Disusun Oleh :
Pembimbing :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesempatan
dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan dan
Profesi Dokter di Departemen Anestesi dan Terapi Intensif di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Dr. dr. Bastian Lubis, M.Ked(An), Sp.An, KIC selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan
selama proses penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus
selanjutnya. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan
dipergunakan sebagaimana mestinya. Akhir kata, kami mengucapkan
terima kasih.
Medan, 30 Oktober 2023
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 4
BAB I PENDAHULUAN 5
1.1 LATAR BELAKANG 5
1.2 TUJUAN PENULISAN 6
1.3 MANFAAT PENULISAN 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 DEFINISI 7
2.2 EPIDEMIOLOGI 8
2.3 FAKTOR RISIKO 9
2.4 PATOFISIOLOGI 12
2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS 15
2.7 PENANGANAN HEMODINAMIK PADA SEPSIS AKI 18
BAB IV KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
3
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patofisologi dari sepsis-associated acute kidney injury 13
Gambar 2.2 AKI berdasarkan kriteria RIFLE, AKIN dan KDIGO 17
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Faktor risiko pra-morbid untuk AKI yang paling konsisten diidentifikasi
meliputi usia lanjut, penyakit ginjal kronis, dan penyakit kardiovaskular.
Karakteristik penyakit akut yang paling sering dikaitkan dengan AKI adalah
gagal jantung, gagal hati, dan sepsis. (Jason et al 2019)
Sepsis dan AKI sering terjadi pada kondisi penyakit kritis, dengan
25–75% dari seluruh AKI dikaitkan dengan sepsis atau syok septik secara
global. Epidemiologi SA-AKI sangat bervariasi karena kurangnya definisi
standar untuk SA-AKI, penerapan nomenklatur standar untuk sepsis dan AKI
yang longgar, keragaman kondisi klinis dan populasi pasien, dan pelaporan
hasil yang relevan tidak konsisten. (Alexander et al 2023)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
7
(qSOFA): laju pernapasan 22 kali/menit atau lebih, perubahan mental, atau
tekanan darah sistolik 100 mm Hg atau kurang. (Meryvyn et al 2016)
Sepsis dengan cedera ginjal akut. Banyak pasien yang memenuhi kriteria
konsensus untuk sepsis dan AKI, dianggap menderita SA-AKI atau AKI septik.
Sepsis dikaitkan dengan hingga 50% AKI, dan hingga 60% pasien dengan sepsis
menderita AKI. Faktor risiko independen atau konsekuensi klinis dari sepsis dan
AKI, seperti hipovolemia atau paparan terapi nefrotoksik, telah mengacaukan
hubungan antara keduanya. Meskipun mekanisme patofisiologinya masih belum
sepenuhnya dipahami, tampak jelas bahwa karakteristik kaskade inflamasi yang
merugikan pada sepsis juga berkontribusi terhadap AKI. Pasien sepsis dengan
komplikasi AKI mempunyai peningkatan mortalitas yang signifikan dibandingkan
pasien tanpa AKI. Selain itu, pasien dengan AKI yang berhubungan dengan sepsis
mempunyai peningkatan mortalitas yang signifikan dibandingkan pasien dengan
AKI dengan etiologi lain. (Jason et al 2019)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sepsis dan AKI sering terjadi pada kondisi penyakit kritis, dengan
25–75% dari seluruh AKI dikaitkan dengan sepsis atau syok septik secara global.
Epidemiologi SA-AKI sangat bervariasi karena kurangnya definisi standar untuk
SA-AKI, penerapan nomenklatur standar untuk sepsis dan AKI yang longgar,
keragaman kondisi klinis dan populasi pasien, dan pelaporan hasil yang relevan
tidak konsisten. (Alexander et al 2023)
8
sepsis dilaporkan sebesar 54% dalam studi kohort prospektif multisenter pada
pasien dengan penyakit kritis di 24 negara Eropa dan 47.1% dalam studi kohort
retrospektif multisenter pada pasien rawat inap di seluruh China. Di Indonesia
sendiri belum ditemukan adanya penelitian yang melaporkan angka kejadian AKI
pada pasien sepsis. (Nafisa et al 2023)
Tabel 2.1 Faktor risiko dan prognosis cedera ginjal akut (Jason et al 2019)
9
Kematian dengan AKI ATAU 1,19 (1,05 hingga 1,33)
untuk usia ≥65; 1,13 (1,01 hingga
1,26) untuk setiap dekade
10
Hipoalbumine Mengembangkan AKI ATAU 2,34 (1,74 hingga 3,14)
mia dengan penurunan 1 g/dL
Gagal hati Kematian dengan AKI ATAU 1,90 (1,34 hingga 2,71)
11
Sepsis Kematian dengan AKI ATAU 1,87 (1,33 hingga 2,62)
hingga 2,1 (1,1 hingga 1,4)
AKI=cedera ginjal akut; CKD = penyakit ginjal kronis; eGFR = perkiraan laju
filtrasi glomerulus; OR = rasio peluang.
2.4 PATOFISOLOGI
12
peritubular dan glomerulus, penghentian siklus sel dan apoptosis, dan respon
metabolik epitel tubulus ginjal sel hingga cedera. Teori-teori saat ini berasal dari
model hewan atau hasil otopsi (Peerapornratana et al, 2016).
a. Kaskade Peradangan
Selama sepsis, reseptor pengenalan pola (yaitu reseptor mirip toll atau
TLRs) yang diekspresikan pada permukaan sel imun mengenali pathogen related
molecular patterns (PAMPs) yang dilepaskan dan injury related molecular
patterns (DAMPs), dan memulai kaskade molekul intraseluler, yaitu
bermanifestasi sebagai respon inflamasi terhadap infeksi (Jang et al, 2016).
Selain itu, sel epitel tubulus ginjal juga mengekspresikan TLRs, terutama TLR-2
dan TLR-4. Jadi, setelah PAMPs atau DAMPs disaring melalui glomerulus, jalur
serupa diaktifkan, menyebabkan peningkatan stres oksidatif, produksi spesies
oksigen reaktif, dan kerusakan mitokondria (Martensson et al, 2015).
13
yang selanjutnya memperburuk fungsi ginjal. Perfusi jaringan sangat penting
untuk berfungsinya organ mana pun. Penelitian telah menunjukkan bahwa
perubahan mikrosirkulasi terjadi selama sepsis bahkan tanpa adanya
ketidakstabilan hemodinamik (Martensson et al, 2015).
Pengamatan ini menunjukkan bahwa perubahan mikrosirkulasi
memainkan peran penting dalam perkembangan kerusakan organ. Sepsis
menyebabkan perubahan aliran darah mikrosirkulasi lokal yang ditandai dengan
peningkatan heterogenitas distribusi darah regional dan peningkatan insufisiensi
kapiler (yaitu aliran intermiten atau terhenti). Berbagai mekanisme mendasari
gangguan mikrosirkulasi yang khas ini, termasuk disfungsi endotel, gangguan
deformabilitas eritrosit, kerusakan dan pelepasan lapisan glikokaliks, peningkatan
aktivasi leukosit, adhesi dan rekrutmen, adhesi trombosit, dan aktivasi kaskade
koagulasi dan deposisi fibrin. Disfungsi mikrosirkulasi dapat menyebabkan
perubahan distribusi aliran darah lokal, yang pada gilirannya menyebabkan
iskemia nefron dan hilangnya autoregulasi, dan memperburuk kerusakan dan
disfungsi sel epitel tubulus ginjal. Disfungsi epitel tubulus mengaktifkan umpan
balik glomerulus dengan meningkatkan konsentrasi klorida yang tidak
direabsorbsi pada plak yang padat, mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR), peningkatan serum creatine, dan penurunan urine output (Post
EH et al, 2017).
14
Dua penanda penghentian siklus sel, tissue inhibitor of metalloproteinase 2
(TIMP-2) and insulin-like growth factor binding protein 7 (IGFBP7), telah
ditemukan sebagai prediktor terbaik SA-AKI (Maidem et al, 2016).
a. Anamnesis
Manifestasi klinis sepsis pada AKI bergantung pada banyak faktor. AKI
sebelum sepsis, versus sepsis sebelum AKI, atau presentasi simultan dapat
mempengaruhi gambaran klinis awal pasien. (Godin M, 2015)
15
Tanda dan gejala sepsis berbeda-beda tidak hanya tergantung pada organ
yang terkena, namun juga pada setiap individu karena karakteristik dan
kerentanan pasien dan penyakit tertentu. Tanda-tanda sepsis mencerminkan fase
penyakit dan berkisar dari gambaran yang terbatas pada organ utama (misalnya
pneumonia) hingga sindrom disfungsi multi-organ berat (MODS) dan syok septik.
Tanda-tanda infeksi, sepsis, atau syok septik penting ketika mengevaluasi pasien
untuk gagal ginjal, dan sebaliknya penting untuk sering memantau fungsi ginjal
(bersama dengan keterlibatan organ lainnya) pada pasien yang terdokumentasi
atau diduga sepsis.(Godin M, 2015)
16
Gambar 2.2 AKI berdasarkan kriteria RIFLE, AKIN dan KDIGO (Poston JT dan Koyner
JL, 2019)
● Kultur Darah
Kultur darah adalah Golden standard untuk diagnosis sepsis.
Tetapi waktu yang lama menimbulkan batasan serius untuk kegunaan tes
ini di departemen emergensi.(Evans L, 2021)
● Darah Lengkap
Semua pasien yang mengalami AKI memerlukan panel
laboratorium dasar, termasuk panel metabolik dasar. Terkadang, elektrolit
urin dapat membantu menyarankan etiologi AKI.
● Radiologis
USG ginjal dapat membantu jika dicurigai adanya penyebab
obstruksi. Namun, USG ginjal rutin pada setiap pasien AKI tidak
diperlukan. CT non-kontras adalah modalitas radiografi penting lainnya
dan dapat digunakan untuk mencari nefrolitiasis atau urolitiasis.
Penggunaan zat kontras beryodium, yang merupakan penyebab umum
AKI.(Goyal, 2023)
● Urinalis
Pemeriksaan sedimen urin juga dapat memberikan petunjuk
penting mengenai etiologinya, seperti warna coklat keruh yang terlihat
17
pada nekrosis tubular akut. Piuria steril adalah tanda paling sensitif dari
nefritis interstisial akut. (Sanguankeo A, 2019)
Protein urin, osmolalitas urin, dan rasio albumin urin terhadap
kreatinin juga dapat menjadi petunjuk yang berguna dalam menentukan
etiologi AKI. (Goyal, 2023)
18
yang juga mencegah cedera ginjal lebih lanjut (Wang D et al, 2023).
Pemulihan volume intravaskular melalui redistribusi cairan merupakan target
terapi pada sepsis untuk mempertahankan perfusi yang adekuat dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Bersama dengan pengendalian sumber dan
pengobatan dengan antimikroba, pemberian cairan dan vasopresor merupakan
strategi manajemen utama dalam SA-AKI (Zarbock A et al, 2023).
Tujuan utama pemberian cairan adalah untuk meningkatkan preload
dan curah jantung untuk mempertahankan pengiriman oksigen yang cukup ke
organ vital. Penilaian status cairan dan respons terhadap pemberian cairan
(yaitu, respons terhadap cairan) harus dilakukan untuk mencegah hidrasi yang
kurang atau berlebihan. Keluaran urin harus dipantau secara ketat namun
tidak boleh digunakan untuk memandu terapi cairan pada pasien dengan
SA-AKI. Keseimbangan cairan harian dan kumulatif harus menjadi dasar
manajemen cairan pada pasien SA-AKI, karena banyak penelitian
menunjukkan bahwa kelebihan cairan pada pasien sakit kritis dikaitkan
dengan kematian yang berlebihan. Penilaian respon cairan harus mencakup
penanda perfusi klinis, dan pemantauan hemodinamik tingkat lanjut. SA-AKI
awal dan akhir mungkin memerlukan protokol pengobatan yang berbeda.
Meskipun stabilisasi hemodinamik merupakan prioritas pada SA-AKI awal,
penargetan kelebihan cairan mungkin lebih relevan pada SA-AKI akhir.
Seperti dijelaskan sebelumnya pada konferensi ADQI ke-12, empat fase
terapi cairan intravena — resusitasi, optimalisasi, stabilisasi, dan deeskalasi
(Zarbock A et al, 2023).
Terapi tambahan harus digunakan untuk mengoptimalkan status
hemodinamik dan meningkatkan manajemen cairan, dan harus disesuaikan
berdasarkan kondisi klinis pasien. Agen vasoaktif juga merupakan kunci
optimalisasi hemodinamik, dan penggunaannya tidak boleh dibatasi oleh ada
atau tidaknya akses vena sentral. Jika diperlukan secara klinis, penggunaan
agen vasoaktif perifer harus dimulai dengan pemantauan ekstravasasi yang
cermat. Penggunaan vasopresor secara dini mungkin memiliki efek hemat
volume (Zarbock A dkk, 2023).
19
Rekomendasi Consensus report of the 28th Acute Disease Quality
Initiative workgroup untuk SA-AKI terkait manajemen hemodinamik melalui
terapi cairan, vasopresor, dan inotropik termasuk :
● Pada pasien dengan sepsis-associated acute kidney injury (SA-AKI),
penanganan hemodinamik harus serupa dengan yang direkomendasikan
oleh Surviving Sepsis Guidelines (kelas 2C).
● Disarankan penggunaan pengukuran status cairan dan respons cairan untuk
menilai kebutuhan administrasi cairan (kelas 1C).
● Direkomendasikan pemantauan balans cairan harian dan kumulatif
(tingkat 1C) dengan disfungsi organ non-ginjal yang terjadi bersamaan
untuk menginformasikan strategi manajemen cairan di SA-AKI (kelas
2C).
● Direkomendasikan bahwa jumlah cairan yang diberikan dalam SA-AKI
ditargetkan pada titik akhir tertentu (kelas 1B).
● Direkomendasikan bahwa protokol cairan dan frekuensi pemantauan
keluaran urin dan fungsi ginjal mempertimbangkan tingkat keparahan dan
laju perkembangan AKI (kelas 1C).
● Direkomendasikan bahwa pilihan cairan didasarkan pada kebutuhan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit pasien (kelas
1C).
● Disarankan bahwa larutan seimbang dan garam 0,9% digunakan untuk
resusitasi berdasarkan profil biokimia masing-masing pasien sementara
efek biokimianya dipantau secara ketat (grade 2B).
● Albumin dan bikarbonat mungkin bermanfaat pada SA-AKI (kelas 1C),
namun kami menyarankan untuk tidak menggunakan pati, gelatin, dan
dekstran (kelas 1A).
● Direkomendasikan pemberian vasopresor, inotropik, dan diuretik
berdasarkan penilaian hemodinamik, fase sepsis, dan tingkat keparahan
AKI (kelas 1B).
● Direkomendasikan bahwa norepinefrin digunakan sebagai vasopresor lini
pertama untuk sepsis dengan disfungsi organ (kelas 1A).
20
● Direkomendasikan penggunaan diuretik pada pasien dengan kelebihan
cairan (kelas 1C).
● Disarankan bahwa beberapa subtipe SA-AKI mungkin mendapat manfaat
dari penggunaan vasopresor spesifik (misalnya vasopresin atau
angiotensin 2) (kelas 2B).
Rekomendasi Surviving Sepsis Campaign Guidelines 2021 untuk
SA-AKI terkait manajemen hemodinamik termasuk :
● Direkomendasikan penggunaan kristaloid sebagai cairan lini pertama
untuk resusitasi (Bukti kuat dan berkualitas sedang)
● Disarankan penggunaan kristaloid seimbang dibandingkan saline normal
untuk resusitasi (Lemah, kualitas bukti rendah).
● Disarankan penggunaan albumin pada pasien yang menerima kristaloid
dalam jumlah besar (Bukti lemah dan berkualitas sedang).
● Direkomendasikan untuk tidak menggunakan pati untuk resusitasi (Bukti
kuat dan berkualitas tinggi).
● Disarankan untuk tidak menggunakan gelatin untuk resusitasi (Bukti yang
lemah dan berkualitas sedang).
● Direkomendasikan penggunaan norepinefrin sebagai agen lini pertama
dibandingkan vasopresor lainnya (Kuat. Dopamin, Bukti berkualitas
tinggi. Vasopresin, Bukti berkualitas sedang. Epinefrin dan Selepresin,
Kualitas bukti rendah. Angiotensin II, Kualitas bukti sangat rendah).
● Untuk orang dewasa dengan syok septik yang menggunakan norepinefrin
dengan tingkat tekanan arteri rata-rata yang tidak memadai, disarankan
untuk menambahkan vasopresin daripada meningkatkan dosis norepinefrin
(Bukti kualitas yang lemah dan sedang).
● Untuk orang dewasa dengan syok septik dan tingkat tekanan arteri
rata-rata yang tidak memadai meskipun ada norepinefrin dan vasopresin,
diarankan penambahan epinefrin (Lemah, kualitas bukti rendah).
● Disarankan untuk tidak menggunakan terlipresin (Lemah, kualitas bukti
rendah).
21
● Untuk orang dewasa dengan syok septik dan disfungsi jantung dengan
hipoperfusi persisten meskipun status volume dan tekanan darah arteri
memadai, kami menyarankan untuk menambahkan dobutamin ke
norepinefrin atau menggunakan epinefrin saja (Lemah, kualitas bukti
rendah).
● Untuk orang dewasa dengan syok septik dan disfungsi jantung dengan
hipoperfusi persisten meskipun status volume dan tekanan darah arteri
memadai, kami menyarankan untuk tidak menggunakan levosimendan
(Lemah, kualitas bukti rendah).
● Disarankan pemantauan tekanan darah arteri secara invasif dibandingkan
pemantauan non-invasif, sesegera mungkin dan jika sumber daya tersedia
(Lemah, kualitas bukti sangat rendah).
● Disarankan untuk memulai vasopresor secara perifer untuk
mengembalikan tekanan arteri rata-rata daripada menunda inisiasi sampai
akses vena sentral terjamin. (Lemah, kualitas bukti sangat rendah).
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Godin M, Murray P, Mehta RL. Clinical approach to the patient with AKI
and sepsis. Semin Nephrol. 2015 Jan;35(1):12-22. doi:
10.1016/j.semnephrol.2015.01.003. PMID: 25795496; PMCID:
PMC5617729.
Jang HR, Rabb H. Immune cells in experimental acute kidney injury. Nat Rev
Nephrol. 2015;11(2):88–101.
Poston JT, Koyner JL. Sepsis associated acute kidney injury. BMJ. 2019 Jan
9;364:k4891. doi: 10.1136/bmj.k4891. PMID: 30626586; PMCID:
PMC6890472.
Post EH, Kellum JA, Bellomo R, et al. Renal perfusion in sepsis: from
macro-to microcirculation. Kidney Int. 2017;91:45–60.
24
Peerapornratana S, Manrique-Caballero CL, Gómez H, et al. Acute kidney
injury from sepsis: current concepts, epidemiology, pathophysiology,
prevention and treatment. Kidney Int. 2019;96(5):1083–99.
Maiden MJ, Otto S, Brealey JK, et al. Structure and function of the kidney in
septic shock. A prospective controlled experimental study. Am J Respir Crit
Care Med. 2016;194(6):692–700.
25
Serafim R, Gomes JA, Salluh J, Póvoa P. A Comparison of the Quick-SOFA
and Systemic Inflammatory Response Syndrome Criteria for the Diagnosis of
Sepsis and Prediction of Mortality: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Chest. 2018 Mar;153(3):646-655.
Jason T Poston, Jay L Koyner. Sepsis associated acute kidney injury. BMJ.
2019. doi: 10.1136/bmj.k4891
Wang, D., Sun, T. & Liu, Z. Sepsis-Associated Acute Kidney Injury. Intensive
Care Res (2023). https://doi.org/10.1007/s44231-023-00049-0
26
Mervyn Singer, Clifford S. Deutschman, Christopher Warren Seymour, Manu
Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA. 23 Februari 2016.
doi: 10.1001/jama.2016.0287
https://doi.org/10.1038/s41581-023-00683-3
Nafisa Zulpa Elhapidi, Priska Amanda Kalew', Edlin Gisela Darmadjis, Indry
Agatha Rihi Pake', Sheren Reginas. Risk Prediction Acute Kidney Injury
27