Anda di halaman 1dari 48

Syndrome of inappropriate of

antidiuretic hormone secretion (SIADH)

Nama :
NIM :
Tanggal presentasi :

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi


Dr.M.Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2023
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR SINGKATAN vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 Syndrome inappropriate of antidiuretic hormone secretion 3
2.1 Definesi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Patofisiologi 4
2.3.1 Patogenesis SIADH 7
2.4 Manifestasi Klinis 9
2.5 Etiologi 9
2.5.1 Obat – Obatan 9
2.5.2 Gangguan sistem saraf pusat 10
2.5.3 Keganasan 11
2.5.4 Tindakan bedah mayor 11
2.5.5 Penyakit paru 11
2.5.6 Genetik 11
2.5.7 HIV 12
2.5.8 Idiopatik 12
BAB 3 DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA 13
3.1 Diagnosis 13
3.2 Tatalaksana 19
3.2.1 Pengobatan dengan Antagonis Reseptor V2 20

ii
3.2.2 Pengobatan dengan Demeclocycline 22
3.2.3 Urea 22

3.3 Komplikasi 23
BAB 3 Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan 23
3.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24

iii
Daftar Tabel

Tabel 2.1 Pengobatan yang menyebabkan SIADH. 10


Tabel 3.1 Kriteria diagnosis SIADH 14

iv
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Anatomi magnocellular neuron hipotalamus 4


Gambar 2.2 Pengaruh ADH terhadap volume air kemih 5
Gambar 2.3 Mekanisme terjadinya SIADH 7
Gambar 2.4 Pola sekresi AVP abnormal pada SIADH 8
Gambar 3.1 Pendekatan diagnosis Hiponatremia 15
Gambar 3.2 Diagnosis banding SIADH. 18
Gambar 3.3 Algoritma penatalaksanaan SIADH 20
Gambar 3.4 Mekanisme kerja reseptor V2 21

v
Daftar Istilah

ADH : Anti diuretic


hormone AVP : Arginine
vasopressin AQP2 : Aquaporin
2
CSW : cerebral salt wasting
CPM :.central pontine myelinolysis
SIADH : Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hromone
TRPV4 : Transient Reseptor Potential Vanilloid – Type 4

vi
BAB I

Pendahuluan

Syndrome inappropriate of antidiuretic hormone secretion (SIADH)


adalah gangguan eksresi air yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh
menekan sekresi hormon antidiuretik (ADH) baik dari sumber hipofisis maupun
non hipofisis, ditandai dengan kadar aktivitas arginine vasopressine (AVP) yang
berlebihan, hiponatremia dan hipoosmolalitas plasma, natriuresis tinggi tanpa
perubahan asupan garam dan air. Penyebab SIADH secara umum meliputi
patologi intrakranial, trauma, obat-obatan, infeksi paru dan sebagian besar
sindrom paraneoplastik. SIADH terjadi bila ada sekresi berlebihan dari hormon
antidiuretik yang terus menerus,yaitu hormon arginine vasopressin (AVP), yang
diproduksi hipotalamus dan disekresikan oleh kelenjar pituitari posterior, AVP
mengontrol konsentrasi dan pelepasan air di dalam tubuh. Tanda-tanda penting
SIADH adalah hiponatremia, hipoosmolalitas serum, dan konsentrasi natrium urin
yang tinggi.1
Hiponatremia adalah suatu keadaan dimana dijumpai kelebihan cairan
relatif, hal ini terjadi bila jumlah asupan air melebihi kemampuan ekskresi dan
ketidakmampuan menekan sekresi ADH, misalnya pada kehilangan air melalui
saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati atau pada SIADH. Hiponatremia
merupakan gangguan elektrolit yang biasa ditemui dalam praktek sehari hari dan
biasanya ditentukan oleh kadar natrium serum kurang dari 135 meq / L.2
Hiponatremia pada pasien dengan keganasan dikaitkan dengan morbiditas
dan mortalitas yang signifikan. Pasien dengan SIADH terkait keganasan memiliki
outcome yang jauh lebih buruk dari pada pasien dengan SIADH karena etiologi
lainnya, dilaporkan sebanyak 30% hiponatremia pada keganasan terjadi karena
SIADH, ditemukan pada pasien kanker paru khususnya small cell lung cancer
(SCLC), dengan prevalensi sebesar 7-16% dan 70% dari semua SIADH karena
keganasan disebabkan oleh SCLC , Insiden pada kanker paru lainnya lebih rendah
sebesar 0,4% - 2%. Pada tumor kepala dan leher, prevalensi SIADH sebesar 3%.
Gambaran klinis hiponatremia terkait dengan tumor harus dicari terkait sekresi

1
AVP ektopik oleh sel kanker.Regresi tumor karena pengobatan yang baik dapat
menormalkan konsentrasi AVP plasma.4
Diagnosis SIADH memerlukan evaluasi status volemik, konsentrasi
natrium serum, osmolalitas serum, konsentrasi natrium urin, osmolalitas urin,
fungsi tiroid dan kortisol serum. Anamnesis juga diperlukan untuk memeriksa
asupan garam dan air, fungsi ginjal, dan penggunaan diuretik.3,4
Pertimbangan pertama dalam pengelolaan SIADH adalah mengobati
penyebab yang mendasari dan penilaian apakah pasien menunjukkan gejala
ataupun asimtomatik. Pengobatan utama untuk sebagian besar pasien SIADH
adalah pembatasan cairan. Tablet garam oral dan loop diuretik dapat ditambahkan
jika respon optimal tidak tercapai dengan pengobatan awal. Pada kasus dimana
didapatkan hiponatremia berat atau simptomatik, larutan garam hipertonik adalah
pengobatan pilihan.4,5
Mengingat dampak klinis yang cukup berat serta seringkali luput dari
perhatian maka penting untuk mendiagnosis SIADH dengan tepat, berdasarkan
latar belakang diatas maka disusunlah tinjauan kepustakaan tentang Diagnosis dan
Tatalaksana SIADH.

2
BAB 2
Syndrome Inappropriate of Antidiuretic Hormone Secretion
(SIADH)

2.1 Definisi
Syndrome inappropriate of antidiuretic hormone secretion (SIADH)
adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hiponatremia hipotonik dan euvolemik
bersama dengan hiperosmolaritas urin, akibat pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) terus menerus tanpa adanya rangsangan. Istilah SIADH pertama kali
digunakan pada tahun 1957, ketika Schwartz et al menggambarkan hiponatremia
yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium pada dua
pasien yang terkena tumor paru,dimana pada pasien tersebut memiliki fungsi
ginjal yang normal dan fungsi korteks adrenal normal serta konsentrasi natrium
urin tidak pernah turun di bawah 40 mmol / liter,osmolalitas urin lebih tinggi dari
osmolalitas serum hampir sepanjang waktu. Menururt Schrier dan Berl, tahun
1975 Penyebab ADH yang tidak tepat dapat disebabkan oleh sekresi
paraneoplastik atau ADH dari hipofisis posterior dan hipotalamus sebagai respons
terhadap rangsangan lain yang disebut non osmotik. 1,8

2.2 Epidemiologi
Penelitian Owen dan Campbell tahun 1968 , didapatkan bahwa konsentrasi
serum natrium (Na+) rata-rata pasien rawat inap adalah 5-6 mEq / L lebih rendah
dibandingkan pada pasien yang terlihat di bagian unit rawat jalan. Anderson et al
melakukan analisis prospektif pada pasien dengan serum Na + <130 mEq/L di
sebuah rumah sakit di Denver pada tahun 1985 dan didapatkan prevalensi antara
0,97 % sampai 2,48%. Prevalensi keseluruhan untuk hiponatremia lebih banyak
ditemukan dengan serum Na+ <126 mEq / L dan <116 mEq/L adalah 6,2% dan
1,2%. Penelitian Gang et all tahun 2018 Dalam populasi Asia menyatakan bahwa
usia diidentifikasi sebagai faktor risiko independen yang kuat.Penelitian Hoorn et
al yang menindaklanjuti semua pasien hiponatremia selama 3 bulan di rumah sakit
universitas Rotterdam,hiponatremia dengan kadar serum Na+ ≤135 mEq / L,
ditemukan pada 30% dari 2.907 pasien sementara hiponatremia berat Na+ <125

3
mEq / L ditemukan pada 2,6%.Analisis epidemiologi hiponatremia terbaru tahun
2018 mengamati 154.378 pasien selama interval 5 tahun di rumah sakit
pendidikan di Beijing (China) mendapatkan prevalensi 17,5% untuk serum Na+
<135 mEq / L dengan 13% untuk ringan Na+<130 mEq / L), 4,2% untuk sedang
Na+ 120–129 mEq
/ L, dan 0,3% untuk hiponatremia berat Na+ <120 mEq / L.2,9
Data dari beberapa penelitian yang ada berasal dari studi hiponatremia,
bukan dari studi yang khusus ditujukan untuk SIADH, sehingga data epidemiologi
untuk SIADH belum tersaji dengan lengkap ,diperkirakan bahwa insiden SIADH
meningkat seiring bertambahnya usia,pada lansia lebih berisiko mengalami
hiponatremi terutama ketika mereka dirawat di rumah sakit karena infeksi saluran
pernapasan dan Sistem saraf pusat seperti pneumonia dan meningitis.9

2.3 Patofisiologi
ADH disekresi oleh hipofisis posterior (disebut neurohipofisis). Hipofisis
posterior bukanlah kelenjar tertentu, melainkan berupa ujung akson sel saraf besar
(magnocellular neuron) nukleus para ventrikular dan supraoptik hipotalamus.
Akson nukleus supraoptik akan bergabung dengan akson nukleus paraventrikular,
menuju ke arah infundibulum dan berakhir di hipofisis posterior (Gambar 2.1).3,26

Gambar 2.1. Anatomi magnocellular neuron hipotalamus yang membentuk hipofisis 26

4
ADH dibuat di retikulum endoplasma nucleus paraventrikular dan
supraoptik dalam bentuk prekursor polipeptida, selanjutnya akan dibawa ke
aparatus Golgi untuk diproses lebih lanjut. Bentuk akhir dari hormon ini adalah
nonapeptida tertentu dengan ikatan disulfida, dan dikemas dalam granul yang
akan berjalan sepanjang akson hingga mencapai hipofisis posterior 3,26.
Setelah disekresi di hipofisis posterior, ADH akan masuk ke dalam aliran
darah,dan berikatan dengan reseptor V2 yang terletak di lateral bawah
(basolateral) sel tubulus koligen ginjal.Ikatan antara ADH dengan reseptor V2
akan mengaktifkan G-protein, dan meningkatkan cyclic adenosine
monophosphate (cAMP) intrasel. Peningkatan cAMP selanjutnya akan
merangsang pembuatan aquaporine 2 (AQP2) dan perpindahan AQP2 dari
sitoplasma sel tubulus koligen ke bagian apikal (permukaan sel yang menghadap
lumen). AQP2 berfungsi sebagai saluran air di membran sel, sehingga air dapat
bergerak mengikuti gradien osmotik. Osmosis terjadi dari lumen tubulus ke dalam
selnya, kemudian dari sel tersebut ke interstisial (melalui AQP3 dan
AQP4),selanjutnya dari interstisial ke dalam sirkulasi. Cara kerja reabsorpsi air
inilah yang menyebabkan air kemih menjadi lebih pekat setelah melewati tubulus
koligentes.Tanpa adanya ADH, air kemih akan mengalir melewati tubulus
koligentes tanpa mengalami reabsorpsi. Sebagai akibat, air kemih dikeluarkan
dalam volume yang besar dengan osmolalitas rendah (Gambar 2.2).3

Gambar 2.2 Pengaruh ADH terhadap volume air kemih 3,26

5
Sekresi ADH terutama diatur oleh osmolalitas cairan ekstrasel.
Osmolalitas dipengaruhi oleh reseptor osmosa yang teraktifasi saat osmolalitas
plasma melewati kadar normal,reseptor osmosa terletak di hipotalamus anterior
dari ventrikel ketiga.Ketika osmolalitas melebihi 280 mOsm/kg, reseptor osmosa
akan teraktifasi untuk mensekresikan ADH.Hubungan antara kadar ADH dengan
osmolalitas plasma bersifat linear.Sekresi ADH juga dipengaruhi oleh volume
cairan tubuh dan tekanan darah. Untuk mengatur volume dan tekanan, terdapat
baroreseptor arteri bertekanan tinggi (high-pressure arterial baroreceptor) di
sinus karotikus dan arkus aortikus, serta reseptor volume bertekanan rendah (low-
pressure volume receptor) di atrium jantung sistem vena pulmonal. Rangsangan
terhadap reseptor tersebut akan mengawali respons pembuluh darah jantung.
Ketika terjadi penurunan tekanan darah atau volume sirkulasi, Reseptor akan
mengirimkan sinyal ke hipotalamus untuk mensekresi ADH, sehingga terjadi
penahanan air. Walaupun demikian,peningkatan sekresi ADH baru terjadi apabila
terdapat perubahan volume atau tekanan darah sebesar 10–15%.26
Prinsip dasar dari keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diperhatikan
saat menganalisis kasus hiponatremia. Air bergerak bebas melintasi membran sel.
Dua pertiga dari total air tubuh terdapat di intraseluler dan sepertiganya di
ekstraseluler. Natrium merupakan partikel aktif osmotik yang didominasi
ekstraseluler dan konsentrasi natrium merupakan indikasi volume ekstraseluler.
Ketika konsentrasi natrium ekstra sel berubah, air bergerak melintasi membran
untuk mempertahankan osmolalitas yang stabil di dua kompartemen.
Hiponatremia pada SIADH terjadi akibat kelebihan air ,bukan karena defisiensi
natrium serum. Lemak dan protein menyumbang 7% dari volume plasma dan 93%
sisanya terdiri dari air plasma.Dalam kondisi yang berhubungan dengan
hiperlipidemia dan hiperproteinemia, fraksi air plasma dapat turun di bawah 80%
dan sisa volume plasma terdiri dari lemak / protein. Dalam situasi ini, konsentrasi
natrium terukur dalam total volume plasma akan berkurang karena mengandung
lebih sedikit air plasma. Kadar glukosa serum harus dipantau untuk
menyingkirkan hiperglikemia yang mengakibatkan penurunan kadar natrium
serum karena efek osmotik glukosa yang menarik air ke dalam ruang
intravaskular.3,12

6
2.3.1 Patogenesis SIADH
Hormon anti diuretik diproduksi oleh hipotalamus sebagai respon terhadap
peningkatan osmolalitas serum. ADH berjalan dari hipotalamus ke kelenjar
pituitari posterior kemudian dilepaskan ke sistem sirkulasi,selanjutnya ADH akan
berikatan dengan reseptor V2 pada tubulus convulated distal di ginjal. Ikatan
ADH terhadap reseptor ini menyebabkan aquaporin-2 channels menjauhi
sitoplasma kedalam membran apikal tubulus. Aquaporin-2 channels menyebabkan
air direabsorbsi dan diedarkan ke pembuluh darah. Air yang direabsorbsi ulang ke
dalam sistem sirkulasi menurunkan serum osmolalitas.Penurunan serum
osmolalitas ini dideteksi oleh hipotalamus yang mengakibatkan penurunan
produksi ADH. Perubahan utama yang terjadi pada SIADH adalah gangguan pada
mekanisme negative feedback. (Gambar 2.3). Hal ini menyebabkan produksi
ADH secara terus menerus. Produksi ADH secara terus menerus ini menyebabkan
hiponatremi dan kadar natrium urin yang tinggi.16

SIADH

Gambar 2.3 mekanisme terjadinya SIADH.16

7
Pada keadaan normal kadar ADH sangat rendah bila osmolalitas plasma
dibawah 280 mosmol/kg, sehingga memungkinkan terjadinya eksresi air .
Terdapat empat kategori SIADH, yang dapat diklasifikasikan menurut pola
sekresi AVP (Gambar 2.4).17

Gambar 2.4 Pola sekresi AVP abnormal pada SIADH.17

Tipe A adalah pola sekresi AVP abnormal yang paling umum (40%).
ditandai dengan peningkatan kadar ADH yang tidak responsif terhadap deviasi
osmotik,Kadar ADH plasma seringkali di atas normal, sehingga osmolalitas urin
biasanya sangat tinggi, Kadar hormon yang tinggi di atas kisaran fisiologis
menunjukkan sekresi ADH ektopik paling sering oleh karsinoma bronkogenik,
small cell lung tumor (SCLC) yang dapat mensintesis dan mengeluarkan AVP
bioaktif .Sekresi AVP plasma sama sekali tidak diatur dalam SIADH Tipe A
dengan hilangnya hubungan fisiologis yang erat antara AVP plasma dan
osmolalitas plasma. 17
Tipe B adalah Pola sekresi AVP kedua yang umum, ditandai dengan
ambang osmotik yang lebih rendah untuk sekresi AVP. Ambang batas diatur ke
tingkat yang lebih rendah dibandingkan fisiologis normal. Jika osmolalitas plasma
meningkat, hubungan linier antara osmolalitas plasma dan konsentrasi AVP
plasma dipertahankan, tetapi dengan ambang osmotik yang diturunkan untuk
pelepasan AVP. Natrium plasma tetap stabil pada tingkat yang lebih rendah,
biasanya antara 125 dan 135 mmol / l. Namun, karena sekresi AVP tersupresi
pada osmolalitas plasma di bawah ambang batas, intake cairan kadang-kadang
akan menekan sekresi AVP. 17

8
Tipe C adalah bentuk SIADH yang langka dengan pola sekresi AVP yang
tidak biasa.Pada osmolalitas plasma di atas ambang batas >284 mOsm/kg,
hubungan linier antara AVP plasma dan osmolalitas plasma dipertahankan.
Namun, osmolalitas plasma yang rendah tidak menekan sekresi AVP,
kemungkinan karena disfungsi neuron penghambat di hipotalamus, sehingga
konsentrasi AVP plasma yang rendah selalu terdeteksi di dalam plasma.
Meskipun jenis ini telah didokumentasikan dalam literatur, kejadiannya sangat
langka.17
Tipe D adalah varian SIADH yang sangat langka, terbatas pada laporan
kasus. Pasien mengalami hiponatremia yang memenuhi kriteria klinis untuk
diagnosis SIADH, tetapi konsentrasi AVP plasma tidak terdeteksi. SIADH tipe D
dapat dijelaskan dengan sekresi zat antidiuretik tak dikenal oleh sel tumor, yang
tidak terdeteksi dalam tes untuk vasopresin atau dengan mutasi gain-of-function di
mana terjadi aktivasi reseptor V2 secara terus menerus .17

2.4 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh SIADH bervariasi. Gejala
awalnya dapat asimtomatik dan juga tidak terdeteksi. Namun gejala hiponatremia
yang dapat dirasakan pasien mencakup hilangnya nafsu makan, kebingungan,
mual, keram otot, kelemahan, depresi, iritabilitas, kelelahan, gangguan memori,
dan perilaku ganjil. Selain itu dapat dijumpai adanya, hipotermia, muntah, muntah
termor, kejang, stupor, koma, edema, dan gangguan keseimbangan.16

2.5 Etiologi
SIADH dapat diakibatkan dari berbagai penyebab lainnya mulai dari obat-
obatan hingga keganasan. Terkadang, SIADH bersifat multifaktorial. Pencarian
penyebab sekunder sering kali bermanfaat dan harus dilakukan sedini mungkin.

2.5.1 Obat – obatan


Sejumlah obat yang terkait dengan SIADH diketahui dapat meningkatkan
pelepasan atau efek ADH, Karbamazepin dan Oksikarbazepin dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap ADH. Klorpropamid meningkatkan jumlah
reseptor V2 di tubulus pengumpul di ginjal .Penelitian yang dilakukan oleh

9
Shepshelovich et al

10
menemukan bahwa 82,3% kasus SIADH yang terkait obat dikaitkan dengan lima
agen kelas pengobatan yaitu, antidepresan, antikonvulsan, antipsikotik, agen
sitotoksik, dan obat nyeri. Kelas pengobatan yang paling umum terkait dengan
SIADH pada penelitian tersebut adalah antidepresan, selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) merupakan antidepresan paling umum yang dilaporkan sebagai
etiologi SIADH. Penelitian lainnya melaporkan korelasi kuat antara penggunaan
SSRI dengan hiponatremia, terutama di antara pasien lansia, dengan prevalensi
hingga 32%. Demikian pula, karbamazepin antikonvulsan umum yang terkait
dengan SIADH dilaporkan angka kejadian cukup banyak, daftar obat yang
menyebabkan SIADH dapat dilihat pada tabel 2.1 8,13,15

Tabel 2.1 Pengobatan yang menyebabkan SIADH.8

Daftar pengobatan yang menyebabkan SIADH


Agen antidepresan (SSRI, trisiklik antidepresan)
Karbamazepin, Oksikarbazepin
Siklofosfamid, Ifosfamid
Hidroklorotiazide, Tiazid
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
Vincristine
Agen Neuroleptik
Desmopressin, Vasopressin
Oksitosin
Klorpropamid
Klofibrat

2.5.2 Gangguan sistem saraf pusat


Banyak gangguan sistem saraf pusat berhubungan dengan SIADH.
Penyakit seperti stroke, infeksi, trauma,perdarahan, dan psikosis menyebabkan
peningkatan ADH. Namun, hiponatremia yang berkaitan dengan kasus neruologis
berat yang mencakup perdarahan intraserebral juga dikaitkan dengan cerebral salt
wasting (CSW).12Pada meningitis, terjadinya SIADH dihubungkan dengan sekresi
ADH akibat inflamasi atau peradangan meningeal yang lebih banyak terjadi pada
dasar otak, ataupun oleh granuloma tuberkular dan basil tuberkulosa itu sendiri,
serta reaksi stress atau akibat dari hipoksia yang terjadi akibat inflamasi difus
11
terjadi.

12
2.5.3 Keganasan
Keganasan paling umum yang dilaporkan terkait dengan SIADH adalah
kanker paru sel kecil (SCLC), dengan SIADH klinis dilaporkan pada 11-12%
kasus, dan 46% dari SIADH subklinis.Vasopresin plasma ditemukan meningkat
pada 70% pasien dengan SCLC. Namun, SCLC hanya mewakili sebagian kecil
dari pasien kanker. SIADH telah dilaporkan dalam banyak jenis keganasan, tetapi
data mengenai tingkat prevalensi nyata masih langka. Pasien kanker memiliki
banyak kemungkinan etiologi untuk SIADH selain keganasan aktif. Banyak obat
anti- neoplastik, baik rejimen kemoterapi klasik dan modern, terapi target telah
terlibat dalam SIADH, melalui mekanisme yang berbeda.4,19,25

2.5.4 Tindakann bedah mayor


Prosedur pembedahan mayor, yang meliputi pembedahan thoraks dan
abdominal, dapat menyebabkan hipersekresi ADH, yang dimediasi oleh
rangsangan aferen nyeri. Pembedahan hipofisis juga dikaitkan dengan pelepasan
ADH yang tidak tepat. Namun, hiponatremia setelah operasi hipofisis juga dapat
disebabkan oleh defisiensi kortisol dan Cerebral salt wasting (CSW). Penting
untuk membedakan antara SIADH dan CSW, karena tatalaksananya berbeda.
Pembatasan cairan lebih lanjut pada CSW dapat menyebabkan konsekuensi yang
berbahaya kehilangan cairan ekstraseluler, kerusakan otak karena anestesi,
disfungsi jantung atau ginjal, nyeri, dan penggunaan obat telah dilaporkan sebagai
penyebab SIADH setelah operasi.12,16

2.5.5 Penyakit paru


Beberapa gangguan paru termasuk pneumonia dapat menyebabkan SIADH
dengan mekanisme yang tidak diketahui. Penyakit paru lain yang dapat
menyebabkan SIADH adalah asma bronkial, tuberkulosis paru ,atelektasis, gagal
napas akut, dan pneumotoraks, namun jarang terjadi 12

2.5.6 Genetik
Dua sindrom genetik, yaitu pertama gen mempengaruhi reseptor V2 di
ginjal yang disebut sindrom nefrogenik dan yang ke dua gen yang mempengaruhi

13
pengaturan osmolalitas di hipotalamus yang disebut sindrom hipotalamus.Pada
sindrom nefrogenik, terjadi mutasi gain-of-function pada gen reseptor V2, yang
terletak pada kromosom X,reseptor vasopresin V2 bertanggung jawab atas
reabsorpsi air di duktus kolektikus ginjal yang menyebabkan aktivasi reseptor
yang terus-menerus menyebabkan penyerapan air yang berlebihan dan
hiponatremia yang pada gilirannya resisten terhadap antagonis reseptor
vasopresin.
Pada sindrom hipotalamus, terjadi mutasi pada gen transient receptor
potential vanilloid type 4 (TRPV4) yang berfungsi mengatur mekanisme
osmolalitas sentral di hipotalamus,sehingga Hilangnya fungsi polimorfisme non
synonymous pada gen ini memengaruhi pengaturan osmolalitas sentral di
hipotalamus yang memberikan dampak pada kemampuan tubuh untuk merespon
keadaan hipo-osmolalitas terganggu, sehingga supresi pelepasan ADH dengan
adanya hipo osmolalitas tidak terjadi .12,21

2.5.7 HIV
Manifestasi laboratorium umum yang terlihat pada infeksi HIV, baik
dengan AIDS atau infeksi HIV gejala awal, adalah hiponatremia. Bisa karena
SIADH, atau bisa juga karena deplesi volume, akibat insufisiensi adrenal atau
kehilangan gastrointestinal. Pneumonia, karena Pneumocystis carinii atau
organisme lain dan infeksi SSP oleh patogen oportunistik yang dapat
menyebabkan SIADH.11

2.5.8 Idiopatik
SIADH idiopatik dapat disebabkan oleh tumor tersembunyi atau arteritis
temporal.12

14
BAB 3
Diagnosis dan Tatalaksana

3.1 Diagnosis
Anamnesis harus mencakup pertanyaan tentang cedera kepala, nyeri
kronis, merokok, penurunan berat badan, gejala paru, konsumsi obat atau
penyalahgunaan obat,selain semua gejala yang disebutkan di atas,sumber cairan
berlebih harus dievaluasi, dan kondisi kronis harus dipertimbangkan. Pemeriksaan
fisik mencakup penilaian status volume,turgor kulit dan tekanan darah berada
dalam kisaran normal. Selaput mukosa lembab tanpa bukti pulsasi vena jugularis
atau edema biasanya menunjukkan euvolemia. Pemeriksaan neurologis yang rinci
harus dilakukan.11
Gambaran utama SIADH adalah hiponatremia (kadar natrium plasma <
135 mEq/L). Walaupun demikian, banyak keadaan atau kelainan lain yang
menimbulkan hiponatremia. Untuk membedakan SIADH dengan penyebab
hiponatremia yang lain, patokan Bartter dan Schwartz2 harus dipenuhi, yaitu
terdapat hipo-osmolalitas (osmolalitas plasma <280 mOsm/kg, atau kepekatan
natrium plasma <135 mEq/ L), osmolalitas air kemih >100 mOsm/kg, euvolemia,
kadar natrium air kemih >40 mEq/L (walaupun masukan/intake garam dan air
normal), serta tidak didapatkan kelainan ginjal, adrenal, tiroid, jantung, dan hati.
(Tabel 3.1) 6,11

15
Tabel 3.1 Kriteria diagnosis SIADH.6,11,19
Kriteria utama
1. Evulomeia klinis yang didefinisikan sebagai tidak ditemukan
hipovolemia (orthostasis, takikardi, penurunan turgor kulit, membran
mukosa kering) atau hipervolemia (edema subkutan, asites)
2. Penurunan osmolalitas efektif dari cairan ekstraseluler (Posm < 275
mOsm/kg H20)
3. Konsenstrasi urin abnormal (Uosm > 100 mOsm/kg H20 dengan fungsi
ginjal normal)
4. Peningkatan ekskresi sodium urin (>20-30 mmol/l) dengan intake garam
dan air normal
5. Tidak ditemukan penyebab hipoosmolalitas euvolemia seperti
hipotiroid, hipokortisol dan penggunaan suplemen diuretik
Kriteria tambahan

1. Pemeriksaan water load yang abnormal (ketidakmampuan untuk


ekskresi minimal 90% dari 20ml/kg water load dalam waktu 4 jam
2. Kadar plasma AVP meningkat secara relatif terhadap osmolalitas plasma
3. Tidak didapatkan perbaikan serum Na+ dengan volume expansion
namun meningkat setelah dilakukan restriksi cairan

Untuk mendiagnosis SIADH merupakan tantangan tersendiri karena tidak


ada pemeriksaan pasti. Seringkali,pertama kali dicurigai karena kadar natrium
serum rendah yang abnormal ditemukan selama pemeriksaan kimia darah rutin
untuk kondisi lain ,alur pendekatan diagnosis hiponatremia terkait SIADH di
jelaskan dalam (Gambar 3.1).

16
Gambar 3.1 Pendekatan Diagnosis Hiponatremia 3

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk diagnosis SIADH, tetapi pada


kasus hiponatremia yang berat dan bergejala, pasien memerlukan pengobatan
sebelum hasil uji laboratorium dapat diperoleh.17

17
Langkah pertama untuk menilai hiponatremia adalah menentukan
osmolalitas plasma. Hiponatremia disertai plasma yang hiperosmol (>280
mOsm/kg) dapat disebabkan oleh hiperglikemia, hiperproteinemia, atau
hiperlipidemia. Kadar protein atau lemak (lipid) yang tinggi di dalam serum akan
mengurangi komposisi air di dalam serum. Natrium hanya larut dalam air, maka
penurunan kadar air dalam serum akan menyebabkan penurunan kadar natrium
yang terukur,keadaan ini disebut pseudohiponatremia. Kadar natrium serum
diperkirakan akan turun sebesar 0,002 mEq/L tiap peningkatan 1 mg/dL lipid, dan
turun sebesar 0,25 mEq/L tiap peningkatan kadar protein 1 mg/dL di atas 8 mg/dl.
Zat seperti glukosa, manitol, dan sukrosa akan menarik air intrasel, meningkatkan
volume cairan ekstrasel, sehingga menyebabkan hiponatremia. Ditemukan juga
bahwa kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL di atas normal akan menyebabkan
penurunan kadar natrium sebesar 2,4 mEq/L. 3
Jika hiponatremia terjadi bersama dengan plasma hipoosmol (<280
mOsm/kg), langkah selanjutnya adalah menentukan osmolalitas air kemih dan
status volume cairan tubuh.SIADH dapat diuraikan apabila osmolalitas air kemih
>100 mOsm/kg disertai dengan status volume cairan tubuh yang normal
(euvolemia). Status volume cairan tubuh dinilai secara klinis. Dalam keadaan
hipervolemia, dapat dijumpai edema atau asites, sedangkan pada hipovolemia
didapatkan hipotensi postural. Pada SIADH tidak terjadi gangguan volume cairan
tubuh, sehingga secara klinis tidak didapatkan asites atau hipotensi postural.3
Langkah selanjutnya adalah menyingkirkan keadaan lain yang serupa
dengan gambaran SIADH, yaitu antara lain: penurunan fungsi ginjal (insufisiensi
renal),hipotiroid, atau kekurangan glukokortikoid. Diperlukan anamnesis,
pemeriksaan jasmani, serta pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan
kemungkinan tersebut. Apabila kelainan tersebut dapat disingkirkan, dan kadar
natrium urin >25 mEq/L, maka diagnosis SIADH dapat ditetapkan.3
Kelainan dengan gambaran klinik dan laboratorik yang hampir serupa
dengan SIADH, seperti cerebral salt wasting (CSW) dan kekurangan
glukokortikoid, dapat mempersulit penetapan diagnosis. Penting untuk dapat
menetapkan diagnosis dengan tepat, karena setiap kelainan memiliki
penatalaksanaan yang berbeda. CSW adalah hiponatremia yang sering terjadi pada

18
pasien dengan cedera sistem saraf pusat . Ditandai dengan natriuresis berat, yang
lebih lanjut menyebabkan penurunan volume sirkulasi dan hiponatremia. Status
volume sirkulasi seringkali tidak mudah dinilai secara klinis, sehingga CSW sulit
dibedakan dengan SIADH. Diagnosis CSW hanya dapat ditetapkan apabila
didapatkan beberapa dari keadaan di bawah ini, yaitu penurunan tekanan vena
jugularis kurang dari 5 cmH2O, penurunan volume plasma, peningkatan angka
banding BUN/kreatinin, peningkatan hematokrit dan kadar plasma protein.8
Kekurangan glukokortikoid adalah kelainan yang disebabkan oleh ACTH
berkurang. ACTH merupakan hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior.
Homon ini bekerja di kawasan glomerulosa kelenjar adrenal, tempat pembuatan
hormon glukokortikoid khususnya kortisol. Kortisol diperlukan tubuh dalam
proses pembuangan air, sehingga kekurangan kortisol akan berujung di penahanan
air dan hiponatremia. Karena penahanan air dan hiponatremia juga terjadi di
SIADH, maka kadang sulit untuk membedakan kekurangan ACTH dengan
SIADH. Untuk membantu menetapkan diagnosis, dapat diperiksa serum kortisol.
Pasien dengan kekurangan ACTH memiliki kadar serum kortisol rendah.20
Beberapa penelitian (Fenske et al. 2010; Tandu et al. 2006) menjelaskan
bahwa diagnosis SIADH sering terlewatkan atau dibuat secara keliru. Sehingga
diagnosis SIADH harus dilakukan secara hati-hati dengan mengikuti langkah-
langkah diagnosis banding (Gambar 3.2).Jika keadaan klinis memerlukan
intervensi segera meskipun data yang tersedia tidak lengkap, diagnosis kerja tetap
harus dicari segera setelah semua data lengkap.1,20

19
Gambar 3.2 Diagnosis banding SIADH

20
3.2 Tatalaksana
Pertimbangan pertama dalam pengobatan SIADH adalah penilaian apakah
pasien bergejala atau asimtomatik,kemudian tatalaksana keadaan patologi yang
mendasari misalnya pada kasus keganasan, hiponatremia akan membaik dengan
pengobatan kemoterapi.Hiponatremia yang terjadi karena metastasis dalam
otak,dapat diatasi dengan pemberian kortikosteroid dan pengobatan radiasi .Di
samping itu, penting untuk menghentikan penggunaan obat yang dapat memicu
SIADH terjadi.3,31
Pengobatan hiponatremia bergantung tingkat keparahan gejala yang
timbul. Pengobatan utama untuk hiponatremia ringan (kadar natrium serum >125
mEq/L) adalah pembatasan cairan yang merupakan terapi lini pertama dalam
semua kasus SIADH.Jika hiponatremia telah berlangsung lebih dari 48 jam dan
asimtomatik, restriksi cairan awal dapat dimulai pada 800–1200 mL per 24 jam,
dan kemudian dititrasi hingga 500 mL di bawah volume keluaran urin harian.
Hiponatremia akut dan berat dengan onset kurang dari 48 jam, natrium serum
<120 mmol / L dan bergejala, termasuk perubahan kondisi mental dan kejang,
memerlukan pemberian saline hipertonik dengan pengawasan yang ketat dan
memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.16
Demielinisasi serebral dapat terjadi jika natrium serum meningkat terlalu
cepat setelah pemberian saline hipertonik. Oleh karena itu, peningkatan natrium
serum tidak boleh melebihi tingkat 10 mmol / L dalam 24 jam, atau 18 mmol / L
dalam 48 jam. Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki gejala dan
mendapatkan kadar natrium yang aman yaitu 120–125 mmol / L. Meskipun
pembatasan cairan tetap menjadi terapi utama dalam kasus ini, saline hipertonik
juga dapat dipertimbangkan dan akan memerlukan rawat inap ke unit perawatan
intensif. Algoritma penatalaksanaan dapat dilihat pada (Gambar 3.3).Apabila
pembatasan cairan tidak berhasil, hiponatremia dapat diatasi dengan pemberian
terapi farmakologis seperti: Demeclocycline,antagonis reseptor V2 dan urea. 16,27

21
Gambar 3.3. Algoritma penatalaksanaan SIADH.1,27

3.2.1 Pengobatan dengan Antagonis respetor Vasopresin 2


Tiga reseptor ADH pada membran sel yaitu V1a, V1b (juga dikenal
sebagai V3) dan V2. Reseptor V2 ditemukan di sel endotel pembuluh darah
menginduksi sekresi faktor von Willebrand dan pada membran basolateral duktus
pengumpul ginjal,yang memediasi respon antidiuretik dengan stimulasi reseptor
V2 melalui cAMP intraseluler meningkatkan sintesis aquaporin-2 (AQP2) di
membran luminal duktus koligentes ginjal (Gambar 3.4).21
Saat ini tersedia obat yang bekerja selektif sebagai antagonis V2, yaitu
golongan vaptan.Vaptan menghalangi reabsorpsi air di tubulus ginjal tanpa
mempengaruhi pembuangan zat terlarut, sehingga disebut sebagai akuaretik.
Beberapa jenis antagonis V2 adalah: Tolvaptan, lixivaptan, Mozavaptan, dan
Satavaptan. Vaptan sangat bermanfaat bagi pasien dengan SIADH kronis yang
tidak dapat diatasi dengan pembatasan cairan dan suplementasi garam.6,23

22
Gambar 3.4 mekanisme kerja reseptor V2.21

Antagonis reseptor V2 merupakan terapi yang paling sering digunakan. Di


Eropa,telah digunakan sejak disetujui pada tahun 2009, Tolvaptan dapat
digunakan untuk memperbaiki hiponatremia pada SIADH. Sebelum memulai
terapi ini, penting untuk menghilangkan restriksi cairan dan memastikan bahwa
pasien dapat minum sebagai respons terhadap rasa haus, karena koreksi
hiponatremia dapat terjadi secara cepat. Pemberian tolvaptan dimulai dengan
dosis 15-30 mg, secara oral, sekali sehari, dan natrium serum harus dipantau 6 jam
setelah memulai pengobatan untuk menyingkirkan koreksi yang terlalu cepat
penggunaan tidak lebih dari 30 hari dan merekomendasikan penghentian tolvaptan
pada pasien dengan gejala gangguan fungsi hepar 8,23
Penelitian yang dilakukan oleh Schrier et al tahun 2006 tolvaptan
meningkatkan natrium serum dari sekitar 128 menjadi 136 mmol/liter dalam 4
hari uji klinis double-blind acak terkontrol yang dilakukan oleh Salahudeen et al
tahun 2014 pada pasien SIADH karena keganasan membuktikan keunggulan
tolvaptan dalam pengobatan hiponatremia.Petereit et al tahun 2013 melaporkan
tolvaptan dapat memungkinkan pasien SCLC dapat dilakukan kemoterapi dengan
baik dan peningkatan angka mortalitas, penelitian multisenter di Italia tahun 2019,
tolvaptan dalam pengobatan SIADH terkait kanker dapat meningkatkan
kelangsungan hidup secara keseluruhan dan mengurangi lama rawat inap .24,25

23
3.2.2 Pengobatan dengan Demeclocycline
Hormon AVP diketahui meningkatkan permeabilitas air dari sel tubulus
pengumpul ginjal dengan aktifasi reseptor vasopresin V2 di membran plasma
basolateral yang mengaktifkan protein G, yang merangsang adenilat
siklase,menghasilkan peningkatan adenosin monofosfat siklik intraseluler dan
aktivasi protein kinase A. demeclocycline adalah derivat tetrasiklin yang
mempunyai mekanisme kerja dengan mengurangi ekspresi aquaporin-2 (AQP-2)
di medula ginjal. Dilisensikan di Britania Raya sebagai pengobatan hiponatremia
yang terkait dengan SIADH sekunder akibat keganasan, di mana restriksi cairan
tidak efektif, dan pasien tidak menderita sirosis hati dan gangguan ginjal. dimulai
dengan dosis 150 mg tiga kali sehari, dinilai setelah 3 hari dan ditingkatkan jika
perlu. studi kasus oleh Amardeep Singh et al tahun 2019 menemukan bahwa
pemberian demeclocycline 300 mg 2x sehari selama 6 bulan pada pasien
hiponatremia yang sulit dikelola terkait dengan SIADH dengan etiologi yang tidak
jelas menunjukkan keberhasilan pengelolaan hiponatremia.Namun, respon pasien
terhadap demeclocycline tidak dapat diprediksi,dan onsetnya lambat.efek samping
hepatotoksik dan nefrotoksik belum diketahui dengan jelas 16,33,34

3.2.3 Urea
Urea meningkatkan clearance free water dan menurunkan natriuresis,
yang menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium plasma.Kerugiannya
termasuk palatabilitas yang buruk dan perkembangan azotemia pada dosis yang
lebih tinggi. Penelitian Helbert Rondon et al tahun 2016 di Amerika serikat
menunjukan Urea efektif dan aman serta ditoleransi dengan baik untuk
pengobatan hiponatremia selama rawat inap. Penelitian sebelumnya di Eropa
menunjukkan bahwa urea meningkatkan natrium plasma sebesar 21 mEq/L pada
tujuh pasien rawat jalan dengan hiponatremia kronis selama periode 7 hari.Studi
retrospektif menunjukkan bahwa urea efektif dalam mengobati SIADH pada
pasien dengan hiponatremia karena perdarahan subaraknoid dan pada pasien
kritis. Urea biasanya diberikan secara oral,Dosis yang dianjurkan umumnya 15–30
g/hari dan dosis maksimum adalah 45 g/hari. Sebuah studi non randomised dari
kohort kecil pasien SIADH, telah menyarankan bahwa urea mungkin sebanding
dengan vaptan dalam

24
memperbaiki hiponatremia karena SIADH kronis. Urea direkomendasikan sebagai
terapi lini kedua di Eropa, meskipun penelitian lebih lanjut sedang di
lakukan.18,28,32

3.3 Komplikasi
Komplikasi utama terkait kejadian hiponatremia berat dari SIADH adalah
adalah kejadian Edema serebral,yang dapat diamati ketika osmolalitas plasma
menurun lebih cepat dari 10 mOsm/kg/jam. Hal ini dapat menyebabkan herniasi
serebral.Central pontine myelinolysis (CPM) merupakan komplikasi yang ditakuti
dari koreksi hiponatremia yang berlebihan dan terlalu cepat. Manifestasi klinis
mencakup gangguan neuron motorik atas, termasuk spastik quadriparesis dan
pseudobulbar palsy, serta gangguan mental mulai dari kebingungan hingga koma.
Risiko meningkat pada pasien dengan gagal hati, kadar kalium rendah, luka bakar
luas, dan malnutrisi. Pasien premenopause yang menjalani operasi, terutama
prosedur ginekologi atau terkait, dan mereka yang memiliki Na serum kurang dari
105 juga memiliki peningkatan risiko. Setelah CPM terjadi sebagai komplikasi,
tidak ada pengobatan yang terbukti efektif.27

25
BAB 4

Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

1. Syndrome inappropriate of antidiuretic hromone (SIADH) adalah suatu


kondisi yang menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang
berlebihan dari kelenjar hipofisis atau sumber non hipofisis.
2. Diagnosis SIADH ditegakkan dengan menggunakan kriteria Bartter dan
Schwartz yaitu adanya hipo-osmolalitas (osmolalitas plasma <280
mOsm/kg, atau kepekatan natrium plasma <135 mEq/ L), osmolalitas urin
>100 mOsm/kg, euvolemia, kadar natrium urin >40 mEq/L (walaupun
masukan/intake garam dan air normal), serta tidak didapatkan kelainan
ginjal, adrenal, kelenjar tiroid, jantung, dan hati.
3. Tatalaksana SIADH meliputi pembatasan cairan,pengobatan farmakologis
yang terdiri dari antagonis reseptor V2,demeclocycline,urea dan penting
untuk mengatasi penyakit dasar yang terjadi.

4.2 Saran

1. Perlunya ketelitian dalam menegakan diagnosis SIADH agar insiden


hiponatremia karena SIADH dapat tertataaksana dengan baik.
2. Dalam penegakan diagnosis SIADH diperlukan pemeriksaan osmolaritas
urin dan elektrolit urin secara berkala yang sampai saat ini masih
dilakukan secara terbatas di RS M.DJAMIL

26
Daftar pustaka

1. Mentrasti G, Scortichini L, Torniai M, Giampieri R, Morgese F, Rinaldi S,


Berardi R. Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion
(SIADH): optimal management. Therapeutics and Clinical Risk
Management. 2020;16:663.
2. Burst V. Etiology and epidemiology of hyponatremia. Disorders of Fluid and
Electrolyte Metabolism. 2019;52:24-35.
3. Suryatenggara AN, Astrawinata DA. Sindrom Hormon Antidiuretik Berlebih.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2018 Mar
17;18(2):134-40.
4. Goldvaser H, Rozen-Zvi B, Yerushalmi R, Gafter-Gvili A, Lahav M,
Shepshelovich D. Malignancy associated SIADH: Characterization and
clinical implications. Acta Oncologica. 2016 Oct 2;55(9-10):1190-5.
5. Runkle I, Villabona C, Navarro A, Pose A, Formiga F, Tejedor A, Poch E.
Treatment of hyponatremia induced by the syndrome of Inappropriate
antidiuretic hormone secretion: a multidisciplinary spanish algorithm.
Nefrología (English Edition). 2014 Jul 1;34(4):439-50.
6. Kleindienst A, Georgiev S, Schlaffer SM, Buchfelder M. Tolvaptan versus
fluid restriction in the treatment of hyponatremia resulting from SIADH
following pituitary surgery. Journal of the Endocrine Society. 2020
Jul;4(7):bvaa068.
7. Rondon-Berrios H, Tandukar S, Mor MK, Ray EC, Bender FH, Kleyman TR,
Weisbord SD. Urea for the Treatment of Hyponatremia. Clinical Journal of
the American Society of Nephrology. 2018 Nov 7;13(11):1627-32.
8. Gross P. Clinical management of SIADH. Therapeutic advances in
endocrinology and metabolism. 2012 Apr;3(2):61-73.
9. Gang X, Zhang Y, Pan X, Guo W, Li Z, Wang Y, Wang G. Hyponatremia:
Prevalence and characteristics in internal medicine patients in northeast of
China. Medicine. 2018 Dec 1;97(49):e13389.
10. Hannon MJ, Thompson CJ. The syndrome of inappropriate antidiuretic
hormone: prevalence, causes and consequences. European journal of
endocrinology. 2010 Jun 1;162(Suppl1):S5-12.

27
11. Ortiz-Flores AE, Araujo-Castro M, Pascual-Corrales E, Escobar-Morreale
HF. Síndrome de secreción inadecuada de hormona antidiurética. Medicine-
Programa de Formación Médica Continuada Acreditado. 2020 Oct
1;13(18):1000-6.
12. Pillai BP, Unnikrishnan AG, Pavithran PV. Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion: Revisiting a classical endocrine disorder.
Indian journal of endocrinology and metabolism. 2011 Sep;15(Suppl3):S208.
13. Shepshelovich D, Schechter A, Calvarysky B, Diker‐Cohen T, Rozen ‐Zvi B,
Gafter‐Gvili A. Medication‐induced SIADH: distribution and
characterization according to medication class. British journal of clinical
pharmacology. 2017 Aug;83(8):1801-7.
14. Gaglani B, Gupta S, Chavez O, Libardo R. Influenza as a cause of SIADH
related hyponatremia: a case report. Journal of Clinical and Diagnostic
Research: JCDR. 2017 May;11(5):OD10.
15. Iwase R, Shiba H, Gocho T, Futagawa Y, Wakiyama S, Ishida Y, Misawa T,
Yanaga K. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone due
to selective serotonin reupake inhibitors after pancreaticoduodenectomy for
carcinoma of the ampulla of Vater: case report. International Surgery.
2013;98(4):289-91.
16. Grant P, Ayuk J, Bouloux PM, Cohen M, Cranston I, Murray RD, Rees A,
Thatcher N, Grossman A. The diagnosis and management of inpatient
hyponatraemia and SIADH. European journal of clinical investigation. 2015
Aug;45(8):888-94.
17. Cuesta M, Thompson CJ. The syndrome of inappropriate antidiuresis
(SIAD). Best practice & research Clinical endocrinology & metabolism. 2016
Mar 1;30(2):175-87.
18. Lockett J, Berkman KE, Dimeski G, Russell AW, Inder WJ. Urea treatment in
fluid restriction‐refractory hyponatraemia. Clinical endocrinology. 2019
Apr;90(4):630-6.

28
19. Berardi R, Mastroianni C, Lo Russo G, Buosi R, Santini D, Montanino A, et
al. Syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone secretion in cancer
patients: results of the first multicenter Italian study. Therapeutic advances in
medical oncology. 2019 Sep;11:1758835919877725.
20. Peri A, Grohé C, Berardi R, Runkle I. SIADH: differential diagnosis and
clinical management. Endocrine. 2017 Jan;55(1):311-9.
21. Juul KV, Bichet DG, Nielsen S, Nørgaard JP. The physiological and
pathophysiological functions of renal and extrarenal vasopressin V2
receptors. American journal of physiology-renal physiology. 2014 May
1;306(9):F931- 40.
22. Pose-Reino A, Runkle de la Vega I, de Jong-Laird A, Kabra M, Lindner U.
Real-world, non-interventional, retrospective study (SAMPLE) of tolvaptan
in patients with hyponatraemia secondary to the syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion. Advances in Therapy. 2021 Feb;38(2):1055-
67.
23. Salahudeen AK, Ali N, George M, Lahoti A, Palla S. Tolvaptan in
hospitalized cancer patients with hyponatremia: A double‐blind, randomized,
placebo‐ controlled clinical trial on efficacy and safety. Cancer. 2014 Mar
1;120(5):744- 51.
24. Petereit C, Zaba O, Teber I, Lüders H, Grohé C. A rapid and efficient way to
manage hyponatremia in patients with SIADH and small cell lung cancer:
treatment with tolvaptan. BMC pulmonary medicine. 2013 Dec;13(1):1-6.
25. Berardi, R., Mastroianni, C., Lo Russo, G., Buosi, R., Santini, D., Montanino,
A et al Syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone secretion in cancer
patients: results of the first multicenter Italian study. Therapeutic advances in
medical oncology, 11, p.1758835919877725.
26. Robertson GL. Disorders of the Neurohypophysis. In: Fauci AS, Braunwald
E, et al. editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. 21 ed., San
Fransisco, McGraw-Hill, 2022; 2918–20.

29
27. Martin-Grace J, Tomkins M, O’Reilly MW, Thompson CJ, Sherlock M.
Approach to the Patient: Hyponatremia and the Syndrome of Inappropriate
Antidiuresis (SIAD). The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism.
2022 May 3.
28. Perelló-Camacho E, Pomares-Gómez FJ, López-Penabad L, Mirete-López
RM, Pinedo-Esteban MR, Domínguez-Escribano JR. Clinical efficacy of urea
treatment in syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion.
Scientific reports. 2022 Jun 17;12(1):1-7.
29. Decaux G, Musch W. Clinical laboratory evaluation of the syndrome of
inappropriate secretion of antidiuretic hormone. Clinical Journal of the
American Society of Nephrology. 2008 Jul 1;3(4):1175-84.
30. Chiu CY, Sarwal A, Munir RA, Widjaja M, Khalid A, Khanna R. Syndrome
of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) induced by long-term use of
citalopram and short-term use of naproxen. The American Journal of Case
Reports. 2020;21:e926561-1.
31. Esposito P, Piotti G, Bianzina S, Malul Y, Dal Canton A. The syndrome of
inappropriate antidiuresis: pathophysiology, clinical management and new
therapeutic options. Nephron Clinical Practice. 2011;119(1):c62-73.
32. Pierrakos C, Taccone FS, Decaux G, Vincent JL, Brimioulle S. Urea for
treatment of acute SIADH in patients with subarachnoid hemorrhage: a
single- center experience. Annals of intensive care. 2012 Dec;2(1):1-7.
33. Singh A, Dass B, Ejaz A, Bali A. Long-term Use of Demeclocycline for the
Treatment of Chronic Hyponatremia. Cureus. 2019 Dec 18;11(12).
34. Kortenoeven ML, Sinke AP, Hadrup N, Trimpert C, Wetzels JF, Fenton RA,
Deen PM. Demeclocycline attenuates hyponatremia by reducing aquaporin-2
expression in the renal inner medulla. American Journal of Physiology-Renal
Physiology. 2013 Dec 15;305(12):F1705-18.

30
1

Tinjauandan
Diagnosis Pustaka
Tatalaksana Sindrome Inappropriate of Antidiuretic Hormone

Ajat Sudrajat, Eva Decroli, Najirman, Fauzar, Roza Mulyana

Abstrak
Syndrome inappropriate of antidiuretic hormone secretion (SIADH) adalah gangguan eksresi air yang
disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menekan sekresi hormon antidiuretik (ADH) baik dari sumber hipofisis
maupun non hipofisis, ditandai dengan kadar aktivitas arginine vasopressine (AVP) yang berlebihan, hiponatremia
dan hipoosmolalitas plasma, natriuresis tinggi tanpa perubahan asupan garam dan air. Penyebab SIADH secara umum
meliputi patologi intrakranial, trauma, obat-obatan, infeksi paru dan sebagian besar sindrom paraneoplastic Diagnosis
SIADH ditegakkan dengan menggunakan kriteria Bartter dan Schwartz yaitu adanya hipo-osmolalitas (osmolalitas
plasma <280 mOsm/kg, atau kepekatan natrium plasma <135 mEq/ L), osmolalitas urin >100 mOsm/kg, euvolemia,
kadar natrium urin >40 mEq/L (walaupun masukan/intake garam dan air normal), serta tidak didapatkan kelainan
ginjal, adrenal, kelenjar tiroid, jantung, dan hati. Tatalaksana SIADH meliputi pembatasan cairan,pengobatan
farmakologis yang terdiri dari antagonis reseptor V2,demeclocycline,urea dan penting untuk mengatasi penyakit
dasar yang terjadi.

Kata kunci: SIADH, Hiponatremia ,diagnosis ,tatalaksana

Abstract
Inappropriate syndrome of antidiuretic hormone secretion (SIADH) is a water excretion disorder caused by
the body's inability to suppress the secretion of antidiuretic hormone (ADH) from both pituitary and non-pituitary
sources, characterized by excessive levels of arginine vasopressine (AVP) activity, hyponatremia and plasma
hypoosmolality, high natriuresis without changes in salt and water intake. The causes of SIADH in general include
intracranial pathology, trauma, drugs, lung infections and most paraneoplastic syndromes. The diagnosis of SIADH is
made using the Bartter and Schwartz criteria, namely the presence of hypo-osmolality (plasma osmolality <280
mOsm/kg, or plasma sodium concentration <135). mEq/L), urine osmolality >100 mOsm/kg, euvolemia, urine
sodium level >40 mEq/L (despite normal salt and water intake/intake), and no kidney, adrenal, thyroid, heart, and
liver abnormalities were found. SIADH management includes fluid restriction, pharmacological treatment consisting
of V2 receptor antagonists, demeclocycline, urea and is important to treat the underlying disease.

Keywords: SIADH,Hiponatremia,Diagnose, treatment


Affiliasi penulis : Program Studi Pendidikan berlebihan, hiponatremia dan hipoosmolalitas plasma,
Profesi Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam FK natriuresis tinggi tanpa perubahan asupan garam dan
Unand/ RSUP Dr. M. Djamil Padang. air. Penyebab SIADH secara umum meliputi patologi
Subbagian Endokrin Metabolik Diabetes Bagian intrakranial, trauma, obat- obatan, infeksi paru dan
Ilmu Penyakit Dalam FK Unand/ RSUP Dr. M. sebagian besar sindrom paraneoplastik.Tanda penting
Djamil Padang SIADH adalah hiponatremia, hipoosmolalitas serum,
Korespondensi : Jl. Perintis Kemerdekaan, RSUP dan konsentrasi natrium urin yang tinggi.1
Dr. M. Djamil Padang perkenipadang@gmail.com Hiponatremia adalah suatu keadaan dimana
Telp: 0751 – 37771 dijumpai kelebihan cairan relatif. Hal ini terjadi bila
jumlah asupan air melebihi kemampuan ekskresi dan
Pendahuluan ketidakmampuan menekan sekresi ADH, misalnya
Syndrome inappropriate of antidiuretic pada kehilangan air melalui saluran cerna, gagal
hormone secretion (SIADH) adalah gangguan jantung dan sirosis hati atau pada SIADH.
eksresi air yang disebabkan oleh ketidakmampuan Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang
tubuh menekan sekresi hormon antidiuretik (ADH) biasa ditemui dalam praktek sehari hari dan
baik dari sumber hipofisis maupun non hipofisis, biasanya
ditandai dengan kadar aktivitas arginine
vasopressine (AVP) yang
2

ditentukan oleh kadar natrium serum kurang dari 135 mendapatkan prevalensi 17,5% untuk serum Na+
meq/L.2 <135 mEq / L dengan 13% untuk ringan Na +<130
Hiponatremia pada pasien dengan keganasan
mEq / L), 4,2% untuk sedang Na+ 120–129 mEq / L,
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang
dan 0,3% untuk hiponatremia berat Na+ <120 mEq /
signifikan. Pasien dengan SIADH terkait keganasan
L.2,9
memiliki outcome yang jauh lebih buruk dari pada
Data dari beberapa penelitian yang ada
pasien dengan SIADH karena etiologi lainnya,
berasal dari studi hiponatremia, bukan dari studi yang
dilaporkan sebanyak 30% hiponatremia pada
khusus ditujukan untuk SIADH, sehingga data
keganasan terjadi karena SIADH, ditemukan pada
epidemiologi untuk SIADH belum tersaji dengan
pasien kanker paru khususnya small cell lung cancer
lengkap ,diperkirakan bahwa insiden SIADH
(SCLC), dengan prevalensi sebesar 7-16% dan 70%
meningkat seiring bertambahnya usia,pada lansia
dari semua SIADH karena keganasan disebabkan oleh
lebih berisiko mengalami hiponatremi terutama ketika
SCLC Insiden pada kanker paru lainnya lebih rendah
mereka dirawat di rumah sakit karena infeksi saluran
sebesar 0,4% - 2%. Pada tumor kepala dan leher
pernapasan dan Sistem saraf pusat seperti pneumonia
prevalensi SIADH sebesar 3%. Gambaran klinis
atau meningitis. 11,12
hiponatremia terkait dengan tumor harus dicari terkait
sekresi AVP ektopik oleh sel kanker.Regresi tumor
Patofisiologi
karena pengobatan yang baik dapat menormalkan
ADH disekresi oleh hipofisis posterior
konsentrasi AVP plasma.4
(disebut neurohipofisis). Hipofisis posterior bukanlah
Pertimbangan pertama dalam pengelolaan
kelenjar tertentu, melainkan berupa ujung akson sel
SIADH adalah mengobati penyebab yang mendasari
saraf besar (magnocellular neuron) nukleus para
dan penilaian apakah pasien menunjukkan gejala
ventrikular dan supraoptik hipotalamus. Akson
ataupun asimtomatik. Pengobatan utama untuk
nukleus supraoptik akan bergabung dengan akson
sebagian besar pasien SIADH adalah pembatasan
nukleus paraventrikular, menuju ke arah infundibulum
cairan.Pada kasus dimana didapatkan hiponatremia
dan berakhir di hipofisis posterior (Gambar 1).3,26
berat atau simptomatik, larutan garam hipertonik
adalah pengobatan pilihan.4,5
Mengingat dampak klinis yang cukup berat
serta seringkali luput dari perhatian maka penting
untuk mendiagnosis SIADH dengan tepat,
berdasarkan latar belakang diatas maka disusunlah
tinjauan kepustakaan tentang Diagnosis dan
Tatalaksana SIADH.

Epidemiologi
Prevalensi keseluruhan untuk hiponatremia
lebih banyak ditemukan dengan serum Na+ <126
mEq / L dan <116 mEq/L adalah 6,2% dan 1,2%.
Penelitian Gang et all tahun 2018 Dalam populasi
Asia menyatakan bahwa usia diidentifikasi sebagai
faktor risiko independen yang kuat.Penelitian Hoorn
et al yang menindaklanjuti semua pasien Gambar 1. Anatomi magnocellular neuron
hiponatremia selama 3 bulan di rumah sakit hipotalamus yang membentuk hipofisis 26
universitas Rotterdam,hiponatremia dengan kadar
serum Na+ ADH dibuat di retikulum endoplasma
≤135 mEq / L, ditemukan pada 30% dari 2.907 pasien nucleus paraventrikular dan supraoptik dalam bentuk
sementara hiponatremia berat Na+ <125 mEq / L prekursor polipeptida, selanjutnya dibawa ke aparatus
ditemukan pada 2,6%.Analisis epidemiologi Golgi untuk diproses lebih lanjut. Bentuk akhir dari
hiponatremia terbaru tahun 2018 mengamati 154.378 hormon ini adalah nonapeptida tertentu dengan ikatan
pasien selama interval 5 tahun di rumah sakit disulfida, dan dikemas dalam granul yang akan
pendidikan di Beijing (China) berjalan sepanjang akson hingga mencapai hipofisis
posterior 3,26.
3

Setelah disekresi di hipofisis posterior, ADH demikian,peningkatan sekresi ADH baru terjadi
masuk aliran darah,dan berikatan dengan reseptor V2 apabila terdapat perubahan volume atau tekanan darah
yang terletak di basolateral tubulus koligen sebesar 10–15%.26
ginjal.Ikatan antara ADH dengan reseptor V2 akan
mengaktifkan G-protein, dan meningkatkan cyclic Patogenesis SIADH
adenosine monophosphate (cAMP) intrasel. Hormon anti diuretik diproduksi oleh
selanjutnya akan merangsang pembuatan aquaporine hipotalamus sebagai respon terhadap peningkatan
2 (AQP2) dan perpindahan AQP2 dari sitoplasma sel osmolalitas serum. ADH berjalan dari hipotalamus ke
tubulus koligen ke bagian apikal . AQP2 berfungsi kelenjar pituitari posterior kemudian dilepaskan ke
sebagai saluran air di membran sel, sehingga air dapat sistem sirkulasi,selanjutnya
bergerak mengikuti gradien osmotik. Osmosis terjadi berikatan dengan reseptor V2 pada tubulus
dari lumen tubulus ke dalam selnya, kemudian dari sel convulated distal di ginjal. Ikatan ADH terhadap
tersebut ke interstisial (melalui AQP3 dan reseptor ini menyebabkan aquaporin-2 channels
AQP4),selanjutnya dari interstisial ke dalam sirkulasi. menjauhi sitoplasma kedalam membran apikal
(Gambar 2).3 tubulus. Aquaporin-2 channels menyebabkan air
direabsorbsi dan diedarkan ke pembuluh darah. Air
yang direabsorbsi ulang ke dalam sistem sirkulasi
menurunkan serum osmolalitas.turunnya serum
osmolalitas dideteksi oleh hipotalamus mengakibatkan
penurunan produksi ADH. Perubahan utama yang
terjadi pada SIADH adalah gangguan pada
mekanisme negative feedback. Hal ini
menyebabkan produksi ADH secara terus menerus.
Produksi ADH secara terus menerus ini menyebabkan
hiponatremi dan kadar natrium urin yang tinggi.16
Pada keadaan normal kadar ADH sangat
rendah bila osmolalitas plasma dibawah 280
Gambar 2. Pengaruh ADH terhadap volume air kemih mosmol/kg, sehingga memungkinkan terjadinya
3,26
eksresi air . Terdapat empat kategori SIADH, yang dapat
diklasifikasikan menurut pola sekresi AVP (Gambar
Sekresi ADH terutama diatur oleh 3).17
osmolalitas cairan ekstrasel. Osmolalitas dipengaruhi
oleh reseptor osmosa yang teraktifasi saat osmolalitas
plasma melewati kadar normal,reseptor osmosa
terletak di hipotalamus anterior dari ventrikel
ketiga.Ketika osmolalitas melebihi 280 mOsm/kg,
reseptor osmosa akan teraktifasi untuk mensekresikan
ADH.Hubungan antara kadar ADH dengan
osmolalitas plasma bersifat linear.Sekresi ADH juga
dipengaruhi oleh volume cairan tubuh dan tekanan
darah. Untuk mengatur volume dan tekanan, terdapat
baroreseptor arteri bertekanan tinggi (high- pressure Gambar 3.Pola sekresi AVP abnormal pada
arterial baroreceptor) di sinus karotikus dan arkus SIADH.17
aortikus, serta reseptor volume bertekanan rendah
(low-pressure volume receptor) di atrium jantung Tipe A adalah pola sekresi AVP abnormal
sistem vena pulmonal. Rangsangan terhadap reseptor yang paling umum (40%). ditandai dengan
tersebut akan mengawali respons pembuluh darah peningkatan kadar ADH yang tidak responsif terhadap
jantung. Ketika terjadi penurunan tekanan darah atau deviasi osmotik,Kadar ADH plasma seringkali di atas
volume sirkulasi, Reseptor akan mengirimkan sinyal normal, sehingga osmolalitas urin biasanya sangat
ke hipotalamus untuk mensekresi ADH, sehingga tinggi, Kadar hormon yang tinggi di atas kisaran
terjadi penahanan air. Walaupun fisiologis menunjukkan sekresi ADH ektopik paling
sering oleh karsinoma bronkogenik, small cell lung
tumor yang dapat
4

mensintesis dan mengeluarkan AVP bioaktif Sekresi Etiologi


AVP plasma sama sekali tidak diatur dalam SIADH Obat – obatan
Tipe A dengan hilangnya hubungan fisiologis yang Sejumlah obat yang terkait dengan SIADH
erat antara AVP plasma dan osmolalitas plasma. 17 diketahui dapat meningkatkan pelepasan atau efek
Tipe B adalah Pola sekresi AVP kedua yang ADH, Karbamazepin dan Oksikarbazepin dapat
umum, ditandai dengan ambang osmotik yang lebih meningkatkan sensitivitas terhadap ADH.
rendah untuk sekresi AVP. Ambang batas diatur ke Klorpropamid meningkatkan jumlah reseptor V2 di
tingkat yang lebih rendah dibandingkan fisiologis tubulus pengumpul di ginjal
normal. Jika osmolalitas plasma meningkat, hubungan .Penelitian yang dilakukan oleh Shepshelovich et al
linier antara osmolalitas plasma dan konsentrasi AVP menemukan bahwa 82,3% kasus SIADH yang terkait
plasma dipertahankan, tetapi dengan ambang osmotik obat dikaitkan dengan lima agen kelas pengobatan
yang diturunkan untuk pelepasan AVP. Natrium yaitu, antidepresan, antikonvulsan, antipsikotik, agen
plasma tetap stabil pada tingkat yang lebih rendah, sitotoksik, dan obat nyeri. Kelas pengobatan yang
biasanya antara 125 dan 135 mmol / l. Namun, karena paling umum terkait dengan SIADH pada penelitian
sekresi AVP tersupresi pada osmolalitas plasma di tersebut adalah antidepresan, selective serotonin
bawah ambang batas, intake cairan kadang-kadang reuptake inhibitor (SSRI) merupakan antidepresan
akan menekan sekresi AVP. 17 paling umum yang dilaporkan sebagai etiologi
Tipe C adalah bentuk SIADH yang langka SIADH. Penelitian lainnya melaporkan korelasi kuat
dengan pola sekresi AVP yang tidak biasa.Pada antara penggunaan SSRI dengan hiponatremia,
osmolalitas plasma di atas ambang batas >284 terutama di antara pasien lansia, dengan prevalensi
mOsm/kg, hubungan linier antara AVP plasma dan hingga 32%. Demikian pula, karbamazepin
osmolalitas plasma dipertahankan. Namun, antikonvulsan umum yang terkait dengan SIADH
osmolalitas plasma yang rendah tidak menekan dilaporkan angka kejadian cukup banyak, daftar obat
sekresi AVP, kemungkinan karena disfungsi neuron yang menyebabkan SIADH dapat dilihat pada tabel
penghambat di hipotalamus, sehingga konsentrasi 2.1 8,13,15
AVP plasma yang rendah selalu terdeteksi di dalam
plasma. Meskipun jenis ini telah didokumentasikan Gangguan sistem saraf pusat
dalam literatur, kejadiannya sangat langka.17 Penyakit seperti stroke, infeksi,
Tipe D adalah varian SIADH yang sangat trauma,perdarahan, dan psikosis menyebabkan
langka, terbatas pada laporan kasus. Pasien peningkatan ADH. 12
mengalami hiponatremia yang memenuhi kriteria
klinis untuk diagnosis SIADH, tetapi konsentrasi AVP Keganasan
plasma tidak terdeteksi. SIADH tipe D dapat
dijelaskan dengan sekresi zat antidiuretik tak dikenal Keganasan paling umum yang dilaporkan
oleh sel tumor, yang tidak terdeteksi dalam tes untuk terkait dengan SIADH adalah kanker paru sel kecil
vasopresin atau dengan mutasi gain-of-function di (SCLC), dengan SIADH klinis dilaporkan pada 11-
mana terjadi aktivasi reseptor V2 secara terus menerus 12% kasus, dan 46% dari SIADH
subklinis.Vasopresin plasma ditemukan meningkat
.17
pada 70% pasien dengan SCLC. Namun, SCLC hanya
mewakili sebagian kecil dari pasien kanker. SIADH
Manifestasi klinis
telah dilaporkan dalam banyak jenis keganasan,
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh
Pasien kanker memiliki banyak kemungkinan etiologi
SIADH bervariasi. Gejala awalnya bisa asimtomatik
untuk SIADH selain keganasan aktif. Banyak obat anti-
dan juga tidak terdeteksi. Namun gejala hiponatremia
neoplastik, baik rejimen kemoterapi klasik dan
yang dapat dirasakan pasien mencakup hilangnya
modern, terapi target telah terlibat dalam SIADH,
nafsu makan, kebingungan, mual, keram otot,
kelemahan, depresi, iritabilitas, kelelahan, gangguan melalui mekanisme yang berbeda.4,19,25
memori, dan perilaku ganjil. Selain itu dapat dijumpai
adanya, hipotermia, muntah, muntah termor, kejang, Tindakann bedah mayor
stupor, koma, edema, dan gangguan keseimbangan.16 Prosedur pembedahan mayor, yang meliputi
pembedahan thoraks dan abdominal, dapat
menyebabkan hipersekresi ADH, yang dimediasi oleh
rangsangan aferen nyeri. Pembedahan hipofisis juga
dikaitkan dengan
5

pelepasan ADH yang tidak tepat. Namun, Tabel 1. Kriteria diagnosis SIADH.6,11,19
hiponatremia setelah operasi hipofisis juga dapat
Kriteria utama
disebabkan oleh defisiensi kortisol dan Cerebral
salt wasting (CSW).kerusakan otak karena anestesi, 1. Evulomeia klinis yang didefinisikan
disfungsi jantung atau ginjal, nyeri, dan penggunaan sebagai tidak ditemukan hipovolemia
obat telah dilaporkan sebagai penyebab SIADH (orthostasis, takikardi, penurunan turgor
setelah operasi.12,16 kulit, membran mukosa kering) atau
hipervolemia (edema subkutan, asites)
Penyakit paru 2. Penurunan osmolalitas efektif dari cairan
ekstraseluler (Posm < 275 mOsm/kg H20)
Pneumonia dapat menyebabkan SIADH
3. Konsenstrasi urin abnormal (Uosm > 100
dengan mekanisme yang tidak diketahui. Penyakit paru
mOsm/kg H20 dengan fungsi ginjal
lain yang dapat menyebabkan SIADH adalah asma
normal)
bronkial, tuberkulosis paru ,atelektasis, gagal napas
akut, dan pneumotoraks, namun jarang terjadi 12 4. Peningkatan ekskresi sodium urin (>20-30
mmol/l) dengan intake garam dan air
Genetik normal
Dua sindrom genetik, yaitu pertama gen 5. Tidak ditemukan penyebab
mempengaruhi reseptor V2 di ginjal yang disebut hipoosmolalitas euvolemia seperti
sindrom nefrogenik dan yang ke dua gen yang hipotiroid, hipokortisol dan
mempengaruhi pengaturan osmolalitas di hipotalamus penggunaan suplemen diuretik
yang disebut sindrom hipotalamus.Pada sindrom Kriteria tambahan
nefrogenik, terjadi
mutasi gain-of-function pada gen reseptor V2,
yang terletak pada kromosom X,reseptor vasopresin 1. Pemeriksaan water load yang abnormal
V2 bertanggung jawab atas reabsorpsi air di duktus (ketidakmampuan untuk ekskresi minimal
kolektikus ginjal yang menyebabkan aktivasi reseptor 90% dari 20ml/kg water load dalam
yang terus-menerus menyebabkan penyerapan air waktu 4 jam
yang berlebihan dan hiponatremia yang pada 2. Kadar plasma AVP meningkat secara
gilirannya resisten terhadap antagonis reseptor relatif terhadap osmolalitas plasma
vasopresin. 3. Tidak didapatkan perbaikan serum Na+
Pada sindrom hipotalamus, terjadi mutasi dengan volume expansion namun
pada gen transient receptor potential vanilloid type meningkat setelah dilakukan restriksi
4 (TRPV4) yang berfungsi mengatur mekanisme cairan
osmolalitas sentral di hipotalamus,sehingga Hilangnya
fungsi polimorfisme non synonymous pada gen ini Untuk mendiagnosis SIADH merupakan
memengaruhi pengaturan osmolalitas sentral di tantangan tersendiri karena tidak ada pemeriksaan
hipotalamus yang memberikan dampak pada pasti. Seringkali,pertama kali dicurigai karena kadar
kemampuan tubuh untuk merespon keadaan hipo- natrium serum rendah yang abnormal ditemukan
osmolalitas terganggu, sehingga supresi pelepasan selama pemeriksaan kimia darah rutin untuk kondisi
ADH dengan adanya hipo osmolalitas tidak terjadi lain ,alur pendekatan diagnosis hiponatremia terkait
.12,21 SIADH di jelaskan dalam (Gambar 4).

Diagnosis
Gambaran utama SIADH adalah
hiponatremia (kadar natrium plasma <134 mmol/L
atau 135 mEq/L). Walaupun demikian, banyak
keadaan atau kelainan lain yang menimbulkan
hiponatremia. Untuk membedakan SIADH dengan
penyebab hiponatremia yang lain, patokan Bartter dan
Schwartz2 (Tabel 1) 6,11
6

menyebabkan penurunan kadar natrium sebesar 2,4


mEq/L. 3
Jika hiponatremia terjadi bersama dengan
plasma hipoosmol (<280 mOsm/kg), langkah
selanjutnya adalah menentukan osmolalitas air kemih
dan status volume cairan tubuh.SIADH dapat
diuraikan apabila osmolalitas air kemih >100
mOsm/kg disertai dengan status volume cairan tubuh
yang normal (euvolemia). Status volume cairan tubuh
dinilai secara klinis. Dalam keadaan hipervolemia,
dapat dijumpai edema atau asites, sedangkan di
hipovolemia didapatkan hipotensi postural. Pada
SIADH tidak terjadi gangguan volume cairan tubuh,
sehingga secara klinis tidak didapatkan asites atau
hipotensi postural.3
Langkah selanjutnya adalah
menyingkirkan keadaan lain yang serupa dengan
gambaran SIADH, yaitu antara lain: penurunan fungsi
ginjal (insufisiensi renal),hipotiroid, atau kekurangan
glukokortikoid. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan
jasmani, serta pemeriksaan penunjang lain untuk
menyingkirkan kemungkinan tersebut. Apabila
kelainan tersebut dapat disingkirkan, dan kadar
natrium air kemih
Gambar 4.Pendekatan Diagnosis Hiponatremia 3 >25 mEq/L, maka diagnosis SIADH dapat
ditetapkan.3
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk Kelainan dengan gambaran klinik dan
diagnosis SIADH, tetapi pada kasus hiponatremia laboratorik yang hampir serupa dengan SIADH,
yang berat dan bergejala, pasien memerlukan seperti cerebral salt wasting (CSW) dan kekurangan
pengobatan sebelum hasil uji laboratorium dapat glukokortikoid, dapat mempersulit penetapan
diperoleh. Selain itu, hasil uji laboratorium harus diagnosis. Penting untuk dapat menetapkan diagnosis
selalu ditempatkan dalam konteks riwayat klinis dengan tepat, karena setiap kelainan memiliki
pasien.17 penatalaksanaan yang berbeda. CSW adalah
Langkah pertama untuk menilai hiponatremia hiponatremia yang sering terjadi di pasien dengan
adalah menentukan osmolalitas plasma. Hiponatremia cedera SSP. Ditandai dengan natriuresis berat, yang
disertai plasma yang hiperosmol (>280 mOsm/kg) lebih lanjut menyebabkan penurunan volume sirkulasi
dapat disebabkan oleh hiperglikemia, dan hiponatremia. Status volume sirkulasi seringkali
hiperproteinemia, atau hiperlipidemia. Kadar protein tidak mudah dinilai secara klinis, sehingga CSW sulit
atau lemak (lipid) yang tinggi di dalam serum akan dibedakan dengan SIADH. Diagnosis CSW hanya
mengurangi komposisi air di dalam serum. Natrium dapat ditetapkan apabila didapatkan beberapa dari
hanya larut dalam air, maka penurunan kadar air keadaan di bawah ini, yaitu penurunan tekanan vena
dalam serum akan menyebabkan penurunan kadar jugularis kurang dari 5 cmH2O, penurunan volume
natrium yang terukur,keadaan ini disebut plasma, peningkatan angka banding BUN/kreatinin,
pseudohiponatremia. Kadar natrium serum peningkatan hematokrit dan kadar plasma protein.8
diperkirakan akan turun sebesar 0,002 mEq/L tiap Kekurangan glukokortikoid adalah kelainan
peningkatan 1 mg/dL lipid, dan turun sebesar 0,25 yang disebabkan oleh ACTH berkurang. ACTH
mEq/L tiap peningkatan kadar protein 1 mg/dL di atas merupakan hormon yang dihasilkan oleh hipofisis
8 mg/dl. Zat seperti glukosa, manitol, dan sukrosa anterior. Homon ini bekerja di kawasan glomerulosa
akan menarik air intrasel, meningkatkan volume kelenjar adrenal, tempat pembuatan hormon
cairan ekstrasel, sehingga menyebabkan hiponatremia. glukokortikoid khususnya kortisol. Kortisol
Ditemukan juga bahwa kenaikan kadar glukosa 100 diperlukan tubuh dalam proses pembuangan air,
mg/dL di atas normal akan
7

sehingga kekurangan kortisol akan berujung di L dalam 48 jam. Tujuan pengobatan adalah untuk
penahanan air dan hiponatremia. Karena penahanan memperbaiki gejala dan mendapatkan kadar natrium
air dan hiponatremia juga terjadi di SIADH, maka yang aman yaitu 120–125 mmol / L. saline hipertonik
kadang sulit untuk membedakan kekurangan ACTH dapat dipertimbangkan dan akan memerlukan rawat
dengan SIADH. Untuk membantu menetapkan inap ke unit perawatan intensif. Algoritma
diagnosis, dapat diperiksa serum kortisol. Pasien penatalaksanaan dapat dilihat pada (Gambar
dengan kekurangan ACTH memiliki kadar serum 5).Apabila pembatasan cairan tidak berhasil,
kortisol rendah.20 hiponatremia dapat diatasi dengan pemberian terapi
Beberapa penelitian (Fenske et al. 2010; farmakologis seperti: Demeclocycline,antagonis
Tandu et al. 2006) menjelaskan bahwa diagnosis reseptor V2 dan urea.
SIADH sering terlewatkan atau dibuat secara keliru. 16,27
Sehingga diagnosis SIADH harus dilakukan secara
hati-hati dengan mengikuti langkah-langkah diagnosis
banding (Gambar 3.2).Jika keadaan klinis
memerlukan intervensi segera meskipun data yang
tersedia tidak lengkap, diagnosis kerja tetap harus
dicari segera setelah semua data lengkap.1,20

Tatalaksana
Pertimbangan pertama dalam pengobatan
SIADH adalah penilaian apakah pasien bergejala atau
asimtomatik,kemudian tatalaksana keadaan patologi
yang mendasari misalnya pada kasus keganasan,
hiponatremia akan membaik dengan pengobatan
kemoterapi.Hiponatremia yang terjadi karena
metastasis dalam otak,dapat diatasi dengan pemberian
kortikosteroid dan pengobatan radiasi Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan
.Di samping itu, penting untuk menghentikan SIADH.1,27
penggunaan obat yang dapat memicu SIADH
terjadi.3,31
Pengobatan dengan Antagonis respetor
Pengobatan hiponatremia bergantung tingkat
Vasopresin 2
keparahan gejala yang timbul. Pengobatan utama untuk
Saat ini tersedia obat yang bekerja selektif
hiponatremia ringan (kadar natrium serum >125
sebagai antagonis V2, yaitu golongan vaptan.Vaptan
mEq/L) adalah pembatasan cairan yang merupakan
menghalangi reabsorpsi air di tubulus ginjal tanpa
terapi lini pertama dalam semua kasus SIADH.Jika
mempengaruhi pembuangan zat terlarut, sehingga
hiponatremia telah berlangsung lebih dari 48 jam dan
disebut sebagai akuaretik.Beberapa jenis antagonis V2
asimtomatik, restriksi cairan awal dapat dimulai pada
adalah: Tolvaptan, lixivaptan, Mozavaptan, dan
800–1200 mL per 24 jam, dan kemudian dititrasi
Satavaptan. Vaptan sangat bermanfaat bagi pasien
hingga 500 mL di bawah volume keluaran urin harian.
dengan SIADH kronis yang tidak dapat diatasi dengan
Hiponatremia akut dan berat dengan onset kurang dari
pembatasan cairan dan suplementasi garam.6,23
48 jam, natrium serum <120 mmol / L dan bergejala,
Antagonis reseptor V2 merupakan terapi
termasuk perubahan kondisi mental dan kejang,
yang paling sering digunakan. Di Eropa,telah
memerlukan pemberian saline hipertonik dengan
digunakan sejak disetujui pada tahun 2009. Sebelum
pengawasan yang ketat dan memerlukan perawatan
memulai terapi,penting untuk menghilangkan restriksi
intensif di rumah sakit.16
cairan dan memastikan bahwa pasien dapat minum
Demielinisasi serebral dapat terjadi jika
sebagai respons terhadap rasa haus, karena koreksi
natrium serum meningkat terlalu cepat pasca
hiponatremia dapat terjadi secara cepat. Pemberian
pemberian saline hipertonik. Oleh karena itu,
tolvaptan dimulai dengan dosis 15-30 mg, secara oral,
peningkatan natrium serum tidak boleh melebihi
sekali sehari, dan natrium serum harus dipantau 6 jam
tingkat 10 mmol / L dalam 24 jam, atau 18 mmol /
setelah memulai pengobatan untuk menyingkirkan
koreksi yang terlalu cepat
8

penggunaan tidak lebih dari 30 hari dan menyarankan bahwa urea mungkin sebanding dengan
merekomendasikan penghentian tolvaptan pada pasien vaptan dalam memperbaiki hiponatremia karena
dengan gejala gangguan fungsi hepar 8,23 SIADH kronis. Urea direkomendasikan sebagai terapi
Uji klinis double-blind acak terkontrol yang lini kedua di Eropa, meskipun penelitian lebih lanjut
dilakukan oleh Salahudeen et al tahun 2014 pada sedang di lakukan.18,28,32
pasien SIADH karena keganasan membuktikan
keunggulan tolvaptan dalam pengobatan Komplikasi
hiponatremia. Petereit et al tahun 2013 melaporkan Komplikasi utama terkait kejadian
tolvaptan dapat memungkinkan pasien SCLC dapat hiponatremia berat dari SIADH adalah adalah
dilakukan kemoterapi dengan baik dan peningkatan kejadian Edema serebral,yang dapat diamati ketika
angka mortalitas, penelitian multisenter di Italia tahun osmolalitas plasma menurun lebih cepat dari 10
2019, tolvaptan dalam pengobatan SIADH terkait mOsm/kg/jam. Hal ini dapat menyebabkan herniasi
kanker dapat meningkatkan kelangsungan hidup serebral.Central pontine myelinolysis (CPM)
secara keseluruhan dan mengurangi lama rawat inap merupakan komplikasi yang ditakuti dari koreksi
.24,25 hiponatremia yang berlebihan dan terlalu cepat.27
Pengobatan dengan Demeclocycline
Demeclocycline adalah derivat tetrasiklin Kesimpulan
yang mempunyai mekanisme kerja dengan Syndrome inappropriate of antidiuretic
mengurangi ekspresi aquaporin-2 (AQP-2) di medula hromone (SIADH) adalah kondisi yang
ginjal. Dilisensikan di Britania Raya sebagai menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik (ADH)
pengobatan hiponatremia yang terkait dengan SIADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis atau sumber
sekunder akibat keganasan, di mana restriksi cairan non hipofisis.Diagnosis.ditegakkan menggunakan
tidak efektif, dan pasien tidak menderita sirosis hati kriteria Bartter dan Schwartz yaitu adanya hipo-
dan gangguan ginjal. dimulai dengan dosis 150 mg osmolalitas (osmolalitas plasma
tiga kali sehari, dinilai setelah 3 hari dan ditingkatkan <280 mOsm/kg, atau kepekatan natrium plasma
jika perlu. studi kasus oleh Amardeep Singh et al <135 mEq/ L), osmolalitas urin >100 mOsm/kg,
tahun 2019 menemukan bahwa pemberian euvolemia, kadar natrium urin >40 mEq/L (walaupun
demeclocycline 300 mg 2x sehari selama 6 bulan masukan/intake garam dan air normal), serta tidak
pada pasien hiponatremia yang sulit dikelola terkait didapatkan kelainan ginjal, adrenal, kelenjar tiroid,
dengan SIADH dengan etiologi yang tidak jelas jantung, dan hati.Tatalaksana SIADH meliputi
menunjukkan keberhasilan pengelolaan pembatasan cairan,pengobatan farmakologis yang
hiponatremia.Namun, respon pasien terhadap terdiri dari antagonis reseptor
demeclocycline tidak dapat diprediksi,dan onsetnya V2,demeclocycline,urea dan penting untuk
lambat.efek samping hepatotoksik dan nefrotoksik mengatasi penyakit dasar yang terjadi.
belum diketahui dengan jelas 16,33,34

Urea DAFTAR PUSTAKA

Urea meningkatkan clearance free water 1. Mentrasti G, Scortichini L, Torniai M,


dan menurunkan natriuresis, yang menyebabkan Giampieri R, Morgese F, Rinaldi S, Berardi
peningkatan konsentrasi natrium plasma. Penelitian R. Syndrome of inappropriate antidiuretic
Helbert Rondon et al tahun 2016 di Amerika serikat hormone secretion (SIADH): optimal
menunjukan Urea efektif dan aman serta ditoleransi management. Therapeutics and Clinical Risk
dengan baik untuk pengobatan hiponatremia selama Management. 2020;16:663.
rawat inap.Studi retrospektif menunjukkan bahwa 2. Burst V. Etiology and epidemiology of
urea efektif dalam mengobati SIADH pada pasien hyponatremia. Disorders of Fluid and
dengan hiponatremia karena perdarahan subaraknoid Electrolyte Metabolism. 2019;52:24-35.
dan pada pasien kritis. Urea biasanya diberikan secara 3. Suryatenggara AN, Astrawinata DA. Sindrom
oral,Dosis yang dianjurkan umumnya 15–30 g/hari Hormon Antidiuretik Berlebih. Indonesian
dan dosis maksimum adalah 45 g/hari. Sebuah studi Journal of Clinical Pathology and Medical
non randomised dari kohort kecil pasien SIADH, Laboratory. 2018 Mar 17;18(2):134- 40.
telah 4. Goldvaser H, Rozen-Zvi B, Yerushalmi R,
9

Gafter-Gvili A, Lahav M, Shepshelovich D. 14. Gaglani B, Gupta S, Chavez O, Libardo R.


Malignancy associated SIADH: Influenza as a cause of SIADH related
Characterization and clinical implications. Acta hyponatremia: a case report. Journal of Clinical
Oncologica. 2016 Oct 2;55(9-10):1190- and Diagnostic Research: JCDR. 2017
5. May;11(5):OD10.
5. Runkle I, Villabona C, Navarro A, Pose A, 15. Iwase R, Shiba H, Gocho T, Futagawa Y,
Formiga F, Tejedor A, Poch E. Treatment of Wakiyama S, Ishida Y, Misawa T, Yanaga K.
hyponatremia induced by the syndrome of Syndrome of inappropriate secretion of
Inappropriate antidiuretic hormone secretion: a antidiuretic hormone due to selective serotonin
multidisciplinary spanish algorithm. Nefrología reupake inhibitors after
(English Edition). 2014 Jul 1;34(4):439-50. pancreaticoduodenectomy for carcinoma of the
6. Kleindienst A, Georgiev S, Schlaffer SM, ampulla of Vater: case report. International
Buchfelder M. Tolvaptan versus fluid restriction Surgery. 2013;98(4):289-91.
in the treatment of hyponatremia resulting from 16. Grant P, Ayuk J, Bouloux PM, Cohen M,
SIADH following pituitary surgery. Journal of Cranston I, Murray RD, Rees A, Thatcher N,
the Endocrine Society. 2020 Jul;4(7):bvaa068. Grossman A. The diagnosis and management of
7. Rondon-Berrios H, Tandukar S, Mor MK, Ray inpatient hyponatraemia and SIADH. European
EC, Bender FH, Kleyman TR, Weisbord SD. journal of clinical investigation. 2015
Urea for the Treatment of Hyponatremia. Aug;45(8):888-94.
Clinical Journal of the American Society of 17. Cuesta M, Thompson CJ. The syndrome of
Nephrology. 2018 Nov 7;13(11):1627-32. inappropriate antidiuresis (SIAD). Best practice
8. Gross P. Clinical management of SIADH. & research Clinical endocrinology &
Therapeutic advances in endocrinology and metabolism. 2016 Mar 1;30(2):175-87.
metabolism. 2012 Apr;3(2):61-73. 18. Lockett J, Berkman KE, Dimeski G, Russell AW,
9. Gang X, Zhang Y, Pan X, Guo W, Li Z, Wang Y, Inder WJ. Urea treatment in fluid restriction‐
Wang G. Hyponatremia: Prevalence and refractory hyponatraemia. Clinical
characteristics in internal medicine patients in endocrinology. 2019 Apr;90(4):630-6.
northeast of China. Medicine. 2018 Dec 19. Berardi R, Mastroianni C, Lo Russo G, Buosi R,
1;97(49):e13389. Santini D, Montanino A, et al. Syndrome of
10. Hannon MJ, Thompson CJ. The syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone secretion in
inappropriate antidiuretic hormone: prevalence, cancer patients: results of the first multicenter
causes and consequences. European journal of Italian study. Therapeutic advances in medical
endocrinology. 2010 Jun 1;162(Suppl1):S5-12. oncology. 2019 Sep;11:1758835919877725.
11. Ortiz-Flores AE, Araujo-Castro M, Pascual- 20. Peri A, Grohé C, Berardi R, Runkle I. SIADH:
Corrales E, Escobar-Morreale HF. Síndrome de differential diagnosis and clinical management.
secreción inadecuada de hormona antidiurética. Endocrine. 2017
Medicine-Programa de Formación Médica Jan;55(1):311-9.
Continuada Acreditado. 2020 Oct 21. Juul KV, Bichet DG, Nielsen S, Nørgaard JP.
1;13(18):1000-6. The physiological and pathophysiological
12. Pillai BP, Unnikrishnan AG, Pavithran PV. functions of renal and extrarenal vasopressin V2
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone receptors. American journal of physiology-renal
secretion: Revisiting a classical endocrine physiology. 2014 May 1;306(9):F931-40.
disorder. Indian journal of endocrinology and 22. Pose-Reino A, Runkle de la Vega I, de Jong-
metabolism. 2011 Sep;15(Suppl3):S208. Laird A, Kabra M, Lindner U. Real-world, non-
13. Shepshelovich D, Schechter A, Calvarysky B, interventional, retrospective study (SAMPLE) of
Diker‐Cohen T, Rozen‐Zvi B, Gafter‐Gvili tolvaptan in patients with hyponatraemia
A. Medication‐induced SIADH: distribution secondary to the syndrome of inappropriate
and characterization according to medication antidiuretic hormone secretion. Advances in
class. British journal of clinical pharmacology. Therapy. 2021 Feb;38(2):1055-67.
2017 Aug;83(8):1801-7. 23. Salahudeen AK, Ali N, George M, Lahoti A,
Palla S. Tolvaptan in hospitalized cancer
10

patients with hyponatremia: A double‐blind, 32. Pierrakos C, Taccone FS, Decaux G, Vincent JL,
randomized, placebo‐controlled clinical trial on Brimioulle S. Urea for treatment of acute
efficacy and safety. Cancer. 2014 Mar SIADH in patients with subarachnoid
1;120(5):744-51. hemorrhage: a single-center experience. Annals
24. Petereit C, Zaba O, Teber I, Lüders H, Grohé of intensive care. 2012 Dec;2(1):1-7.
C. A rapid and efficient way to manage 33. Singh A, Dass B, Ejaz A, Bali A. Long-term Use
hyponatremia in patients with SIADH and small of Demeclocycline for the Treatment of Chronic
cell lung cancer: treatment with tolvaptan. BMC Hyponatremia. Cureus. 2019 Dec 18;11(12).
pulmonary medicine. 2013 Dec;13(1):1-6. 34. Kortenoeven ML, Sinke AP, Hadrup N,
25. Berardi, R., Mastroianni, C., Lo Russo, G., Trimpert C, Wetzels JF, Fenton RA, Deen PM.
Buosi, R., Santini, D., Montanino, A et al Demeclocycline attenuates
Syndrome of inappropriate anti-diuretic hyponatremia by reducing aquaporin-2
hormone secretion in cancer patients: results of expression in the renal inner medulla. American
the first multicenter Italian study. Journal of Physiology-Renal Physiology. 2013
Therapeutic advances in medical oncology, Dec 15;305(12):F1705-18.
11, p.1758835919877725.

26. Robertson GL. Disorders of the


Neurohypophysis. In: Fauci AS, Braunwald E,
et al. editors. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 21 ed., San Fransisco, McGraw-Hill,
2022; 2918–20.
27. Martin-Grace J, Tomkins M, O’Reilly MW,
Thompson CJ, Sherlock M. Approach to the
Patient: Hyponatremia and the Syndrome of
Inappropriate Antidiuresis (SIAD). The Journal
of Clinical Endocrinology & Metabolism. 2022
May 3.
28. Perelló-Camacho E, Pomares-Gómez FJ, López-
Penabad L, Mirete-López RM, Pinedo-Esteban
MR, Domínguez-Escribano JR. Clinical efficacy
of urea treatment in syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion. Scientific
reports. 2022 Jun 17;12(1):1-7.
29. Decaux G, Musch W. Clinical laboratory
evaluation of the syndrome of inappropriate
secretion of antidiuretic hormone. Clinical
Journal of the American Society of Nephrology.
2008 Jul 1;3(4):1175-84.
30. Chiu CY, Sarwal A, Munir RA, Widjaja M,
Khalid A, Khanna R. Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone (SIADH) induced by long-
term use of citalopram and short-term use of
naproxen. The American Journal of Case
Reports. 2020;21:e926561- 1.
31. Esposito P, Piotti G, Bianzina S, Malul Y, Dal
Canton A. The syndrome of inappropriate
antidiuresis: pathophysiology, clinical
management and new therapeutic options.
Nephron Clinical Practice. 2011;119(1):c62- 73.

Anda mungkin juga menyukai