Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Kesulitan Belajar

Menurut Rohmah (2015), kesulitan belajar adalah peserta didik yang tidak dapat
belajar dengan wajar dan berbeda dengan teman-teman lainnya. Hal ini disebabkan karena
adanya ancaman, hambatan atau gangguan yang dialami selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.

Menurut Tohirin (2008), kesulitan belajar adalah kondisi dimana siswa tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya, baik dalam menerima maupun menyerap pelajaran. Kesulitan
belajar ditandai dengan menurunnya kinerja anak secara akademik atau prestasi belajar
siswa. Kesulitan ini juga dibuktikan dengan menurunnya kelainan perilaku (Mishbehaviour).
Kesulitan belajar atau learning disability adalah kondisi yang dialami oleh siswa yang
ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu dalam menerima dan menyerap pelajaran yang
disebabkan oleh banyak faktor, bukan hanya masalah instruksional atau pedagogis saja,
tetapi bisa juga merujuk pada masalah psikologis sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
aktivitas mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, menalar atau menghitung. Kesulitan
belajar siswa bermacam-macam baik dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran,
atau keduanya. Setiap siswa pada prinsipnya mempunyai hak untuk mencapai prestasi belajar
yang memuaskan. Namun kenyataannya, siswa memiliki perbedaan, baik dalam hal
kemampuan intelektual, maupun fisik, latar belakang keluarganya, kebiasaan maupun
pendekatan belajar yang digunakan. Perbedaan itulah yang menyebabkan perbedaan tingkah
laku belajar setiap siswa sehingga menimbulkan kesulitan dalam belajar.Siswa yang
mengalami kesulitan belajar biasanya mengalami beberapa hambatan yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala seperti prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata yang dicapai oleh
kelompok. Hasil yang dicapai oleh siswa tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan,
padahal siswa telah usaha berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah. Selain itu
siswa juga lambat dalam mengerjakan tugas-tugas, dimana siswa selalu tertinggal dengan
kawan-kawannya dalam mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan.
Istilah kesulitan belajar dalam dunia pendidikan juga memiliki beberapa macam
penyebutan seperti learning disorder, learning disabilities, learning disfunction, under
achiever, atau slow learner. Masing-masing istilah tersebut memiliki definisi tersendiri, yaitu
(Mulyadi, 2010):

1. Learning Disorder (ketergangguan belajar), adalah keadaan dimana proses belajar


seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. Dengan demikian,
hasil belajar yang dicapai akan lebih rendah dari potensi yang dimiliki.
2. Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar), adalah ketidakmampuan
seseorang yang mengacu kepada gejala dimana seseorang tidak mampu belajar
(menghindari belajar) sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
3. Learning disfunction (ketidakfungsian belajar), adalah menunjukkan gejala
dimana proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada
tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indra atau gangguan psikologis
lainnya.
4. Under Achiever (pencapaian rendah), adalah mengacu pada seseorang yang
memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya
tergolong rendah.
5. Slow Learner (lambat belajar), adalah seseorang yang lambat dalam proses
belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan seseorang yang lain yang
memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa

Menurut Dimyati dan Mujdiono (2006), terdapat beberapa faktor yang dianggap
menjadi penyebab siswa mengalami kesulitan dalam belajar, antara lain yaitu sebagai
berikut:

a. Faktor Internal Siswa

1. Sikap terhadap belajar. Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian


tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian
tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan.
2. Motivasi belajar. Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar. Oleh karena itu motivasi belajar dapat menjadi lemah,
agar motivasi belajar tidak menjadi lemah pada diri siswa perlu diperkuat terus
menerus agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat.
3. Konsentrasi belajar. Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan
perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan
belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat konsentrasi belajar
siswa, maka guru harus menggunakan bermacam-macam strategi belajar
mengajar dan memperhitungkan waktu agar siswa tidak bosan maka dalam proses
pembelajaran disertakan waktu untuk istirahat.
4. Mengelola bahan belajar. Mengelola bahan belajar merupakan kemampuan siswa
untuk menerima isi dan cara perolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi
siswa. Kemampuan menerima isi dan cara memperoleh, siswa tersebut dapat
dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran agar kemampuan siswa
dalam mengelola bahan tersebut menjadi makin baik. Dan dari segi guru
menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan proses pembelajaran dan
laboratorium.
5. Menyimpan perolehan hasil belajar. Menyimpan perolehan hasil belajar
merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan.
Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan
waktu yang lama. Maksudnya kemampuan penyimpanan dalam waktu pendek
berarti hasil belajar cepat dilupakan dan kemampuan menyimpan dalam waktu
lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa dalam jangka panjang.
6. Menggali hasil belajar yang tersimpan. Merupakan proses mengaktifkan pesan
yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan
dengan cara memperbaiki kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama.
Dalam hal pesan lama, maka siswa akan menggali atau membangkitkan pesan dan
pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama
tersebut dapat berwujud transfer atau unjuk prestasi belajar.
7. Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar. Merupakan suatu puncak proses
belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa
menunjukkan bahwa ia telah membuktikan keberhasilan belajar. Kemampuan
berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses penerimaan, penyimpanan,
pengolahan untuk membangkitkan pesan dan pengalaman selama sehari-hari
disekolah.
8. Rasa percaya diri siswa. Rasa percaya diri siswa timbul dari keinginan
mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya
diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar
diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri
yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.
9. Intelegensi dan keberhasilan belajar. Perolehan hasil belajar siswa yang rendah,
yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan
belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah.
10. Kebiasaan belajar. Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan
belajar siswa yang kurang baik yaitu, belajar pada akhir semester, belajar tidak
teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bergaya belas kasihan tanpa belajar.
11. Cita-cita siswa. Cita-cita merupakan motivasi intrinsik yang perlu didikan. Cita-
cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang
sederhana ke yang sulit.

b. Faktor eksternal siswa

1. Guru sebagai pembina siswa belajar. Guru adalah pengajar yang mendidik. Tidak
hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi
pendidik generasi muda bangsanya.
2. Prasarana dan sarana pembelajaran. Prasarana pembelajaran meliputi gedung
sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian dan
peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan,
alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain.
3. Kebijakan penilaian. Penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu
dipandang berharga, bermutu, atau bernilai. Hasil belajar merupakan hasil proses
belajar.
4. Lingkungan sosial siswa di sekolah. Siswa siswi di sekolah membentuk suatu
lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam
lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peran tertentu. Ia
memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa
diterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar.
5. Kurikulum sekolah. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum
nasional yang disahkan oleh pemerintah atau suatu kurikulum yang disahkan oleh
suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah tersebut berisi tujuan pendidikan,
isi pendidikan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.

3. Jenis-jenis kesulitan belajar siswa

Menurut Mulyono (2012), kesulitan belajar secara umum dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu:

1. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (development learning


disabilities). Kesulitan ini mencangkup gangguan perhatian, ingatan, motorik dan
persepsi, bahasa dan berpikir.
2. Kesulitan belajar akademik (academic learning), yang mencangkup kesulitan membaca,
menulis dan berhitung atau matematika.

Adapun menurut Tanjungsari dan Soedjoko (2012), beberapa bentuk kesulitan belajar
yang biasanya ditemui di dalam kelas antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Kesulitan dalam memahami soal cerita

Kesulitan dalam kemampuan menerjemahkan berarti kesulitan memahami soal


cerita. Kesulitan dalam kemampuan menerjemahkan ditunjukkan dengan kesalahan
dalam menafsirkan bahasa soal. Untuk dapat menyelesaikan soal cerita dengan baik,
siswa harus dapat menemukan apa yang diketahui, apa yang dicari, dan prinsip atau
konsep apa yang akan digunakan serta mencari alternatif lain untuk menyelesaikannya.
Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada umumnya disebabkan karena
siswa tidak mengetahui apa yang diketahui, dan apa yang ditanyakan, tidak dapat
mengubah kalimat soal ke dalam kalimat matematika atau sebaliknya.

b. Kesulitan dalam menggunakan konsep

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Konsep adalah ide abstrak yang dapat
digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek. Siswa dapat
mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau
mengelompokkan benda-benda tertentu. Berdasarkan hal tersebut, untuk
mengkongkretkan konsep baru siswa dapat diberi kegiatan yang memungkinkan mereka
mengoptimalkan fungsi panca indra mereka seperti: melihat, meraba, mendengar, dan
mengkomunikasikan.

c. Kesulitan dalam menggunakan prinsip

Kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip sering terjadi karena tidak
memahami konsep dasar yang melandasi prinsip tersebut. Siswa yang tidak memiliki
konsep yang digunakan untuk mengembangkan prinsip sebagai suatu butir pengetahuan
dasar akan mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan prinsip. Kekurang-
pahaman tentang konsep-konsep dasar adalah penyebab utama kesulitan dalam
mempelajari prinsip-prinsip dengan metode penemuan terbimbing.

4. Karakteristik kesulitan belajar siswa

Menurut Mulyadi (2010), kesulitan belajar pada dasarnya dimanifestasikan dalam


perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Beberapa perilaku yang
merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan prestasi belajar yang di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok
kelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti; acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar. Contohnya; mudah tersinggung,
murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.

Sedangkan menurut Arifin (2012), beberapa indikator yang menunjukkan anak


mengalami kesulitan belajar antara lain yaitu:

1. Peserta didik tidak dapat menguasai materi pelajaran sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
2. Peserta didik memperoleh peringkat hasil belajar yang rendah dibandingkan
dengan peserta didik lainnya dalam satu kelompok.
3. Peserta didik tidak dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.
4. Peserta didik tidak dapat menunjukkan kepribadian yang baik, seperti kurang
sopan, membandel, dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan

5. Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar siswa


Banyak langkah-langkah diagnosis yang dapat ditempuh oleh guru, antara lain yang
cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip
Wardani (dalam Mukhlisisn, 2012) sebagai berikut:
1) Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa keteika
mengikuti pelajaran
2) Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar
3) Mewawancarai orangtua / wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga
yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar
4) Memberikan tes diagnostic bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui
hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa
5) Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang
diduga mengalami kesulitan belajar.
Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:

1) Keputusan mengenai jenis-jenis kesulitan belajar siswa


2) Keputusan mengenai factor-faktor yang menjadi sumber sebab-sebab kesulitan
belajar
3) Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar.

Kegiatan diagnosis ini dapat dilakukan dengan cara:

1) Membandingkan nilai dari setiap individu pada setiap mata pelajaran dengan
individu lainnya
2) Membandingkan prestasi dengan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut
3) Membandingkan nilai yang diperoleh dengan batas minimal tujuan yang
diharapkan.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulkan bahwa lingkungan
keluarga adalah kondisi kehidupan dalam keluarga yang berkaitan dengan cara orang tua
mendidik seperti dukungan orang tua, relasi antar anggotax keluarga, suasana atau
keadaan rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakangx
keluarga. Menurut Slameto (2010) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dalam keluarga yaitu cara orang tuax mendidik, relasi antara anggota keluarga, pengertian
orang tua, suasan rumah, keadaan ekonomi, dan latar belakang budaya. Dalam
lingkungan keluarga perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua pasti
berbeda-beda antar keluarga yang satu dan keluarga lainnya. Kurangnya pendampingan
orang tua saat anak belajar.

Orangtua yang kurang memperhatikan pendidikan untuk anaknya dan tidak


memperhatikan kemajuan dan perkembangan belajar anaknya. Perhatian dan kasih
sayang yang di dapatkan oleh siswa dari lingkungan keluarga yang mungkin kurang di
dapatkan di lingkungan sekolah, akan menumbuhkan semangat belajar siswa yang akan
berdampak baik pada hasil belajarnya, Siswa yang kurangx nyaman dilingkungan
keluarga cenderung mencari perhatian dan kasih sayang dari lingkungan luar yang
memiliki pengaruh positif dan negatif bagi siswa. Faktor lingkungan rumah ini tentunya
erat kaitannya dengan anggota keluargax dan terutama orangtua. Orangtua merupakan
contoh yang paling dekatx ditiru oleh peserta didik, demikan pula dengan masalah belajar
ketika peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan tentunya
memerlukan bantuan dari orangtua. Pengawasan dari orangtua sangat diperlukannya
dalam proses pendidikan anak.

Proses pembelajaran adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diatur dan
diawasi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran terarah pada tujuan yang telah
ditetapkan. Namun, kegiatan belajar tidak senantiasa berhasil dan tidak selamanya tujuan
pembelajaran itu tercapai dengan baik. Seringkali ditemukan permasalahan dalam proses
pembelajaran yang menyebabkan kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar ini dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Pendidikan IPS memiliki peranan besar dalam pembangunan bangsa oleh para
generasi penerus. Kualitas pendidikan IPS yang baik tentu akan mencetak
individuindividu yang dapat memajukan bangsanya. Untuk mencapai hal tersebut, maka
dibutuhkan peran guru dan siswa secara maksimal guna meningkatkan mutu pendidikan

Sebagian besar guru IPS hanya lebih mementingkan teori daripada meningkatkan
kemampuan kompetensi siswa dalam kehidupan warga negara. Namun pada
kenyataannya di sekolah dasar, untuk mengubah pola pikir siswa dari belajar secara
terpisah menjadi belajar dengan cara terpadu tentu tidak mudah. Oleh karena itu masih
banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam mengikuti proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai