Pembimbing :
Disusun oleh :
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan sykur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang
diberikannya sehingga Laporan Kasus oleh Kelompok 1 dapat diselesaikan. Laporan Kasus
ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan selama menjalani Kepaniteraan
Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam di RSU HKBP Balige.
Laporan Kasus ini berjudul Sirosis Hepatis. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada dr. Eva C. Saragih atas bimbingan dan dukungan yang diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dalam Laporan Kasus ini. Oleh karena itu,
kiranya pembaca dapat memberikan kriti dan saran yang membangun. Harapan Kelompok 1
semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Pengetahuan dan pembaca. Terima
Kasih.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang menyebabkan proses difus pembentukan
nodul dan fibrosis. Prevalensi sirosis hepatis di dunia perkirakan 100 (kisaran 25-
100)/100.000 penduduk, tetapi hal tersebut bervariasi menurut negara dan wilayah. Sirosis
hepatis menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian pada orang dewasa di dunia.
2,3 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis
hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam. Penyebab
utama sirosis hepatis di negara barat adalah alkohol dan Hepatitis C, sedangkan di Indonesia
penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan Hepatitis C (30%-40%).
Sirosis hepatis secara klinis terbagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan sirosis
hepatis dekompensata, perubahan dari kompensata menjadi dekompensata disebabkan oleh
insufisiensi sel hati dan hipertensi portal. Hal tersebut akan memengaruhi tes fungsi hati dan
pemeriksaan hematologi, beberapa diantaranya yaitu kadar albumin, jumlah trombosit, dan
kadar kreatinin. Albumin merupakan protein yang hanya disintesis di hati sehingga kadarnya
akan memburuk sesuai perburukan hati. Jumlah trombosit pada sirosis hepatis biasanya akan
mengalami penurunan dan akan meningkatkan risiko perdarahan pada pasien sirosis hepatis.
Pengukuran serum kreatinin dapat digunakan untuk menilai fungsi ginjal pada pasien sirosis
hepatis.
Prognosis pasien sirosis hepatis dapat diperkirakan menggunakan klasifikasi Child Pugh,
yang dibagi menjadi Child pugh A, B, dan C yang masing-masing mempunyai angka
ketahanan hidup dua tahun sebesar 85%, 57%, dan 35%.
Komplikasi yang terjadi pada sirosis hepatis akan meningkatkan risiko kematian dan
angka kesakitan pasien, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan saluran cerna,
asites, sindrom hepatorenal, ensefalopati hepatik, peritonitis bakterial spontan dan karsinoma
hepatoselular.
Penelitian Patasik et al (2015) di RSUP Prof. Dr. D. Kandou Manado dari Agustus
2012−Agustus 2014, mendapatkan bahwa pasien sirosis hepatis terbanyak adalah laki-laki
(62,7%) dengan rentang usia terbanyak 50-59 tahun (31,4%), penyebab sirosis hepatis
terbanyak adalah hepatitis B (13,7%) dan komplikasi terbanyak varises esophagus (23,5%).
1
Penelitian yang dilakukan Tambunan et al di Di RSUP Dr. Soedarso Pontianak periode
Januari 2008 − Desember 2010 juga mendapatkan pasien sirosis hepatis terbanyak adalah
laki-laki (69,6%) dengan kelompok usia terbanyak adalah 50-59 tahun (31,0%), penyebab
terbanyak adalah hepatitis B (43,5%), komplikasi terbanyak adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas (50%), dan klasifikasi Child pugh terbanyak adalah Child pugh C (53,3%).
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah bagaimana perjalanan klinis, penegakan
diagnosa dan penatalaksanaan pada pasien Sirosis Hati
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai dengan
penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif ( benjolan yang
terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis
hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2010 sirosis hepatis
termasuk kedalam dua puluh penyebab kematian terbanyak di dunia dengan prevalensi 1,3%.
Selain hal tersebut, sirosis hepatis menduduki urutan ke-8 penyebab kematian tahun 2007 di
Korea.
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang sirosis hepatis merupakan salah satu penyakit
terbanyak yang dirawat di bagian Penyakit Dalam, pada periode Januari 2011 sampai 31
Desember 2013 pasien yang menderita sirosis hepatis meningkat sebanyak 304 orang. Jumlah
pasien sirosis hepatis yang dirawat mengalami penurunan menjadi 225 pasien pada periode
Januari 2015-31 Desember 2016. Sedangkan di RS Santa Elisabeth Medan pada tahun 2012-
2014 ditemukan 158 penderita sirosis hati, dengan rincian 44 penderita s pada tahun 2012, 51
penderita pada tahun 2013, dan 63 penderita pada tahun 2014.
1. Alkoholisme
Mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan gangguan fungsi hati seperti
penyakit hati alkoholik ( PHA). PHA adalah gangguan fungsi hati yang diakibatkan
oleh konsumsi alkohol dalam waktu yang lama dengan jumlah tertentu. PHA terbagi
atas perlemakan hati (fatty liver), hepatitis alkoholik (alcoholic hepatitis) dan sirosis.
Perlemakan hati biasanya ditemukan pada >90% peminum alkohol rekuren dan berat.
Dan sebagian peminum alkohol berat tersebut, sekitar 10-30% akan berkembang
3
menjadi penderita hepatitis alkoholik dan akan terus berkembang menjadi sirosis bila
tidak ada intervensi.
2. Virus hepatitis
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hepatis, penelitian Australia Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam
darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga mempunyai peranan yang
besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A.
3. Malnutrisi
Berdasarkan hasil penelitian Hadi dalam simposium patogenesis sirosis hati,
ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4% penderita kekurangan protein
hewani.
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya
cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring.
Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya
belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubunganya dengan penimbunan tembaga
dalam jaringan hati.
5. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu :
1. Sejak dilahirkan si penderita mengalami kenaikan absorpsi Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpainya pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe kemungkinan
menyebabkan timbulnya sirosis hati.
6. Zat toksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati.
4
2.4 Manifestasi klinis Sirosis Hepatis
Infeksi HBV bersifat ringan dengan penyembuhan sempurna. Gejala prodormal timbul
dan berlangsung selama satu atau dua minggu sebelum awitan ikterus (meskipun tidak semua
pasien mengalami ikterik). Gambaran utama pada saat itu adalah malaise, rasa malas,
anoreksia, sakit kepala, demam derajat rendah. Disamping itu, terasa abdomen kuadaran
kanan atas dapat terasa tidak nyaman yang biasanya dikaitkan dengan peregangan kapsula
hepar.
Fase prodormal diikuti dengan fase ikterik dan awitan ikterus. Fase ini biasanya
berlangsung selam 4 hingga 6 minggu namun dapat mulai mereda dalam beberapa hari.
Beberapa hari sembelum ikterus, biasanya pasien merasa lebih sehat. Nafsu makan penderita
kembali setelah beberapa minggu, bersamaan dengan demam yang mereda, urine menjadi
lebih gelap dan feses memucat. Hepar membesar dan terasa nyeri, dan lien teraba membesar
pada ¼ pasien.
Masa ketika sirosis bermanifestasi sebagai masalah klinis hanyalah sepenggal waktu dari
perjalanan klinis selengkapnya. Sirosis bersifat laten bertahun-tahun, dan perubahan patologis
yang berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang timbul menyadarkan akan adanya
kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, terjadi kemunduran fungsi hati secara bertahap.
Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi kelelahan (fatigue), anoreksia,
dyspepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), dan berat badan
sedikit berkurang, mual dan muntah (terutama pagi hari). Nyeri tumpul atau perasaan berat
pada epigastrium atau kuadran kanan atas terdapat pada sekitar separuh penderita.
Pada sebagian besar kasus, hati keras dan mudah teraba tanpa memandang apakah hati
membesar atau mengecil (atrofi). Dalam salah satu kepustakaan, dijelaskan dalam sebuah
gambar mengenai manifestasi klini sirosis, yang dalam kepustakaan lain sebagian dari
manifestasi-manifestasi ini disebut juga sebagai komplikasi dari sirosis.
5
Gambar Manifestasi klinis sirosis.
Keterangan:
Efek kerusakan hati: 1) Insufisiensi hati (koma, ikterus, kerusakan hati, ascites, anemia, mudah berdarah, edema
pergelangan kaki). 2) Hiperestrinime (Spider nevi, alopesia pektoralis, ginekomastia, perubahan distribusi
rambut, eritema Palmaris, atrofi testis). Efek hipertensi portal: 1) Hipertensi portal (Varises esophagus,
splenomegali, kaput medusa, ascites, edema pergelangan kaki). 2) Hipersplenisme (perubahan sumsum tulang,
anemia, leucopenia, trombositopenia)
6
2.5 Klasifikasi Sirosis Hepatis
Menurut Shrelock secara klinis sirosis hati dibagi atas dua tipe, yaitu:
1.
Sirosis kompensata atau sirosis laten Gejala klinis yang dapat nampak adalah pireksia
ringan, “spider” vaskular, eritema palmaris atau epistaksis yang tidak dapat
dijelaskan, edema pergelangan kaki. Pembesaran hepar dan limpa merupakan tanda
diagnosis yang bermanfaat pada sirosis kompensata. Dispepsia flatulen dan salah
cerna pagi hari yang samar-samar bisa merupakan gambaran dini dari pasien sirosis
alkoholik. Sebagai konfirmasi dapat dilakukan tes biokimia dan jika perlu dapat
dilakukan biopsi hati aspirasi.
2.
Sirosis dekompensata atau sirosis aktif
Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta. Biasanya pasien sirosis dekompensata datang
dengan asites atau ikterus. Gejala-gejala yang nampak adalah kelemahan, atrofi otot
dan penurunan berat badan, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam ringan
kontinu (37,5º- 38ºC), gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah
darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai dengan koma.
7
2.6 Patofisiologi Sirosis Hepatis
8
2.7 Penegakan Diagnosa Sirosis Hepatis
Diagnosa penderita sirosis hepatis yang sudah parah tidak sulit, misalnya dengan
adanya asites, udem kaki, ikterus, dan hepar yang teraba dengan konsistensi keras. Hal yang
menjadi masalah adalah pasien-pasien pada awal sirosis dan pasien-pasien bukan sirosis yang
didiagnosa sebagai sirosis. Seorang pasien dengan awal sirosis kadang-kadang tidak
menujukkan gejala apapun dan baru dengan pemeriksaan yang teliti baru akan ditemukan
bahwa penderita mengalami sirosis.
1. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosis sirosis hepatis, yaitu:
- SGOT (serum glutamil oksalo asetat) /SGPT (serum glutamil piruvat asetat)
Dapat ditemukan kenaikan kadar SGOT dan SGPT biasanya 2 kali di atas nilai
normal. Kadar SGOT/ SGPT dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu
sirosis hepatis masih aktif atau inaktif. Jika nilai masih terlalu tinggi maka bisa
dikatakan bahwa proses sirosis hepatis masih berlangsung dan belum tenang. Bila
kadar SGOT dan SGPT masih diatas normal, apalagi kalau masih diatas dua kali
nilainormal tertinggi maka proses sirosis hati belum tenang. Bila didapatkan
tanda-tanda proses sirosis belum tenang, maka harus dicari sebabnya. Biasanya
penyebabnya adalah masalah virologik.
- Alkali fosfatase
Meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal.
- Bilirubin
Konsentrasinya bisa normal pada sirosis hepatis dekompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis lanjut.
9
- Albumin
Sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.
- Globulin
Konsentrasinya meningkat pada sirosis.
- Protrombin time
Mencerminkan derajat disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.
- Natrium
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekresi air bebas.
- Kelainan hematologi anemia
Penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom
mikrositer, hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia,
dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.
- HBsAg
HBsAg ditemukan pada awitan infeksi akut HBV, dan karier HBV. HBeAg
berhububgan dengan daya infeksi yang tinggi. HBcAg ditemukan dalam
hepatosit, tidak mudah dideteksi dalam serum. IgM anti-HBc timbul pada infeksi
baru terjadi hingga 6 bulan. IgG anti-HBc timbul pada skrining infeksi setelah 6
bulan. Anti-HBe timbul setelah resolusi infeksi akut.
Bila didapatkan HBsAg yang positif, sebaiknya diteruskan dengan HBeAg dan
anti HBeAg. Bila didapatkan HBeAg positif, ini merupakan indikasi pengobatan
antiviral.
b) Pencitraan
USG sudah secara rutin digunakan untuk pemeriksaannya non-invasif dan mudah
digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hepar bisa dinilai dengan USG
meliputi sudut hepar, permukaan hepar, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.
Pada pasien yang sama sekali secara fisik normal, diagnosa sirosis dapat dilihat
melalui USG, antara lain dengan terlihatnya hepar dengan permukaan yang kasar,
bertepi tumpul. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler dan
ada peningkatan ekogenitas parenkim hari. Selain itu, USG juga bisa melihat ascites,
10
splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya
karsinoma pada pasien sirosis.
c) Biopsi hepar
Biopsi tetap menjadi gold standart pada pasien dengan segala macam penyakit hepar,
terutama pada pasien dnegan penyakit hepar kronis. Lebih bermanfaat untuk
menentukan derajat keparahan & tingkat kerusakan hepar, dan memprediksi
prognosis.
11
Albumin 2 g IV tiap 8 jam
1.5 g per kg IV dalam 6 jam,
1 g per kg IV hari ke 3
Norfloksasin 400 mg oral 2 kali/hari
untuk terapi, 400 mg oral
2kali/hari selama 7 hari
untuk perdarahan
gastrointestinal, 400 mg oral
per hari untuk profilaksis
Trimethoprim/sulfamethoxazole 1 tablet oral/hr untuk
profilaksis, 1 tab!et oral 2
kali/hr selama 7 hari untuk
perdarahan
Sindrom hepatorenal (HRS) Transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif
menurunkan hipertensi porta dan memperbaiki HRS, serta
menurunkan perdarahan gastrointestinal. Bila terapi medis
gagal dipertimbangkan untuk transplantasi hati merupakan
terapi definitife
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan
dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
12
laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar
amonia serum.
13
2.10 Prognosis Sirosis Hepatis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa
tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis
adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali
memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka
kematian selama operasi portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973
dengan memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam
menilai status nutrisi. Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka
kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan
hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-
Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.
Parameter Skor
1 2 3
Asites Tidak ada Minimal Sedang-berat
Ensefalopati Tidak ada Minimal-sedang Sedang-berat
Bilirubin <2,0 2-3 >3,0
(mg/dl)
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Waktu 1-3 atau INR 4-6 atau INR >6 atau INR
protombin INR <1,7 1,7-2,3 >2,3
(detik)
14
BAB III
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
ANAMNESIS
Autoanamnesis Heteroanamnesis
15
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
RIWAYAT KELUARGA
Hipertensi (+)
DM (-)
RIWAYAT PRIBADI
Hobi : -
Olahraga : -
Merokok : -
Minum Alcohol : 1 teko tuak per minum (selama 5 tahun)
Hubungan Seks : satu pasangan
16
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah tanda bila abnormal dan berikan deskripsi.
Umum : Compos mentis Abdomen : perut membesar yang dialami
Tampak lemas
sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah
sakit, perut dirasakan pasien semakin
membesar sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Kulit : tidak ada keluhan Ginekologi : tidak ada keluhan
Kepala dan leher : tidak ada keluhan Alat kelamin : tidak ada keluhan
Mata : tidak ada keluhan Ginjal dan Saluran Kencing : tidak ada
keluhan
Telinga : tidak ada keluhan Hematologi : tidak ada keluhan
Hidung : tidak ada keluhan Endokrin / Metabolik : tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan : tidak ada keluhan Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Pernafasan : Sesak napas juga dialami Sistem saraf : tidak ada keluhan
pasien 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan
tidak berkurang saat istirahat.
Payudara : tidak ada keluhan Emosi : tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
17
TANDA VITAL
KULIT : dbn
TELINGA : dbn
HIDUNG : dbn
MATA :
Conjunctiva palp inf : pucat +/+ ,sclera ikterik -/- , refleks cornea +/+ ,pupil: Isokor,
ki=ka, ø 2 mm
TORAKS :
Depan Belakang
Inspeksi Simetris Fusiformis Simetris Fusiformis
Palpasi SF :Normal SF : Normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi SP : Vesikuler SP : Vesikuler
ST : - ST : -
18
JANTUNG
Jantung : HR : 97 x/i, regler ,M1 > M2, A2 > A1, P2 > P1, A2> P2, desah (-)
ABDOMEN
PUNGGUNG
EKSTREMITAS
ALAT KELAMIN
dbn
REKTUM
NEUROLOGI
19
Refleks patologis : (-)
BICARA : Normal
PEMERIKSAAN LAB
LFT : SGOT 33 IU/L, SGPT 21 IU/L, Bilirubin total : 2,1 , Bilirubin direct : 1,5 , Protein
total : 6,4 , Albumin : 2,9 , Globulin : 3,5
PENCITRAAN
USG
Asites (+), hepar tampak mengecil dan permukaan tidak rata, splenomegali, vena porta
tampak melebar
20
RESUME DATA DASAR
(Diisi dengan temuan positif)
KELUHAN UTAMA :
Perut membesar
ANAMNESIS :
Seorang pasien, perempuan, berusia 47 tahun datang ke RS HKBP Balige dengan
keluhan perut membesar yang dialami sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit, perut
dirasakan pasien semakin membesar sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak napas juga dialami pasien 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak berkurang saat istirahat. Pasien merasakan lemas dan
nafsu makan berkurang. Mual dan muntah tidak dijumpai, demam tidak dijumpai, batuk
dan pilek tidak dijumpai,BAB (+), BAB hitam (-) , BAK (+), flatus (+), riwayat minum
alkohol (+) 1 teko per minum.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan Darah lengkap, KGD , RFT, LFT dan
USG. Dilakukan tindakan transfusi darah kepada pasien.
Setelah dirawat inap pasien dianjurkan untuk berobat jalan dan telah diberikan
edukasi berupa menghentikan kebiasaan minum tuak, makan teratur, diet rendah
garam(maksimal 5,2 gr/H), makan buah dan sayur, istirahat cukup dan rutin berolahraga.
21
RENCANA AWAL
Nama Penderita : Tiolina Siagian No. RM : 28.11.98
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosa, penatalaksanaan dan edukasi)
No Masalah Rencana Diagnosa Rencana Terapi Rencana Rencana Edukasi
Monitoring
1. Perut Asites ec: Sirosis hepatis IVFD RL 10 gtt/i DPL Makan teratur
membesar CHF Inj.Ranitidin 1a/12j/IV KGDS Makan buah dan
- Inj.Cefotaxime RFT sayur
1gr/12jam/IV LFT Banyak minum air
Spironolactone tab 1 x USG putih
20mg Istirahat cukup
Sucralfat syr 3 x C1 Menghentikan
kebiasaan minum
tuak
Rutin berolahraga
Diet rendah
2. Sesak napas CHF 02 2-5L garam(maksimal
Furosemide tab 1 x 5,2 gr/H)
40mg
KSR tab 1 x 1
Captopril 2 x 6,25
Bisoprolol 1 x ¼
22
Tanggal S O A P
Terapi Monitoring
31 oktober Perut membesar (+) Sens : CM Sirosis hepatis 02 2-4L DPL,KGDS,RFT,LFT dan
2018 Sesak nafas (+) TD : 110/70 IVFD RL 10 gtt/i USG
mmHg Inj Ceftriaxone
HR : 59x/i 1gr/8jam/IV
RR : 20x/i Inj. Lasix 1
T : 36,5 amp/12jam/IV
SpO2 : 98% Inj. Ranitidin 1
Pemeriksaan amp/12jam/IV
Fisik : Inj. Furosemide
Konjungtiva 1g/12jam/IV
palpebra KSR 1 x 1mg
inferior Spironolactone 3 x 100
anemis, mg
smiling Bisoprolol 1 x ¼mg
umbilicus (+), Captopril 2 x 6,25mg
undulasi (+).
1 Perut membesar berkurang Sens : CM Sirosis hepatis IVFD RL 10 gtt/i Transfusi PRC 500 cc.
November Sesak napas berkurang TD :120/80 Inj. Cefotaxime 1
2018 HR : 63x/i amp/12jam/IV
RR : 18x/i Inj. Lasix 1 amp/8jam/IV
T : 36,5 Inj. Ranitidin 1
SpO2 : 94% amp/12jam/IV
Pemeriksaan Inj. Furosemide
Fisik : 1g/12jam/IV
Konjungtiva KSR 1 x 1
palpebra Spironolactone 3 x
inferior 100mg
anemis, Bisoprolol 1 x ¼mg
23
smiling Captopril 2 x 6,25mg
umbilicus (+),
undulasi (+).
2 Perut membesar berkurang Sens : CM Sirosis hepatis IVFD RL 10 gtt/i
November Sesak nafas (-) TD : 110/70 Inj. Cefotaxime
2018 HR :63x/i 1g/8jam/IV
RR : 20x/i Inj. Furosemide
T : 36,5 1g/12jam/IV
SpO2 : 98% Inj. Ranitidin 1amp/12
Pemeriksaan jam/IV
Fisik : KSR 1 x 1mg
smiling Spironolactone 3 x 1mg
umbilicus (+), Bisoprolol 1 x 1mg
undulasi (+) Captopril 2 x 6,25mg
3 Tidak ada keluhan Sens : CM Sirosis hepatis PBJ Infus AFF
November TD : 120/80
2018 HR :65x/i
RR : 18x/i
T : 36,8
SpO2 : 99%
24
BAB IV
PEMBAHASAN
25
BAB V
KESIMPULAN
Sesak napas juga dialami pasien 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak berkurang saat istirahat. Pasien merasakan lemas dan
nafsu makan berkurang. Mual dan muntah tidak dijumpai, demam tidak dijumpai, batuk dan
pilek tidak dijumpai,BAB (+), BAB hitam (-) , BAK (+), flatus (+). riwayat merokok (-),
riwayat minum alkohol (+) 1 teko tuak per minum.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan Darah lengkap, KGD , RFT, LFT, urinalisa
ruangan dan USG. Dilakukan tindakan transfusi PRC 500 cc terhadap pasien. Pasien
didiagnosis sirosis hepatis dan diberikan terapi untuk memperbaiki keadaan klinis pasien
berupa 02 2-5 liter, IVFD RL 10 gtt/i, Injeksi Ranitidin 1a/12j/IV, Injeksi Cefotaxime
1gr/12Jam/IV, Injeksi Furosemide 1g/12jam/IV, Spironolactone tab 1 x 20mg, Sucralfat syr
3 x C1, Curcuma tab 1 x 1mg, KSR tab 1 x 1mg, transfusi PRC 500 cc.
Setelah dirawat inap pasien dianjurkan untuk berobat jalan dan telah diberikan
edukasi berupa menghentikan kebiasaan minum tuak, makan teratur, diet rendah garam
(maksimal 5,2 gr/H), makan buah dan sayur, istirahat cukup dan rutin berolahraga.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
9. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/ 185856-
overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012.
10. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
11. Elvira, Dwitya: 2015: Diagnosis dan Tatalaksana Hepatopulmonary Syndrome:
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Volume 38
12. Aru, Sudoyo, dkk: 2014: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Interna Publishing:
Jakarta, ed 6th: Jilid II: Hal 1982
28