Anda di halaman 1dari 5

Upaya Guru Memahami Kesulitan Belajar Siswa

 
Dalam proses pembelajaran di sekolah, aktivitas belajar tidak selamanya dapat berjalan
lancar. Kemungkinan ada saja masalah yang di temukan, terutama masalah kesulitan belajar
yang dialami peserta didik. Keadaan ini merupakan masalah umum terjadi dalam proses
belajar-mengajar, terutama dalam prinsip belajar tuntas. Di kalangan para pendidik (guru)
belum ada pengertian yang baku mengenai kesulitan belajar ini. Biasanya guru akan
memprediksi peserta didik  yang memiliki prestasi belajar rendah, dianggap sebagai siswa
yang mengalami kesulitan atau gangguan belajar. Kesulitan belajar bagi siswa bisa
bermacam-macam, apakah itu dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran atau kedua-
duanya. Setiap siswa pada prinsipnya mempunyai hak untuk mencapai prestasi belajar yang
memuaskan. Namun, pada kenyataannya, setiap peserta didik memiliki perbedaan, baik
perbedaan kemampuan intelektual (IQ), kemampuan fisik, latarbelakang keluarga, kebiasaan,
maupun pendekatan belajar yang digunakan. Perbedaan individual tersebutlah yang
menyebabkan perbedaan ‘tingkah laku belajar’ setiap anak. Dengan demikian, kondisi di
mana siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, baik dalam menerima maupun
menyerap pelajaran, inilah yang disebut sebagai “kesulitan belajar”. Atau dengan lain
perkataan, kesulitan belajar merupakan suatu kejadian/peristiwa yang menunjukkan bahwa
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada sejumlah  peserta didik yang
mengalami ‘kesulitan’ dalam menguasai secara tuntas bahan atau materi pelajaran yang
disampaikan guru.

Penyebab Kesulitan Belajar

Seperti dimaklumi, bahwa aktivitas belajar merupakan inti dari kegiatan di sekolah. Sebab
semua aktivitas belajar dimaksudkan untuk mencapai keberhasilan proses belajar bagi setiap
siswa yang sedang menjalani studi di sekolah tersebut. Namun, aktivitas belajar bagi perserta
didik ini terkadang mengalami gangguan, baik yang berasal dari diri siswa itu sendiri, yang
mungkin diakibatkan oleh adanya kondisi internal yang tidak atau kurang mendukung proses
aktivtas belajar tersebut, seperti kondisi fisik yang kurang sehat, cacat, intelegensi, bakat,
minat, motivasi, kesehatan mental, dan faktor internal siswa lainnya. Maupun yang
diakibatkan oleh adanya faktor eksternal seperti faktor orang tua, suasana rumah dan keadaan
ekonomi keluarga, lingkungan  sekolah, media massa, serta lingkungan sosial di mana siswa
itu berdomisili.

Namun demikian, jika gangguan belajar yang dialami siswa tersebut disebabkan karena
adanya kelemahan individual, seperti IQ yang rendah, rasa kurang aman, kurang
penghargaan, kenakalan, dan lain sebagainya. Maka persoalan belajar yang dialami siswa
tersebut mungkin berakibat pada kurang terserapnya daya tangkap belajar terhadap pelajaran
tertentu, sehingga pada akhirnya tidak akan tercapai tujuan pembelajaran. Integensi yang
lemah yang dimiliki oleh siswa tertentu, akan sulit  untuk mengadaptasikan dirinya ditengah-
tengah belajar siswa lain yang memiliki daya tangkap belajar tinggi. Jika kenyataan ini di
hadapi oleh siswa yang bersangkutan, maka sulit untuk menerapkan metode pengajaran
secara klasikal. Hal ini disebabkan oleh daya tangkap belajar siswa yang berbeda.

Salah satu cara yang efektif yang mungkin dapat diberikan kepada siswa tersebut adalah
dengan memberikan latihan-latihan dan tugas-tugas tertentu. Misalnya dengan memberikan
pekerjaan rumah, atau memberikan tugas berupa hafalan-hafalan dengan menekankan pada
upaya belajar tuntas, sampai anak tersebut menguasai betul apa yang telah diberikan oleh
guru kepadanya.  Tentu dengan pendekatan yang ekstra hati-hati jangan sampai anak (siswa)
tersebut merasa terbebani.

Kesulitan belajar sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh siswa yang mengalami persoalan
kondisi fisik yang kurang mendukung, atau siswa yang tertekan akibat rasa tidak aman, tetapi
juga kemungkinan akan dialami oleh siswa yang pintar disebabkan karena siswa ini tidak
mampu menempatkan kondisi waktu akibat banyaknya tugas-tugas yang dikerjakannya.
Misalnya ada seorang siswa yang mengambil kursus bahasa Inggris, les matematika, ekstra
kurikuler Pramuka, atau mungkin kondisi lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Sehingga akhirnya menimbulkan gangguan atau kesulitan belajar bagi siswa yang pintar
tersebut.

Bagi seorang guru yang mengajar secara efektif, persoalan yang muncul dari kesulitan belajar
yang dialami siswa yang pintar ini, akan sangat berakibat fatal jika nilai-nilai kontradiktif
yang dialami siswa pintar tidak dapat dinetralisir oleh guru mata pelajaran yang
bersangkutan. Karena hal ini akan berakibat buruk bagi seorang siswa, yang dapat
melemahkan semangat belajarnya. Dan akhirnya sudah tentu, berakibat pada rendahnya
prestasi belajar.

Dari penjelasan di atas, tampak bahwa di dalam proses interaksi pembelajaran selalu ada
siswa yang memerlukan bantuan, baik siswa yang memiliki ‘black study’ maupun yang
memiliki prestasi belajar yang baik. Seperti telah disinggung di atas, setiap peserta didik tentu
memiliki perbedaan individual dalam belajar. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran
di sekolah, meskipun guru dan materi pelajaran yang dipelajari serta waktu dan lingkungan
belajar di kelas bagi setiap siswa sama, pasti terjadi perbedaan individual dalam hasil belajar.
Perbedaan individual yang terjadi, meskipun  merupakan suatu hal yang wajar sebagai
dampak kondisi individu yang berbeda-beda, namun seorang guru (baik itu guru kelas atau
guru mata pelajaran) tidak akan bersikap masa bodoh. Guru akan semaksimal mungkin
berupaya mengatasinya, sebab jika dibiarkan, maka akan menimbulkan perbedaan hasil
belajar yang mencolok di antara para siswa. Dan akibatnya, guru akan dinilai tidak berhasil
dalam proses pembelajaran, karena rata-rata pencapaian hasil belajar yang rendah tadi.

Bagaimana seorang guru menemukan fenomena kesulitan belajar siswa? Biasanya dapat
diamati dari : Pertama,  secara jelas tampak dengan menurunnya prestasi belajar seorang
anak, yaitu nilainya berada di bawah rata-rata yang dicapai oleh siswa lainnya. Kedua, ada
juga yang dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku siswa, misalnya perilaku yang
kurang wajar; seperti sering berteriak di dalam kelas, mengganggu teman, berkelahi, sering
bolos, mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, dan sebagainya. Ketiga, selain gejala-
gejala yang tampak ini, kesulitan belajar anak juga dapat diinterpretasi oleh seorang guru
melalui penyelidikan, misalnya dengan cara:

a) Observasi, yaitu mengamati peserta didik dalam belajar, baik sikap siswa dalam mengikuti
pelajaran maupun memeriksa buku catatan dan peralatan siswa dalam belajar. b) Interviu 
yaitu wawancara secara langsung kepada siswa yang bersangkutan atau wawancara secara
tidak langsung, yaitu terhadap orang-orang yang dapat memberikan informasi tentang siswa
tersebut, misalnya orang tua/wali atau teman dekat siswa tersebut. c) Mengadakan tes
diagnostik untuk dapat mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa. (d)
Dokumentasi, yaitu melihat arsip catatan – dokumentasi yang berkaitan dengan siswa yang
sedang diselidiki dengan melihat riwayat hidupnya, keaktivan dalam belajar, catatan
hariannya, absensi, hasil ulangan, maupun nilai yang diperoleh di dalam rapornya.

Banyak hal yang dapat menyebabkan kesulitan belajar. Artinya kesulitan belajar ini tidak
selamanya disebabkan oleh faktor intelegensia yang rendah, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensia. Ada kesulitan belajar yang disebabkan karena
penggunaan metode belajar  oleh guru yang tidak sesuai, media pembelajaran yang tidak
tepat atau bahan/materi pelajaran yang sangat kompleks, dan lain sebagainya. Oleh karena itu
, menurut pandangan Drs. H. Yunus Namsa, M.Si (2004), “Pendidik harus memiliki  dan
menetapkan metode sesuai dengan bahan dan materi pengajaran. Seorang guru yang sangat
miskin akan metode pencapaian tujuan, yang tidak menguasai teknik mengajar atau mungkin
tidak mengetahui adanya metode-metode itu, akan berusaha mencapai tujuannya dengan jalan
yang tidak wajar. Hasil pengajaran serupa ini selalu menyedihkan guru. Guru akan menderita
dan murid pun demikian. Akan timbul masalah disiplin, rendahnya mutu pembelajaran,
kurangnya minat siswa, dan tidak adanya perhatian dan kesungguhan belajar”, (Gerbang,
Edisi 11, 2004:46).

Diagnosis Kesulitan Belajar

Ada berbagai cara untuk mengidentifikasi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Berdasarkan informasi yang diterima dari tes formatif, maka akan diketahui kesulitan khusus
yang dialami oleh siswa. Mengatasi kesulitan belajar siswa, tidak dapat dibicarakan secara
terpisah dengan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar tersebut. Oleh karena itu, mencari
sumber penyebab utama dan lainnya adalah mutlak bagi seorang guru. Apabila seorang guru
menemukan siswanya mengalami kesulitan belajar, maka harus mengamatinya apakah
gangguan yang terjadi pada peserta didik itu merupakan gangguan internal ataukah gangguan
eksternal. Dan apakah gangguan itu tergolong berat atau ringan?

Usaha perbaikan kesulitan belajar siswa dapat dilakukan dengan memperhatikan apabila ada
lebih dari satu siswa yang mengalami kesulitan belajar yang sama. Maka upaya perbaikan ini
hendaknya diberikan terhadap kelompok siswa itu secara bersama-sama. Akan tetapi, apabila
ada siswa yang memiliki kesulitan khusus yang bersifat unik, maka upaya perbaikan
hendaknya diberikan secara individual.  Ada empat langkah utama dalam mendiagnosa dan
memperbaiki kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu:

1.  Menentukan siswa mana yang mengalami kesulitan belajar; tekniknya dapat dilakukan
dengan cara mengobservasi proses belajar siswa, meneliti nilai ulangannya, dan kemudian
membandingkannya dengan nilai rata-rata kelasnya, juga memeriksa buku catatan pribadi
siswa yang ada pada guru Bimbingan Konseling (BK).

2.   Menentukan bentuk khusus dari kesulitan belajar itu.

3.   Menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar itu, misalnya karena
metode mengajar tidak sesuai, atau materi pelajaran yang bersifat kompleks.

4.   Menetapkan prosedur remedial yang sesuai.

Pengajaran Remedial
Banyak alternatif yang dilakukan oleh guru dalam upaya mengatasi kesulitan belajar siswa.
Namun, sebelum alternatif tertentu diambil, guru terlebih dahulu melakukan tindakan berikut:

1) Menganalisis hasil diagnosis. Hal ini perlu dilakukan karena data dan informasi yang
diperoleh melalui tes diagnosis kesulitan belajar itu masih merupakan data mentah yang harus
dianalisis sehingga dapat diketahui secara pasti mengenai sebab dan jenis kesulitan
belajarnya.

2) Mengidentifikasi dan menentukan kecakapan tertentu yang bermasalah dan memerlukan


perbaikan. Hal ini dapat dilakukan dengan berdasarkan atas hasil analisis yang dilakukan
sebelumnya oleh guru tersebut. Bidang kecakapan ini dapat berupa kecakapan bermasalah
yang dapat ditangani oleh guru sendiri, atau oleh guru dengan bantuan orang tua. Dengan
demikian, guru dapat merencanakan langkah selanjutnya.

 3) Menyusun program perbaikan, khususnya pengajaran remedial (remedial teaching).


Sebelum menyusun program kegiatan perbaikan ini, guru harus menentukan tujuan, materi,
metode, alokasi waktu, dan evaluasi pengajaran remedial yang akan dilaksanakan.

4) Melaksanakan program perbaikan. Pada prinsipnya, program pengajaran remedial ini akan
lebih baik apabila dilakukan lebih cepat.

Apa itu pengajaran remedial? Yaitu sistem  belajar yang dilakukan berdasarkan diagnose
yang komprehensif (menyeluruh), yang dimaksudkan untuk menemukan kekurangan-
kekurangan yang dialami siswa dalam belajar, sehingga dapat mengoptimalisasikan prestasi
belajar. Pengajaran remedial ini pada hakikatnya merupakan suatu upaya “bantuan” untuk
memperbaiki prestasi belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, baik berupa
perlakuan pengajaran maupun bimbingan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang
dialami oleh siswa yang mungkin disebabkan oleh faktor internal atau eksternal tadi. Siswa
yang mengalami kesulitan belajar diupayakan dapat mencapai prestasi belajar yang baik
melalui kegiatan remedial ini. Pengajaran remedial berguna untuk memperbaiki prestasi
belajar siswa. Dengan mengikuti pengajaran remedial, siswa dapat lebih memahami dirinya,
terutama mengenai prestasi belajarnya, sehingga ia dapat mengubah atau memperbaiki cara
belajar, atau mengatasi hambatan-hambatan lainnya yang menjadi penyebab kesulitan belajar
(Prof.Dr. Mukhtar, M.Pd., 2007:8).

Secara umum, tujuan pengajaran perbaikan (remedial teaching) tidak berbeda dengan
pengajaran biasa, yaitu dalam rangka mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Secara
khusus, pengajaran perbaikan ini bertujuan untuk memberikan bantuan yang berupa
perlakuan  pengajaran kepada para siswa yang ‘lambat’, mengalami kesulitan, atau pun gagal
dalam belajar, sehingga mereka dapat secara tuntas dalam menguasai bahan atau materi
pengajaran yang diberikan, dan dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui
perbaikan.

Dalam kaitan ini, kegiatan remedial atau perbaikan bukanlah sekedar kegiatan memberikan
ulanga-ulangan terhadap bahan-bahan pelajaran pokok yang belum dapat dikuasai oleh siswa
secara tuntas, tetapi lebih jauh dari itu, kegiatan remedial merupakan studi kasus tersendiri
yang digunakan oleh guru untuk menangani para siswa yang mengalami kesulitan belajar,
baik kegiatan berupa perlakuan pengajaran maupun kegiatan bimbingan yang dapat
membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara
optimal. Semoga! Wallahu A’lam Bissawab!?   (Penulis adalah praktisi pendidika

Anda mungkin juga menyukai