunakan untuk menunjukkan
keadaan anak-anak yang memiliki kemampuan supernormal.9 Martison
memberikan batasan anak berbakat sebagai berikut, anak berbakat ialah
mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional dan memiliki
kemampuan yang sangat menonjol, sehingga memberikan prestasi yang
tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang

9
Nila Yoshita. 2005. “Peran Orang Tua Anak Berbakat dalam Mengembangkan Pendidikan Anak
Berbakat.” Surabaya: Skripsi Sarjana, Fakultas Psikologi.
berdeferensiasi agar dapat mewujudkan sumbangannya terhadap diri sendiri
ataupun bagi masyarakat. Kemampuan tersebut baik secara potensial maupun
yang telah nyata meliputi:10
a. Kemampuan Intelektual Umum
b. Kemampuan akademik khusus
c. Kemampuan berpikir kreatif-produktif
d. Kemampuan memimpin
e. Kemampuan dalam salah satu bidang seni
f. Kemampuan psikomotor

Mengacu pada paparan diatas dapat disimpulkan bahwa;


a. Harus dibedakan antara bakat sebagai potensi yang mungkin belum
terwujud dan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi unggul.
Potensi anak berbakat merupakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Hal ini bearti bahwa anak berbakat yang underachiever (yaitu yang belum
berprestasi sesuai dengan potensinya yang unggul) juga diidentifikasi
sebagai anak berbakat;
b. Tuntutan bahwa anak berbakat memerlukan pelayanan dan program
pendidikan khusus sesuai dengan potensi, minat dan kemampuannya hal
ini sesuai dengan UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 8 Ayat (2) bahwa “ Warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian
khusus”. Hal ini juga dipertegas pada pasal 24 ayat bahwa “ Setiap peserta
didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut : (1)
mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”.11

10
Utami Munandar, “Pemanduan Anak Berbakat” (jakarta: CV Rajawali, 1982), hlm.7.
11
Utami Munandar, “Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat” (jakarta: PT RINEKA CIPTA,
1998), hlm.16.
Ada beberapa patokan sebagai pegangan untuk melihat gejala-
gejala anak-anak usia 4-6 tahun yang mengalami loncatan perkembangan,
sebagai berikut :12
a. Motoriknya berkembang sangat baik: umumnya pada usia yang masih
sangat muda. Anak-anak ini mempunyai perkembangan motorik yang
lebih baik dari anak seusianya. Mereka duduk dan berjalan lebih dahulu
dari teman sebayanya, dan masih muda sudah dapat bermain dengan
material-material.
b. Penggunaan bahasa yang sangat baik: sebagian anak berbakat mempunyai
perkembangan bahasa dan bicara yang sangat cepat, tetapi sebagiannya
lagi mengalami keterlambatan bicara namun lambat laun dia akan
menyusul keterlambatannya. Mereka memiliki kosa kata yang luas yang
hanya sekali saja ditangkapnya dan esoknya sudah bisa
menggunakannya dalam konteks yang benar.
c. Sangat mandiri: para orang tua melaporkan bahwa anak-anak ini sejak
masih kecil sekalipun sudah ingin melakukan segala hal sendiri. Makan
sendiri, pakai baju dan memakai sepatu.
d. Memiliki energi yang luar biasa dan sangat banyak gerak: anak-anak ini
bagai anak yang tak kenal lelah. Bahkan mereka sangat sedikit
membutuh waktu untuk tidur dan selalu ingin melakukan berbagai hal.
Sejak kecil sekali mereka sudah membenci pengulangan-pengulangan,
karenanya ia seperti tidak mau lagi melihat alat permainannya. Mereka
memiliki begitu banyak interes dan selalu bertanya. Bila dia
mendapatkan jawaban, segera jawaban itu akan berbuntut dengan
pertanyaan baru. Sebagian dari anak-anak ini tidak mau segera
menerima begitu saja pendapat orang lain, misalnya dia tidak ingin
mendengarkan jika api itu panas dan ia ingin membuktikannya sendiri.
e. Dalam berbicara mempunyai perhatian ke masalah spesifik: ceritacerita
orang tua tentang anaknya di usia 2-2,5 tahun yang sangat sering

12
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara (Jakarta: Prenada, 2007), hlm.33
adalah cerita tentang merek-merek dan tipe mobil dan hal-hal yang
spesifik lainnya.
f. Sangat cepat akan pemahaman dan logika analisis: anak-anak yang
mempunyai loncatan perkembangan pada usia yang sangat dini
mempunyai memori yang sangat baik dan mempunyai kemampuan
menghubungkan kejadian satu denagn kejadian lainnya, dimana anakanak
lain masih belum mampu.
g. Mempunyai kreativitas dalam bermain: anak-anak yang mengalami
loncatan perkembangan ini, sejak masih kecil sudah mampu melakukan
permainan fantasi. Jika dibandingkan dengan teman-teman seusianya, ia
akan lebih dahulu dapat bermain dalam peran dan mampu bermain
dalam suatu konflik yang sangat detail. Dia tidak bisa mengerti
mengapa teman-temannya tidak bisa seperti apa yang dia lakukan.
h. Lebih cepat belajar membaca dan berhitung: melalui kemampuan
pengenalan, melalui banyak pertanyaan yang diajukannya, serta daya
ingat yang sangat baik anak-anak dengan loncatan perkembangan akan
lebih cepat belajar membaca dan berhitung.
III

Kesimpulan

1. Anak berkesulitan belajar adalah siswa yang dikategorikan “di luar rata-
rata” (sangat pintar dan bodoh) tidak mendapat kesempatan memadai
untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya”.
2. berikut, anak berbakat ialah mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang
profesional dan memiliki kemampuan yang sangat menonjol, sehingga
memberikan prestasi yang tinggi.

Rujukan

Nandi Warnandi, “Layanan Pendidikan Anak Berbakat di Sekolah Dasar,”


(Skripsi, Fakultas Ilmu Kependidikan Institut Keguruan dan Kependidikan
Bandung ,2005).
Muhibbin, Syah..Psikologi Belajar. (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada: 2006)
Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta:2007).
Makmun,Abin, Syamsuddin. Psikologi Pendidikan. (Bandung.Yudhistira. 2005.)
Sugihartono, dkk.Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: UNY Press. 2007.)
Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta:2007).
Arthur, Reber..Dictionary Of Pshycology. (London : Pinguin Book:1985)
Nila Yoshita. 2005. “Peran Orang Tua Anak Berbakat dalam Mengembangkan
Pendidikan Anak Berbakat.” Surabaya: Skripsi Sarjana, Fakultas Psikologi.
Utami Munandar, “Pemanduan Anak Berbakat” (jakarta: CV Rajawali, 1982),
Utami Munandar, “Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat” (jakarta: PT
RINEKA CIPTA, 1998)
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara (Jakarta: Prenada, 2007)

Anda mungkin juga menyukai