Anda di halaman 1dari 11

Tugas UTS

Mata kuliah : Evaluasi Pendidikan Jasmani


Dosen Pengampu : Dr. Susilawati, M.Pd
Kelompok : V (Lima)
BAB : V (Lima)
Anggota kelompok :

1. Chairul Fiqih (17)


2. Julmis Akbar .A (18)
3. M. Bayu (19)
4. Esdi Muhariz (20)

BAB V
Permasalahan dalam evaluasi

Dalam dunia pendidikan, penilaian dan evaluasi tidak bisa dipisahkan dan
pasti akan selalu dilakukan dalam pembelajaran. Penilaian dan evaluasi bentujuan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik apakah sudah memenuhi standar
kompentensi lulusan (SKL) atau belum. Setandar kopetensi kelulusan (SKL)
merupakan klasifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap (aspek),
pengetahuan (kongnitif), dan keterampilan (pisikomotor), yang digunakan sebagai
pedoman dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui
apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan
memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hasur terampil melakasanakan
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui yang dicapai oleh sisiwa
setelah melaksanakan peroses pembelajaran. Profesional lisme menjadi tuntutan guru
dalam pembelajarannya. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hiup
yang berupa anak-anak atau siswa dengan karekteristik yang berbeda-beda. Pekerjaan
guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan peserta
didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami staknisasi. Dan yang terlihat
dalam pendidikan saat ini adalah permasalahan guru dalam melakukan evaluasi.
Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil belajar siswa, guru hendaknya terus
menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.
Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan upaya balik (feed back)
terhadap peroses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar menhajar selanjutnya. Dengan
demikian proses belajar mengajar terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil
optimal.
Pada mata pelajaran penjas, evaluasi sering dilakukan pada proses akhir
pelajaran, karna keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik menjelaskan semua
materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan
berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan
dengan materi tersebut.
Dalam melakukan evaluasi, penilaian tikdak mutlak dengan tertulis. Bisa juga
dengan tes keterampilan/ peraktek, lisan atau tanya jawab. Kegiatan tersebut
dirasakan lebih peraktis bagi guru penjas, karna hasil pembelajaran tersebut langsung
bisa diamati oleh guru maupun oleh siswa lain. Evaluasi pada tahapan ini mempunyai
kelemahan yaitu anak yang mudah gugup atau belum siap tampil walaupun ia sudah
mengusai materi karna rasa gugupnya itu.
Setiap guru dalam melaksanakan evaluasi harus paham dengan tujuan dan
manfaat dari evaluasi atau penilaian tersebut. Tetap ada juga guru yang tidak
menghiraukan tentang kegiatan ini, yang terpenting iya masuk kelas untuk mengajar,
mau ia laksanakan evaluasi di akhiri pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas
pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum. Ini yang menjadi
permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini.
Kegagalan dalam melakukan evaluasi diperoleh dari berbagai pihak,
diantaranya dari:

A. Guru atau pendidik


1. Guru kurang menguasai materi pembelajaran, sehingga dalam menyampaikan
materi pembelajaran kepada anak kalimat yang disampaikan sering terputus-
putus atau berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi binggung dan sukar
mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut.
2. Tentu saja di akhiri pembelajaran mereka kewalahan menjawab pernyataan
atau tidak mapu mengerjakan tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang
diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
3. Guru kurang menguasai kelas. Guru yang kurang menguasai kelas mendapat
hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarnakan suaana
dikarnakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-
betul ingin belajar menjadi tergantung.
4. Guru enggan mempergunakan media dan metode dalam mengajar. Kebiasaan
guru yang tidak memanfaatkan media memaksa anak untuk berfikir verbal
sehingga membuat anak sulit memahami pembelajaran dan otomatis dalam
evaluasi dikhir pembelajarn nilai anak menjadi jatuh.
5. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar, sehingga dalam
menyampaikan materi pembelajaran, anak kurang menaruh perhatian kepada
materi yang disampaikan oleh guru., sehingga ilmu yang terkandung didalam
materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus
dari anak.
6. Guru menyamarkan kemampuan anak didalam pelajaran. Setiap anak didik
mampunyai kemampuan yang berbeda dalam meyerap materi pembelajaran.
Guru yang kurang terhadap tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak
didiknya yang daya serapnya dibawah rata-rata mengalami kesulitan dalam
belajar.
7. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis dalam
jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan peraktek pelaksanaan. Waktu untuk
memulai pelajaran selalu telat, tetai waktu jam istirahat dan pulang selalu
tepat.
8. Guru belum mempersiapkan materi pengajaran atau setidaknya susuna dalam
peroses mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk
mengawali pembelajaran, waktu untuk peroses dalam ketentuan waktu untuk
akhir pembelajaran
9. Guru belum mempunyai kemajuan untuk menambah atau menimba ilmu,
seperti melanjutkan jenjang perkuliahan sampai S3, membaca buku atau
bertukar pikiran dengan rekan yang lebih senior dan perofesional guna
menambah wawasan.
10. Dalam tes peraktek, guru kurang terampil mengemas rangkaian tugas
pembelajaran, sehingga siswa kurang memiliki keterampilan seperti yang
diharapkan guru.
11. Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum. Guru jarang
memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap
materi pembelajaran.
12. Kurangnya keinginan atau motivasi guru untuk mengikuti perogram
pendidikan, seperti seminar dalain-lain. Dikarnakan keterbatasan informasi
dan juga akomodasi.

B. Siswa atau peserta didik

Dalam proses pembelajaran sering ditemui siswa yang mengalami kesulitan


dalam pembelajaran sehingga guru sulit melaksanakan evaluasi.

Kesulitan belajar lerning disability adalah suatu gejala yang tampak pada
peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau dibawah
norma yang telah ditetapkan. Dari proses pisikologi dasar yang mencangkup
permasalahan dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Kesulitan belajar
menunjukan pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk
kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan,
berbicara, menulis, menalar, atau dalam bidang matematika.
Blasic dan jhones mengatakan bahwa kesulitan belajar itu menunjukan bahwa
adanya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi
akademik yang dicapai oleh peserta didik (prestasi aktual). Dengan kata lain bahwa
peserta didik dikatakan mengalami kesulitan belajar bila perestasi belajar yang
dicapai tidak dengan kapasitas intelegensinya.

Sedangkan menurut Djamarah, kesulitan belajar adalah salah satu kondisi


dimana peserta didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman,
hambatan ataupun gangguan dalam belajar.

Kesulitan belajar tampil sebagai suatu kondisi ketidak mampuan yang nyata
pada orang-orang yang memiliki itelegensi rata-rata hingga superior dalam berbagi
kondisi. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan,
pekerjaan, sosial atau segala aktivitas sehari-hari.

Janis-janis kesulitan belajar, dinatranya:

a. Lerning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang


dilakukan siswa tidak dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tidak
menunjukan adanya subnormal mental, gangguan alat indra, atau
gangguan pisikologi yang lainnya.
b. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat
potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi perestasi
belajarnya tergolong rendah.
c. Slow learning atau siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga
ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok
siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
d. Lerning disabilities atau ketidak mampuan belajar mengacu pada
dimana siswa tidak mampu menerima pelajaran atau menghindari
pelajaran, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Menurut Krik dan Gallagher (1986), kesulitan belajar dapat dikelompokan
menjadi dua kelompok besar yaitu developmental lerning disibelity dan kesulitan
belajar akademis. Komponen utama pada developmental lerning disiblity antara lain
perhatian, memori, gangguan presepsi visual dan motorik, berpikir dan gnaguan
bahasa. Sedangkan kesulitan belajar akademis termasuk ketidak mampuan pada
membaca, mengeja, menulis dan aritmatik.

1. Developmental Lerning Disibelity

Ialah kesulitan yang berhubungan dengan perkembangan, meliputi gangguan


motorik dan presepsi, kesulitan belajar bahasa, komunikasi dan kesulitan belajar
dalam penyusaian sosial dalam hal pemecahan masalah. Developmental Lerning
Disibelity tebagi dari beberapa kriteria:

a. Perhatian (attetion disorder)


Anak dengan attetional disirder akan berespon pada bagian stimulus
yang banyak. Anak ini selalu bergerak, sering teralih perhatiannya,
tidak dapat memperhatikan perhatian yang cukup lama untuk belajar
dan tidak dapat mengarahkan perhatian secara utuh pada sesuatu hal.

b. Memory disorder
Adalah ketidak mampuan untuk mengingat apa yang telah dilihat atau
didengarkan ataupun dialami. Anak dengan masala memori visual
dapat memiliki kesulitan dalam me-recall kata-kata yang ditampilkan
secara visual. Hal serupa juga dialami oleh anak dengan masalah
ingatan auditoriya yang mempengaruhi perkembangan bahasa lisanya.
c. Gangguan presepsi visual dan motorik
Anak-anak dengan gangguan presepsi visual tidak dapat memahami
rambu-rambu lalulintas, tanda panah, kata-kata, yang tertulis, dan
symbol visula yang lain. Mereka tidak dapat menangkap arti dari
sebuah gambar, angka bahkan pemahaman terhadap dirinya.

d. Thinking disorder
Adalah kesulitan dalam oprasi kongnitif pada pemecahan ,asalah
pembentukan konsep dan asosiasi. Thinking disorder berhubungan
dekat dengan gangguan erbahasa verbal.

e. Language disorder
Merupakan kesulitan belajar yang paling umum dialami pada anak
pra-sekolah. Biasanya anak-anak ini tidak berbicara atau merespon
dengan benar terhadap instruksi atau pernyataan verbal.

2. Academic lerning disabilities

Adalah komdisi yang menghambat proses belajar yaitu dalam membaca,


mengeja, menulis, ataumnghitung. Ketidakmampuan ini muncuk pada saat anak
menampilkan kinerja dibawah potensi akademik mereka.

Misalnya siswa yang mengikuti permainan bolavoli, maka siswa tersenut


terlebih tahulu harus menguasai gerak dasar servis, pasing bawah, pasing atas, dan
smash. Siswa yang bisa melakukan guling depan, maka siswa tersebut sudah
memiliki kelntukan, kekuatan serta koordinasi yang baik.
Kesulitan belajar siswa ditunjukan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologi, sosiologi, maupun
fisiologi. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi blajar siswa yang dicapi berada di
bawah rata-rata semestinya.

Dari permasalahan tersebut, maka evaluasi merupakan hal penting yang harus
dilaksanakan walupun banyak halangan dalam melaksanakannya.

C. Orangtua atau wali siswa

Dalam penerapan pendidikan, susmber belajar bukan hanya titik bebankan


kepada pengajar, guru atau istasi pendidikan saja. Dikarnakan pendidkan juga sangat
penting didapatkan siswa di lingkungan keluarga yaitu orangtua atau wali siswa.

Peranan pendidikan dari orang tua siswa merupakan suartu pembelajaran yang
secara tidak langsung mengajarkan siswa untuk menjadi makluk sosial yang dipenuhi
[ertimbangan dalam memilih keputusan di masyarakat. Walupun terkadang apa yang
disampaikan oleh orang tua banyak berlandasan pada mitos maupun tahayul.

Beberapa permasalahan orang tua yang umum terjadi dalam evaluasi


pendidikan:

a. Orang tua menerima saja program-program yang disampaikan oleh pihak


sekolah tanpa mengetahui bagaimana pelaksanaan dari program-program
yang disampaikan dalam hal ini, orang tua menganggap bahwa progra-
program yang disampaikan sekolah adalah prohram terbaik untuk
anaknya.
b. Orang tua tidak mengkonsultasikan mengenai hasil belajar anaknya.akah
nilai yang diperoleh anaknya itu nilai yang asli ataukah nilai hasil
manipulasi.
c. Orang tua memberikan sumbangan kepada pihak-pihak tertentu dalam
sekolah untuk membantu nilai anaknya, meskipun nilai asli darianaknya
tidak memenuhi KKM.
d. Orang tua memberikan uang suap agar mempermudah anaknya
mendapatkan pendidikan di sekolah atau instasi pendiikan yang
dinguinkan. Meskipun keriteria sanganak jauh dari kata cukup.

D. Evaluasi dari tahap proses dan hasil pembelajaran.

Evaluasi diri adalah aktivitas menilai diri sendiri, keberhasilan proses


pengajaran yang dilakukan. Sebagai guru, melakukan evaluasi diri merupakan
aktivitas yang penting karena dua alasan:

1. Untuk memperbaiki kualitas pengajaran, dengan memperbaiki kualitas


pengajaran berarti memperbaiki kelemahan-kelemahan yang telah dilakukan.
2. Guru tidak terlalu berharap banyak kepada orang lain untuk mengamati proses
pengajaran yang telah dilakukan, hal ini disebabkan karena orang lain juga
mempunyai kesibukan masing-masin. Evaluasi diri merupakan bagian penting
dalam aktivitas pembelajaran untuk memahami dan memberi makna terhadap
proses dan hasil (perubahan) yang terjadi akibat danya pengajaran yang kita
lakukan.

Hasil evaluasi diri digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam


upaya perencanaan perbaikan-perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Dalam
kagiatan ini, prinsip-perinsip yang harus dijadikan acuan adalah: kejujuran,
kecermatan, dan kesungguhan. Penilaian juga harus jujur mengakui bahwa masih
banyak kelemahan yang dilakukan dalam pembelajaran. Justru dengan mengenal
kelemahan pada diri sendiri apa yang telah dilakukan, maka diharapkan dapat
memperbaiki diri. Orang bijak bilang, pengalaman adalah guru yang baik. Guru yang
baik adalah guru yang banyak balajar dari pengalaman. Tidak mudah untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan yang dilakukan oleh diri sendiri, sehingga perlu
cermat dan jeli dalam melakukan evaluasi diri.

berdasarkan info yang diprtoleh, guru perlu melakukan refleksi tahap bagian
demi bagian dari aktivitas mengajar kita. Jika hasil pencermatan yang dilakukan diri
sendiri mungkin masih keliru sehingga mengakibatkan hasil refeleksi yang keliru
pula. Sehingga akibat, sangat mungkin upaya-upaya perbaikan yang dilakukan belum
membawa hasil, demikian letak kelemahan atau bahkan kesalahan yang telah
dilakukan.

Lebih dari semua itu, aktivitas evaluasi diri membutuhkan kesungguhan dan
kesabaran. Memerlukan pencermatan atas informasi yang ada dan kemudian
melakukan refleksi dan refleksi lagi jelas membutuhkan kesungguhan dan kesabaran.
Dengan membiasakan diri, maka akan menjadi tradisi yang baik dalam proses
memperbaiki kualitas pengajaran kita.

Kegiatan evaluasi diri, maka sangat membutuhkan informasi yang dapat


dijadikan bahan yang telah dipertimbangkan dalam menentukan berhasil atau
tidaknya pengajaran yang telah dilakukan. Informasi yang dimaksutkan berupa hasil
penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa, hasil angket yang kita berikan
kepada siswa, atau hasil wawancara kepada siswa.

Informasi-informasi berupa hasil pengukuran tersebut selanjutnya perlu


dianalisis. Peroses analisis dalam diri menilai hasil-hasil pengukuran (tes atau non
tes), kemudian menentapkan tingkat keberhasilan dari masing-masing aspek
penilaian, menentukan kriteria keberhasilan, dan selanjutnya menentukan berhasil
atau tidaknya aspek-aspek yang dinilai tersebut. Tentu saja dari proses analisis ini
dapat diketahui aspek mana yang sudah berhasil dan aspek mana yang belum
berhasil/
Proses selanjutnya dalam melakukan evaluasi diri adalah:

1. Memnberi makna (pemaknaan) atas hasil analisis yang dilakukan. Makna


yabg dapat diperoleh dari kegagalan terhadap proses dan hasil belajar siswa.
2. Memberikan penjelasan mengapa kegagalan itu bisa terjadi. Mengapa siswa
memberikan respon negativ terhadap pelaksanaan pembelajarn yang
dilakukan, mengapa peroses belajar siswa tidak sesuai harapan, demikian pula
mengapa hasil belajar siswa justru menentukan dari periode sebelumny, dan
lain sebagainya, dari penjelasan-penjelasan diatas.
3. Memberikan kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal. Kesimpulan dapat
dikemukakan dalam bentuk identifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan dan
pendukung keberhasilan.

Melakukan evaluasi diri terhadap pembelajaran yang dilakukan tidaklah


cukup bila hanya mendasarkan dari hasil belajar siswa. Diperlukan informasi lain
yang lebih mendalam dan menyeluruh sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
evaluasi diri. Informasi-informasi tersebut kemudian dianalisis, dimaknai, dijelaskan
dan kemudian disimpulkan untuk menentukan faktor-faktor penyebab kegagalan dan
pendukung keberhasilan pembelajaran yang kita lakukan. Karna itu, dengan
meningkatkan kualitas kinerja siswa (seperti misalnya peningkatan keaktifan,
kerjasama, partisipasi, fair play, sportivitas siswa dalm mengikuti pembelajaran) kita
harapkan akan meningkatkan pula hasil belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai