Disusun Oleh:
Anggi Larasati 1102015023
Rizal Fauzi 1102015200
Pembimbing :
dr. Muhammad Ibnu, Sp. An
Abstrak
Sepsis adalah permasalahan global yang terus meningkat dan merupakan
tantangan utama bagi dokter di unit intensif, peneliti, anggota komite pedoman
dan pembuat kebijakan, karena insidennya yang tinggi dan terus meningkat serta
kompleksitas patofisiologis, molekuler, genetik, dan klinis yang hebat. Terlepas
dari kemajuan baru-baru ini, kematian jangka pendek tetap tinggi dan ada bukti
yang berkembang tentang angka kesakitan jangka panjang dan peningkatan angka
kematian pada pasien yang berhasil selamat dari sepsis baik di negara maju
maupun berkembang. Penanganan lebih lanjut dan lebih baik dalam perawatan
pasien dengan sepsis akan berdampak pada kesehatan global. Dalam tinjauan
naratif ini, para ahli yang diundang memaparkan tantangan dan kemajuan yang
diharapkan yang akan dibuat dalam waktu dekat. Kami fokus pada diagnosis,
resusitasi (cairan, vasopresor, inotropik, transfusi darah dan target hemodinamik)
dan infeksi (antibiotik dan penanda infeksi), karena area ini adalah kunci, jika
manajemen awal dan hasil selanjutnya harus ditingkatkan pada pasien dengan
sepsis.
2
Pengantar
Sepsis tetap menjadi masalah utama bagi dokter di unit intensif, peneliti dan
pembuat kebijakan, karena tingginya insiden dan mortalitas serta masalah yang
terus berjalan saat menentukan identifikasi awal1. Sepsis adalah sindrom, yaitu
sebuah konsep yang dibuat untuk tujuan operasional. Terdiri dari identifikasi,
triase, dan aktivasi intervensi spesifik, prognostikasi, komunikasi dengan pasien,
keluarga dan pemberi perawatan, epidemiologi dan coding. Kemampuan untuk
membuat kesimpulan ini adalah sepsis dengan melihat tampilan luar pasien yang
berasal dari banyak kesamaan klinis dan biologis yang dimiliki oleh beberapa
pasien yang menderita berbagai infeksi mayor (misalnya, pneumonia, peritonitis,
meningitis, pielonefritis dan necrotizing fasciitis). Setelah sistem kekebalan
bawaan teraktivasi, terdapat banyak perubahan dalam beberapa sistem organ yang
dapat menyebabkan kegagalan banyak organ dan berakhir pada kematian 2. Secara
global sepsis adalah penyebab paling banyak dari di rawatnya pasien di ruang
ICU. Sepsis bertanggung jawab untuk kira-kira 11% dari semua penerimaan
pasien di ICU pada negara-negara berpenghasilan tinggi, sepsis sering dikaitkan
dengan usia yang lebih tua, komorbiditas dan penggunaan obat-obatan
imunosupresif. Sepsis mempengaruhi antara 3 sampai 10 per 1000 populasi per
tahun di negara-negara tersebut dan menyebabkan kematian antara 18 dan 35% 3,4.
Epidemiologi sepsis di negara berpenghasilan rendah dan menengah masih kurang
dapat dipahami1. Kematian karena sepsis tampaknya telah semakin menurun
selama beberapa dekade terakhir5,6, meskipun ada beberapa observer yang dibuat
ragu karena perubahan pengkodean dalam database administratif7. Dalam review
naratif kali ini, para ahli diundang oleh dewan redaksi Pengobatan Perawatan
Intensif untuk berbagi wawasan mereka tentang aspek-aspek kunci dari diagnosis
sepsis dan pengobatan spesifik serta suportif dengan tujuan untuk meningkatkan
posisi pengetahuan saat ini. Ini akan menimbulkan perdebatan, menunjukkan
bidang kemajuan yang akan segera terjadi dan berkontribusi pada agenda
penelitian.
3
Tabel 1. Istilah Dan Definisi Sepsis Terbaru
4
DEFINISI
Sepsis didefinisikan pertama kali pada tahun 1992 sebagai sepsis berat dan
syok sepsis dari sepsis3. Pada awal 2016 terdapat beberapa definisi sepsis terbaru
(Tabel 1) yang dikembangkan oleh International Task Force4. Definisi baru ini
memberikan beberapa penyesuaian penting yang bertujuan untuk memperjelas,
menyederhanakan, dan memberikan pemahaman yang lebih luas. Konsep lama
mengatakan bahwa sepsis hanya merupakan sindrom dari respons inflamasi
sistemik terhadap infeksi, hal ini sudah ketinggalan zaman. Sepsis merupakan
respon host yang tidak dapat ditebak yang jauh lebih kompleks daripada hanya
sebuah 'inflamasi' saja. Sebaliknya, sepsis terdiri dari disfungsi beberapa jalur
termasuk antiinflamasi, neural, hormonal, metabolik, bioenergi, koagulasi, dan
makro dan mikrovaskuler. Yang mana termasuk dalam kriteria systemic
inflamatory response syndrome atau SIRS (suhu, detak jantung, frekuensi
pernapasan, jumlah sel darah putih) hal ini mungkin hanya mencerminkan
beberapa respons host yang sesuai terhadap infeksi. SIRS tidak cukup untuk
membedakan secara jelas infeksi ringan yang mungkin tidak memerlukan
antibiotik dibandingkan dengan kondisi yang lebih parah, kondisi mengancam
jiwa yang disebabkan terutama oleh respon host yang berlebihan dan definisi
baru syok septik mengidentifikasikan bahwa pasien yang terinfeksi dan tidak
tertangani secara tepat akan menyebabkan terbentuknya disfungsi organ8. Jadi,
definisi lama yang mengatakan “sepsis berat” saat ini menjadi definisi dari
“sepsis”. Definisi sepsis terbaru disertai dengan spesifikasi kriteria klinis yang
menawarkan pemahaman yang lebih luas. Kriteria sepsis ini telah
diinformasikan oleh analisis dari beberapa database catatan perawatan kesehatan
elektronik yang besar dengan total sekitar satu juta episode pasien yang
diperkirakan terjadi infeksi10,11.
Dalam definisi awal tahun 1992, 'disfungsi organ' dan 'syok septik'
didefinisikan terlalu luas. Akibatnya, sepsis berat dan syok septik dikarakterisasi
dalam berbagai cara, yang menyebabkan variasi yang nyata dalam insiden dan
5
mortalitas9. Untuk mencapai keseragaman, disfungsi organ sekarang
digambarkan dengan peningkatan Sepsis-related Organ Failure Assessment
(SOFA) ≥ 2 poin terkait dengan lamanya infeksi, Hal ini dikaitkan dengan
peningkatan 10% risiko kematian10. Perubahan poin SOFA perlu diperhatikan
karena banyak pasien memiliki penyakit penyerta akut atau kronis yang
menghasilkan poin SOFA yang ternyata berhubungan dengan sepsis. Sementara
SOFA sendiri memiliki keterbatasan, salah satu poin utama nya adalah
kardiovaskular. SOFA adalah sistem penilaian disfungsi organ yang paling
dikenal yang digunakan saat ini dan peningkatan skor berkorelasi baik dengan
risiko kematian11. Namun, dua pengukuran SOFA yang berurutan tidak di saran
kan karena pasien dengan komorbiditas kronis sering memiliki nilai baseline
yang rendah, terutama ginjal (kreatinin) dan hati (bilirubin). Begitupun pada
pasien rawat inap, banyak di antaranya mengalami sepsis nosokomial, mungkin
memiliki baseline yang dipengaruhi oleh tindakan selama di rumah sakit dan
tindakan pada saat persiapan sebelum opersi. Dengan tidak adanya riwayat
sebelumnya, diasumsikan bahwa, dalam banyak kasus, skor SOFA akan menjadi
nol sebelum timbulnya infeksi.
6
Mikroorganisme dan Biomarker
Biomarker seperti C-reactive protein (CRP), jumlah sel darah putih, laktat dan
prokalsitonin (PCT) secara klasik telah digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis dan prognostikasi pasien dengan sepsis. Sayangnya, penanda
biologis ini hanya menawarkan kinerja diagnostik yang tidak terlalu baik 12 dan
kemampuan prediksi yang tidak berbeda jauh dari sistem penilaian klinis yang
tersedia13. Hal ini mendorong dokter dan peneliti di unit intensif untuk
memikirkan kembali penggunaan sehari-hari dan manfaat kedepan nya untuk
penggunaan biomarker pada sepsis. Perkembangan baru dalam mikrobiologi dan
biomarker dapat mempersingkat waktu untuk mendiagnosis mikroorganisme yang
digaris bawahi dan mengidentifikasi pola resistensi antimikroba. Ini harus
mengoptimalkan pengobatan infeksi pada pasien yang sakit kritis 14.
Perkembangan tersebut meliputi berbagai teknik molekuler dengan menggunakan
uji asam nukleat (NAT) berdasarkan lisis patogen, ekstraksi dan pemurnian asam
nukleat, amplifikasi asam nukleat dengan polymerase chain reaction (PCR) dan
identifikasi dengan berbagai metode, seperti hibridisasi berbasis ELISA, deteksi
flu real-time berbasis orescence, deteksi microarray fase cair atau padat,
pengurutan dan pengenalan database15. Metode yang dijelaskan dengan baik
adalah spektrometri massa (MS) desorpsi laser / ionisasi time-of-flight (MALDI-
TOF) yang dibantu matriks. Hal ini memungkinkan identifikasi koloni bakteri dan
jamur yang terisolasi dari kultur dalam waktu kurang dari 1 jam dengan
menggunakan teknologi yang mudah diimplementasikan, sangat akurat, murah
dan cepat16. Sistem IRIDICA yang baru-baru ini diluncurkan, memanfaatkan
spektrometri massa ionisasi reaksi rantai polimerase / elektrospray (PCR / ESI),
sekarang menawarkan identifikasi hingga 800 patogen dalam 6 jam pengambilan
sampel darah tanpa perlu menunggu kultur positif17. Deteksi antigen urin
Streptococcus pneumoniae dan Legionella pneumophila serogrup 1 pada pasien
dengan pneumonia telah digunakan secara luas selama dekade terakhir. Panel
tunggal atau ganda (multipleks) untuk mendeteksi berbagai macam patogen sistem
7
pernapasan, gastrointestinal dan sistem saraf pusat (bakteri, jamur, virus dan
Mycobacterium tuberculosis) baru-baru ini dikembangkan. Contohnya termasuk
sistem BioMérieux Bio-fire yang dapat mengidentifikasi patogen dalam berbagai
macam spesimen termasuk sekresi pernapasan, darah dan feses dan dapat
mengidentifikasi hingga 20 patogen berbeda18, dan uji infeksi kulit dan jaringan
lunak Xpert MRSA / SA (GeneXpert, Cepheid ®, Sunnyvale, CA, USA), yang
disetujui untuk deteksi cepat (dalam 1 jam) MRSA dan MSSA pada luka. Ketika
langsung diaplikasikan pada cairan sinovial dan spesimen jaringan (misalnya,
tulang, otot, fasia, dll.) Juga menjanjikan untuk diagnosis dini dari infeksi sendi
prostetik osteoartikular dan kronis akibat Stafilokokus19. Dalam beberapa kasus,
panel untuk diagnosis dini M. tuberculosis disertai dengan identifikasi gen
resistensi20,22. Berkenaan dengan infeksi jamur, diagnostik termasuk uji pan-jamur
(Fun- gitell ®) tes untuk mendeteksi komponen dinding sel jamur (1 → 3) -β-d-
glukan serta metode enzim platelia immunoassay (GM-EIA) yang dapat
mendeteksi Aspergillus galactomannan dalam serum dan cairan lavage
bronchoalveolar23. Deteksi berbasis antibodi monoklonal (MAb) Aspergillus-
MAb spesifik (JF5) menggunakan teknologi hibridoma dan perangkat aliran
lateral immuno-chromatographic sebagai tes untuk menentukan perawatan.
Keuntungan dari metode ini memungkin kan terdeteksi nya aktivitas Aspergillus
karena MAb JF5 mengikat antigen glikoprotein ekstraseluler yang disekresikan
selama pertumbuhan aktif jamur23. Beberapa strategi percobaan pengobatan
antibiotik yang dipandu biomarker sepsis telah di gunakan selama beberapa tahun
terakhir, sebagian besar berdasarkan PCT. Dalam uji coba PRORATA ( n = 621),
strategi pengobatan yang dipandu PCT mengurangi durasi pemakaian antibiotik di
antara pasien perawatan intensif dengan dugaan infeksi bakteri 24. Namun,
kesimpulan yang pasti tidak dapat tercapai, karena pengetahuan yang tidak
mencukupi untuk perbedaan yang relevan secara klinis dalam hal moralitas dan
rendahnya kepatuhan terhadap algoritma pengobatan. Percobaan yang lebih luas
baru-baru ini, yang pada dasarnya menguji hipotesis yang sama, mengkonfirmasi
pengurangan penggunaan antibiotik dan tidak ada bahaya yang jelas dari strategi
8
ini25. Dalam percobaan lain, 1200 pasien perawatan intensif diacak untuk
perawatan biasa versus algoritma yang diarahkan PCT di mana terapi antibiotik
diintensifkan setiap kali tingkat biomarker meningkat26. Namun, strategi berbasis
PCT gagal untuk meningkatkan hasil secara keseluruhan juga tidak terjadi pada
subkelompok dibandingkan dengan perawatan biasa, sementara durasi
penggunaan antibiotik, ventilasi mekanis dan perawatan di ICU diperpanjang.
Strategi peningkatan antibiotik berdasarkan hasil PCT harus dicegah. Target untuk
penelitian biomarker dimasa mendatang dan penggunaan pada sepsis meliputi:
9
memadai)32. Sebaliknya, mencari magic bullet biomarker untuk
diagnosis sepsis terbukti tidak membuahkan hasil.
V. Menerapkan tes biomarker di unit perawatan, terutama bila hasil uji
laboratorium standar tidak dapat diperoleh secara tepat waktu.
Keputusan terapeutik yang benar dan cepat pada pasien dengan sepsis
bergantung pada ahli intensif yang menggunakan alat seperti metode
mikrobiologi modern dan strategi pengobatan yang dipandu biomarker baru
yang telah divalidasi dalam uji coba acak yang didukung dengan tepat.
Antibiotik
10
pankreatitis. Sementara PCT dapat membantu dalam membatasi durasi terapi
antibiotik, kami membutuhkan biomarker infeksi yang lebih baik dengan adanya
respon inflamasi di berbagai tempat 28. Meskipun mungkin ada skeptisisme
mengenai identifikasi biomarker ideal untuk infeksi (lihat di atas), ini akan
memungkinkan penyisihan antibiotik. Tidak ada kelas antibiotik baru dalam
genre obat yang dapat digunakan segera. Ada variasi pada kelas-kelas saat ini
dengan betalactam-betalactamases baru (ceftalozane – tazo-bactam, ceftazidime
– avibactam, ceftaroline – avibactam) dan aminoglikosida baru (plazomisin).
Yang terpenting, antibodi monoklonal baru, terapi peptida dan phage sedang
dilakukan penelitian, setidaknya perlu waktu satu dekade lagi sebelum
dipasarkan. Oleh karena itu, kami harus menggunakan apa yang tersedia saat ini
tetapi dengan cara yang rasional dan hati-hati. Antibiotik inhalasi untuk infeksi
paru tampaknya merupakan pendekatan yang logis dan digunakan di beberapa
negara, tetapi tepatnya bagaimana, kapan, berapa banyak dan untuk berapa lama
masih perlu disempurnakan36. Pemantauan obat terapeutik (TDM) untuk
toksisitas aminoglikosida dan glikopeptida telah memungkinkan pengembangan
immunoassay yang mudah digunakan. Meskipun masih jarang menggunakan
TDM untuk pemberian antibiotik beta-laktam37, pasien yang sakit kritis
seringkali memerlukan dosis yang berbeda dengan dosis standar yang disetujui
saat registrasi obat. Dengan meningkatnya permintaan untuk pengukuran beta-
laktam, pengujian TDM akan menjadi lebih umum digunakan. Kebutuhan ini
menjadi lebih penting karena dosis antibiotik yang kurang memungkinkan
pertumbuhan kembali bakteri dan dominasi organisme yang resisten38.
13
Figure 1
Cairan
Biomarker protein (seperti sitokin) juga kurang dievaluasi dan juga dapat
memperkaya respons terhadap vasopresor dan kortikosteroid74. Sebuah biomarker
prediktif (juga dikenal sebagai diagnostik penunjang) menggunakan genomik
untuk menentukan peningkatan kemanjuran atau peningkatan keamanan dengan
obat76. Saat ini, sekitar 100 obat telah menyetujui biomarker prediktif77. Biomarker
prediktif dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan obat
pada sepsis; varian genom berpotongan dengan sumbu kortikosteroid dan
vasopresin untuk prediksi respons terhadap steroid (dan lebih sedikit vasopresin),
sebagian karena varian genom steroid dan vasopresin dijelaskan dengan baik di
banyak kondisi non-septik. Penemuan biomarker prediktif sering mengikuti
17
pendekatan gen kandidat, memanfaatkan pengetahuan reseptor obat, transporter,
dan enzim yang memetabolisme jalur target obat dan obat. Biomarker prediktif
juga dapat meningkatkan pengembangan obat. Farmakogenomik dapat
meningkatkan peluang keberhasilan pengembangan obat pada sepsis dengan
memperkaya populasi heterogen.
Varian PCSK9 dikaitkan dengan hasil sepsis dan pasca perawatan ligasi sekal
dan tikus model perforasi dengan penghambat PCSK9 menurunkan inflamasi,
disfungsi kardiovaskular dan mortalitas; dengan demikian, penghambatan PCSK9
dapat menjadi target yang efektif pada sepsis 78. Biomarker prediktif potensial /
diagnosis pendamping juga dapat digunakan dengan trombomodulin manusia
rekombinan, selepressin, angiotensin II, inhibitor PCSK9, dan esmolol. Sama
seperti dalam terapi kanker, batasan lain yang kita lihat adalah penggunaan
kombinasi vasopresor yang lebih rasional masing-masing dalam dosis yang lebih
rendah dan diberikan sesuai dengan defisit jalur vasopressor pasien tertentu,
seperti vasopresin untuk defisiensi vasopresin dan angiotensin II untuk defisiensi
ACE pada ARDS komplikasi. oleh syok septik, dan bahkan penggunaan beta-
blocker kerja pendek seperti esmolol79. pada pasien yang terlalu peka dan
memiliki respons adrenergik yang berlebihan. Sebagai contoh kombinasi
vasopressor, penelitian terbaru menunjukkan bahwa vasopressin digunakan dalam
berbagai kombinasi vasopressor pada syok septik, tetapi tidak jelas bagaimana
dokter memilih berbagai kombinasi vasopressor ini (Russell, komunikasi pribadi).
Genomik dan biomarker lain dapat membantu dalam pemilihan kombinasi
vasopressor yang lebih rasional.
18
vasokonstrik
si
Selepresi V1a agonist ↓Ang-2 IIB/III LNPEP
n ↓ Kebocoran Ang-2
Vascular Vasopresin/copepti
n
Angitensi Angiitensin II ↑ Vasopressin III AGTRAP
n II reseptor agonist ↑
Erythropoieti
n
Methylen cGMP ↓kebocoran NA
blue antagonist vaskuler
L-257 Selectig ↓dosis Pre-Cliical Expired NO
Inhibibitor norepinefrin metabolites
DDAH1 Plasma
Nitrite/nitrate
cedera ginjal (AKI) dan peningkatan mortalitas pada pasien sakit kritis,
dibandingkan dengan kristal loids yang mengandung rendah klorida58. Namun,
cluster cross-over RCT baru-baru ini tidak menunjukkan perbedaan dalam tingkat
AKI atau kematian pada pasien ICU yang menerima larutan garam buffer atau
saline, meskipun kekuatan percobaan ini terbatas karena jumlah cluster yang
rendah59. Beberapa RCT skala besar yang membandingkan kristaloid ini pada
pasien ICU risiko tinggi sedang dilakukan untuk menjawab pertanyaan kunci ini
tentang pilihan kristaloid untuk resusitasi pada sepsis.
19
selanjutnya, dianjurkan. Namun, ini belum dievaluasi dalam proses perawatan
RCT spesifik pada pasien dengan sepsis. Ada keharusan untuk melakukan uji
coba ini dan untuk mengubah pedoman praktik yang merekomendasikan volume
cairan resusitasi yang relatif besar (misalnya, setidaknya 30 mL / kg)61
Inotropik
Masih belum pasti apa yang harus dilakukan jika terjadi disfungsi
miokard. Bahaya penggunaan dobutamin dosis tinggi untuk meningkatkan curah
jantung telah diketahui selama dua dekade82. Bahaya stimulasi katekolamin yang
20
berlebihan melalui takikardia, aritmia, cedera miokard dan efek toksik langsung
semuanya dijelaskan dengan baik83. Alternatif yang menarik untuk katekolamin
adalah levosimendan, yang memiliki serangkaian tindakan unik yang membuatnya
menjadi kemungkinan menarik untuk digunakan pada sepsis. Ini membuat peka
miokardium terhadap kalsium dengan mengikat troponin C, meningkatkan
kontraktilitas miokard tanpa meningkatkan kebutuhan oksigen, dan membuka
saluran kalium otot halus vaskular yang menyebabkan vasodilatasi. Ia juga
tampaknya melindungi miokardium dari gangguan iskemik dan memiliki sifat
anti-inflamasi84. Meta-analisis uji coba pasien sakit kritis secara umum dan uji
coba kecil pada sepsis menunjukkan levosimendan dapat meningkatkan hasil85,86,
tetapi hasil uji coba berkelanjutan yang lebih besar (ISRCTN12776039) ditunggu
sebelum perannya dalam sepsis menjadi jelas87.
21
vasopresor / inotrop baru (misalnya, selepresin, angiotensin-II, levosimendan)
juga harus dieksplorasi.
Darah
22
dapat diimbangi dengan peningkatan infeksi yang terkait dengan terapi besi.
Pengukuran hepsidin adalah indikator potensial dari defisiensi zat besi yang
sebenarnya selama penyakit kritis yang dapat memberikan pendekatan pengobatan
yang tepat untuk terapi, dan uji coba masa depan harus mengeksplorasi
penggunaannya sebagai biomarker potensial untuk memandu terapi. Ada juga uji
coba antagonis hepcidin yang sedang berlangsung pada anemia kronis, dan ini
mungkin perlu diselidiki selama penyakit kritis.
Perspektif
Proses perawatan dan pengobatan pasien dengan sepsis telah meningkat pesat
selama beberapa dekade terakhir melalui fokus klinis, investigasi dan organisasi
yang ekstensif. Di banyak bidang terapeutik dan diagnostik, masih ada penelitian
yang sedang berlangsung untuk memfasilitasi perbaikan lebih lanjut dalam
beberapa tahun mendatang (Tabel 3 ). Prakarsa pendidikan dan penelitian
kolaboratif oleh masyarakat ilmiah dan kelompok akademis, dan prakarsa
organisasi global termasuk Kampanye Sepsis yang Bertahan Hidup, Aliansi
Sepsis Global, dan Hari Sepsis Dunia, semuanya telah memainkan peran utama
24
dan harus terus melakukannya. Inisiatif ini dijalankan oleh kolega kami yang
berdedikasi
25
sepsis di seluruh penjuru dunia dapat memperoleh manfaat dari perbaikan
tatalaksana yang diperoleh saat ini dan yang akan datang.
26
Daftar Pustaka
27