Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

“Syok Sepsis”

Pembimbing :
dr. Lukman Hidayat Dian Permata, MMR, Sp.An-Ti

Disusun oleh:
Kayyis Firzadie (123810094)
Lydiana Damayanti Nurfadilah (123810015)
Muhammad Ja’far Shodiq (123810108)

KEPANITERAAN KLINIK KSM ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UGJ
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45
KUNINGAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “Syok Sepsis”. Referat ini ditulis untuk
menambahkan pengetahuan dan wawasan dan merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa
yang akan datang. Semoga referat ini dapat berguna bagi kita semua.

Kuningan, November 2023

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
“Syok Sepsis”

Laporan kasus ini Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif
di RSUD 45 Kuningan

Telah disetujui dan disahkan


Pada tanggal : November 2023

Disusun oleh :

Kayyis Firzadie (123810094)


Lydiana Damayanti Nurfadilah (123810015)
Muhammad Ja’far Shodiq (123810108)

Kuningan, November 2023


Pembimbing,

dr. Lukman Hidayat Dian Permata, MMR, Sp.An-Ti

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

LEMBAR PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Definisi 2

2.2 Klasifikasi 3

2.3 Patofisiologi 8

2.4 Diagnosis 10

2.5 Penatalaksanaan 13

BAB III KESIMPULAN 19

DAFTAR PUSTAKA 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu sindrom klinis akibat kurangnya pemanfaatan atau
suplai okdigen ke organ vital sehingga dapat menyebabkan perfusi organ dan jaringan
perifer yang mengarah pada hipoksia. Syok dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan karena jika tidak ditangani dengan tepat dapat
menyebabkan kegagalan banyak organ dan kematian. Tingkat mortalitas akibat syok
berkisar antara 20-50%. Syok memiliki beberapa etiologi sehingga dapat
dikategorikan berdasarkan etiologi yang mendasarinya yaitu hipovolemik,
kardiogenik, restriktif (vasodilator/distributif), atau syok sepsis.1
Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat
disregulasi dari respon host terhadap adanya infeksi. Syok sepsis harus dianggap
sebagai bagian dari sepsis dimana terjadi kelainan peredaran darah, seluler, dan
metabolik sehingga memiliki risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan
sepsis. Insiden sepsis dan syok sepsis terus meningkat sejak definisi konsensus
pertama (Sepsis-1) pada tahun 1991, mencapai sekitar 49 juta kasus sepsis dan 11 juta
kasus terkait kematian di seluruh dunia pada tahun 2017 berdasarkan data World
Health Organization (WHO) yang menetapkan sebagai prioritas kesehatan global.2
Mikroorganisme yang dapat diidentifikasi pada pasien dengan sepsis/syok
sepsis bervariasi dari waktu ke waktu, dengan jumlah bakteri Gram positif yang lebih
banyak dan peningkatan signifikansi klinis dan epidemiologis dari sepsis jamur. Di
antara bakteri Gram positif, patogen yang paling sering diisolasi adalah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae, sedangkan di antara bakteri
Gram negatif, yang paling sering diidentifikasi adalah Escherichia coli, Klebsiella,
dan Pseudomonas spp. Di antara infeksi jamur yang terkait dengan kondisi ini, peran
utama dimainkan oleh Candida spp., yang sering kali dapat diidentifikasi pada pasien
imunosupresi atau neoplastik yang menjalani pengobatan jangka panjang dengan obat
kemoterapi dan imunosupresif . Tempat infeksi utama yang berhubungan dengan
sepsis diantaranya adalah saluran pernapasan/parenkim paru (43%); sistem saluran

1
2

kemih (16%); perut (14%); kepala, yang berhubungan dengan demam yang tidak
diketahui asalnya (FUO) (14%); dan situs/penyebab lainnya (13%).2
Dari sudut pandang patogenesis, sepsis saat ini dianggap sebagai akibat dari
beberapa mekanisme yang secara bersamaan melibatkan berbagai mediator pro dan
anti-inflamasi. Selain itu, modifikasi seluler terkait sepsis baru-baru ini telah
didefinisikan, dan pentingnya mikrosirkulasi telah ditekankan dalam perkembangan
sepsis menjadi syok sepsis. Salah satu perkembangan tersebut adalah endotelium
yang telah diidentifikasi sebagai unit fungsional mendasar dalam patofisiologi sepsis
karena perannya dalam regulasi mikrosirkulasi dan modulasi mekanisme koagulasi
serta proses sinyal inflamasi dan antiinflamasi.2
Berdasarkan pedoman tahun 2021 tentang manajemen sepsis dan syok
sepsis, penggunaan quick Sequential Organ Failure Assessment (qSOFA) tidak
direkomendasikan sebagai satu-satunya alat skrining, dan merekomendasikan
penggunaan National Early Warning Score (NEWS) atau systemic inflammatory
response syndrome (SIRS) karena sensitivitasnya yang lebih baik dibandingkan
qSOFA dalam memprediksi hasil akhir pasien. Diagnosis sepsis dipastikan
berdasarkan skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA). Syok sepsis
ditentukan oleh kebutuhan vasopresor untuk mempertahankan mean arterial pressure
(MAP) pasien 65 mmHg dan kadar laktat serum 2 mmol/L. Baik sepsis maupun syok
sepsis merupakan beban global yang semakin besar dan tantangan bagi dokter karena
meningkatnya insiden dan patofisiologis yang semakin kompleks, molekuler, genetik,
dan klinis yang besar. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok merupakan keadaan klinis akibat kegagalan peredaran darah yang
mendadak dan kompleks ketika sirkulasi tidak mampu menyediakan cukup
oksigen dan nutrisi ke sel dan jaringan sehingga menyeybabkan hipoksia,
hipoperfusi jaringan, dan disfungsi seluler. Hipoksia akan mengakibatkan
menurunnya asupan oksigen ke jaringan, meningkatnya konsumsi oksigen, atau
insufisensi fungsi oksigen. Syok dapat berupa gangguan akut atau hiperakut
karena banyaknya etiologi syok dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori umum
yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, obstruktif, dan distributif yang salah satunya
adalah syok sepsis.1

Gambar 1. Definisi Sepsis 1-35

3
4

Sepsis adalah respons tubuh yang luar biasa yang mengancam jiwa terhadap
infeksi yang dapat menyebabkan kegagalan sistem organ multipel. Sepsis adalah
respon kekebalan tubuh berlebihan sistem terhadap infeksi setelah mediator
inflamasi rilis seperti sitokin masuk ke dalam sirkulasi darah. Faktor pro-koagulasi
di sel endotel diaktifkan menyebabkan kerusakan lokal yang akan menimbulkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS), syok septik dan multiple organ
dysfunction syndrome (MOSF).2,3
Syok sepsis merupakan bagian dari sepsis dimana terjadi kelainan peredaran
darah, seluler, dan metabolik sehingga memiliki risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan sepsis yang ditentukan oleh kebutuhan vasopresor untuk
mempertahankan mean arterial pressure (MAP) pasien 65 mmHg dan kadar laktat
serum 2 mmol/L.1,2
2.2Klasifikasi
a. Klasifikasi Syok

Gambar 2. Klasifikasi Syok yang dibagi menjadi 4 kategori umum1


5

Syok dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya


patofisiologi, diantaranya terbagi menjadi 4 kategori umum, yaitu:1
1. Syok Hipovolemik
Perfusi organ yang tidak memadai karena disebabkan secara tiba-tiba
kehilangan volume intravaskular dikenal sebagai syok hipovolemik. Hasil
akhirnya adalah penurunan ventrikel yang parah preload, penurunan
makro dan mikrosirkulasi, merugikan efek pada metabolisme jaringan,
dan induksi pada respon inflamasi. Syok hemoragik, traumatis syok
hemoragik, dan traumatis syok hipovolemik adalah beberapa subtipe
syok hipovolemik. Syok hemoragik terjadi akibat kehilangan banyak
darah menyebabkan suplai oksigen ke sel tidak mencukupi. Hal ini dapat
menyebabkan kematian segera jika perdarahan tidak diobati. Penyebab
syok termasuk trauma, perdarahan maternal, perdarahan gastrointestinal ,
perdarahan perioperatif, dan ruptur aneurisma.1,2
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah suatu kondisi fisiologis dimana kemampuan
jantung untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh tidak memadai.
Hipoperfusi jaringan dapat segera terjadi disertai dengan kegagalan organ
dan kematian pasien jika syok kardiogenik tidak segera didiagnosis dan
diobati. Elektrokardiografi, rontgen dada, tes laboratorium, dan di
samping tempat tidur, ekokardiografi harus dilakukan pada individu
dengan dugaan syok kardiogenik. Tujuan awal resusitasi adalah untuk
meningkatkan perfusi jaringan dan output jantung.1,2
3. Syok Obstruktif
Tanda-tanda klinis syok, termasuk kebingungan, masalah konsentrasi,
oliguria, hipotensi, dan takikardia, disebabkan oleh pembatasan aliran
darah secara tiba-tiba di vena sentral pada sirkulasi sistemik atau
pulmonal. Oklusi intravaskular menyebabkan peningkatan segera pada
afterload ventrikel pada kasus emboli paru akut. Peningkatan tekanan
6

ekstravaskular menyebabkan penyumbatan arteri darah yang memasok


jantung pada pneumotoraks tegang. Dari sudut pandang hemodinamik,
kerusakan jantung segera terjadi setelah syok peredaran darah yang
disebabkan oleh penyumbatan; namun, pilihan etiologi dan terapi
menuntut pemisahan penyebab obstruksi jantung dan nonkardiak. Semua
bentuk syok obstruktif memiliki dinamika tinggi yang berpotensi fatal.1,2
4. Syok Distributif
Jenis syok yang paling umum adalah syok distributif, yang ditandai
dengan keadaan hipovolemia relatif yang disebabkan oleh redistribusi
patologis volume absolut intravaskular. Kemungkinan penyebabnya
adalah hilangnya kendali terhadap tonus pembuluh darah, yang
mengakibatkan perubahan volume intravaskular dalam sistem peredaran
darah, atau gangguan permeabilitas sistem pembuluh darah, yang
mengakibatkan pergeseran volume intravaskular ke interstitium. Syok
sepsis, anafilaksis atau anafilaktoid, dan syok neurogenik adalah tiga
subtype syok distributif.1,2
1) Syok Sepsis
Penyebab kematian yang signifikan pada pasien rawat inap merupakan
sepsis dan syok sepsis. Keadaan sepsis diakibatkan oleh reaksi tubuh
yang tidak seimbang terhadap infeksi, yang menyebabkan peradangan
pada hampir setiap sistem organ. Untuk mengurangi kerusakan dan
kematian sistem organ, sepsis harus diidentifikasi secara dini dan
diobati secara tepat dengan antibiotik, cairan, dan vasopresor.
2) Syok Anafilaktik
Setelah kontak dengan pemicunya, sejumlah zat dilepaskan yang akan
mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah, tonus otot polos
pembuluh darah, dan tonus bronkus, serta aktivasi kaskade inflamasi
sistemik. Gejala anafilaksis dan syok anafilaksis merupakan reaksi
sistemik yang serius, berkembang cepat, dan berpotensi fatal.
7

Pelepasan substansial mediator aktif biologis dari sel mast dan basofil
dapat menyertai respon imun yang dimediasi imunoglobulin E, sesuai
dengan patofisiologi kondisi tersebut. Mastosit dan basofil tidak
menyebabkan alergi jika mengalami degranulasi langsung melalui
jalur bebas imunoglobulin E. Anafilaksis didiagnosis menggunakan
kriteria klinis, dengan mengingat pentingnya memulai pengobatan
untuk suatu kondisi yang menimbulkan risiko serius bagi kehidupan
seseorang. Tidak ada kontraindikasi penggunaan adrenalin sebagai
pengobatan lini pertama untuk anafilaksis. Agar pasien mengalami
hipotensi, asupan vena harus diberikan sesegera mungkin.1,2

3) Syok Neurogenik
Terutama bila terlokalisasi pada tingkat serviks, syok neurogenik
merupakan efek samping yang sering terjadi dari kerusakan sumsum
tulang belakang. Syok neurogenik merupakan akibat dari cedera pada
sistem saraf simpatis dan ditandai dengan vasoplegia, hipotensi, dan
bradikardia. Tetraplegia, dengan atau tanpa gagal napas, merupakan
gambaran umum dari presentasi klinis. Intervensi dini mencoba
mengurangi kemungkinan lesi sumsum tulang belakang sekunder yang
disebabkan oleh kerusakan sistemik iskemik. Perawatan medis
melibatkan penggunaan teknik sistematis untuk melumpuhkan tulang
belakang dan menstabilkan fungsi-fungsi penting. Prosedur pencitraan,
teknik resusitasi saraf lebih lanjut, dan evaluasi bedah terkoordinasi
serta pengobatan cedera yang mendasari semuanya termasuk dalam
perawatan di rumah sakit.1,2
8

b. Klasifikasi Sepsis
Tabel 1. Klasifikasi Sepsis4
Klasifikasi Parameter
Systemic Inflammatory Response Suhu tubuh >38oC atau <36oC,
Syndrome (SIRS) HR ≥ 90 x/menit, RR ≥ 20/menit
(atau PaCo2 <32 mmHg), Leukosit
≥12.000/µl atau ≤4.000/µl atau
>10% sel imatur.
Sepsis Sedikitnya 2 kriteria SIRS dengan
penyebab yang diketahui atau
suspek infeksi.
Severe Sepsis Sepsis dengan disfungsi organ akut
Syok Sepsis Sepsis dengan hipotensi yang
persisten atau hipoperfusi jaringan
meskipun telah dilakukan resusitasi
cairan yang adekuat.
Multi-Organ Dysfunction Syndrome Adanya disfungsi organ pada
penyakit akut sehingga
homeostasisnya tidak dapat
dipertahankan tanpa intervensi.

2.3 Patofisiologi
Keadaan sepsis diakibatkan oleh reaksi tubuh yang tidak seimbang terhadap
infeksi, yang menyebabkan peradangan pada hampir setiap sistem organ.
Serangkaian perubahan fisiologis dan biokimia disebabkan oleh hipoksia
jaringan pada tingkat sel dapat menyebabkan untuk asidosis, pengurangan aliran
9

darah lokal, dan tambahan hipoksia jaringan. Infeksi dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang terbanyak adalah bakteri dan jamur.1,6

Gambar 3. Patofisiologi Syok Sepsis6


Bakteri, virus, dan jamur baik gram positif dan gram negatif memiliki
molekul dinding sel unik yang disebut pola molekuler terkait patogen yang
berikatan dengan reseptor pengenalan pola (toll-like receptor [TLR]) pada
permukaan sel imun. Lipopolisakarida pada bakteri gram negatif berikatan
dengan protein pengikat lipopolisakarida, kompleks CD14. Bakteri gram positif
dan lipopolisakarida bakteri gram negatif berikatan dengan TLR-2 dan TLR-4.
Hal tersebut adalah sitokin proinflamasi yang mengaktifkan imun adaptif dan
keduanya menyebabkan inflamasi langsung dan tidak langsung. Sepsis
meningkatkan aktivitas inducible nitric oxide synthase (iNOS), yang
meningkatkan sintesis nitric oxide (NO) yang merupakan vasodilator kuat.
Sitokin mengaktifkan sel endotel, melukai sel endotel dengan menginduksi
neutrofil, monosit, makrofag, dan trombosit untuk berikatan dengan sel endotel
dan juga mengaktifkan kaskade koagulasi.6
10

Gambar 4. Patogenesis Sepsis dan Syok Sepsis7

2.4 Diagnosis
Sepsis merupakan penyakit yang diklasifikasikan berdasarkan berbagai
macam gejala klinis. Deteksi dini adalah kunci untuk hasil pasien yang lebih
baik yang telah dicapai oleh pembuatan alat skrining. Pasien yang sudah dirawat
dengan infeksi berat harus diskrining secara rutin untuk sepsis menggunakan
kriteria diagnostik yang tepat. Definisi sepsis yang baru menggunakan
seperangkat klinis dan biokimia kriteria yang disebut Sequential Organ Failure
Assessment (SOFA). Skor SOFA terutama didasarkan pada kriteria biokimia dan
oleh karena itu dikembang juga skrining qSOFA yang lebih terfokus pada pada
laju pernapasan, tekanan darah sistolik dan perubahan kondisi mental. Definisi
11

sepsis yang baru menggunakan skor SOFA memiliki tambahan dua atau lebih
poin yang berkaitan dengan infeksi.8

Gambar 5. Tabel Skrinning Kriteria SIRS dan qSOFA Score8

Gambar 6. Tabel Skrinning SOFA8


1) Gejala Klinis4
a. Gejala Umum
a) Demam > 38oC
b) Hipotermia <36oC
c) Denyut nadi >90 x/menit
d) Takipnea
e) Penurunan kesadaran
12

f) Edema yang signifikan atau kseimbangan cairan yang positif > 20


mL/kg lebih dari 24 jam
g) Hiperglikemia glukosa plasma > 140 mgdL atau 7,7 mmol/L dengan
tidak ada riwayat Diabetes
b. Tanda Inflamasi
a) Leukositosis > 12.000/µL
b) Leukopenia < 4.000/µL
c) Leukosit normal dengan gambaran sel immature 10 % (shift to left)
d) Plasma c reactive protein lebih dari 2 diatas normal
e) Plasma procalcitonin lebih dari diatas normal
c. Hemodinamik
a) Hipotensi arterial dengan Tekanan Darah Sistolik <90 mmHg, Mean
Arterial Pressure (MAP) < 70 mmHg atau penurunan Tekanan Darah
Sistolik pada dewasa > 40 mmHg
b) Disfungsi organ
c) Hipoksemia arterial PaO2/FiO2 < 300
d) Oliguria akut dengan urine output < 0.5 mL/kg/jam untuk kurang lebih
2 jam dengan resusitasi cairan yang adekuat
e) Peningkatan kreatinin > 0.5 mg/dL
f) Koagulasi abnormal INR > 1.5 atau PTT > 60 detik
g) Trombositopenia < 100.000/µL
h) Hiperbilirubinemia >4 mg/dL
d. Tanda Perfusi Jaringan
a) Hiperlaktatemia > 1 mmol/L
b) Penurunan capillary refill
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin Lengkap
Dua atau lebih kultur darah harus diambil satu kali ada akses untuk
memulai pengobatan dan antibiotik yang lebih terarah. Kultur darah harus
13

diambil dari perifer, bukan dari akses IV yang ada dan perawatan harus
dilakukan terisi dengan benar (>10ml darah). Jika kultur terbukti positif
dari situs akses vaskular, lebih awal dari situs darah tepi menyarankan
akses vaskular sebagai titik masuk. Idealnya, kultur IV dan kateter juga
harus diambil dengan apusan darah tepi untuk membantu menentukan
sumber infeksi.
b. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram juga merupakan alat yang berguna, paling umum untuk
infeksi saluran pernapasan bagian bawah.
2.5 Penatalaksanaan

Gambar 7. Kriteria Klinis pasien sepsis dan syok sepsis9,10

Manajemen Sepsis
14

Terdapat manajemen yang disebut dengan surviving sepsis campaign 2018 dari
rangkaian 3 jam, 6 jam, menjadi 1 jam awal. Tujuan perubahan ini diharapkan
terdapat perubahan manajmen resusitasi awal, terutama mencakup penanganan
hipotensi pada syok sepsis.9,10

Gambar 8. Algoritma Sepsis Care Bundles3


15

Gambar 9. Tabel Bundle Element Sepsis9


a. Pengukuran Kadar Laktat
Peningkatan kadar laktat dapat menunjukkan beberapa kondisi di antaranya
hipoksia jaringan, peningkatan glikolisis aerobik yang disebabkan
peningkatan stimulasi beta adrenergik atau pada beberapa kasus lain.
Peningkatan kadar laktat >2mmol/L harus diukur pada kondisi 2-4 jam awal
dan dilakukan tindakan resusitasi segera.9
b. Kultur Darah
Pengambilan kultur darah dilakukan segera, hal tersebut berguna untuk
meningkatkan optimalisasi pemberian antibiotik dan identifikasi patogen.
Kultur darah sebaiknya dalam 2 preparat terutama untuk kuman aerobik dan
anaerobik. Pengujian kultur juga dapat menyingkirkan penyebab sepsis,
apabila infeksi patogen tidak ditemukan maka pemberian antibiotik dapat
dihentikan.9
c. Antibiotik Spektrum Luas
16

Pemberian antibiotik spektrum luas sangat direkomendasikan pada


manajemen awal. Pemilihan antibitiotik disesuaikan dengan bakteri empirik
yang ditemukan.9
d. Cairan Intravena
Pemberian cairan merupakan terapi awal resusitasi pasien sepsis, atau sepsis
dengan hipotensi dan peningkatan serum laktat. Cairan resusitasi adalah 30
ml/kgBB cairan kristaloid; tidak ada perbedaan manfaat antara koloid dan
kristaloid. Pada kondisi tertentu seperti penyakit ginjal kronis, dekompensasi
kordis, harus diberikan lebih hati-hati.9
e. Pemberian Vasopressor
Manajemen resusitasi awal bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan,
terutama perfusi organ vital. Jika tekanan darah tidak meningkat setelah
resusitasi cairan, pemberian vasopressor tidak boleh ditunda. Vasopressor
harus diberikan dalam 1 jam pertama untuk mempertahankan MAP >65
mmHg.9
f. Pemilihan Vasopressor
Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor lini pertama. Penambahan
vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau epinefrin untuk mencapai target MAP
dapat dilakukan. Dopamin sebagai vasopresor alternatif norepinefrin hanya
direkomendasikan untuk pasien tertentu, misalnya pada pasien berisiko rendah
takiaritmia dan bradikardi relatif. Penggunaan dopamin dosis rendah untuk
proteksi ginjal sudah tidak direkomendasikan lagi. Dobutamin disarankan
diberikan pada hipoperfusi menetap meskipun sudah diberi cairan adekuat dan
vasopresor.9
Dobutamin dapat diberikan sampai dosis 20 ug/kgBB/menit atau ditambahkan
bersama vasopresor lain apabila terdapat: disfungsi miokard yang ditandai
peningkatan tekanan pengisisan jantung dan curah jantung yang rendah dan
penurunan perfusi yang terus berlanjut meskipun volume intravaskular dan
tekanan rerata arteri adekuat telah tercapai. Dobutamin tidak dipakai untuk
17

meningkatkan indeks curah jantung sampai supranormal. Steroid dapat


digunakan apabila dengan norepinefrin target MAP masih belum tercapai.9

Gambar 10. Rekomendasi pemberian vasopressor dan teroid pada


manajemen syok sepsis9

g. Pemberian Kotikosteroid
Keadaan syok sepsis yang hiperinflamasi menyebabkan vasodilatasi dan
hipotensi. Kortikosteroid digunakan dalam pengelolaan syok sepsis karena
sifat anti-inflamasinya melalui penghambatan nuclear factor KB, sehingga
mengurangi interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan
18

reseptor TNF. 1 dan 2. Selain itu, kortikosteroid menghambat sintase oksida


nitrat (NO), menghambat vasodilatasi yang dimediasi NO yang diinduksi
sepsis. Terakhir, kortikosteroid eksogen mengatasi ketidakcukupan kadar
kortisol, mengurangi insufisiensi adrenal relatif yang menyebabkan
ketidakstabilan hemodinamik lebih lanjut pada syok septik.11

Gambar 11. Rekomendasi Pemberian Kortikosteroid11

Dosis optimal, waktu inisiasi, dan durasi penggunaan kortikosteroid masih


belum pasti; RCT terbaru yang digunakan Hidrokortison IV 200 mg per hari
dalam dosis terbagi. Ketiga uji coba juga menggunakan kriteria inklusi yang
berbeda: memenuhi syarat ADRENAL pasien adalah mereka yang
menggunakan vasopresor atau inotrop dengan dosis berapa pun selama≥4 jam
untuk mempertahankan MAP>60 mmHg, dan muncul pada saat pengacakan.
Pada APROCCHSS, dosis vasopresor adalah≥0,25 µg/kg/menit
19

atau≥1 mg/jam norepinefrin atau epinefrin, atau vasopresor lainnya selama


minimal 6 jam untuk mempertahankan MAP≥65 mmHg.10,11

h. Pemilihan Kortikosteorid

Gambar 12. Rekomendasi Dosis Pemberian Kortikosteroid berdasarkan SSC


2021
Rekomendasi SSC berfokus pada orang dewasa dengan syok sepsis dan
kebutuhan berkelanjutan untuk terapi vasopresor. Mendefinisikan kebutuhan
berkelanjutan sebagai dosis norepinefrin atau epinefrin≥0,25 mcg/kg/menit
selama minimal 4 jam setelah inisiasi untuk mempertahankan target MAP.
Jenis kortikosteroid yang direkomendasikam adalah hidrokortison dengan
dosis hidrokortison biasanya 200 mg/hari.10

Indikator Keberhasilan Resusitasi Awal


a. Evaluasi Mean Arterial Pressure (MAP)
MAP merupakan driving pressure untuk perfusi jaringan atau organ terutama
otak dan ginjal. Batas rekomendasinya adalah 65 mmHg. Penetapan target
MAP yang lebih tinggi (85 mmHg dibandingkan 65 mmHg) justru
20

meningkatkan risiko aritmia. Target MAP lebih tinggi mungkin perlu


dipertimbangkan pada riwayat hipertensi kronis.9
b. Laktat
Laktat sebagai penanda perfusi jaringan dianggap lebih objektif dibandingkan
pemeriksaan fisik atau produksi urin. Keberhasilan resusitasi pasien sepsis
dapat dinilai dengan memantau penurunan kadar laktat, terutama jika awalnya
mengalami peningkatan kadar laktat.9
c. Tekanan Vena Sentral (CVP) dan Saturasi Vena Sentral (SvO2)
Tekanan CVP normal adalah 8-12 mmHg. CVP sebagai parameter panduan
tunggal resusitasi cairan tidak direkomendasikan lagi.15 Jika CVP dalam
kisaran normal (8-12 mmHg), kemampuan CVP untuk menilai responsivitas
cairan (setelah pemberian cairan atau fluid challenge) terbukti tidak akurat.
Penggunaan target CVP secara absolut seharusnya dihindari, karena
cenderung mengakibatkan resusitasi cairan berlebihan.9
d. CO2 gap (Perbedaan kadar karbondioksida arteri dan vena (Pv-a CO2)
Peningkatan produksi CO2 merupakan salah satu gambaran metabolisme
anaerob. Jika peningkatan kadar laktat disertai peningkatan Pv-aCO2 atau
peningkatan rasio Pv-aCO2 terhadap Ca-vO2, kemungkinan besar
penyebabnya adalah hipoperfusi.9
21
BAB III
KESIMPULAN

Sepsis merupakan disfungsi organ yang mengancam nyawa (life threatening)


yang disebabkan oleh disregulasi dari respons tubuh terhadap adanya infeksi.
Diagnosis dini dan penanganan segera akan memberikan hasil yang baik. Syok sepsis
merupakan bagian dari sepsis dimana terjadi kelainan peredaran darah, seluler, dan
metabolik sehingga memiliki risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan
sepsis yang ditentukan oleh kebutuhan vasopresor untuk mempertahankan mean
arterial pressure (MAP) pasien 65 mmHg dan kadar laktat serum 2 mmol/L.
Pada definisi terbaru istilah SIRS dan sepsis berat sudah ditinggalkan, dan
direkomendasikan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scoring dan quick
SOFA (qSOFA) sebagai alat diagnostik sepsis. Skor SOFA meliputi 6 fungsi organ,
yaitu respirasi, koagulasi, liver, kardiovaskuler, sistem saraf pusat, dan ginjal. Pada
Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2016, identifikasi sepsis segera tanpa menunggu
adanya hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring QSOFA.
Sistem skoring ini merupakan modifikasi dari Sequential (Sepsis-related) Organ
Failure Assessment (SOFA). qSOFA hanya terdapat tiga komponen, yaitu
pernapasan, tekanan darah sistolik, dan status mental. Kriteria qSOFA merupakan
kriteria cepat dalam tatalaksana dan resusitasi segera terutama pada kasus syok
sepsis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Zein A R, Alqahtani M H, Alnajar A A et.al. Classification pathophysiology


and principle of therapy of shock. Int J Community Med Public Health. 2022;
9(9):3613-3617.
2. Guarino M, Perna B, Cesaro A E et.al. 2023 Update on Sepsis and Septic
Shock in Adult Patients: Management in The Emergency Department. J Clin
Med. 2023;12: 3188.
3. Habiburrahman M, Putra A B. Manajemen Komprehensif Sepsis Akibat
Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan. CDK-Jurnal. 2023; 50(6): 311-320.
4. Pirozzi N, Rejali N, Brennan M et.al. Sepsis: Epidemiology, Pathophysiology,
Classification, Biomarkers and Management. J Emerg Med Trauma Surg
Care. 2016; 3: 014.
5. Gyawali B, Ramakrishna K, Dhamoon A S. Sepsis: The evolution in
definition pathophysiology, and management. SAGE Open Medicine. 2019; 7:
1-13.
6. Kislitsina O N, Rich J D, Wilcox J E et.al. Shock-Classification and
Pathophysiology Principles of Therapeutics. Current Cardiology Reviews.
2019; 15: 102-113.
7. Lane D J, Horwitz S. Sepsis, and Septic Shock: Pathogenesis and Clinical
Findings. On www.thecalgaryguide.com . 2019 Diakses pada 31 Oktober
2023.
8. Van der Woude S W. Van Doormaal F F, Nellen F J, Holleman F. Classifying
sepsis patients in the emergency department using SIRS, qSOFA or MEWS.
The Netherlands Journal of Medicine. 2018; 76(4): 158-166.
9. Millizia A. Penatalaksanaan Sepsis. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika.
2019; 2(3): 28-37.

23
24

10. Evans L, Rhodes A, Alhazzani W et.al. Surviving sepsis campaign:


international guidelines for management of sepsis and septic shock 2021.
Springer Intensive Care Med. 2021; 47: 1181-1247.
11. Ammar M A, Ammar A A, Wieruszewski P M et.al. Timing of vasoactive
agents and corticosteroid initiation in septic shock. Springer Annals of
imtensive care. 2022; 12(47): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai