Anda di halaman 1dari 30

Clinical Report Session

SIROSIS HEPATIS

Oleh :

Ariesko Gunanda Rangkuti 2140312103


Irfani Rizka Fitri 2140312163

Preseptor :
Dr. dr. Saptino Miro, Sp. PD-KGEH, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS) yang

berjudul “Sirosis Hepatis.” CRS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. dr. Saptino Miro, Sp. PD-KGEH,

FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan

semua pihak yang telah membantu dalam penulisan CRS ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih memiliki banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,

semoga CRS ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB 1 Pendahuluan 4
BAB 2 Tinjauan Pustaka 6
2.1 Definisi 6
2.2 Klasifikasi 6
2.3 Epidemiologi 7
2.4 Etiologi 7
2.5 Patofisiologi 9
2.6 Diagnosis 10
2.7 Tatalaksana 14
2.8 Komplikasi 16
2.9 Prognosis 18
BAB 3 Laporan Kasus 19
3.1 Identitas 19
3.2 Anamnesis 19
3.3 Pemeriksaan Fisik 20
3.4 Pemeriksaan Penunjang 23
3.5 Diagnosis 26
3.6 Diagnosis 26
3.7 Penatalaksanaan 27
BAB 4 Diskusi 28
Daftar Pustaka 31

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terminologi "sirosis" (dalam bahasa Yunani "κίρρος" - kuning


kecoklatan), awalnya digunakan untuk mendeskripsikan hati yang nodular dan
mengeras pada pasien dengan penyakit hati kronis.1 Sirosis hepatis adalah hasil
akhir dari berbagai penyakit hati kronis, yang ditandai oleh pergantian arsitektur
lobular hepar dengan jaringan parut atau fibrosis.2
Secara global sirosis merupakan penyebab kematian ke-11 paling banyak.
Sirosis termasuk dalam 20 penyebab teratas disabilitas kehidupan dan kematian,
terhitung 1,6% dan 2,1% dari beban di seluruh dunia.3 Prevalensi sirosis hepatis di
dunia diperkirakan 100 (kisaran 25-100)/100.000 penduduk tetapi hal tersebut
bervariasi menurut negara dan wilayah.4
Penyebab utama sirosis hepatis adalah alcoholic liver disease (ALD),
nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan Hepatitis C. Berdasarkan etnis,
NAFLD adalah penyebab paling umum dari sirosis pada orang Jepang-Amerika,
Penduduk Asli Hawaii, dan Latin, yang mencakup 32% kasus. Sedangkan pada
orang berkulit putih ALD adalah penyebab sirosis tersering (38,2%), dan virus
hepatitis C adalah penyebab tersering pada orang Afrika-Amerika (29,8%).5
Sirosis dapat terjadi akibat peradangan hati kronis dari berbagai etiologi,
setelah nekrosis parenkim, fibrogenesis teraktivasi, angiogenesis, dan perubahan
vaskular yang parah. Peningkatan resistensi hati terhadap aliran darah, yang
berasal dari hambatan mekanis dan vasokonstriksi akibat disfungsi endotel dan
kontraksi sel bintang hati, secara bertahap menyebabkan hipertensi portal.
Vasodilatasi splanknikus adaptif selanjutnya berkontribusi lebih jauh untuk
memperburuk hipertensi portal dan secara progresif menghasilkan sirkulasi
hiperdinamik.6
Gejala yang dialami oleh pasien sirosis dapat berupa asimtomatis sampai
gejala ringan hingga berat. Umumnya sebagian besar pasien yang mengeluhkan
gejala sudah masuk pada stadium dekompensata. Pada stadium ini ditandai
dengan adanya hipertensi portal dan penurunan fungsi hepatoselular atau sebagian

4
besar pasien datang ketika sudah muncul komplikasi dari sirosis hati.Morbiditas
dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya sehingga perlu memperbaiki
kualitas hidup pasien sirosisdengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.7

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis sirosis hepatis.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

dokter muda mengenai sirosis hepatis.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

dirujuk dari berbagai literatur.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

René Laennec (1781–1826) adalah orang pertama yang menggunakan


istilah sirosis (artinya kuning kecoklatan) dalam catatan kaki singkat pada risalah
tahun 1819 tentang auskultasi. Penggunaan istilah tersebut mengacu pada
perubahan warna yang terjadipada nodul-nodul hati yang terbentuk.8
Sirosis hati merupakan hasil akhir dari kerusakan hati yang timbul dari
berbagai macam penyakit hati kronis. Sirosis hati terjadi akibat mekanisme cedera
hati yang berbeda yang menyebabkan peradangan dan fibrosis. Sirosis bukan
merupakan suatu entitas penyakit tunggal tetapi salah satu yang dapat
digolongkan ke dalam tahapan klinis yang berbeda terkait dengan hasil klinis.9
Hati dibentuk oleh sel parenkim (hepatosit) dan sel nonparenkim. Dinding
sinusoid hati dilapisi oleh tiga sel nonparenkim yang berbeda: sel endotelial
sinusoidal hati (LSEC), sel Kupffer (KCs), dan sel stelat hati (HSC). Baik sel
parenkim hati dan non parenkim terlibat dalam inisiasi dan perkembangan fibrosis
hati dan sirosis. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 9

2.2 Klasifikasi

Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi10:


a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum terdapat manifestasi klinis
(asimtomatis)
b. Sirosis hati dekompensata, ditandai dengan gejala klinik yang jelas.

Secara morfologi, Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan ukuran


nodul, yaitu (11):

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

6
2.3 Epidemiologi

Menurut Centers for Disease Control (CDC) penyakit hati kronis dan
sirosis adalah penyebab utama kematian ke-12 di Amerika Serikat (AS) pada
tahun 2013, terhitung lebih dari 36.000 kematian. Menurut peneliti Mayo Clinic
menunjukkan bahwa kematian terkait penyakit hati di AS telah diremehkan
selama dua dekade terakhir, dan angkanya mendekati 66.000 kematian setiap
tahun.5
Meskipun infeksi virus hepatitis C (HCV) dan penyakit hati alkoholik
adalah penyebab utama penyakit hati kronis dan sirosis di AS, non alcoholic fatty
liver disease (NAFLD) telah menjadi penyebab paling umum. Sebuah studi dari
United Network for Organ Sharing (UNOS) menunjukkan bahwa, antara 2004
dan 2013, jumlah pendaftar untuk transplantasi hati dengan NAFLD meningkat
170%. Jika dibandingkan dengan penyebab lain NAFLD menjadi penyebab sirosis
kedua terbanyak setelah infeksi HCV yang mengarah pada transplantasi hati.
Diketahui bahwa prevalensi infeksi virus Hepatitis C pada orang Afrika-Amerika
lebih tinggi dibandingkan dengan ras lain.5
Telah terbukti bahwa ada perbedaan etnis dalam prevalensi sirosis di AS.
Berdasarkan studi kohort prospektif pada lebih dari 215.000 pria dan wanita yang
berada dalam rentang usia 45-75 tahun yang terdaftar antara 1993 dan 1996.
Orang Jepang-Amerika terdiri dari subkelompok terbesar dalam setiap jenis
kelamin (28% pria dan 25% wanita), diikuti oleh kulit putih (24% dan 22%),
Latin (24% dan 21%), Afrika Amerika (13% dan 19%) , dan Pribumi Hawaii (6%
dan 7%).5

2.4 Etiologi

7
Sirosis Hepatis

HBV HCV HBV & HCV


HBV & HCV
(-)

Hemokromatosis α-1 antitripsin Autoimun hepatitis


Wilson’s
PBC PSC Disease
HIV

Bukan etiologi di atas

ALD No Alcoholic Liver Disease

NAFLD Kriptogenik

Sirosis dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV) dan / atau
virus hepatitis B (HBV). Kasus-kasus ini dikategorikan sebagai penyebab HCV,
HBV, atau HCV dan HBV terlepas dari etiologi tambahan apa pun. Hepatitis C
menyebabkan 27,72 juta (25,52–30) kasus sirosis kompensata dan 2,64 juta (2,49–
2,81) kasus sirosis dekompensata pada tahun 2017.5,12
Alcoholic Liver Disease (ALD) diidentifikasi sebagai penyebab dalam
kasus gangguan penggunaan alkohol (penyakit hati kronik terkait alkohol,
ketergantungan alkohol, penyalahgunaan alkohol, polineuropati alkoholik,
kardiomiopati alkoholik, dan pankreatitis alkoholik). Berdasarkan pedoman
American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD), wanita diketahui
mengonsumsi alkohol >14 minuman/minggu dan pria dengan NAFLD yang
melaporkan >21 minuman/minggu pada kuesioner baseline alkohol direklasifikasi
ke ALD. Sedangkan NAFLD diidentifikasi sebagai etiologi untuk kasus-kasus
tanpa penyebab lain (termasuk HCV, HBV, hemochromatosis, sirosis bilier
primer, kolangitis sklerosis primer, penyakit Wilson, HIV, defisiensi Alpha-1-
Antitrypsin dan hepatitis autoimun) dan dengan BMI awal ≥30 kg / m2, diabetes
mellitus atau NAFLD. Jika kasus tidak memenuhi salah satu kriteria di atas, maka
kasus tersebut diklasifikasikan sebagai kriptogenik.5

8
2.5 Patofisiologi

Gambaran sirosis terlihat dari jaringan fibrosis yang difus yang


menggantikan arsitektur normal hati menjadi nodul fibrosis yang mengelilingi
hepatosit. Nodul-nodul tersebut berukuran sangat kecil (<3 mm, atau mikronodul)
hingga nodul besar (beberapa sentimeter, makronodul), yang memperlihatkan
hubungan antara aktivitas regeneratif dan konstriktif. Jaringan fibrosis yang
menggantikan parenkim hati membentuk pita-pita konstriktif yang mengganggu
aliran di saluran pembuluh darah yang merupakan faktor predisposisi dari
hipertensi portal dan komplikasinya; obstruksi saluran empedu dan efek destruktif
dari kolestasis, serta kehilangan sel-sel hati yang mengarah ke kondisi gagal
hati.13
Berbagai sel berkontribusi dalam patogenesis sirosis hati. Hati dibentuk
oleh sel parenkim (yaitu, hepatosit) dan nonparenkim. Dinding sinusoid hati
dilapisi oleh tiga sel nonparenkim yang berbeda: sel endotelial sinusoidal hati
(LSEC), sel Kupffer (KCs), dan sel stelata hati (HSC). Baik sel parenkim hati dan
non parenkim terlibat dalam inisiasi dan perkembangan fibrosis hati dan sirosis.2
Sel stelata sebelumnya dikenal sebagai sel penyimpan lemak, sel Ito,
liposit, sel perisinusoidal, atau sel kaya vitamin A, berada di ruang Disse di hati
normal dan fungsi utamanya adalah penyimpanan vitamin A dan retinoid lainnya.
Akibat adanya kerusakan sel hepatosit maka terjadi paparan sitokin inflamasi
seperti platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor (TGF)-
β, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan interleukin (IL) -1. Sel ini menjalani
transisi dari keadaan pasif ke keadaan aktif. Aktivasi sel ini merupakan hal
penting dalam inisiasi dan perkembangan fibrosis dan kontributor utama deposisi
kolagen. Aktivasi sel stalata ditandai dengan proliferasi dan migrasi sel, kontraksi
setelah berubah menjadi miofibroblas, pembentukan sejumlah besar kolagen dan
matriks ekstraseluler lainnya, yang pada akhirnya menyebabkan fibrosis hati.2
Liver Sinusoidal Endothelial Cells (LSEC) yang disebut juga sebagai
dinding sinusoidal, endotelium, atau lapisan endotel. Ciri struktural LSEC adalah
fenestrae di permukaan endotelium yang bertindak sebagai filter dinamis untuk
memfasilitasi pertukaran cairan, zat terlarut, dan partikel antara darah dan sel
parenkim. Pada hati sirosis, defenestrasi endotel sinusoidal dan keberadaan

9
membran basal subendotel sering ditemukan. Defenestrasi dan kapilarisasi endotel
hepatik merupakan hal penting dalam awal fibrosis perisinusoid dengan
mengubah metabolisme retinol. Penelitian telah mengungkapkan bahwa LSEC
dapat menghasilkan sitokin IL-33 untuk mengaktifkan HSC dan meningkatkan
fibrosis. Defenestrasi dan kapilerisasi LSEC menyebabkan gangguan pertukaran
substrat dan dianggap sebagai faktor utama penyebab disfungsi hati pada sirosis
hati.2
Sel Kuppfer adalah makrofag khusus yang terletak di dinding lapisan
sinusoid hati yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial. Sel ni terlibat
dalam patogenesis berbagai penyakit hati. Sel Kuppfer dapat diaktifkan oleh
banyak faktor yang merugikan seperti infeksi virus, alkohol, diet tinggi lemak,
dan pengendapan zat besi. Sel ini diaktifkan dengan menghancurkan hepatosit
dengan menghasilkan mediator antigen presenting cells. 2
Hepatosit adalah sel parenkim hati primer. Hepatosit adalah target untuk
sebagian besar agen hepatotoksik, termasuk virus hepatitis, metabolit alkohol, dan
asam empedu. Penyakit hati kronis dapat meningkatkan apoptosis atau memicu
regenerasi kompensasi hepatosit. Hepatosit yang rusak melepaskan spesies
oksigen reaktif (ROS) dan mediator fibrogenik, menginduksi aktivasi HSC, dan
menstimulasi aksi fibrogenik miofibroblas. Apoptosis hepatosit adalah kejadian
umum pada cedera hati dan berkontribusi pada peradangan jaringan, fibrogenesis,
dan perkembangan sirosis.2

2.6 Diagnostik

Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan imaging. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan biopsi hati untuk membedakan hepatitis kronik aktif yang berat
dengan sirosis hati dini. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang
sangat sulit menegakkan sirosis hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan dengan pemeriksaan klinis
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang
lainnya.14

10
2.6.1 Anamnesis
Manifestasi klinis dari sirosis adalah bervariasi, mulai dari hepatomegali
asimtomatik hingga kegagalan hati. Sering dijumpai tidak adanya gejala hingga
penyakit ini mencapai stadium lanjut. Hal yang perlu dipertanyakan adalah
riwayat yang berhubungan dengan resiko sirosis hati, berupa14 :
a Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom, hepatitis, NAFLD
b Riwayat konsumsi alkohol
c Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik
d Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,
paracetamol.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Temuan klinis sirosis meliputi14 :
a Spider navy (atau spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum
diketahui dengan pasti, diduga terkait dengan peningkatan kadar estradiol
dan testosteron.
b Eritema Palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Tanda ini
tidak spesifik pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan perubahan
metabolisme hormon estrogen. Eritema palmaris ditemukan pula pada
kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematolog.
c Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih horisontal
dipisahkan dengan warna normal kuku d. Jari gada, lebih sering ditemukan
pada sirosis bilier
d Kontaktur Dupuytren Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alkohol.

11
e Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain
itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya
pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
menopause.
f Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik sirosis dan
hemakromatosis.
g Perubahan ukuran hati
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana
hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
h. Splenomegali
Sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
i. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbumimenia.
j. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
k. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin Dalam darah lebih dari 2-3 mg/dl. Akibat hiperbilirubinemia
Warna urin terlihat gelap seperti air teh.

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan14:


a. Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urin

12
akan berkurang (<4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
eksresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokromik anemia yang ringan, kadang-
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Tes fungsi hati pada sirosis hati berupa :
 Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo asetat (SGOT)
meningkat
 Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase
(SPGT) meningkat
 AST lebih meningkat daripada ALT
 Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati
alkoholik kronik
 Promtombine time (PT) memanjang
Penderita sirosis hati banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada pemeriksaan lab pasien
sirosis menunjukkan trombositopeni disertai dengan kegagalan biosintesis
hati yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi albumin dan cholinesterase
serta meningkatnya INR (International Normalized Ratio). Konsentrasi
transaminase umumnya berada pada rentang normal atau sedikit meningkat.

13
2.6.4 Imaging
1. USG
Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi memberikan
gambaran ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau
heterogen pada sisi superficial, sedangkan pada sisi profunda ekodensitas
menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan
vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan splenomegali,
asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra
abdominal dengan dinding abdomen.14
2. MRI dan CT scan
MRI dan CT kovensional bisa digunakan untuk menentukan derajat
beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan kolateral
vaskular. Ketiga alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinoma
hepatoselular.14
3. Biopsi
Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi, atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak
diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratorium, dan radiologi
menunjukkan kecenderungan sirosis hati. Walaupun biopsi hati risikonya
kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian.14
4. Fibroscan
FibroScan adalah perangkat medis non-invasif yang menilai fibrosis hati
dan sirosis dengan mengukur derajat kekakuan hati (elastografi transien).14

2.7 Tatalaksana

Sekali diagnosis sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus


tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alkohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan.14
Penatalaksaan sirosis hati dapat dibagi berdasarkan stadiumnya7,15:

14
1. Sirosis kompensata
Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati
penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis
non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini komplikasi dari sirosis.
2. Sirosis Dekompensata
Pada stadium dekompensata, tujuan dari pengobatan adalah mengobati
atau meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis, berupa :
a. Asites
Pasien sirosis dengan asites dianjurkan untuk tirah baring dan pembatasan
asupan garam harus juga dilakukan karena diet rendah natrium merupakan
tonggak utama terapi. Diet rendah natrium sekitar 800 mg (2 gram NaCl)
mampu untuk menginduksi keseimbangan natrium negatif dan
memungkinkan terjadinya diuresis. Diet rendah garam biasanya
dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberiam
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari,obat ini karena
kerjanya yang perlahan dan sifatnya yang mempertahankan kalium darah
dalam batas normal(potassium-sparing effect).
Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites
sangat besar, pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.
b. Ensefalopati hepatik
Pada pasien ensefalopati hepatik dianjurkan untuk memakan makanan
yang mengandung kadar protein yang rendah, agar pembentukan amonia
dalam darah berkurang. Pemberian Laktulosa (suatu disakarida yang tidak
diserap yang berperan sebagai laksatif osmotik, sirup laktulosa dapat
diberikan dengan dosis 30-50 ml setiap jam sampai tinjanya pasien lunak
kemudian dosis disesuaikan (biasanya 15-30 ml tiga kali sehari). Neomisin
juga bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia
dengan dosis 0,5- 1 gr setiap enam jam.

15
c. Perdarahan varises esofagus
Merupakan kegawatdaruratan sehingga perlu dilakukan perkiraan dan
pergantian atas darah yang keluar untuk mempertahankan volume
intravaskular. Bila kondisi hemodinamik pasien telah stabil maka perlu
dilakukan kajian diagnostik yang lebih spesifik (endoskopi) dan modalitas
terapeutik lainnya untuk mencegah perdarahan berulang.
Penatalaksanaan medikamentosa pada perdarahan varises akut adalah
dengan pemberian vasokonstriktor (vasopresin dan somatostatin), setelah
itu beta-blocker juga dapat diberikan ketika pasien sudah stabil, kemudian
pasien dipersiapkan untuk dilakukan band ligation atau sclerotherapy atau
ballon tamponade. Apabila perdarahan juga masih berulang maka perlu
dipikirkan untuk tindakan Transjugular intrahepatic portosystemic stent
shunting (TIPSS), tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam
sistem vena portal sehingga diharapkan perdarahan berulang tidak terjadi
lagi.
d. Peritonitis bakterial spontan
Pada pasien sirosis yang mengalami komplikasi PBS pasien harus
diberikan terapi empirisn antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amosilin, atau aminoglikosida. Terapi antibiotik spesifik dapat diberikan
apabila mikroorganismenya telah teridentifikasi, terapi biasanya diberikan
selama 10 sampai 14 hari.
e. Sindrom hepatorenal
Terapi biasanya kurang memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun
sebagian pasien yang mengalami hipotensi dan penurunan volume plasma
berespon terhadapinfus albumin rendah garam , penambhan volume harus
dilakukan secara hati-hati untuk mencegah tmbulnya perdarahan varises.
Terapi vasodilator termasuk pemberian infus dopamin tidak efektif.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis seperti:


hipertensi portal dengan sekuelenya (varises gastroesofagus dan splenomegali),
asites, ensefalopati hepatik, peritonitis bakterial spontan, sindrom hepatorenal, dan
karsinoma hepatoselular15.

16
a. Hipertensi portal
Tekanan vena porta nomal berkisar 5-10 mmHg (rendah), hal ini
dikarenakan resistensi vascular pada sinusoid hepatic minimal. Hipertensi
portal (>10mmHg) paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran
darah portal. Manifestasi klinis mayor akibat hipertensi portal termasuk
perdarahan akibat pecah varises esophagus, splenomegali dengan
hipersplenisme, asites, dan ensefalopati akut atau kronik. Ketiadaan katup
pada system vena portal menyebabkan aliran darah retrograde, yang
diantaranya menyebabkan aliran darah kolateral pada vena disekitar
persambungan kardioesofageal, rectum (hemoroid), ruang retroperitoneal,
ligamentum falsiforme dari hepat (kolateral periumbilikal atau dinding
abdomen). Kolateral pada dinding abdomen terlihat sebagai pembulih darah
epogastrik yang menyebar dari umbilicus ke arah xipoid dan batas iga (caput
medusae).
b. Perdarahan varises
Perdarahan varises paling sering terjadi pada persambungan
gastroesofageal, yang penyebab pastinya tidak sepenuhnya dimengerti, namun
diperkirakan akibat hipertensi portal (>12mmHg) dan ukuran dari varises.
c. Splenomegali
Splenomegali kongestif sering terjadi pada pasien dengan hipertensi portal
yang berat.Splenomegali yang berat ini menyebabkan trombositopeni atau
pansitopeni.
d. Asites
Asites merupakan akumulasi dari kelebihan cairan dalam kavum
peritoneal.
e. Peritonitis bacterial spontaneous
SBP merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hati, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder.
f. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi serius pada pasien dengan
sirosis dan asites yang ditandai oleh perbukuran azotemia dengan

17
hiponatremia, hipotensi dan oliguria tanpa adanya penyebab disfungsi renal
yang spesifik.
g. Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang kompleks
yang ditandai oleh gangguan pada kesadaran dan perilaku, perubahan
personality, tanda-tanda neurologis yang berfluktuasi, asterixis atau flapping
tremor, dan perubahan pada elektroensefalografi.

2.9 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi


etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan
hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun
untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-
masing 100%, 80%, dan 45%.14

Gambar 1. Parameter Child – Pugh untuk prognosis sirosis hepatis14

18
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Tn. KL
Usia : 48 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Siulak, Kerinci, Jambi
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : tamat SMA
Pekerjaan : petani
Status pernikahan : sudah menikah
No. RM : 01.03.61.42

3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang
- Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan makanan. Sesak tidak disertai dengan
mengi, sesak dirasakan seperti perut menyesak ke atas.

- BAB hitam ada 1 minggu yang lalu, frekuensi 2x, konsistensi padat.

- Perut tampak membuncit sejak 4 bulan yang lalu, perut dirasakan


membesar dan disertai dengan nyeri.

- Badan terasa lemah dan letih sejak 1 bulan yang lalu.

- Pasien tampak pucat disadari sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu.

- Demam tidak ada.

- Batuk tidak ada.

- BAK dalam batas normal

- Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa 4 tahun yang lalu, namun
19
dalam 4 bulan terakhir tidak kontrol rutin ke Sp.PD.
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat sakit kuning tahun 2017.

- Riwayat DM disangkal.

- Riwayat hipertensi disangkal.

- Riwayat kanker tidak ada.

- Riwayat penyakit jantung tidak ada

- Riwayat stroke tidak ada

Riwayat penyakit keluarga


- Riwayat keluarga dengan DM tidak ada
- Riwayat keluarga dengan Hipertensi tidak ada
- Riwayat keluarga dengan Sirosis Hepatis tidak ada
Riwayat kebiasaan, sosial, ekonomi
- Pasien seorang petani, tinggal bersama istri dan anak
- Pasien mengonsumsi masakan yang terbuat dari santan sebanyak 2-3
kali seminggu
- Riwayat konsumsi obat-obatan rematik tidak ada
- Riwayat merokok dan meminum alkohol tidak ada

3.3 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : composmentis
cooperative Tekanan darah : 90/60 mmhg
Nadi : 84x / menit
Nafas : 20x / menit

20
Suhu : 36,4°C
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 60 kg
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Anemis : konjungtiva kanan dan kiri anemis
Edema : pitting udem kedua tungkai ada
Pemeriksaan khusus
Kulit :
turgor kulit : normal
efloresensi : tidak ditemukan,
pigmentasi : tidak ada
jaringan parut : tidak ada
keringat : dalam batas normal
edema : pitting udem di kedua
tungkai Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
kgb
Kepala : normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva kanan kiri anemis, sklera ikterik
tidak ada, Exophtalmus tidak ada, tekanan bola
mata normal, kornea tidak ada kelainan,
Pupil isokor, reflex langsung dan tidak langsung
kedua mata (+)/(+)
Telinga
Bentuk : normal
tuli : tidak ada
lubang : lapang
Hidung
bentuk : normal
deviasi septum : tidak ada

nafas cuping hidung : tidak ada

perdarahan : tidak ada


mukosa hidung : merah muda, secret tidak ada
21
Mulut
Bibir : tidak sianosis

Gigi : karies (+)

Tonsil : tidak ada pembesaran, ukuran T1-T1

Faring : tidak hiperemis


Lidah : tidak kotor, tidak atrofi papil, tidak hiperemis
Leher : simetris, trakea ditengah, tidak ada pembesaran
KGB, tidak ada pembesaran tiroid, JVP 5-2cmH2O
Thoraks
Paru :
inspeksi : simetris kiri = kanan (statis dan
dinamis) palpasi : fremitus kiri = kanan
perkusi : sonor di kedua lapangan paru
auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, rhonki tidak ada,
wheezing tidak ada
Jantung :
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
batas jantung kanan : RIC 4 Linea Parasternalis
Dekstra
batas jantung atas : RIC 2 linea parasternalis kiri
Auskultasi : S1-S2 reguler, gallop tidak ada, murmur tidak
ada
Abdomen :
inspeksi : perut tampak membuncit, kolateral vena tidak ada,
venektasi tidak ada
palpasi : hepar susah teraba, Lien teraba S2 konsistensi
padat, ginjal tidak teraba
perkusi : timpani, Shifting dullness
(+) auskultasi : BU 3-4x normal
Punggung

22
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus kiri-kanan
Perkusi : normal, nyeri ketok tidak
ada Ekstremitas
Palmar eritem : ada
pitting edema : ada di kedua tungkai
refleks fisiologis : tidak diperiksa
refleks patologis : tidak diperiksa
Regio dekstra : pus (-), darah (-), gas gangrene (-)
Regio sinistra : pus (-), darah (-), gas gangrene (-)
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Status DM :
BMI : 20.76 (Underweight menurut WHO)
BB Ideal : 90% x (TB-100) x 1 kg = 63 kg

Pemeriksaan penunjang Hasil laboratorium


Hematologi (14 Maret 2023)
Hb : 5,0 g/dl
Leukosit : 13,97x103/mm3
Hematokrit : 27%
Eritrosit : 3,79x106/µl
Trombosit : 136.000/mm3
MCV : 79 fL
MCH : 28 pg
MCHC : 35 %
Hitung Jenis

Basofil : 0%
Eosinofil : 2%

Neutrofil Batang :2
Neutrofil Segmen : 78%
Limfosit : 5%
Monosit : 13%

23
Gambaran Darah Tepi
Kesan : Anemia normositik normokrom, leukositosis,
trombositopenia,
Kimia Klinik (14 Maret 2023)
Total protein : 3,8 g/dl
Albumin : 1,9 g/dl
Globulin : 1,9 g/dl
SGOT : 92 U/L
SGPT : 181 U/L
Ureum Darah : 68 mg/dl

Gula darah puasa : 133 mg/dl

Bilirubin total : 1,1 mg/dL

Bilirubin direct : 0,7 mg/dL

INR : 1,46

Elektrolit
Natrium : 129 mmol/L
Kalium : 3.3 mml/L
Klorida : 102 mmol/L
Kesan : total protein dan albumin menurun, ureum
meningkat, klorida menurun.

Hasil Gastroscopy (07 Januari 2021)


Endoskop masuk sepanjang 90 cm.
Esofagus: Varises grade 2-3

Gaster : Mukosa dengan gambaran snake skin (+), varises (-)


Duodenum : Mukosa normal

Kesimpulan : Varises esophagus grade 3, Gastropati HP

24
3.4 Masalah Medis
Anemia, Asites

3.5 Diagnosa kerja


- Sirosis hepatis PNSD CTP B
- Asites ec sirosis hepatis
- Anemia berat normositik normokrom ec post melena

3.6 Diagnosis Banding


- Anemia ec penyakit kronik
- Ulkus Gaster

25
3.7 Penatalaksanaan
- Istirahat
- Diet MB hepar II 1.500 kkal
- Ivfd aminofusin hepar : triofusin 1:1/ 12 jam/kolf
- Lactulac 3x15cc
- Spironolakton 1x100 mg
- Lansoprazol 1x30 mg
- Propanolol 2x10 mg
- Albumin 20% infus

26
BAB 4

DISKUSI

Seorang laki-laki, 48 tahun datang ke RSUP dr. M. Djamil Padang dengan


keluhan pasien mengeluhkan sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan makanan. Sesak tidak disertai
dengan mengi, sesak dirasakan seperti perut menyesak ke atas. BAB hitam ada 1
minggu yang lalu, frekuensi 2x, konsistensi padat. Badan terasa lemah dan letih
sejak 1 bulan yang lalu. Perut tampak membuncit sejak 4 bulan yang lalu, perut
dirasakan membesar dan disertai dengan nyeri. Pasien tampak pucat disadari sejak
lebih kurang 2 minggu yang lalu. BAB berwarna hitam sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 2x, konsistensi cair. Pasien sudah pernah mengalami
keluhan serupa 4 tahun yang lalu, namun dalam 4 bulan terakhir tidak kontrol
rutin ke Sp.PD. Pasien tahun 2017 ada riwayat sakit kuning.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, pada pasien didapatkan 5 dari 7


kriteria subandiri dan suharyono untuk sirosis hepatis, yaitu hematemesis melena,
asites, splenomegali, palmar eritem, dan albumin menurun globulin meningkat.
Hematemesis melena timbul karena hipertensi portal pada sirosis akan
meningkatkan aliran di vena kolateral sehingga menyebabkan varises termasuk
varises esophagus. Jika varises ini pecah akan menimbulkan perdarahan. Darah
yang bercampur dengan asam lambung akan berwarna kehitaman.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan perut membuncit dan Shifting dullness


(+) yang menandakan asites. Cairan yang menumpuk di rongga abdomen ini
disebabkan oleh tingginya tekanan darah di kapiler akibat hipertensi porta dan
rendahnya tekanan onkotik akibat hipoalbumin sehingga cairan keluar dari
intrasel ke ekstrasel. Hipoalbumin karena kegagalan fungsi hati juga akan
bermanifestasi klinis berupa edema pada kaki. Splenomegali disebabkan karena
kongesti pada vena porta mengakibatkan penyempitan dan aliran ke arah limpa
menjadi lebih besar yang akhirnya limpa menjadi membesar. Palmar eritem
merupakan warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan menurunnya metabolisme estrogen di hepar.

27
Pada pemeriksaan labor sederhana didapatkan kesan anemia sedang,
leukopenia dan trombositopenia, sesuai gangguan hematologi yang sering terjadi
pada sirosis. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Albumin menurun dan globulin
meningkat, ini merupakan salah satu kriteria diagnosis sirosis hepatis. Penururnan
kadar albumin terjadi karena sintesisnya di jaringan hati berkurang sehingga
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Sedangkan globulin,
konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.

Terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi nutrisi, diuretik, terapi
menghentikan perdarahan jika ada perdarahan, antibiotik. Pasien sirosis umumnya
memiliki kondisi yang lemah sehingga diberikan nutrisi parenteral. Pasien diberi
cairan infus aminofusin dan triofusin. Aminofusin merupakan larutan asam amino
untuk mempertahankan kesadaran. Aminofusin hepar mengandung LOLA (L-
ortinin dan L-aspartat) sebagai substrat untuk produksi glutamat dalam otot yang
akan mengurangi amonia yang beredar. Sedangkan triofusin diberikan untuk
memenuhi kebutuhan energi ketika pemberian nutrisi secara enteral tidak
mencukupi.

Pada pasien dengan komplikasi asites diberikan terapi diuretik. Antagonis


aldosteron (spironolakton) lebih efektif daripada loop diuretik (furosemid) dalam
manajemen asites dan merupakan diuretik pilihan. Pemberian furosemid tunggal
tidak disarankan karena diperlukan penyesuaian dosis dan suplemen KCL.

Pada pasien ini juga diberikan laktulosa. Laktulosa ialah disakarida sintetik
yang tidak dicerna usus. Laktulosa dihidrolisis bakteri usus menjadi asam laktat
dan asetat. Lingkungan asam ini mengionisasi amonia menjadi ion amonium,
sehingga tidak berdifusi melalui membran kolon dan akan diekskresikan bersama
feses. Laktulosa juga menghambat pembentukan amonia oleh bakteri usus.
Kelebihan laktulosa lainnya adalah sifat katarsis yang dimilikinya. Laktulosa akan
menarik cairan sehingga melunakkan feses dan merangsang peristaltik usus.
Peningkatan peristaltik usus akan memendekkan transit time feses dalam
colon, sehingga amonia yang terserap semakin sedikit.
28
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit penyerta
lainnya pada pasien. Klasifikasi Child-Pugh variabelnya meliputi kadar albumin,
kadar bilirubin, PT/INR, ada tidaknya asites dan ensefalopati serta status nutrisi.
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien Child A (5-6), B(7-9),
C(10-15) berturut-turut adalah 100%, 80% dan 45%. Untuk pasien ini berada pada
skor 9 di mana angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien adalah
80%

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Ivanova I. Liver cirrhosis: new concept. Scripta Scientifica Medica. 2016; 48(2): p. 18-
25.

2. Wen-Ce Z, Quan-Bao Z, Liang Q. Pathogenesis of liver cirrhosis. World J


Gastroenterol. 2014 Jun; 20(23): p. 7312–24.
3. Asrani SK, Devarbhavi H, Eaton J, Kamath S. Burden of liver diseases in the world. J
Hepatol. 2019 Jan; 70(1): p. 151-71.
4. Tsochatzhis E, Bosch J, Burroughs A. Liver cirrhosis. The Lancet. 2014; 383(9930): p.
1749-61.
5. Setiawan VW, Stram DO, Porcel J, Lu SC, Marchand LL, Noureddin M. Prevalence of
chronic liver disease and cirrhosis by underlying cause in understudied ethnic
groups: the Multiethnic Cohort. Hepatology. 2016 Des; 64(6): p. 1969-77.
6. D'Amico G, Morabito A, D'Amico M, Pasta L, Giuseppe M, Rebora P, et al. Clinical
states of cirrhosis and competing risks. J Hepatol. 2018 Mar; 68(3): p. 4-59.
7. Tsao G, Lim J. Management and treatment of patients with cirrhosis and portal
hypertension: recommendation from the departement of veterans affairs hepatitis C
resource center program and national hepatitis C program. American J
Gastroenterol. 2009; 104: p. 1802-92.
8. Braillon A. Laennec's cirrhosis. The Lancet. 2019 Jan; 393(10167): p. 131-2.
9. Wen-Ce Z, Quan-Bao Z, Liang Q. Pathogenesis of liver cirrhosis. World J
Gastroenterol. 2014 Jun; 20(23): p. 7312-24.
10. Samonakis DN, Koulentaki M, Coucoutsi C, Augoustaki A, Baritaki C, Digenakis E, et
al. Clinical outcomes of compensated and decompensated cirrhosis: A long term
study. World J Hepatol. 2014 Jul; 6(7): p. 504-12.
11. Kusumobroto HO. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 1st ed. Jakarta:
Jayabadi; 2007.
12. GBD 2017 Cirrhosis Collaborators. The global, regional, and national burden of
cirrhosis by cause in 195 countries and territories, 1990–2017: a systematic analysis
for the Global Burden of Disease Study 2017. The Lancet Gastroenterol Hepatol.
2020 Mar; 5(3): p. 245-66.
13. Grossman S, Porth C. Study guide for porth's pathophysiology Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
14. Nurdjanah S, Sudoyo A, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2009.
15. Lindseth, G.N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. In Patofisiologi
Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2013. p. 472-515.

30

Anda mungkin juga menyukai