SIROSIS HEPATIS
Oleh :
Preseptor :
Dr. dr. Saptino Miro, Sp. PD-KGEH, FINASIM
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan
berjudul “Sirosis Hepatis.” CRS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. dr. Saptino Miro, Sp. PD-KGEH,
FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB 1 Pendahuluan 4
BAB 2 Tinjauan Pustaka 6
2.1 Definisi 6
2.2 Klasifikasi 6
2.3 Epidemiologi 7
2.4 Etiologi 7
2.5 Patofisiologi 9
2.6 Diagnosis 10
2.7 Tatalaksana 14
2.8 Komplikasi 16
2.9 Prognosis 18
BAB 3 Laporan Kasus 19
3.1 Identitas 19
3.2 Anamnesis 19
3.3 Pemeriksaan Fisik 20
3.4 Pemeriksaan Penunjang 23
3.5 Diagnosis 26
3.6 Diagnosis 26
3.7 Penatalaksanaan 27
BAB 4 Diskusi 28
Daftar Pustaka 31
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
besar pasien datang ketika sudah muncul komplikasi dari sirosis hati.Morbiditas
dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya sehingga perlu memperbaiki
kualitas hidup pasien sirosisdengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.7
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
6
2.3 Epidemiologi
Menurut Centers for Disease Control (CDC) penyakit hati kronis dan
sirosis adalah penyebab utama kematian ke-12 di Amerika Serikat (AS) pada
tahun 2013, terhitung lebih dari 36.000 kematian. Menurut peneliti Mayo Clinic
menunjukkan bahwa kematian terkait penyakit hati di AS telah diremehkan
selama dua dekade terakhir, dan angkanya mendekati 66.000 kematian setiap
tahun.5
Meskipun infeksi virus hepatitis C (HCV) dan penyakit hati alkoholik
adalah penyebab utama penyakit hati kronis dan sirosis di AS, non alcoholic fatty
liver disease (NAFLD) telah menjadi penyebab paling umum. Sebuah studi dari
United Network for Organ Sharing (UNOS) menunjukkan bahwa, antara 2004
dan 2013, jumlah pendaftar untuk transplantasi hati dengan NAFLD meningkat
170%. Jika dibandingkan dengan penyebab lain NAFLD menjadi penyebab sirosis
kedua terbanyak setelah infeksi HCV yang mengarah pada transplantasi hati.
Diketahui bahwa prevalensi infeksi virus Hepatitis C pada orang Afrika-Amerika
lebih tinggi dibandingkan dengan ras lain.5
Telah terbukti bahwa ada perbedaan etnis dalam prevalensi sirosis di AS.
Berdasarkan studi kohort prospektif pada lebih dari 215.000 pria dan wanita yang
berada dalam rentang usia 45-75 tahun yang terdaftar antara 1993 dan 1996.
Orang Jepang-Amerika terdiri dari subkelompok terbesar dalam setiap jenis
kelamin (28% pria dan 25% wanita), diikuti oleh kulit putih (24% dan 22%),
Latin (24% dan 21%), Afrika Amerika (13% dan 19%) , dan Pribumi Hawaii (6%
dan 7%).5
2.4 Etiologi
7
Sirosis Hepatis
NAFLD Kriptogenik
Sirosis dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV) dan / atau
virus hepatitis B (HBV). Kasus-kasus ini dikategorikan sebagai penyebab HCV,
HBV, atau HCV dan HBV terlepas dari etiologi tambahan apa pun. Hepatitis C
menyebabkan 27,72 juta (25,52–30) kasus sirosis kompensata dan 2,64 juta (2,49–
2,81) kasus sirosis dekompensata pada tahun 2017.5,12
Alcoholic Liver Disease (ALD) diidentifikasi sebagai penyebab dalam
kasus gangguan penggunaan alkohol (penyakit hati kronik terkait alkohol,
ketergantungan alkohol, penyalahgunaan alkohol, polineuropati alkoholik,
kardiomiopati alkoholik, dan pankreatitis alkoholik). Berdasarkan pedoman
American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD), wanita diketahui
mengonsumsi alkohol >14 minuman/minggu dan pria dengan NAFLD yang
melaporkan >21 minuman/minggu pada kuesioner baseline alkohol direklasifikasi
ke ALD. Sedangkan NAFLD diidentifikasi sebagai etiologi untuk kasus-kasus
tanpa penyebab lain (termasuk HCV, HBV, hemochromatosis, sirosis bilier
primer, kolangitis sklerosis primer, penyakit Wilson, HIV, defisiensi Alpha-1-
Antitrypsin dan hepatitis autoimun) dan dengan BMI awal ≥30 kg / m2, diabetes
mellitus atau NAFLD. Jika kasus tidak memenuhi salah satu kriteria di atas, maka
kasus tersebut diklasifikasikan sebagai kriptogenik.5
8
2.5 Patofisiologi
9
membran basal subendotel sering ditemukan. Defenestrasi dan kapilarisasi endotel
hepatik merupakan hal penting dalam awal fibrosis perisinusoid dengan
mengubah metabolisme retinol. Penelitian telah mengungkapkan bahwa LSEC
dapat menghasilkan sitokin IL-33 untuk mengaktifkan HSC dan meningkatkan
fibrosis. Defenestrasi dan kapilerisasi LSEC menyebabkan gangguan pertukaran
substrat dan dianggap sebagai faktor utama penyebab disfungsi hati pada sirosis
hati.2
Sel Kuppfer adalah makrofag khusus yang terletak di dinding lapisan
sinusoid hati yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial. Sel ni terlibat
dalam patogenesis berbagai penyakit hati. Sel Kuppfer dapat diaktifkan oleh
banyak faktor yang merugikan seperti infeksi virus, alkohol, diet tinggi lemak,
dan pengendapan zat besi. Sel ini diaktifkan dengan menghancurkan hepatosit
dengan menghasilkan mediator antigen presenting cells. 2
Hepatosit adalah sel parenkim hati primer. Hepatosit adalah target untuk
sebagian besar agen hepatotoksik, termasuk virus hepatitis, metabolit alkohol, dan
asam empedu. Penyakit hati kronis dapat meningkatkan apoptosis atau memicu
regenerasi kompensasi hepatosit. Hepatosit yang rusak melepaskan spesies
oksigen reaktif (ROS) dan mediator fibrogenik, menginduksi aktivasi HSC, dan
menstimulasi aksi fibrogenik miofibroblas. Apoptosis hepatosit adalah kejadian
umum pada cedera hati dan berkontribusi pada peradangan jaringan, fibrogenesis,
dan perkembangan sirosis.2
2.6 Diagnostik
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan imaging. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan biopsi hati untuk membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang
sangat sulit menegakkan sirosis hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan dengan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang
lainnya.14
10
2.6.1 Anamnesis
Manifestasi klinis dari sirosis adalah bervariasi, mulai dari hepatomegali
asimtomatik hingga kegagalan hati. Sering dijumpai tidak adanya gejala hingga
penyakit ini mencapai stadium lanjut. Hal yang perlu dipertanyakan adalah
riwayat yang berhubungan dengan resiko sirosis hati, berupa14 :
a Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom, hepatitis, NAFLD
b Riwayat konsumsi alkohol
c Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik
d Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,
paracetamol.
11
e Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain
itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya
pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
menopause.
f Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik sirosis dan
hemakromatosis.
g Perubahan ukuran hati
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana
hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
h. Splenomegali
Sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
i. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbumimenia.
j. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
k. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin Dalam darah lebih dari 2-3 mg/dl. Akibat hiperbilirubinemia
Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
12
akan berkurang (<4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
eksresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokromik anemia yang ringan, kadang-
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Tes fungsi hati pada sirosis hati berupa :
Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo asetat (SGOT)
meningkat
Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase
(SPGT) meningkat
AST lebih meningkat daripada ALT
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati
alkoholik kronik
Promtombine time (PT) memanjang
Penderita sirosis hati banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada pemeriksaan lab pasien
sirosis menunjukkan trombositopeni disertai dengan kegagalan biosintesis
hati yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi albumin dan cholinesterase
serta meningkatnya INR (International Normalized Ratio). Konsentrasi
transaminase umumnya berada pada rentang normal atau sedikit meningkat.
13
2.6.4 Imaging
1. USG
Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi memberikan
gambaran ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau
heterogen pada sisi superficial, sedangkan pada sisi profunda ekodensitas
menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan
vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan splenomegali,
asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra
abdominal dengan dinding abdomen.14
2. MRI dan CT scan
MRI dan CT kovensional bisa digunakan untuk menentukan derajat
beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral
vaskular. Ketiga alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinoma
hepatoselular.14
3. Biopsi
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak
diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi
menunjukkan kecenderungan sirosis hati. Walaupun biopsi hati risikonya
kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian.14
4. Fibroscan
FibroScan adalah perangkat medis non-invasif yang menilai fibrosis hati
dan sirosis dengan mengukur derajat kekakuan hati (elastografi transien).14
2.7 Tatalaksana
14
1. Sirosis kompensata
Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati
penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis
non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini komplikasi dari sirosis.
2. Sirosis Dekompensata
Pada stadium dekompensata, tujuan dari pengobatan adalah mengobati
atau meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis, berupa :
a. Asites
Pasien sirosis dengan asites dianjurkan untuk tirah baring dan pembatasan
asupan garam harus juga dilakukan karena diet rendah natrium merupakan
tonggak utama terapi. Diet rendah natrium sekitar 800 mg (2 gram NaCl)
mampu untuk menginduksi keseimbangan natrium negatif dan
memungkinkan terjadinya diuresis. Diet rendah garam biasanya
dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberiam
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari,obat ini karena
kerjanya yang perlahan dan sifatnya yang mempertahankan kalium darah
dalam batas normal(potassium-sparing effect).
Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites
sangat besar, pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.
b. Ensefalopati hepatik
Pada pasien ensefalopati hepatik dianjurkan untuk memakan makanan
yang mengandung kadar protein yang rendah, agar pembentukan amonia
dalam darah berkurang. Pemberian Laktulosa (suatu disakarida yang tidak
diserap yang berperan sebagai laksatif osmotik, sirup laktulosa dapat
diberikan dengan dosis 30-50 ml setiap jam sampai tinjanya pasien lunak
kemudian dosis disesuaikan (biasanya 15-30 ml tiga kali sehari). Neomisin
juga bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia
dengan dosis 0,5- 1 gr setiap enam jam.
15
c. Perdarahan varises esofagus
Merupakan kegawatdaruratan sehingga perlu dilakukan perkiraan dan
pergantian atas darah yang keluar untuk mempertahankan volume
intravaskular. Bila kondisi hemodinamik pasien telah stabil maka perlu
dilakukan kajian diagnostik yang lebih spesifik (endoskopi) dan modalitas
terapeutik lainnya untuk mencegah perdarahan berulang.
Penatalaksanaan medikamentosa pada perdarahan varises akut adalah
dengan pemberian vasokonstriktor (vasopresin dan somatostatin), setelah
itu beta-blocker juga dapat diberikan ketika pasien sudah stabil, kemudian
pasien dipersiapkan untuk dilakukan band ligation atau sclerotherapy atau
ballon tamponade. Apabila perdarahan juga masih berulang maka perlu
dipikirkan untuk tindakan Transjugular intrahepatic portosystemic stent
shunting (TIPSS), tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam
sistem vena portal sehingga diharapkan perdarahan berulang tidak terjadi
lagi.
d. Peritonitis bakterial spontan
Pada pasien sirosis yang mengalami komplikasi PBS pasien harus
diberikan terapi empirisn antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amosilin, atau aminoglikosida. Terapi antibiotik spesifik dapat diberikan
apabila mikroorganismenya telah teridentifikasi, terapi biasanya diberikan
selama 10 sampai 14 hari.
e. Sindrom hepatorenal
Terapi biasanya kurang memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun
sebagian pasien yang mengalami hipotensi dan penurunan volume plasma
berespon terhadapinfus albumin rendah garam , penambhan volume harus
dilakukan secara hati-hati untuk mencegah tmbulnya perdarahan varises.
Terapi vasodilator termasuk pemberian infus dopamin tidak efektif.
2.8 Komplikasi
16
a. Hipertensi portal
Tekanan vena porta nomal berkisar 5-10 mmHg (rendah), hal ini
dikarenakan resistensi vascular pada sinusoid hepatic minimal. Hipertensi
portal (>10mmHg) paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran
darah portal. Manifestasi klinis mayor akibat hipertensi portal termasuk
perdarahan akibat pecah varises esophagus, splenomegali dengan
hipersplenisme, asites, dan ensefalopati akut atau kronik. Ketiadaan katup
pada system vena portal menyebabkan aliran darah retrograde, yang
diantaranya menyebabkan aliran darah kolateral pada vena disekitar
persambungan kardioesofageal, rectum (hemoroid), ruang retroperitoneal,
ligamentum falsiforme dari hepat (kolateral periumbilikal atau dinding
abdomen). Kolateral pada dinding abdomen terlihat sebagai pembulih darah
epogastrik yang menyebar dari umbilicus ke arah xipoid dan batas iga (caput
medusae).
b. Perdarahan varises
Perdarahan varises paling sering terjadi pada persambungan
gastroesofageal, yang penyebab pastinya tidak sepenuhnya dimengerti, namun
diperkirakan akibat hipertensi portal (>12mmHg) dan ukuran dari varises.
c. Splenomegali
Splenomegali kongestif sering terjadi pada pasien dengan hipertensi portal
yang berat.Splenomegali yang berat ini menyebabkan trombositopeni atau
pansitopeni.
d. Asites
Asites merupakan akumulasi dari kelebihan cairan dalam kavum
peritoneal.
e. Peritonitis bacterial spontaneous
SBP merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hati, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder.
f. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi serius pada pasien dengan
sirosis dan asites yang ditandai oleh perbukuran azotemia dengan
17
hiponatremia, hipotensi dan oliguria tanpa adanya penyebab disfungsi renal
yang spesifik.
g. Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang kompleks
yang ditandai oleh gangguan pada kesadaran dan perilaku, perubahan
personality, tanda-tanda neurologis yang berfluktuasi, asterixis atau flapping
tremor, dan perubahan pada elektroensefalografi.
2.9 Prognosis
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Tn. KL
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Siulak, Kerinci, Jambi
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : tamat SMA
Pekerjaan : petani
Status pernikahan : sudah menikah
No. RM : 01.03.61.42
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang
- Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan makanan. Sesak tidak disertai dengan
mengi, sesak dirasakan seperti perut menyesak ke atas.
- BAB hitam ada 1 minggu yang lalu, frekuensi 2x, konsistensi padat.
- Pasien tampak pucat disadari sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu.
- Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa 4 tahun yang lalu, namun
19
dalam 4 bulan terakhir tidak kontrol rutin ke Sp.PD.
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat sakit kuning tahun 2017.
- Riwayat DM disangkal.
20
Suhu : 36,4°C
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 60 kg
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Anemis : konjungtiva kanan dan kiri anemis
Edema : pitting udem kedua tungkai ada
Pemeriksaan khusus
Kulit :
turgor kulit : normal
efloresensi : tidak ditemukan,
pigmentasi : tidak ada
jaringan parut : tidak ada
keringat : dalam batas normal
edema : pitting udem di kedua
tungkai Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
kgb
Kepala : normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva kanan kiri anemis, sklera ikterik
tidak ada, Exophtalmus tidak ada, tekanan bola
mata normal, kornea tidak ada kelainan,
Pupil isokor, reflex langsung dan tidak langsung
kedua mata (+)/(+)
Telinga
Bentuk : normal
tuli : tidak ada
lubang : lapang
Hidung
bentuk : normal
deviasi septum : tidak ada
22
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus kiri-kanan
Perkusi : normal, nyeri ketok tidak
ada Ekstremitas
Palmar eritem : ada
pitting edema : ada di kedua tungkai
refleks fisiologis : tidak diperiksa
refleks patologis : tidak diperiksa
Regio dekstra : pus (-), darah (-), gas gangrene (-)
Regio sinistra : pus (-), darah (-), gas gangrene (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Status DM :
BMI : 20.76 (Underweight menurut WHO)
BB Ideal : 90% x (TB-100) x 1 kg = 63 kg
Basofil : 0%
Eosinofil : 2%
Neutrofil Batang :2
Neutrofil Segmen : 78%
Limfosit : 5%
Monosit : 13%
23
Gambaran Darah Tepi
Kesan : Anemia normositik normokrom, leukositosis,
trombositopenia,
Kimia Klinik (14 Maret 2023)
Total protein : 3,8 g/dl
Albumin : 1,9 g/dl
Globulin : 1,9 g/dl
SGOT : 92 U/L
SGPT : 181 U/L
Ureum Darah : 68 mg/dl
INR : 1,46
Elektrolit
Natrium : 129 mmol/L
Kalium : 3.3 mml/L
Klorida : 102 mmol/L
Kesan : total protein dan albumin menurun, ureum
meningkat, klorida menurun.
24
3.4 Masalah Medis
Anemia, Asites
25
3.7 Penatalaksanaan
- Istirahat
- Diet MB hepar II 1.500 kkal
- Ivfd aminofusin hepar : triofusin 1:1/ 12 jam/kolf
- Lactulac 3x15cc
- Spironolakton 1x100 mg
- Lansoprazol 1x30 mg
- Propanolol 2x10 mg
- Albumin 20% infus
26
BAB 4
DISKUSI
27
Pada pemeriksaan labor sederhana didapatkan kesan anemia sedang,
leukopenia dan trombositopenia, sesuai gangguan hematologi yang sering terjadi
pada sirosis. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Albumin menurun dan globulin
meningkat, ini merupakan salah satu kriteria diagnosis sirosis hepatis. Penururnan
kadar albumin terjadi karena sintesisnya di jaringan hati berkurang sehingga
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Sedangkan globulin,
konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.
Terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi nutrisi, diuretik, terapi
menghentikan perdarahan jika ada perdarahan, antibiotik. Pasien sirosis umumnya
memiliki kondisi yang lemah sehingga diberikan nutrisi parenteral. Pasien diberi
cairan infus aminofusin dan triofusin. Aminofusin merupakan larutan asam amino
untuk mempertahankan kesadaran. Aminofusin hepar mengandung LOLA (L-
ortinin dan L-aspartat) sebagai substrat untuk produksi glutamat dalam otot yang
akan mengurangi amonia yang beredar. Sedangkan triofusin diberikan untuk
memenuhi kebutuhan energi ketika pemberian nutrisi secara enteral tidak
mencukupi.
Pada pasien ini juga diberikan laktulosa. Laktulosa ialah disakarida sintetik
yang tidak dicerna usus. Laktulosa dihidrolisis bakteri usus menjadi asam laktat
dan asetat. Lingkungan asam ini mengionisasi amonia menjadi ion amonium,
sehingga tidak berdifusi melalui membran kolon dan akan diekskresikan bersama
feses. Laktulosa juga menghambat pembentukan amonia oleh bakteri usus.
Kelebihan laktulosa lainnya adalah sifat katarsis yang dimilikinya. Laktulosa akan
menarik cairan sehingga melunakkan feses dan merangsang peristaltik usus.
Peningkatan peristaltik usus akan memendekkan transit time feses dalam
colon, sehingga amonia yang terserap semakin sedikit.
28
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit penyerta
lainnya pada pasien. Klasifikasi Child-Pugh variabelnya meliputi kadar albumin,
kadar bilirubin, PT/INR, ada tidaknya asites dan ensefalopati serta status nutrisi.
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien Child A (5-6), B(7-9),
C(10-15) berturut-turut adalah 100%, 80% dan 45%. Untuk pasien ini berada pada
skor 9 di mana angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien adalah
80%
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ivanova I. Liver cirrhosis: new concept. Scripta Scientifica Medica. 2016; 48(2): p. 18-
25.
30