Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahami secara umum bahwa belajar
adalah perubahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang
relatif menetap diberbagai bidang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus
menerus dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai
adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu
dihilangkan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat
didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. “Belajar adalah proses
perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini
terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk,
1995 : 196 ).
Menurut (Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) “Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti
luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu
organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau
didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang
dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-
kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan
bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang
lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.
1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai dengan
pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama. Sesuai
dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa siswa dikatakan
lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap guru bidang studi. KKM
dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa di dalam kelas. Apabila seorang
siswa tidak mencapai kriteria tersebut, maka yang bersangkutan dikatakan
bermasalah dalam pelajaran tersebut.
2. Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang diperkirakan
memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak menggunakan kemampuannya
secara optimal. Belum tentu semua siswa yang terdapat dalam satu kelas memiliki
kemampuan yang sama, ada beberapa siswa dengan kemampuan intelegensi
diatas rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang menyebabkan si siswa cerdas
ini harus menyesuaikan kebutuhan asupan kecerdasannya dengan kemampuan
teman-teman sekelasnya, sehingga siswa yang seharusnya sudah berhak diatas
teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
3. Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri (tingkat IQ
yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi diatas
rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal. Misalnya
KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian nilai yang dicapainya 70.
Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti itu, yang bersangkutan bisa
mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
4. Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat
akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan
pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami kondisi seperti ini
yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan sangat
sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru kehabisan ide untuk
menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra
menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam ini.
5. Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi siswa
yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas-malasan. Siswa
yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang
tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa. Lingkungan keluarga yang
apatis, yang tidak berperan dalam proses belajar anak bisa menyebabkan si anak
menjadi masa bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja.
Lingkungan masyarakat yang merupakan media sosialisasi turut berperan penting
dalam proses memotivasi siswa itu sendiri.
6. Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi
siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan
seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci
guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya.
Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru untuk menyelesaikan tugas
menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang seharusnya diselesaikan
segera setelah diperintahkan, Guru yang terlalu disiplin dan berwatak tegas juga
menjadi faktor berkurangnya perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh
siswa kepada Guru.
7. Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu siswa-
siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang
cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya. Seringkali
materi pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru pada pertemuan jauh
sebelumnya kemudian siswa dituntut untuk mengikuti dan menguasai materi
pelajaran dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan si siswa menjadi
tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang banyak.
8. Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam
hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran
dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa
terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti
berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat
kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang
bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan sekolah
yang lambat laun menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh dengan pola
perilakunya, baik dalam berbicara ataupun dalam memperlakukan orang lain.
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga
dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa.
Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun
dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah
merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa
faktor eksternal yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor eksternal
tersebut adalah sebagai berikut:
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya masalah belajar terdiri dari dua
macam, yakni:
1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam
diri siswa itu sendiri.
2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa
itu sendiri.
Kedua faktor ini meliputi ragam keadaan sebagai berikut:
1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa;
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3) Yang berdifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
3) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk
seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat pendukung sarana belajar yang
berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantaranya faktor-faktor yang dapat dipandang
sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang
muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang
menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
1) Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca,
2) Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis,
3) Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum
sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain
dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985, Reber, 1988).
Tidak mengerjakan PR
· Penyebab: Karena siswa tersebut terlalu lelah dan bisa juga karena siswa tersebut memang
ceroboh dan tidak bertanggung jawah atas tugas yang diberikan kepadanya.
· Solusi: berkonsultasi dengan orang tua siswa.
Berkelahi di kelas
· Penyebab: Saling ejek, saling berebutan sesuatu biasanya menjadi alasan terjadinya
pertengkaran siswa.
· Solusi: Mendamaikan siswa dengan cara menasehatinya.
Mengantuk
· Penyebab:, mungkin karena menonton acara televisi hingga larut malam. sarapan yang terlalu
berlebihan, atau bosan dengan metode pelajaran yang dibrikan guru.
· Solusi: Orang tua harus menasehati atau menyuruh dan memberikan batasan waktu siswa untuk
istirahat agar pada pagi harinya siswa tidak mengantuk di sekolah.Dan guru juga harus
memberikan metode pembelajaran yang lebih menarik bagi peserta didiknya sehingga peserta
didik tidak bosan . peserta didik juga harus sarapan yang secukupnya.
Pendiam dikelas
· Penyebab: sedang kurang enak badan atau sedang sedih, atau juga karena karakter anak
tersebut yang memang pendiam.
· Solusi: orang yang berada disekitarnya sebaiknya sesering mungkin mengajaknya berbicara,
dan diubah sedikit demi sedikit untuk menjadi tidak pendiam
Manja
· Penyebab: Ingin lebih diperhatikan oleh gurunya, atau sudah menjadi kebiasaan di rumah
dimanja oleh orangtua.
· Solusi: orangtua tidak memanjakannya lagi, dan guru selalu memberikan arahannya setiap
waktu.
Berfikir lambat
· Penyebab: faktor keturunan, dan lingkungan /biologis. Tidak pernah mencoba untuk berfikir
secara cepat ini juga di sebabkan perbedaan character manusia ada yang daya pikirnya cepat ada
yang daya pikirnya lambat( split personality), lambat dalam berfikir,dan mengacu kepada lambat
dalam berprilaku,dan berusaha sesungguhnya merupakan penyakit fisik akibat dari adanya
disfungsi sel-sel otak, sekalipun gejala- gejalanya tampak dalam pikiran, perasaan dan prilaku.
· Solusi: melatih otak untuk terus menerus untuk berfikir cepat dan menghapal cepat kalau sudah
terbiasa maka kebiasaan perfikir lambat Akan hilang belahan lahan intinya kita harus bayak
menggali potensi otak selama ini yang kita miliki yaitu meninggalkan hal hal yang lambat kita
lakukan maka kita lakukan dengan cepat dan tertata.
Sulit memperhatikan
· Penyebab: anak yang sulit memperhatikan yang sering kali dari faktor materi yang tidak
menyenangkan/ anak itu tidak suka terhadap materi yang diajarkan dan tidak suka terhadap guru
yang mengajar karena biasanya kalau murid tidak suka memperhatikan sampai-sampai guru yang
mengajar tidak di sukai. Sebaliknya kalau materinya menarik dan anak suka otomatis gurunya
pun di senangi
· Solusi: anak harus di berikan semacam rangsangan terlebih dahulu supaya bagaimana anak itu
senang dulu dan membangkitkan rasa keingintahuannya sehingga anak pada akhirnya
memperhatikan, karena guru memberikan metode belajar dengan cara menarik dan
membangkitkan rasa ingin tahu anak.
Anak yang pemalu
· Penyebab: biasanya dari anak itu sendiri, jika tidak dirubah maka akan selamanya anak itu jadi
pemalu, tapi anak yang pemalu bukannya tidak bisa, mungkin faktor lain .
· Solusi: kita ajak belajar di ruangan terbuka dan kemudian dia bisa bertanya dengan leluasa
karena bebas. Bisa saja apa yang ditanyakan itu biasa-biasa saja, tetapi lewat itu kita bisa melatih
anak itu untuk bertanya supaya tidak malu dan hal tersebut perlu dilakukan berulang-ulang
sampai anak itu percaya diri.
Membenci pelajaran
· Penyebab: karena guru yang tidak disukai ,karena terlalu keras dalam mengajar, sering
memberi hukuman
· Solusi: sebaiknya guru harus ekstra dan menerangkan yang jelas jika pelajarannya itu banyak
yang tidak disukai oleh siswa, sebaiknya guru dalam metode mengajar lebih bervariasi, sehingga
tidak membuat bosan.
-SELESAI-
MATERI TAMBAHAN
Dengan tujuan untuk mengetahui kendala atau masalah dalam belajar, Penulis
melakukan pengamatan di salah satu kelas VIII.
Pada Leger Raport Semester 1 ditunjukkan bahwa mata pelajaran Bahasa Inggris adalah
salah satu mata pelajaran dengan rata-rata kelas terendah. Oleh karena itu, Penulis
mengambil 2 sampel (dalam hal ini siswa) yang mendapatkan nilai terendah dalam
mata pelajaran tersebut atau siswa dengan nilai di bawah rata-rata kelas pada mata
pelajaran yang bersangkutan.
2. Identifikasi Masalah
Setelah menentukan sampel, Penulis mewancarai kedua sampel siswa ini untuk
mendapatkan poin yang menjadi kendala utama dalam belajar. Dari wawancara
tersebut, secara umum sampel A dan B memiliki kesamaan kendala, yaitu:
Selain itu, Pemerintah yang memiliki wewenang untuk membuat kurikulum juga harus
memuat dasar motivasi di dalamnya sebelum sekolah diberi kebijakan untuk membuat
kurikulumnya sendiri, yang tentunya mengacu kepada pedoman kurikulum yang dibuat
Pemerintah.
2) Guru, dalam hal ini Guru memeliki kapasitas dan peranan yang besar dalam
memotivasi siswa. Karena salah satu tugas Guru yakni sebagai agen pembelajaran,
bagaimana seorang guru bisa menciptakan transfer pelajaran sekaligus motivasi kepada
siswa-siswanya. Peran guru dalam memotivasi siswa dapat dilakukan melalui cara-cara
sebagai berikut:
4) Masyarakat, dalam hal ini peranannya dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif, aman, nyaman dan tenteram. Seminimal mungkin tidak menciptakan suasana
buruk yang bisa mempengaruhi bahkan merubah mental anak dalam hal ini siswa.
Melakukan aksi-aksi yang dapat merubah tatanan paradigma dalam kehidupan
bermasayarakat, sehingga dapat mengubah cara pandangan anak terhadap cara
berperilaku. Lingkungan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting, bagaimana
lingkungan memciptakan suasana bahwa siswa tidak hanya merasakan suasana belajar
di dalam lingkungan sekolah, tetapi juga merasakannya di dalam lingkungan sekitar.
Contohnya, Jogjakarta dan Malang merupakan kota dengan tujuan Pelajar dan
Mahasiswa terbanyak. Kita bisa melihat bagaimana masyarakatnya menjaga
kondusifitas suasana lingkungannya dan menjaga seminimal mungkin agar pelajarnya
merasa bahwa lingkungan saya mendukung untuk belajar dan saya harus belajar,
karena tidak ada masyarakat yang akan memberikan pengaruh buruk terhadap mereka.
Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah
bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-kadang tepat, dan kadang-
kadang juga bisa tidak kurang sesuai. Hal ini guru harus hati-hati dalam menumbuhkan
dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik. Sebab mungkin
maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan
belajar siswa.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di
sekolah.
1. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar,
yang utama justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang
dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.
Tetapi ada juga, banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik
kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila
dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian
semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum
merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu,
langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan
angka-angka dapat dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap
pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja
tetapi juga keterampilan dan afeksinya.
2. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena
hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak
senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah
yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang
siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.
3. Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar
siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak
dimanfaatkan dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik
digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga
diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup tinggi. Seseorang akan
berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga
harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga
diri, begitu juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa
jadi karena harga dirinya.
5. Memberi ulangan
Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu,
memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh
guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan
bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru harus terbuka, maksudnya kalau ada ulangan
harus diberitahukan kepada siswanya.
6. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong
siswa untuk giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat,
maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya
terus meningkat.
7. Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu
diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan mempeartinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan
harga diri.
8. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan
bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip
pemberian hukuman.
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini
akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat
untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar,
sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
10. Minat
Motivasi sangat erat hubungannyadengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada
kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi
yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat.
Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
Kesimpulan
Masalah belajar adalah suatu keadaan atau kondisi yang dialami oleh siswa sehingga
dapat menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu ini dapat berkenaan
dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat
juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak merugikan dan memberikan dampak
buruk bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa dengan
kemampuan rendah atau biasa-biasa saja, akan tetapi juga dapat dialami oleh siswa
dengan tingkat kecerdasan di atas rata-rata normal atau tinggi.
1. Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai
dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama.
Faktor-faktor penyebab masalah belajar dapat berasal dari dalam diri siswa itu sendiri
(intern) maupun dari luar diri siswa (ekstern).
Permasalahan utama yang dihadapi oleh sampel A dan B pada salah satu SMP (Sekolah
Menengah Pertama) yakni masalah kurangnya motivasi belajar. Adapun solusi
penyelesainnya yaitu dengan melibatkan pihak Pemerintah, Guru, Orang tua, dan
lingkungan masyarakat yang memiliki peranan masing-masing.